LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI RUU TENTANG PENYIARAN

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

BAB 5 PENUTUP. Pembaruan hukum..., Richo Wahyudi, FH UI, Universitas Indonesia

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI II DPR RI

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam*

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Hari/Tanggal : Senin/22 Oktober 2012 : Pukul WIB s.d Selesai

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

: Dra. Hani Yuliasih, M.Si/Kabag.Set Komisi II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

Dirangkup dari pendapat : Prof. Dr. Maria SW Sumardjono, SH.,MCL.,MPA Sebagai referensi Puslitbang BPN-RI didalam merumuskan pokok-pokok pikiran

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN. Penelitian Individu

SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

: Dra. Hani Yuliasih, M.Si/Kabag.Set Komisi II DPR RI

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

LAPORAN SINGKAT PANJA PENGAWASAN TENAGA HONORER KOMISI II DPR RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA


BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BENTUK DAN TATA CARA PENGISIAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

IZIN : Khatibul Umam Wiranu, SH.,M.Hum Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Dr. Ir. H. Eko Sarjono Putro, MM

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH

BADAN LEGISLASI DAERAH BAHAN CERAMAH OLEH PROF. DR. SADU WASISTIONO,MSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BENTUK DAN TATA CARA PENGISIAN PROGRAM PEMBENTUKANPERDA A. BENTUK PROGRAM PEMBENTUKAN PERDA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG- UNDANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

RechtsVinding Online

Transkripsi:

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) -------------------------------------------------------------------------------------------------- Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : IV Rapat Ke : -- Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum Sifat Rapat : Terbuka Hari/Tanggal : Rabu/26 September 2012 Waktu : Pukul 14.00 WIB - Selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara / KK III) Acara : Mendapatkan masukan terkait dengan Penyusunan dan Rumusan RUU tentang Pertanahan. Ketua Rapat : Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat Hadir I. PENDAHULUAN : Dra. Hani Yuliasih/Kabag.Set Komisi II DPR RI : A. Pakar 1. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH,M.CL.,M.PA 2. Dr. Kurnia Warman.,SH.,M.Hum B. 14 dari 25 Anggota Panja Penyusunan RUU Pertanahan Komisi II DPR RI 1. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI pada hari Rabu tanggal 26 September 2012 dibuka pukul 15.10 WIB yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si dan dinyatakan terbuka untuk umum. 2. Ketua Rapat menyampaikan agenda Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar Pertanahan (Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH.,M.CL.M.PA dan Dr. Kurnia Warman, SH.,M.Hum) serta Tim Penyusunan RUU Pertanahan Setjen DPR RI pada hari ini yakni untuk mendapatkan masukan terkait dengan Penyusunan dan Rumusan RUU tentang Pertanahan. 3. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut: a. Menanyakan pasal pasal manakah dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang masih dipertahankan dalam Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP) dengan disertai alasannya. Pasal pasal mana dalam UUPA yang diganti, jika ada, disertai alasannya. Hal hal yang belum diatur dalam UUPA dan ditambahkan dalam RUUP, agar disertai alasannya. Tanpa ketegasan akan hal hal ini, akan sulit merekonstruksi RUUP ketika disandingkan dengan UUPA. Karena sifat RUUP yang sektoral, tampaknya sulit mengatasi tumpang tindih peraturan sektoral terkait dengan masalah pertanahan, tanpa adanya satu UU yang bersifat lex generalis.

b. Pengertian asas Pemisahan Horisontal (PH) Penjelasan/uraian dalam Naskah Akademik (NA) belum tuntas karena: dalam pengertian asas PH pemilikan terhadap tanah tidak serta merta/otomatis meliputi pemilikan terhadap bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, kecuali, jika bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut merupakan milik dari si empunya tanah. Dengan perkataan lain, dalam situasi/kondisi seperti ini maka pemilik tanah juga memiliki bangunan dan sebagainya itu. c. Mengenai landasan filosofis, sosiologis dan yuridis Landasan Filosofis Tidak tepat menjadikan Tap MPR No. IX/MPR/2001 sebagai landasan hukum penyusunan UUP yang bersifat sektoral.(lihat catatan untuk Bab I) Masih perlu dilengkapi dengan uraian terkait dengan alasan bahwa penyusunan RUUP telah mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum sesuai dengan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Landasan Sosiologis Masih perlu ditambahkan fakta empiris permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan masyarakat dan negara yang ditampung dalam RUUP. Landasan Yuridis Perlu ditegaskan mengapa RUUP perlu disusun: untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum, atau keduanya. Mengapa perlu disusun, dalam kaitannya dengan UUPA: apakah masih relevan, perlu diubah/diganti (pasal-pasal mana saja dan mengapa), perlu ditambah (mengapa?) d. Asas-asas dalam penyelenggara Bagaimana kaitan asas-asas yang terdapat dalam RUUP dengan asas-asas dalam UUPA? Apakah asas-asas dalam UUPA masih dipertahankan, atau diganti/diperbaharui? Dalam NA yang dirumuskan adalah asas-asas dalam UUPA, sedangkan dalam RUUP asas asasnya berbeda dengan asas asas dalam UUPA. e. Konsepsi Hukum Tanah Nasional (Pasal 5, Pasal 6). Kata konsepsi juga janggal, karena ini adalah bahasa teori bukan bahasa peraturan perundang-undangan. Pasal pasal ini perlu dipikir ulang karena selain membingungkan juga tidak jelas apa yang dimaksudkan. f. Bab III: Hak Bangsa. Pasal 8: merupakan tambahan dari pasal yang mengatur hal yang sama dalam UUPA, namun hal ini justru membingungkan (Pasal 8 ayat (1). Pasal 8 ayat (2) mengganti kata rakyat dengan bangsa. Apakah Pasal 2 ayat (1) UUPA sudah saatnya ditinggalkan? g. Bab IV: Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Agar dipertimbangkan kembali, mana yang dapat di-copy paste dari Permenag/KaBPN No.5 Tahun 1999, dan apakah tambahan-tambahan pasal yang lain itu relevan dimuat disini?(pasal 9 itu bahasa buku, bukan bahasa peruuan).

Permasalahan terkait fungsi Perda. Dalam RUU ini Perda dikesankan sebagai penentu keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat (MHA) pada Pasal 9 ayat (4) dan (5). Jika hal ini benar, maka prinsip pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak ulayat MHA yang dilindungi oleh berbagai konvensi internasional dan UUD Negara RI 1945, direduksi dalam RUUP. Fungsi Perda adalah mengukuhkan keberadaan hak ulayat (declaratoir). Hak ulayat MHA, yang setelah diteliti memenuhi persyaratan Pasal 9 ayat (4) dikukuhkan keberadaannya dalam Perda. h. Bab V: Hak Menguasai Negara dan Hak Pengelolaan Untuk NA Uraiannya tidak komprehensif dan tidak up to date. Uraikan riwayat/sejarahnya, pergeseran sifatnya (publik perdata publik) disertai landasan hukumnya dan permasalahannya secara konseptual maupun praktikal. Untuk RUU: Apakah sudah dipertimbangkan secara matang perubahan-perubahan yang diperkenalkan dalam RUU (misal: definisi, tujuan, subyek, penyerahan bagian tanah HPL kepada pihak ke-3 dengan HGU, isi perjanjian. i. Bab VI: Penatagunaan Tanah dan Pembaruan Pertanahan Penatagunaan tanah Agar dipertimbangkan kembali pasal-pasal terkait penatagunaan tanah yang: (1) Membingungkan, tidak fokus dan tidak dapat dipahami maknanya dan relevansinya dicantumkan dalam pasal - pasal yang bersangkutan; (2) Tentukan pasal mana dalam PP No. 16 Tahun 2004 yang dapat dimuat dalam UUP. Pembaruan Pertanahan Apakah yang dimaksud dengan Pembaruan Pertanahan? (tidak ada pengertiannya dalam Pasal 1; yang lazim adalah Pembaruan Agraria) atau apakah yang dimaksud adalah Landreform? Apakah relevansi perumusan Pasal 21? Pasal 22 ayat (2). Menggunakan istilah pencabutan hak atas tanah. Agar tidak menggunakan istilah yang telah baku dalam hukum pertanahan nasional (pencabutan hak atas tanah yang bersumber pada Pasal 18 UUPA, berbeda konotasinya). Bagaimana menentukan jangka waktu 25 tahun? (apakah berdasarkan hasil penelitian, benchmarking dengan peraturan perundang-undangan negara lain, dan sebagainya?) Pasal 23 ayat (1): Negara wajib mendistribusikan tanah... Apakah sanksinya jika negara belum/tidak memenuhi kewajibannya? Mengapa tidak digunakan bahasa peraturan perundang-undangan terkait Landreform. Yang dimaksudkan dengan hak atas tanah yang dapat dicabut dalam Pasal 22 ayat (2) itu pemilikan tanah pertanian atau non pertanian? Pemiliknya orangperorangan atau Badan Hukum? Terkait Hak Milik atau semua jenis Hak atas tanah? Apakah bedanya dengan penelantaran tanah?

j. Bab VII: Pendaftaran Tanah PPAT: Apakah alasannya memuat ketentuan tentang PPAT dalam Bab tentang Pendaftaran Tanah. Sebagian besar pasal-pasal merupakan copy paste dari PP No. 37 Tahun 1998. k. Bab VIII Hak Atas Tanah Pemahaman yang tidak tepat. Luasnya isi kewenangan hak atas tanah dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) menunjukan bahwa: (a) hal ini bertentangan dengan pengertian hak atas tanah sebagaimana dimuat dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA; (2) tidak memahami secara utuh makna asas pemisahan horisontal. Penentuan jangka waktu HGU, HGB dan HP (50 + 25 tahun); (1) apakah sudah mempertimbangkan Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 terkait jangka waktu HGU, HGB dan HP dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?; (2) apakah dengan demikian sudah saatnya meninggalkan semangat UUPA terkait jangka waktu HGU, HGB dan HP? l. Pengaturan Hak Guna Ruang Atas Tanah (HGRAT) dan Hak Guna Ruang Bawah Tanah (HGRBT). Masing-masing hak terdiri dari satu macam hak saja, atau dapat terdiri dari berbagai macam hak? Siapa subyeknya, bagaimana terjadinya, jangka waktunya, hak dan kewajiban pemegang haknya, isi kewenangannya, hapusnya? m. Hak atas tanah yang lain Apakah yang dimaksudkan dengan hak atas tanah yang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan 92? Bagaimana sikap RUUP terhadap hak-hak atas tanah yang bersifat sementara sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UUPA? n. Bab IX Penyelesaian Sengketa Pertanahan Ketentuan tentang mediasi dalam Pasal 94 97 memuat tentang prosedur, apakah ini merupakan porsi UU? Terkait dengan prosedur mediasi sudah diatur dalam Keputusan Kepala BPN No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, khususnya Petunjuk Teknis No. 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi. Bagaimana jawaban RUUP tentang penyelesaian sengketa pertanahan yang bersifat lintas sektoral (diatur di pasal mana?) 4. Dr. Kurnia Warman, SH.,M.Hum menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut : Terkait Naskah Akademis a. Urgensi pengaturannya bila dihubungkan dengan kondisi pertanahan di Indonesia. Jika banyak sengketa pertanahan, perlu ada studi untuk memastikan bahwa sengketa tersebut terjadi karena undang-undangnya yang salah, sehingga perlu dibentuk UU baru. b. Bagaimana pandangan RUU ini terhadap UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)? Sebagai apa RUU ini bagi UUPA?

Dengan judul tentang Pertanahan, maka RUU ini berpotensi mengganti atau setidaknya mengubah UUPA karena isi UUPA hampir seluruhnya tentang pertanahan: (NA hlm 21-24 belum menegaskan). Kalau tidak mengubah UUPA, hendaknya dipastikan bagaimana delegasi pengaturannya dalam UUPA. c. Penyebab masalah pertanahan: Masalah pertanahan yang terjadi hari ini terjadi karena kelemahan UUPA kah atau justeru karena UU sektoral atau karena UUPA tidak sungguh-sungguh dilaksanakan oleh Pemerintah? Pendirian ini hendaknya jelas dulu, supaya tindakan selanjutnya dalam pembentukan UU baru lebih tepat sasaran: hal ini belum terlihat dalam RUU ini: Konsideran dan Penjelasan Umum, serta Ketentuan Peralihan dan Penutup. d. Mengenai landasan filosofis, perlu penajaman lagi, sosiologis, fakta empris apa yang menjadi sasaran untuk diselesaikan?, landasan yuridis dasar hukum apa saja yang menjadi dasar dikeluarkannya RUU ini. Masuknya per-uu-an di bawah UU (bahkan sampai Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah) ke dalam landasan yuridis dirasa kurang pas e. Materi muatan sangat luas dan detail. Bahkan sampai kepada hal-hal teknis tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dengan rujukan peraturan teknis di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Terkait RUU Pertanahan a. Konsideran Menimbang: Pernyataan Huruf a dan b belum sejalan. Pada huruf a disebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sementara pada Huruf b disebutkan tanah memiliki nilai... Begitu juga pada Huruf c: melompat ke hukum pertanahan mengalami perkembangan... Diperlukan penegasan aspek filosofis dan sosiologis yang menggambarkan urgensi RUU ini. Konsideran Mengingat: Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 perlu dimasukkan karena terkait hak milik sebagai hak asasi. Tentang posisi TAP IX/2001 dan UUPA sudah sesuai namun perlu ditegas hubungan RUU ini dengan keduanya. b. Pada bagian Ketentuan Umum Penyebutan Hukum Tanah (angka 6) dan Hukum Tanah Nasional (angka 7) bisa menjadi masalah: Hukum tanah merupakan penyebutan bidang kajian hukum secara akademik bukan penyebutan bidang pengaturan UU tertentu. RUU ini nanti hanya menjadi salah satu sumber hukum tanah tersebut. Jadi tidak perlu disebutkan pengertian hukum tanah dalam RUU ini. Sebagaimana disebutkan dalam angka 6 dan 7 ketentuan umum. Begitu juga Hukum Tanah Nasional, tentu ada pula nanti Hukum Tanah Lokal atau Daerah, Regional dst. Tidak perlu dan bisa menimbulkan masalah, sebagaimana penyebutan pada angka 8 ketentuan umum. Penyebutan perorangan dan badan hukum juga bermasalah bagi keberadaan masyarakat hukum adat, sebagaimana pengaturan pada angka 13. Pengertian Hak Tanggungan:...yang mengacu dalam UU yang mengatur bidang agraria... Bisa disebutkan dengan UU saja karena memang sudah UU 4/1996 tentang Hak Tanggungan (amanah Pasal 51 UUPA). Istilah sertifikat : dapat diganti dengan sertipikat. Sertipikat merupakan bukti hak (title) bukan bukti mengikuti kegiatan pelatihan (sertificate)

Penyebutan Menteri : perlu kejelasan Kementerian dimaksud, kalau tidak sebut saja Badan Pertanahan Nasional atau Lembaga Pertanahan. Pengertianpengertian di Ketentuan Umum perlu dicermati lagi supaya tidak terjadi disharmoni per-uu-an. c. Pasal 2 tentang Asas Hendaknya sesuaikan dengan prinsip hukum agraria nasional yang terdapat di dalam penjelasan umum UUPA: 8 butir mulai dari asas kenasionalan s/d land use planning. Perlu penjelasan mengapa asas-asas ini yang dipakai dan bagaimana keterkaitannya satu sama lain. d. Bab III Hukum Tanah Nasional Pasal 3 s/d Pasal 6 Pernyataan pasal-pasal ini tampaknya belum berupa atau belum berisi norma, melainkan asas dan penjelasan konsep. Penjelasan seperti ini bisa dimasukkan ke dalam penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal. Ketentuan ini juga berpotensi bertentangan dengan isi UUPA mengenai kedudukan hukum adat. e. Bab III Hak Bangsa Pasal 7 dan Pasal 8 Perlu dipertimbangkan lagi apakah perlu disebutkan penyebutkan hak bangsa itu dicantumkan dalam RUU ini? Pengaturan di Pasal 1 UUPA dirasa sudah cukup untuk menyatakan keberadaannya. f. Bab IV Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pernyataan Pasal 9 ayat (1) berpotensi bertentangan dengan Pasal 3 UUPA. Berikutnya dirasa penguraian dari bagaimana cara memberikan pengakuan hak ulayat mirip dengan ketentuan Permen Agraria/Kepala BPN 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat g. Hak Menguasai Negara dan Hak Pengelolaan Bab V Pasal 11-13 Perlu diharmoniskan dengan Pasal 2 UUPA. Pasal 2 ayat (2) UUPA telah menegaskan isi kewenangan hak menguasai negara. Berbeda dengan isi Pasal 11 RUU ini. Berpotensi bertentang dengan UUPA. Khusus Pasal 12 RUU ini: tiba-tiba saja menyerahkan HMN ini kepada BPN, padahal sebelumnya BPN tidak disinggungsinggung. Perlu disesuaikan dengan Tupoksi BPN sebagai instansi pemerintah yang membantu Presiden dalam administrasi pertanahan, bukan sebagai penguasa tanah. h. Penatagunaan Tanah dan Pembaharuan Pertanahan Bab VI Pasal 14 s/d Pasal 28 Perlu sistematika penormaan. Keberadaan BPN muncul lagi pada Pasal 20: Tugas, wewenang, dan tanggung jawab bidang penatagunaan tanah diberikan kepada Badan Pertanahan Nasional meskipun penatagunaan tanah dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Bukankah kewenangan penatagunaan tanah itu terkait dengan perencanaan tanah ruang yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang merupakan Pemerintah dan Pemda?

Muncul pula istilah pencabutan Hak atas tanah pada Pasal 20, tetapi isinya bukan pencabutan tetapi sebagai penertiban tanah terlantar. Pencabutan hak atas tanah tidak bisa diatur dengan peraturan pemerintah (Pasal 20 ayat 3) RUU ini. Pencabutan hak harus diatur dengan UU dan sudah ada UU 20/1961 i. Pendaftaran Tanah Bab VII Pasal 29-Pasal 43: Sejalan dengan isi PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kemungkinan pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat agaknya layak menjadi perhatian, jika RUU ini memang mengakui hak ulayat tersebut. j. Hak Atas Tanah Bab VIII Pasal 44-Pasal 92 Sebagian besar isi RUU ini mengatur tentang Hak atas Tanah. Isinya berupa pengulangan dari UUPA dengan tambahan hak guna ruang atas tanah dan ruang bawah tanah Bagaimana dengan hak sewa untuk bangunan? Tidak diatur dalam RUU Pertanahan ini. k. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Bab IX Pasal 93-98 Mediasi diwajibkan, penegasan lagi Posisi BPN sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa pertanahan. Perlu perhatian terhadap mediasi adat. Adanya pengadilan pertanahan yang perlu kajian serius urgensi dan posisinya Apalagi dinyatakan pengaturannya dengan UU. l. Ketentuan Penutup bab X Pasal 99 RUU ini langsung diakhiri dengan ketentuan penutup tanpa Ketentuan Peralihan. Padahal sebagai RUU yang obyek pengaturannya sudah sangat banyak diatur oleh UU sebelumnya harus mengemukakan Ketentuan Peralihan. Agar diketahui posisi semua UU terkait terutama UUPA (UU 5/1960) dan UU 56/prp/1960. II. KESIMPULAN Setelah Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat dan memberikan kesempatan kepada Pimpinan dan Anggota Panja Penyusunan RUU Pertanahan Komisi II DPR RI untuk menyampaikan pendapat/pandangannya serta saran dapat disimpulkan bahwa masukan-masukan dari para pakar (Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH.,M.CL.M.PA dan Dr. Kurnia Warman, SH.,M.Hum) tersebut akan dijadikan masukan-masukan yang sangat berarti dalam rangka penyusunan RUU Pertanahan yang akan dilaksanakan Komisi II DPR RI. Disepakati terhadap Draft dan Naskah Akademik RUU Pertanahan akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat matriks perbandingan pendapat, saran dan masukan para pakar terkait dengan penyusunan RUU Pertanahan. 2. Membuat matriks perbandingan antara RUU Pertanahan dengan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Adapun dari persandingan tersebut harus menggambarkan hal-hal apa saja yang menjadi substansi perubahan dan penyempurnaannya.

3. Membuat analisa tentang RUU Pertanahan dikaitkan dengan 12 undang-undang sektoral yang berkaitan dengan pertanahan. Dengan demikian RUU Pertanahan ini diharapkan menjembatani berbagai kepentingan sektoral sehingga tidak terjadi tumpang tindih regulasi di bidang pertanahan. 4. Menyempurnakan Draf Naskah Akademik dan Teks RUU Pertanahan sesuai dengan masukan dari para narasumber. 5. Mengadakan konsinyering antara Komisi II DPR RI dengan seluruh pakar yang disepakati sebagai Tim Pakar RUU Pertanahan untuk merumuskan kembali Draf Naskah Akademik dan Teks RUU Pertanahan. III. PENUTUP Rapat ditutup Pukul 17.15 WIB. KETUA RAPAT, DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.Si A-126