TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Entisol. Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horizon

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAB I. PENDAHULUAN A.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol dan Masalahnya. Menurut Harjowigeno (1993) bahwa tanah Ultisol biasanya di temukan di

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos Sampah Rumah Tangga. dan tidak bermanfaat sehingga disebut bahan buangan. Menurut sumbernya,

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada. Beberapa kendala

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

II TINJAUAN PUSTAKA. induknya (Hardjowigeno, 1993). Tanah Inceptisols yang terdapat di dataran rendah, solum

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007).

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. yaitu sekitar 51 juta ha (lebih kurang 29% luas daratan Indonesia).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Entisol Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horizon pedogenik yang nyata, karena pelapukan baru diawali, atau hasil bahan induk yang sukar lapuk seperti pasir kuarsa, atau terbentuk dari batuan keras yang larutnya lambat seperti batu gamping, atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi melebihi pembentukan horizon pedogenik, atau pencampuran horizon oleh pengolahan tanah atau hewan. Profil tanahnya tidak memperlihatkan translokasi bahan (Darmawijaya, 1990). Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah, sehingga daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat sarang, hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena perkolasi (Jamilah, 2003). Menurut Darmawijaya (1990) Tanah Entisol umumnya cukup mengandung unsur P dan K yang masih segar dan belum siap untuk diserap tanaman tetapi kekurangan unsur N. Entisol mempunyai kejenuhan basa bervariasi, ph dari asam, netral sampai alkalin, KTK juga bervariasi baik untuk horizon A maupun C, mempunyai nisbah C/N < 20% dimana tanah yang mempunyai tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah dibandingkan tanah yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang lebih rendah dan kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertektur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang dari pada tanah bertekstur halus (Munir, 1996).

Sifat Kimia Tanah ph Tanah Nilai ph tanah dapat digunakan sebagai indikatator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. ph optimum untuk ketersediaan unsur hara adalah sekitar 7,0, karena pada ph ini semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan (Hanafiah, 2005). Menurut Hakim (2006), penggunaan bahan organik yang belum selesai melapuk juga akan menurunkan ph tanah untuk sementara. Apabila pelapukan telah selesai, maka bahan organik akan menaikan ph tanah kembali. Penggunaan bahan organik (R-NH 2 ) 2- R-NH 2 + H 2 O 2 NH 4 + CO 3 2NH 4 + 3O 2 2HNO 2 + 2H + + 2H 2 O - 2HNO 2 + O 2 2NO 3 + 2H + Ratio C/N Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan tingkat dekomposisi dari bahan organik tanah. Apabila makin tinggi dekomposisinya maka makin kecil nisbah C/N-nya. Jika nisbah dari bahan organik segar yang dibenamkan kedalam tanah lebih besar dari 20, mikroorganisme yang terlibat didalam proses dekomposisi tersebut biasanya sulit memperoleh nitrogen yang memadai dari bahan organik itu sendiri (Indrianada, 1986).

Apabila nisbah C/N lebih kecil dari 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila lebih besar dari 30 maka terjadi immobilisasi N, jika diantara 20 30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi. (Hanafiah, 2005). C-Organik Bahan organik adalah jumlah total substansi yang mengandung karbon organik di dalam tanah, terdiri dari campuran residu tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme dan hewan kecil yang masih hidup maupun yang sudah mati (Schnitzer, 1991). Sumber bahan organik dapat berasal dari kotoran hewan bahkan dari tanaman dan limbah, misalnya pupuk kandang dan limbah pertanaman, hijauan tanaman, rerumputan dan limbah agroindustri. Tanah yang dibenahi dengan bahan organik mempunyai struktur tanah yang baik dan tanah yang berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih banyak daripada tanah yang punya kandungan bahan organiknya rendah. Pada umumnya bahan organik mengandung unsur hara makro N, P, K dan hara mikro yang diperlukan tanaman (Murbandono, 2000). Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan tanaman tergantung pada laju proses dekomposisinya. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi ini meliputi faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara terutama N, P, K, dan S (Hanafiah, 2005).

Beberapa sifat baik dari peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah antara lain : (1) mineralisasi bahan organik akan melepaskan unsur hara tanaman secara lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur hara mikro lainnya) tetapi dalam jumlah yang relatif kecil, (2) meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak, (3) memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah (Purnomo, 2006). Unsur Hara N Tanaman menyerap nitrogen terutama dalam bentuk NH + 4 dan NO - 3. Ion-ion didalam tanah berasal dari pupuk-pupuk yang ditambahkan serta dekomposisi bahan organik. Jumlahnya tergantung dari jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi dari bahan-bahan organik tersebut. Jumlah yang dibebaskan dari bahan organik sangat ditentukan oleh keseimbangan antara faktor-faktor yang mempengaruhi mineralisasi dan immobilisasi serta kehilangan dari lapisan tanah (Hakim dkk, 1986). Winarso (2005) menyatakan Kadar N anorganik pada tanah yang ditambahkan bahan organik lebih besar dibandingkan dengan tanah tanpa penambahan bahan organik menunjukan adanya proses atau reaksi mineralisasi atau adanya penambahan N anorganik hasil pelapukan bahan organik. Sebaliknya apabila tanah yang ditambah bahan organik terjadi penurunan N organik apabila dibandingkan dengan tanah tanpa penambahan bahan organik menunjukan terjadinya immobilisasi atau pengambilan N anorganik oleh mikroorganisme tanah. Menurut Handayanto, dkk (1999) pelepasan N dari bahan organik tergantung pada sifat fisik, kimia bahan organik, kondisi lingkungan dan

komunitas organisme perombak. Terhambatnya pelepasan N mungkin disebabkan oleh tingginya rasio C/N bahan organik dengan immobilisasi N mikrobia yang terikat. Saat immobilisasi, N tersedia yang ada sebelumnya di dalam tanah diambil mikroorganisme untuk mencukupi kebutuhannya, karena tidak tercukupi dari bahan organik yang dirombak sehingga keberadaan N tersedia tanah menjadi sangat sedikit/kurang bagi kebutuhan tanaman, yang akan menyebabkan tanaman kekurangan nitrogen. Tanaman di lahan kering umumnya menyerap ion nitrat NO - 3 relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ion NH + 4. Ada dugaan bahwa senyawa organik, misalnya asam nukleat dan asam amino larut, dapat diserap langsung oleh tanaman. Tetapi, keberadaan kedua senyawa tersebut dalam tanah dianggap kecil jika dibandingkan dengan keperluan tanaman (Yuwono dan Rosmarkam, 2002). Unsur Hara P Tanah-tanah muda dengan curah hujan rendah biasanya mengandung P cukup tinggi, apabila dibandingkan dengan tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berkembang di daerah dengan curah hujan tinggi. Ketersedian P-organik dalam tanah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan P anorganik (Winarso, 2005). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H 2 PO - 4 ) dan ion otofosfat sekunder (HPO 2-4 ). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfat organik. Fosfor ini mudah bergerak antar jaringan tanaman dan kadar optimal fosfor dalam tumbuhan vegetatif sekitar 0,3% - 0,5% dari berat kering tanaman. (Yuwono dan Rosmarkam, 2002).

Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pada umumnya unsur P dalam bahan organik adalah 1%, yang berarti dari 1 ton bahan organik tanah bernisbah C/N = 10 (matang) dapat dibebaskan 10 kg P setara (22 kg TSP). Jika tanah mengandung 1% bahan organik, berarti terdapat 200 kg P-organik/ha, yang dimineralisasikan secara perlahan tergantung aktivitas jasad perombak bahan organik tanah yang memiliki dari penurunan nisbah C/N-nya. Poerwidodo (1993) yang menyatakan kemasaman tanah mempengaruhi kelarutan spesies ion merajai yang dapat bereaksi dengan P-Larut, menambat atau menjerapnya, melenyapkannya dari larutan sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam dengan ph 5,5 dirajai oleh kation Fe 3+ dan Al 3+ yang menjerap P-larutan. Unsur Hara K K di dalam tanah cukup besar tersedia jumlahnya mencapai 0,5-2,5 %, tetapi persentase K yang tersedia bagi tanaman selama musim pertumbuhan tanaman sangat rendah, yaitu kurang dari 2%. Pada tanah-tanah tropik kadar K tanah bisa sangat rendah karena bahan induknya miskin K, curah hujan tinggi, dan temperatur tinggi. Curah hujan dan temperatur mempercepat pelepasan dan pelapukan mineral dalam pencucian K (Winarso, 2005). Berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, maka kalium dalam tanah dapat digolongkan ke dalam beberapa bentuk yaitu : 1. Bentuk relatif tidak tersedia, 2. Bentuk lambat tersedia, 3. Bentuk segera tersedia. Sebagian besar dari tanah tanah mineral mempunyai kadar kalium tinggi, yang kadang kadang dapat mencapai 40 60 ribu kg K 2 O/ha pada lapisan bajak (Sarief, 1993).

Buckman and Brady (1986) menyatakan Kalium berlawanan dengan Fospor, kebanyakan tanah mineral mengandung jumlah total kalium yang besar, kecuali pada tanah yang bersifat pasiran. Kapasitas Tukar Kation Bahan organik tanah meskipun tergantung derajat humifikasinya mempunyai KTK paling besar dibandingkan koloid-koloid liat. Nilai KTK bahan organik tanah (BOT) bervariasi antara 200-3000 me/100g tanah, sedang nilai KTK liat hanya berkisar antara < 10 (liat oksida) samapai > 100 me/100g tanah (liat tipe 2:1), sehingga nilai KTK BOT dapat 2-10 kali KTK liat (Hanafiah, 2005). Harjdowigeno (2003) menyatakan tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K,Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah tetapi bila di dominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat mengurangi kesuburan tanah. Kandungan bahan organik dan kadar liat yang tinggi pada tanah mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang kandungan bahan organiknya rendah dan tanah berpasir. Hakim., dkk (1996) menyatakan pertukaran kation berubah dengan berubahnya ph tanah. Pada ph rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebahagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempet pertukaran kation koloid organik dan beberapa fraksi liat, H dan mungkin hidroksi-al terikat kuat, sehingga sukar dipertukarkan.

Peran Pupuk Kandang Sebagai Bahan Organik Pupuk kandang pada umumnya bermanfaat sebagai bahan pembenah tanah, pada umumnya bahan ini mengandung N, P, dan K dalam jumlah yang rendah tetapi mengandung hara makro yang cukup sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Sutanto, 2002). Winarso (2002) menyatakan bahwa tanah yang diberi penambahan pupuk kandang kadar amonium dan nitrat langsung bertambah cukup tinggi, akan tetapi setelah 8 minggu inkubasi tanpa penanaman terjadi penurunan kadar senyawa tersebut cukup drastis, khususnya amonium yaitu sekitar 87 hingga 95% dari semula. Amonium turun drastis karena berubah menjadi nitrat, selanjutnya nitrat menguap menjadi NH 3 (Volatilisasi) dan N 2 O, NO, N 2 (denitrifikasi). Kotoran sapi merupakan limbah ternak yang dapat diproses menjadi pupuk kandang. Bahan organik dalam kotoran sapi dapat didekomposisi oleh bakteri indigen menjadi senyawa anorganik yang dapat diserap langsung oleh tanaman. Pembuatan pupuk kandang matang dapat dilakukan dengan cara dekomposisi Anaerob dan Aerob dari kotoran sapi. Kedua proses dekomposisi tersebut menghasilkan pupuk yang berbeda kualitasnya (Sudiarso, 2003). Salundik dan Simamora, (2006) menyatakan bahwa dalam keadaan segar pupuk kandang berasal dari kotoran sapi mengandung unsur hara sebagai berikut: N=0,40%, P 2 0 5 =0,20%, dan K 2 O=0,1% dan air 85% sedangkan dalam keadaan cair unsur hara yang terkandung: N=1,0%, P 2 0 5 =0,5%, dan K 2 O=1,5% dan air

92% dimana kandungan C/N yang lebih rendah dibandingkan C/N tanaman. Pupuk kandang sapi memiliki perbandingan C/N=15,8%. Pupuk organik yang menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah fosfor yang diberikan akan diserap oleh tanaman, juga dapat membentuk gabungan dengan unsur hara makro yang mencegah pencucian unsur hara. Penggunaan pupuk organik meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, dan kalsium ditukar seingga kenikan ph nyata (Sanchez, 1995) Pelapukan dan perombakan pupuk kandang akan mengakibatkan persenyawaan nitrogen yang terdapat dalam bahan organik, seperti polipeptida dan asam amino menjadi amonia, sulfat, phosfat, asam arang dan air (Sarief, 1985). Ada beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk, antara lain: 1. Kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk 2. Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah 3. Bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman 4. penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah. (Anonimous, 2008).

Pengomposan Aerob dan Anaerob Pengomposan atau dekomposisi merupakan peruraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis dalam temperatur termofilik (temperatur yang tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan. Temperatur termofilik terjadi karena kelembapan dan suasana aerasi yang tertentu. Setelah temperatur tercapai, mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan organik (Indriani, 2007). Pengomposan kotoran sapi adalah suatu proses di mana kotoran sapi umumnya diolah menjadi pupuk kandang, dengan proses biologi oleh mikro organisme secara terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus (Praptopo, 2006) Sutanto (2002) menyatakan: selama proses pengomposan berlangsung, perubahan secara kualitatif dan kuantitatif terjadi, pada tahap awal akibat perubahan lingkungan beberapa spesies flora menjadi aktif dan berkembang dalam waktu yang relatif singkat dan kemudian hilang untuk memberikan kesempatan pada jenis lain untuk berkembang. Untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari kompos, dapat diperkaya dengan fosfat untuk meningkatkan kemangkusan penggunaan fospat oleh tanaman. Sumber penambah posfat yang dapat dimanfaatkan adalah batuan pospat yang mempunyai kandungan posfat rendah (<11% P) dan tepung tulang yang mengandung 9%-11% P (Sutanto, 2002).

Pengomposan Aerob Pengomposan Aerobik berjalan dengan kondisi terbuka. Dalam hal ini, udara bebas bersentuhan langsung dengan bahan kompos. Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, ph, kelembapan, ukuran bahan, volume tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang, optimal kualitas maupun kecepatannya (Yuwono, 2007). Dalam proses ini, kurang dari 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi CO 2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses pengomposan Aerob tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi esotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikan temperatur dalam timbunan bahan organik menghasilkan temperatur yang menguntungkan mikroorganisme termofilik. Akan tetapi, apabila temperatur melampaui 65 0 C-70 0 C, kegiatan mikroorganisme akan menurun kerena kematian organisme akibat panas yang tinggi (Sutanto, 2002). Pengomposan Anerob Pengomposan Anaerobik terjadi tanpa bantuan udara oksigen sedikit pun. Dengan demikian, dalam pembuatannya selalu membutuhkan bangunan khusus yang tertutup rapat. Sebenarnya pembuatan kompos Anaerobik ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic tank. Hasil pengomposan Anaerobik berupa CH 4, H 2 S, H 2, CO 2, as. Asetat, as. Butirat, as. Laktat, Etanol, Metanol dan hasil sampingan berupa lumpur. Lumpur inilah yang akan dijadikan sebagai pupuk kompos (Yuwono, 2007).

Peruraian bahan organik akan terjadi pada kondisi Anaerob (kelangkaan oksigen). Pertama kali, bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organik menjadi asam lemak, aldehida, dll.kemudian kelompok lain mengubah as. lemak menjadi metana, amoniak, CO 2, dan hidrogen. Dengan demikian oksigen juga diperlukan untuk proses dekomposisi Anaerob tetapi sumber senyawa kimia yang tidak terlarut oleh oksigen. Pada kondisi ini kalori yang dilepaskan hanya 26 kcal/mole glukosa yang dilepaskan sedangkan pada kondisi Aerob energi yang dilepaskan sebesar 484-674 kcal/mole glukosa (Sutanto, 2002). Proses pengomposan Anaerob dapat dipercepat dengan penambahan Efective Microorganisms (EM4). Karena dengan metode ini bau yang dihasilkan dapat hilang bila proses yang dilakukan berlangsung dengan baik (Indriani, 2007) Berikut adalah perbedaan pengomposan secara Aerobik dan Anaerobik: Deskripsi Aerobik Anaerobik Bahan organik untuk kompos Pemilihan dilakukan secara intensif. Bahan-bahan organik yang mengandung protein hewani dan bahan mengandung penyakit Hampir semua bahan organik dapat dikomposkan dan aman digunakan sebaiknya diseleksi Rasio C/N 25:1 hingga 30:1 Semakin tinggi C/N ratio semakin cepat perombakan bahan organik dan buangannya akan mempunyai N yang tinggi. Kadar air (Rh) bahan 40-50% 50% ke atas Suhu optimal 45-65 o C 55-60 o C ph 6-8 6,7-7,2 Ukuran bahan Berupa potongan kecil 1-7,5 cm Aerasi 0,6-1,8 m 3 udara/hari/kg bahan (proses termofilik) Kontrol patogen Dilakukan pada suhu 60-70 o C selama 4 hari pertama Lebih baik lumat seperti bubur Tidak memerlukan aerase karena tempat tertutup Tidak perlu dikontrol karena patogen akan mati setelah 3-12 bulan

Hasil akhir protein Amonia, as. Amino, H 2 S. CO 2, H 2, alkohol, as. Organik, fenol Amonia, nitrit, nitrat, H 2 S, H 2 SO 4, alkohol, as. Organik, CO 2, H, H 2 O, CH 4. Hasil akhir karbohidrat CO 2, H 2, alkohol, as. Lemak Alkohol, as. Lemak, CO 2, H 2 O Hasil akhir lemak/lipid Asam lemak, CO2, H2, As. Lemak, gliserol, alkohol, alkohol CO2, H2O Lamanya proses 40-55 hari 10-80 hari (3-6 bulan) Pengisisan bahan baku pada saat proses komposting berlangsung (Indriani, 2007) Tidak dapat dilakukan karena dapat menganggu proses pengomposan Penambahan bahan baku dalam bak fermentasi dapat dilakukan sewaktu-waktu Pertanian Organik Pertanian yang mirip dengan kelangsungan kehidupan hutan disebut pertanian organik karena kesuburan tanaman berasal dari bahan organik secara alamiah. Pengertian lain, pertanian organik adalah sistem pertanian yang tidak mempergunakan bahan kimia, tetapi menggunakan bahan organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan lain sebagainya (Hutapea, 2007). Fisiologi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip memberi makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara di daur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik belum diserap tanaman. (Sutanto, 2002).

Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Sawi dapat di tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan tetapi, umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah pegunungan. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (ph) 6-7 (Kariada dan Sukadana, 2000). Kandungan air tanah yang baik untuk budidaya tanaman sawi adalah pada kandungan air tersedia, yaitu pf antara 2,5-4. Dengan demikian lahan tanaman sawi memerlukan pengairan yang cukup baik (irigasi maupun drainase). Sawi tidak dapat hidup dengan baik pada tanah yang berlebihan air atau tergenang. Umumnya sawi tumbuh baik di daerah dataran pada ketinggian 1000-2000 m dpl (www.sasamba.or.id/agribisnis/sayur/petsai.rtf) Sawi menginginkan tanah yang gembur dan kaya bahan organik. Selain itu tanah harus memiliki drainase yang baik dengan ph 6-7. Sawi dapat ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Namun, lebih banyak diusahakan di dataran rendah. Sawi juga bisa ditanam pada saat musim kemarau asalkan airnya cukup tersedia untuk penyiraman (Nazaruddin, 1999).