POTENSI ARANG AKTIF DARI TULANG KERBAU SEBAGAI ADSORBEN ION BESI, TIMBAL, SULFAT DAN KLORIDA DALAM LARUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI ARANG AKTIF DARI TULANG SAPI SEBAGAI ADSORBEN ION BESI, TEMBAGA, SULFAT DAN SIANIDA DALAM LARUTAN

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

ANALISIS DAYA SERAP TONGKOL JAGUNG TERHADAP KALIUM, NATRIUM, SULFIDA DAN SULFAT PADA AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

POTENSI ARANG AKTIF MENGGUNAKAN AKTIVATOR

POTENSI ARANG AKTIF CANGKANG BUNGA PINUS SEBAGAI ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR H2SO4 DALAM LARUTAN

LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN. Berat Sampel (gram) W 1 (gram)

POTENSI ARANG AKTIF BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) SEBAGAI ADSORBEN ION Zn 2+ DAN SO 4 2- DALAM AIR SUMUR BOR BURUK BAKUL, BENGKALIS

POTENSI ARANG AKTIF BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) SEBAGAI ADSORBEN ION Mn 2+ DAN NO 3 DALAM AIR SUMUR BOR BURUK BAKUL, BENGKALIS

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

POTENSI PEMANFAATAN ABU TULANG KERBAU SEBAGAI ADSORBEN ION BESI (Fe 3+ ) M. Meutia 1, Itnawita 2, S.Bali 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) OLEH ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG AREN (Arenga pinnata) DENGAN AKTIVATOR HCl

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI ARANG AKTIF BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR H 2 SO 4

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

POTENSI ARANG AKTIF DAUN DAN RANTING AKASIA (Acacia mangium Willd.) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION Pb(II)

BAB III METODE PERCOBAAN. dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Deli Tua yang berada di Jalan

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI CANGKANG BUAH KARET UNTUK ADSORPSI ION BESI (II) DALAM LARUTAN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

DAYA SERAP DAN KARAKTERISASI ARANG AKTIF TULANG SAPI YANG TERAKTIVASI NATRIUM KARBONAT TERHADAP LOGAM TEMBAGA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

Metodologi Penelitian

PEMBUATAN ADSORBEN DARI CANGKANG KERANG BULU YANG DIAKTIVASI SECARA TERMAL SEBAGAI PENGADSORPSI FENOL SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

Bab III Metodologi Penelitian

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

PENGARUH SUHU, KONSENTRASI ZAT AKTIVATOR DAN WAKTU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KEMIRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

POTENSI PEMANFAATAN TULANG AYAM SEBAGAI ADSORBEN KATION TIMBAL DALAM LARUTAN Maftuhin 1, T.A. Hanifah 2, S. Anita 2

Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

PENGUJIAN AMDK. Disampaikan dalam Pelatihan AIR MINUM

Metodologi Penelitian

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI PENELITIAN

DAYA SERAP AMPAS TEBU UNTUK REMEDIASI MAGNESIUM, MANGAN, SENG DAN NITRAT PADA AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU.

BAB III METODE PENELITIAN

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

Gambar sekam padi setelah dihaluskan

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

JKK,Tahun 2014,Volum 3(3), halaman 7-13 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN

JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman ISSN ADSORPSI BESI DAN BAHAN ORGANIK PADA AIR GAMBUT OLEH KARBON AKTIF KULIT DURIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

Jl. Soekarno Hatta, Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu, Telp Diterima 26 Oktober 2016, Disetujui 2 Desember 2016

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN NaOH PADA KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA UNTUK ADSORPSI LOGAM Cu 2+

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

PENGARUH WAKTU IRADIASI GELOMBANG MIKRO TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KAYU EUCALYPTUS PELLITA SEBAGAI ADSORBEN. Fitri, Rakhmawati Farma

ADSORPSI ARANG AKTIF SABUT PINANG (Areca cathecu L) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 2 SO 4 TERHADAP ION LOGAM KADMIUM (Cd 2+ ) DAN TIMBAL (Pb 2+ )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2013 di Laboratorium

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

Transkripsi:

POTENSI ARANG AKTIF DARI TULANG KERBAU SEBAGAI ADSORBEN ION BESI, TIMBAL, SULFAT DAN KLORIDA DALAM LARUTAN Ardha Handayani 1, Subardi Bali 2, Itnawita 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ardhahandayani03@gmail.com ABSTRACT Buffalo bone is a waste material that has not been used optimally. One alternative utilization is used as an adsorbent in the form of activated charcoal. Activated charcoal is obtained through the activation process by using Na 2 CO 3 with optimum concentration of 5%. The results of the characterization of water content, ash content, iodium adsorption and surface area are 5,66%; 10,21%; 207,48 mg/g and 5,1058 m 2 /g respectively. Activated charcoal adsorption capability is potentially used for cation adsorption of Fe 3+ and Pb 2+ by 99,93 and 99,94%, that were analyzed using AAS. 2- Futhermore, adsorption of SO 4 ions is 52,93% that was analyzed using a UV-Vis spectrophotometer. On the other hand, it is not good enough for Cl - ion uptake that is 10% which was analyzed using methods Argentometry Mohr. Keywords: adsorption, Fe 3+, Pb 2+, SO 4 2-, Cl -, buffalo bone ABSTRAK Tulang kerbau merupakan bahan sisa yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu alternatif pemanfaatannya adalah digunakan sebagai adsorben dalam bentuk arang aktif. Arang aktif diperoleh melalui aktivasi dengan menggunakan Na 2 CO 3 dengan konsentrasi optimal 5%. Hasil karakterisasi kadar air, kadar abu, adsorpsi iodium dan luas permukaan didapatkan masing-masing 5,66%; 10,21%; 207,48 mg/g dan 5,1058 m 2 /g. Kemampuan serapan arang aktif ini berpotensi untuk serapan kation berupa ion Fe 3+ dan Pb 2+ sebesar 99,93 dan 99,94% yang dianalisis menggunakan SSA. Serapan 2- ion SO 4 sebesar 52,93% yang dianalisis menggunakan spektrofotometer VU-Vis. Arang aktif ini kurang baik untuk serapan ion Cl - yakni sebesar 10,00% yang dianalisis menggunakan metode Argentometri Mohr. Kata kunci: adsorpsi, Fe 3+, Pb 2+, SO 4 2-, Cl -, tulang kerbau JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 47

PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang luas dengan jumlah penduduk yang cukup banyak, sehingga kebutuhan bahan pangan semakin meningkat. Kerbau merupakan hewan yang memiliki potensi untuk diternakkan sebagai penghasil susu dan daging. Konsumsi daging kerbau khususnya di provinsi Riau dari tiga tahun terakhir selalu meningkat. Berdasarkan Dirjen Pertenakan (2013) menyatakan bahwa produksi daging kerbau di daerah Riau dari tahun 2011, 2012 dan 2013 berturut-turut adalah 1.450; 1.608 dan 1.613 ton/tahun. Meningkatnya kebutuhan daging kerbau menyebabkan tingginya limbah tulang kerbau yang dihasilkan. Pada saat ini, pemanfaatan limbah tulang kerbau hanya sebatas sebagai bahan kerajinan dan dirasa pemanfaatannya belum secara optimal. Menyikapi hal tersebut, maka digunakan alternatif lain yaitu sebagai adsorben. Adsorben adalah zat yang mempunyai sifat mengikat molekul pada permukaan dan sifat ini sangat menonjol pada padatan berpori (Sukardjo, 2002). Menurut Darmayanto (2009) kandungan organik penyusun tulang kerbau sebesar 35% b/v. Kandungan karbon dalam tulang yang cukup banyak, sehingga sangat memungkinkan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif. Arang aktif merupakan senyawa amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar 400-800 m 2 /gram dengan ukuran pori antara 5-10 Ᾰ. Arang tulang memiliki daya serap yang tinggi, karena arang tulang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar (Triyana et al, 2003). Dilihat dari keadaan lingkungan saat ini, semakin meningkatnya pencemaran yang terjadi pada air akan mengganggu keseimbangan siklus kehidupan makhluk hidup. Berdasarkan hasil penelitian Susanto (2012) menyatakan bahwa kandungan besi dan klorida dalam air lindi TPA Muara Fajar Pekanbaru masing-masing sebesar 2,0932 dan 355,4 mg/l. Hasil penelitian Ridinata (2012) menyatakan bahwa kandungan timbal dan sulfat pada air sungai Pendulangan desa Pangkalan Kuansing masing-masing sebesar 0,0528 dan 21,367 mg/l. Tingginya tingkat pencemaran dilingkungan maka peneliti melakukan salah satu cara untuk menguranginya yakni memanfaatkan arang aktif dari tulang kerbau sebagai adsorben ion besi, timbal, sulfat dan klorida dalam larutan murni sebagai uji pendahuluan. Menurut penelitian Maftuhin (2013) menyatakan bahwa efisiensi arang aktif tulang ayam terhadap kation timbal dengan konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm berturut-turut adalah 99,53% dan 99,99%. Dengan demikian, arang aktif dari tulang kerbau juga bisa digunakan untuk penyerapan ion timbal, besi, sulfat dan klorida. METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) (Perkin Elmer A. Analysis 200), Spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik (Mettler tipe AE 200), mikropipet atau auto sampler, hot plate (PMC 502), desikator, furnace JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 48

(Gallenkamp Muffle Furnace `Size 1), oven (Gallenkamp Hotbox Oven Size 1), kertas saring Whatman 42 serta alatalat gelas standar Laboratorium. Bahan yang digunakan adalah tulang kerbau, besi III klorida (FeCl 3 ), timbal nitrat (Pb(NO 3 ) 2 ), natrium sulfat (Na 2 SO 4 ), natrium karbonat (Na 2 CO 3 ), natrium klorida (NaCl), natrium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ), kalium kromat (K 2 CrO 4 ), perak nitrat (AgNO 3 ), iodium (I 2 ), amilum (C 6 H 10 O 5 ) n, kristal barium klorida (BaCl 2 ), kristal metilen biru dan akuades. b. Preparasi Sampel Sampel yang digunakan adalah tulang keras dari kerbau yang didapatkan secara acak dari pedagang kerbau yang ada di pasar Air Tiris Bangkinang, Kampar. Penanganan sampel tulang kerbau dimulai dari mencuci bersih dan dipisahkan dari dagingnya. Sampel dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering kemudian sampel dipotong kecil-kecil dan kemudian sampel siap dikarbonisasi. c. Proses Karbonisasi (SNI-06-3730- 1995) Tulang kerbau yang telah dibersihkan dan dikeringkan ditimbang sebanyak 1,5 kg. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan secara bertahap dan cawan tesebut ditutup agar udara tidak masuk. Masukkan kedalam furnace pada suhu 800 o C selama ±2 jam. Didiamkan hingga arang tulang kerbau dingin, kemudian dipisahkan arang tulang kerbau dari abu atau sisa tulang kerbau yang tidak terbakar dan ditimbang arang yang dihasilkan. d. Proses Aktivasi Aktivasi arang tulang kerbau dilakukan dengan cara, tulang kerbau yang sudah dikarbonisasi menjadi arang, digerus hingga halus dan diayak lolos ukuran 100 mesh hingga didapat serbuk arang. Tahap awal proses aktivasi kimia, yaitu dengan menimbang 30 g serbuk arang tulang kerbau. Direndam dengan 300 ml Na 2 CO 3 2,5%; 5% dan 7,5% di dalam beaker gelas 500 ml, didiamkan selama 24 jam, disaring dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 20 menit, kemudian di furnace pada suhu 800 o C selama 40 menit, selanjutnya didinginkan dan dicuci dengan akuades berulang kali sampai ph netral, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0 C dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Arang aktif siap untuk dikarakterisasi. e. Karakterisasi Arang Aktif 1. Kadar air arang aktif Kadar air bahan ditentukan dengan cara sebanyak 1 g arang aktif ditimbang dengan teliti, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C hingga bobot konstan. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian ditimbang hingga berat konstan. B A= x 100%... (i) C A= Kadar air (%) B= Penyusutan bobot (g) C= Berat sampel (g) JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 49

2. Kadar abu arang aktif Kadar abu ditentukan dengan cara sebanyak 1 g arang aktif dimasukkan kedalam cawan porselin. Setelah itu dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 805 o C sampai terbentuk abu. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang hingga berat konstan. D Q= x 100%... (ii) C Q= Kadar abu (%) D= Berat abu total (g) C= Berat sampel (g) 3. Daya serap terhadap larutan iodium (SNI-06-3730-1995) Daya serap sampel terhadap iodium dimulai dengan pemanasan sampel di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Sampel yang dipanaskan tersebut selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah sampel tersebut dingin, diambil 0,5 g dan diberi perlakuan dengan penambahan 50 ml larutan iodium 0,1 N diaduk selama 15 menit dan didiamkan selama 15 menit. Kemudian diambil 10 ml filtrat dan dilakukan proses titrasi dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0,1 N sampai terbentuk warna kuning, jika warna kuning telah samar lakukan penambahan 1 ml larutan amilum 1% sebagai indikator. Proses titrasi diulang kembali hingga warna biru hilang. (V 1 N 1 V 2 N 2 ) x 12,69 x fp I =...(iii) W Keterangan : I = Iodium teradsorpsi (mg/g) V 1 = Larutan iodium yang dianalisis (ml) V 2 = Larutan natrium tiosulftat yang diperlukan (ml) N 1 = Normalitas iodium N 2 = Normalitas natrium tiosulfat W = Berat sampel (g) fp = Faktor pengenceran 4. Luas permukaan arang aktif berdasarkan adsorpsi metilen biru (SNI-06-3730-1995) Proses adsorpsi sampel terhadap larutan metilen biru dimulai dengan melakukan proses pemanasan sampel pada suhu 105 0 C selama 1 jam di dalam oven, dan dilanjutkan dengan proses pendinginan di dalam desikator. Kemudian sebanyak 0,5 g arang aktif itu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambah metilen biru 15 ppm sebanyak 50 ml. Campuran diaduk dengan pengaduk magnetik selama 15 menit dan didiamkan beberapa saat. Filtrat diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 665 nm. f. Prosedur Penelitian 1. Penentuan ion besi dengan metode SSA Pertama ditimbang 0,5 g arang aktif terbaik dari tulang kerbau, dimasukkan ke dalam beaker gelas 100 ml. Campurkan dengan 50 ml larutan kerja FeCl 3 100, 200, 300, 400, 500 dan 600 ppm selanjutnya diaduk dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian diambil menggunakan pipet tetes bagian larutan yang jernih. Selanjutnya filtrat dianalisis menggunakan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm. JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 50

2. Pengukuran ion timbal dengan metode SSA Pertama ditimbang 0,5 g arang aktif terbaik dari tulang kerbau, dimasukkan ke dalam beaker gelas 100 ml. Ditambahkan dengan 50 ml larutan kerja Pb(NO 3 ) 2 100, 200, 300, 400, 500 dan 600 ppm selanjutnya diaduk dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian diambil menggunakan pipet tetes bagian larutan yang jernih. Selanjutnya filtrat dianalisis menggunakan SSA pada panjang gelombang 283,3 nm. 3. Penentuan ion sulfat dengan metode spektrofotometri Sebanyak 0,5 gram arang aktif terbaik dari tulang kerbau dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml. Ditambahkan 50 ml larutan natrim sulfat dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500 dan 600 ppm selanjutnya diaduk dan didiamkan selama 24 jam. Filtrat dipipet sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 ml lalu campuran distirer hingga homogen. Kristal BaCl 2.2H 2 O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit. Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna, yaitu 10 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer yakni 410 nm. 4. Penentuan klorida dengan metode Argentometri (Mohr) Pertama sebanyak 0,5 gram arang aktif terbaik tulang kerbau dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml. Ditambahkan 50 ml larutan klorida dengan konsentrasi 100, 150, 200, 250, 300 dan 350 ppm, kemudian diaduk dan diamkan selama 24 jam. Selanjutnya dipipet larutan jernih dan kemudian digunakan untuk analisis dengan menggunakan metode Argentometri. Sebanyak 10 ml filtrat secara duplo dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 25 ml. Ditambahkan 0,4 ml larutan indikator K 2 CrO 4 5%. Kemudian dititrasi dengan larutan baku AgNO 3 0,0101 N sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah kecokelatan dari AgCrO 4 dan dicatat volume AgNO 3 yang digunakan. Dilakukan titrasi blanko, seperti langkah sebelumnya terhadap 10 ml air suling. Diulangi titrasi tersebut tiga kali dan dirata-ratakan volume AgNO 3 yang diperoleh. HASIL DAN PEMBAHASAN Arang dari tulang kerbau yang telah diaktivasi menggunakan Na 2 CO 3 dengan variasi konsentrasi 2,5%; 5,0% dan 7,5% dikarakterisasi dengan cara menentukan kadar air, kadar abu, adsorpsi iodium dan luas permukaan Tabel 1. JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 51

Tabel 1. Karakterisasi arang aktif tulang kerbau No Parameter Konsentrasi Aktivator (Na 2 CO 3 ) 0,0% 2,5% 5,0% 7,5% 1 Kadar air (%) 2,99 19,09 5,66 12,43 2 Kadar abu (%) 14,74 23,81 10,21 15,87 3 Adsorpsi iodium (mg/g) 126,82 128,70 207,48 173,03 4 Luas permukaan (m 2 /g) 4,2992 4,4588 5,1058 4,3116 Pada Tabel 1, terlihat bahwa adanya perbedaan nilai karakterisasi antara aktivator dengan tanpa aktivator. Pemilihan jenis aktivator Na 2 CO 3 didasarkan pada sifat-sifatnya yang lebih stabil dan memiliki kemampuan tinggi untuk berikatan dengan senyawa lain serta tidak terlalu reaktif jika telah menjadi limbah. Arang yang diaktivasi memberikan hasil karakterisasi yang bagus, sehingga dengan demikian aktivator sangat mempengaruhi hasil karakterisasi. Karakterisasi arang aktif dilakukan untuk mengetahui kondisi dimana arang aktif mempunyai daya serap yang paling baik. Berdasarkan hasil karakterisasi, didapatkan aktivator optimum yakni Na 2 CO 3 5,0%. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 2,5% kemampuan untuk membuka poripori arang masih sedikit, sedangkan pada 5,0% telah tercapainya keadaan optimum sehingga kemampuan untuk membuka pori-pori arang akan lebih besar, sedangkan pada konsentrasi 7,5% kemampuan serapannya berkurang karena pada aktivator dengan konsentrasi yang tinggi maka akan semakin banyak oksida natrium menutup pori-pori arang aktif. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Gilar et al (2013) yaitu aktivasi arang dari tempurung kelapa menggunakan aktivator Na 2 CO 3 2,5; 5,0 dan 7,5% didapatkan aktivator optimum yakni pada Na 2 CO 3 5,0%. Menurut Muhammed et al (2012), pada jumlah kadar air yang tinggi maka kualitas arang aktif menurun karena pori-pori arang aktif masih tertutupi oleh molekul air. Pada aktivator 2,5%; 5,0% dan 7,5% kadar air yang rendah berada pada konsentrasi aktivator 5,0%, hal ini disebabkan karena aktivator berada pada kondisi yang optimum, sehingga lebih banyak mengikat molekul-molekul air dan pada akhirnya akan mempermudah pelepasan molekul air pada saat pemanasan. Dalam penelitian Gamus et al (2012) menyatakan bahwa standar kadar air untuk tulang sebesar 15. Begitu juga untuk kadar abu yang tinggi akan mempengaruhi kualitas arang aktif. Sama halnya dengan pernyataan dari Muhammed et al (2012), kadar abu yang tinggi akan menurunkan kemampuan arang aktif karena pori-pori arang aktif tertutupi oleh senyawa logam oksida. Hasil penelitian terlihat bahwa kadar abu yang rendah berada pada aktivator 5,0% yakni sebesar 10,21% dan ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan standar dalam penelitian Gamus et al (2012) yakni sebesar 10% untuk kadar abu dari tulang. Menurut Gilar et al (2013) menyatakan bahwa kadar abu yang tinggi diakibatkan kerena tar dan mineral organik tidak dilarutkan secara sempurna oleh aktivator pada saat perendaman. JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 52

Adsorpsi iodium dilakukan untuk mengetahui kemampuan arang aktif terhadap penyerapan larutan berwarna (Muhammed et al, 2012). Terlihat bahwa pada aktivator Na 2 CO 3 5,0% menunjukan keadaan yang optimum, hal ini disebabkan karena senyawa hidrokarbon yang tertinggal pada permukaan arang terbuang sempurna pada waktu aktivasi. Penentuan luas permukaan dari arang aktif dalam penelitian ini menggunakan metode adsorpsi metilen biru. Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa penyerapan metilen biru yang maksimal terdapat pada aktivator Na 2 CO 3 5,0%. Terjadinya peningkatan luas permukaan disebabkan karena aktivator dan pemanasan setelah aktivator lebih mudah menembus masuk kedalam poripori yang mengakibatkan residu-residu yang tertinggal pada permukaan arang lebih mudah untuk lepas. Arang aktif dengan aktivator terbaik (Na 2 CO 3 5,0%) diaplikasikan untuk penyerapan ion besi, timbal, sulfat dan klorida bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Efisiensi penyerapan arang aktif dari tulang kerbau terhadap ion besi, timbal, sulfat dan klorida pada konsentrasi optimum No Parameter Konsentrasi penyerapan Efisiensi penyerapan optimum (ppm) (%) 1 Fe 3+ 200 99,93 2 Pb 2+ 300 99,94 3 2- SO 4 400 52,93 4 Cl - 200 10,00 Perbedaan efisiensi penyerapan antar aktion dan kation dapat dilihat pada Gambar 1 (kation) dan Gambar 2 (anion). Efisiensi Penyerapan (%) 101,8 100,8 99,8 98,8 97,8 96,8 95,8 0 500 1000 Konsentrasi (ppm) Efisiensi Penyerapan (%) 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 200 400 600 800 Konsentrasi (ppm) Fe3+ Pb2+ SO4 2- Cl- Gambar 1. Efisiensi penyerapan kation Gambar 2. Efisiensi penyerapan anion Pada Tabel 2 terlihat bahwa adanya perbedaan penyerapan optimum, hal ini disebabkan karena sifat dari masing-masing ion yang berbeda. Efisiensi penyerapan optimum ion Fe 3+ terdapat pada konsentrasi 200 ppm JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 53

yakni sebesar 99,93%. Besarnya penyerapan arang aktif dari tulang dipengaruhi oleh adanya situs aktif dari arang aktif tersebut (Maftuhin, 2013). Selain itu, arang aktif mempunyai banyak mikropori sehingga ion Fe 3+ lebih mudah terserap atau membentuk ikatan dengan situs-situs aktif. Data ini juga ditunjukan oleh daya serap iodium yang lebih besar daripada metilen biru karena daya serap terhadap iodium menunjukan adanya mikropori dan mesopori (Anjelia, 2010). Hal yang sama juga terjadi pada penyerapan ion timbal dengan efisiensi penyerapan optimum sebesar 99,94% yang terjadi pada konsentrasi 300 ppm. Terlihat bahwa ada perbedaan pada efisiensi penyerapan jika dibandingkan dengan adsorpsi arang aktif terhadap ion besi, yakni efisiensi penyerapan ion Fe 3+ lebih rendah dibandingkan dengan ion Pb 2+. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jari-jari ion besi yang lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari ion timbal yakni 1,17 Ᾰ sedangkan timbal 1,75 Ᾰ. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa arang aktif dari tulang kerbau ini berpotensi untuk penyerapan kation dalam hal ini Fe 3+ dan Pb 2+ dibandingkan anion. Hal ini disebabkan karena arang aktif yang terbentuk masih mengandung gugus karbonil dan fosfor yang bermuatan negatif sehingga adanya perbedaan potensial yang akan menyebabkan terjadinya penyerapan yang lebih banyak. Berdasarkan hasil penelitian Maftuhin (2013) juga menyatakan bahwa dalam arang aktif dari tulang ayam yang diaktivasi menggunakan Na 2 CO 3 mengandung gugus PO 4 3-. Negatifnya muatan arang ini sejalan dengan hasil penelitian dimana serapan anion jauh lebih kecil dibandingkan kation. Kemampuan serapan sulfat lebih besar dibandingkan dengan klorida, hal ini karena tulang banyak mengandung kalsium dan magnesium sehingga akan lebih mudah terbentuk garam-garam sulfat. Pada penyerapan ion sulfat terlihat, efisiensi penyerapan optimum berada pada konsentrasi 400 ppm yakni sebesar 52,93%. Hasil yang didapatkan lebih besar jika dibandingkan dengan efisiensi penyerapan klorida, efisiensi penyerapan klorida sangat sedikit yakni antara 5-10%, yang mana penyerapan yang optimum terdapat pada konsentrasi 200 ppm yakni sebesar 10%. Hal ini disebabkan karena ion klorida merupakan anion yang kecil sehingga akan mudah terjadi proses desorpsi, selain itu ion klorida memiliki elektronegatif yang besar sehingga akan terjadi tolak menolak dengan arang yang juga bermuatan negatif. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitia dapat disimpulkan bahwa aktivator dengan Na 2 CO 3 5% memberikan hasil terbaik yang didasarkan pada hasil karakterisasi kadar air, kadar abu, adsorpsi iodium dan luas permukaan masing-masing sebesar 5,66%; 10,21%; 207,48 mg/g dan 5,1058 m 2 /g. Arang aktif dari tulang kerbau berpotensi sebagai adsorben penyerapan ion besi, timbal, sulfat dan klorida dengan efisiensi penyerapan masing-masing sebesar 99,93%; 99,94%; 52,93% dan 10,0%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu selesainya penelitian ini kepada: Dosen Pembimbing I dan II, JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 54

Laboratorium Analitik Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau dan Laboratorium Pengujian Air Unit Pelaksanaan Teknis Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau. DAFTAR PUSTAKA Darmayanto. 2009. Penggunaan Serbuk Tulang Ayam Sebagai Penurun Intensitas Warna Air Gambut. Tesis. Universitas Sumatera Utara, Medan. Gamus, R.H., Wauton, I., and Aliu, A.M., 2012. Investigation Of The Effect Of Chemical Activation and Characterization Of Bone Char: Cow Bone. Journal of Engineering and Aplied Science. 4:34-45. Ridinata, A. 2012. Konstribusi Logam Pb, Mn, Nitrat dan Sulfat dari Limbah Tambang Batubara Pada Badan Air Sungai Pendulangan Desa Pangkalan Kuansing. Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru. Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Edisi Baru. Rineka Cipta, Jakarta. Susanto, E. 2012. Analisis Kandungan Besi, Mangan, Nitrit dan Klorida dalam Air Lindi TPA Muara Fajar Pekanbaru. Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru. Tryana, Meilita, S., Sarma dan Tuti, S. 2003. Arang Aktif. Universitas Sumatra Utara, Medan. Gilar, S.P., Yulianto, R. Y., Rachimoellah, M. dan Putri, E. M. 2013. Pembuatan Karbon Aktif Dari Arang Tempurung Kelapa Dengan Aktivator ZnCl 2 Dan Na 2 CO 3 Sebagai Adsorben Untuk Mengurangi Kadar Fenol Dalam Air Limbah. Jurnal Teknik ITS, 2(1), F116-F120. Maftuhin. 2013. Potensi Pemanfaatan Tulang Ayam Sebagai Adsorben Kation Timbal Dalam Larutan. Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru. Mohammed, A., Aboje, A. A., Auta, M. and Jibril, M. 2012. A Comparative Analysis and Characterization of Animal Bones as Adsorbent. Advances in Applied Science Research, 3(5). JOM FMIPA Volume 2 No. 1 Februari 2015 55