Penelitian Strategis Unggulan IPB

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUNG REFORMA AGRARIA: STUDI KASUS PROVINSI RIAU DAN JAWA BARAT

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

Pemetaan Potensi Sumber Daya Perkebunan untuk Komoditas Strategis di Provinsi Jawa Barat

SEBARAN KEBUN KELAPA SAWIT AKTUAL DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA DI LAHAN BERGAMBUT DI PULAU SUMATERA

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DAFTAR PENERIMA SURAT Kelompok II

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

Perkembangan Ekonomi Makro

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

Lahan Gambut Indonesia

Analisis kebakaran hutan dan lahan gambut Provinsi Riau tahun 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Riau

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut

A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang. Pangan Rumput

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

BERITA RESMI STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

Katalog BPS

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

UPAYA PENANGANAN LAHAN KRITIS DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh : Epi Syahadat. Ringkasan

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II METODE PENELITIAN

PEMERINTAH DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU RIAU

Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

Karakter Satelit Inderaja yang diperlukan Bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

Teknologi Informasi Spasial untuk Perencanaan Wilayah

PRODUKSI CABAI BESAR DAN CABAI RAWIT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Jawa Barat Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Analisis Spasial

Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

KOORDINASI PERENCANAAN RUANG DAN IZIN PEMANFAATAN LAHAN DALAM UPAYA MENGATASI TUMPANG-TINDIH

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Perkembangan Jumlah Pegawai Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Status Kepegawaian Tahun Dinas Kehutanan Propinsi

DAFTAR ISI. Abstrak... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... xii

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

III. BAHAN DAN METODE

KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

Total Tahun

III. METODE PENELITIAN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH:

Transkripsi:

Penelitian Strategis Unggulan IPB PENGEMBANGAN KONSEP ALOKASI LAHAN UNTUK MENDUKUNG REFORMA AGRARIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL Oleh : Baba Barus Dyah Retno Panuju Diar Shiddiq Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB Desember, 2009

1.1. 1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Masalah pengangguran, kemiskinan, pangan dan ketimpangan bersifat struktural yang pemecahannya perlu strategi dan program mendasar ketimpangan penguasaan lahan terjadi di Indonesia Keinginan pemerintah meningkatkan penguasaan lahan masyarakat; reformasi agraria plus : reformasi lahan dan akses lahan (Winoto, 2007), dimana lahan yang dialokasikan, ukurannya, siapa, dst belum ada konsep operasional. Data lokasi lahan dan akses terkait dengan : kesesuaian fisik, kepemilikan, kebijakan k ruang (RTRW, TGHK, perijinan), maupun kondisi i tutupan/penggunaan lahan saat ini; dan lainnya basis data spasial TIS (Teknologi Informasi spasial :i GIS, Inderaja dan GPS dan database) mempunyai kemampuan pengelolaan data pertanahan dan fasilitas analisis teknologi tersedia dan dapat dimanfaatkan pengambilan keputusan dan pengembangan konsep

1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menyusun Konsep Alokasi Lahan yang mendukung Reforma Agraria Plus (RA plus) 2. Mengidentifikasi Lahan Potensial untuk didistribusikan di Jawa Barat dan Riau 3. Menyusun metodologi alokasi lahan dengan Teknologi Informasi Spasial

II. METODOLOGI 2.1. Penelitian terkait a. Pengembangan kriteria subjek penerima lahan (Barus dan Panuju dkk, 2008), b. Penentuan daerah transmigrasi asal dengan pendekatan kriteria jamak spasial (IPB dan Departemen Transmigrasi, 2007), c. Pemetaan tutupan lahan dari citra satelit, dan pengembangan kriteria terkait dengan untuk Menuju Indonesia Hijau se-indonesia (Barus, Rusdiana, dan Diar, 2006; 2007), d. Pengembangan konsep unit hidrologis gambut dan kubah gambut, dan pemetaannya melalui citra satelit dan data spasial pendukung (Gandasasmita, Sumawinata dan Barus, 2008), dan e. Pengembangan database lingkungan untuk bencana kerusakan k lahan (Barus dan Gandasasmita, 2006). f. Interpretasi citra Landsat dan radar untuk penentuan kesatuan hidrologis gambut dan kubah gambut (Barus dan La Ode, 2009) Kerangka berfikir 2.2. 2 Lokasi penelitian a. Provinsi Riau : lahan basah/gambut, perusahaan perkebunan dan kehutanan, skala besar; kebakaran hutan dan subsidensi konflik penguasaan lahan b. Provinsi Jawa Barat : lahan kering; vulkan dan tersier, lahan pertanian dan perkebunan; pemilikan kecil; lahan terlantar banyak penguasaan lahan kecil dan lahan terlantar

2.3. Bahan dan alat Bahan : Data spasial : potensi lahan, data RTRW, Data TGHK, Data Penggunaan lahan, Data perizinan / penguasaan lahan, data administrasi dan data dasar lainnya Data citra Data atribut demografi, Provinsi / kabupaten dalam angka Alat : Perangkat komputer pengolah citra : Envi / Ermapper Perangkat komputer pengolah data spasial : ArcGIS Pengumpulan data lapang GPS dan kuesioner Perangkat pengolah data : teks dan angka

2.4. Metode kerja 2.4.1. Metode pengumpulan data Pengumpulan Data Sekunder Data spasial: Peta RTRW, TGHK, HGU, Perijinan Data Tabular: Data sosek, demografi, dll Pengumpulan data primer Data kuesioner Data verifikasi hasil interpretasi Pengamatan data lapang

2.4.1. Metode pengolahan data A. Data spasial yang bervariasi karakter yang perlu distandarisasi sebelum diolah B. Pendekatan evaluasi kriteria i jamak secara spasial (Multi Criteria i Evaluation) 1. Penentuan tujuan dan sasaran 2. Penetapan kriteria : potensi kriteria dan alternatif dan pengujian 3. Penentuan bobot : penentuan peran dari komponen aktual atau preferensi 4. Penggabungan data : kesensitifan model penggabungan dan relevansi

HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel yang dipakai i No Variabel Kriteria Sumber data 1 Kualitas lahan Minimum $ (sedang) untuk komoditas tertentu Sistem lahan yang diperbaiki 2 Status Diluar kawasan lindung RTRWP atau peruntukan TGHK lahan 3 Perizinan atau HGU a. Di luar lokasi izin atau belum mantap b. Dalam perijinan tapi menjelang selesai Data perizinan danatauhgu atau 4 Penggunaan lahan a. Lahan tidak dimanfaatkan b. Karakter ruang 5 Infra-struktur Dekat dengan infrastruktur 6 Preferensi petani 7 Profesi populasi Sesuai dengan : a. Keinginan masyarakat b. Komoditas bernilai tinggi c. Permintaan pasar Profesi petani atau buruh tani Penggunaan lahan atau citra satelit Data jalan, data irigasi Kuesioner Analisis permintaan komoditas Podes atau BPS

Konsep Alokasi Lahan a. Ketersediaan lahan (supply) (i) Memiliki kesesuaian lahan mayoritas S (sesuai) dan sedikit $ (agak sesuai) untuk 7 komoditas pilihan lahan basah (1), lahan kering (2), karet (3), kelapa sawit (4), kelapa (5), nenas (6), dan pisang (7), dan (ii) Terletak pada lahan-lahan bukan kawasan lindung (8), bukan hutan (9) dan bukan lahan budidaya non-pertanian (10), dan (iii) Terletak pada lahan-lahan yang bukan termasuk lahan HGU perkebunan, maupun perijinan lainnya (11) b. Konsep permintaan /keperluan (demand) Berdasarkan preferensi yang diterjemahkan ke bentuk spasial

Tabel 5.11. Ketersediaan Lahan di Riau berdasarkan skenario 1 (ideal) Kab/Kota Kode Luas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Ha % BENGKALIS $ $ S S S S S Y Y Y Y 27,907 504 5.04 S S S S $ S S Y Y Y Y 99,787 18.03 DUMAI $ $ S S S S S Y Y Y Y 2,103 0.38 S S S S $ S S Y Y Y Y 5,207 0.94 INDRAGIRI HILIR S S S S $ S S Y Y Y Y 42,458 7.67 INDRAGIRI HULU $ $ S S S S S Y Y Y Y 17,713 3.20 KAMPAR $ $ S S S S S Y Y Y Y 53,543 9.68 PEKANBARU $ $ S S S S S Y Y Y Y 8,122 147 1.47 PELALAWAN $ $ S S S S S Y Y Y Y 32,897 5.95 S S S S $ S S Y Y Y Y 17,633 3.19 ROKAN HILIR $ $ S S S S S Y Y Y Y 44,005 7.95 S S S S $ S S Y Y Y Y 38,932 7.04 ROKAN HULU $ $ S S S S S Y Y Y Y 84,336 15.24 S S S S $ S S Y Y Y Y 60 0.01 SENGINGI $ $ S S S S S Y Y Y Y 40,245 7.27 SIAK $ $ S S S S S Y Y Y Y 26,620 4.81 S S S S $ S S Y Y Y Y 11,763 2.13 Jumlah 553,330 100

Peta Ketersediaan Lahan di Propinsi Riau (Skenario 1)

Tabel 5.12. Ketersediaan Lahan di Riau berdasarkan skenario 2 Kabupaten/Kota Kode Luas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Ha % BENGKALIS $ $ S S S S S Y Y Y Y 27,907 4.17 S S S S $ S S X Y Y Y 40,399 6.04 S S S S $ S S Y Y Y X 13,406 2.00 S S S S $ S S Y Y Y Y 99,787 14.91 DUMAI $ $ S S S S S Y Y Y Y 2,103 0.31 S S S S $ S S X Y Y Y 4,359 0.65 S S S S $ S S Y Y Y X 68 0.01 S S S S $ S S Y Y Y Y 5,207 0.78 INDRAGIRI HILIR S S S S $ S S X Y Y Y 22,978 3.43 S S S S $ S S Y Y Y X 429 0.06 S S S S $ S S Y Y Y Y 42,458458 634 6.34 INDRAGIRI HULU $ $ S S S S S Y Y Y Y 17,713 2.65 KAMPAR $ $ S S S S S Y Y Y Y 53,543 8.00 S S $ $ S N S Y Y Y X 218 0.03 PEKANBARU $ $ S S S S S Y Y Y Y 8,122 1.21 PELALAWAN $ $ S S S S S Y Y Y Y 32,897 4.92 S S S S $ S S X Y Y Y 2,970 044 0.44 S S S S $ S S Y Y Y X 395 0.06 S S S S $ S S Y Y Y Y 17,633 2.63 ROKAN HILIR $ $ S S S S S Y Y Y Y 44,005 6.57 S S S S $ S S X Y Y Y 10,631 1.59 S S S S $ S S Y Y Y X 7,733 1.16 S S S S $ S S Y Y Y Y 38,932 582 5.82 ROKAN HULU $ $ S S S S S Y Y Y Y 84,336 12.60 S S S S $ S S Y Y Y Y 60 0.01 SENGINGI $ $ S S S S S Y Y Y Y 40,245 6.01 S S $ $ S N S Y Y Y X 137 0.02 SIAK $ $ S S S S S Y Y Y Y 26,620 3.98 S S S S $ S S X Y Y Y 10,602 158 1.58 S S S S $ S S Y Y Y X 1,651 0.25 S S S S $ S S Y Y Y Y 11,763 1.76 Jumlah 669,306 100

Peta Ketersediaan Lahan di Propinsi Riau (Skenario 2)

Tabel Ketersediaan Lahan di Jawa Barat berdasarkan skenario 2 Kabupaten/Kota Kode Luas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Ha % BANDUNG $ $ S S S S S Y Y X Y 27,591 13.48 BOGOR $ $ S S S S S Y Y X Y 12,232 5.98 $ S S S S S S Y Y X Y 8,280 4.05 CIAMIS $ $ S S S S S Y Y X Y 29,319 14.33 CIANJUR $ $ S S S S S Y Y X Y 8,014 3.92 GARUT $ $ S S S S S Y Y X Y 27,244 13.31 KARAWANG $ $ S S S S S Y Y X Y 1,478 072 0.72 KOTA BANDUNG $ $ S S S S S Y Y X Y 1,332 0.65 KOTA BANJAR $ $ S S S S S Y Y X Y 109 0.05 KOTA BOGOR $ $ S S S S S Y Y X Y 1,255 0.61 $ S S S S S S Y Y X Y 2,967 1.45 KOTA CIMAHI $ $ S S S S S Y Y X Y 384 0.19 KOTA SUKABUMI $ $ S S S S S Y Y X Y 133 0.07 KOTA TASIKMALAYA $ $ S S S S S Y Y X Y 6,916 3.38 KUNINGAN $ $ S S S S S Y Y X Y 5,653 2.76 MAJALENGKA $ $ S S S S S Y Y X Y 12,724 6.22 PURWAKARTA $ $ S S S S S Y Y X Y 2,527 1.23 SUBANG $ $ S S S S S Y Y X Y 4,338 2.12 SUKABUMI $ $ S S S S S Y Y X Y 8,378 4.09 $ S S S S S S Y Y X Y 4 0.00 SUMEDANG $ $ S S S S S Y Y X Y 19,536 955 9.55 TASIKMALAYA $ $ S S S S S Y Y X Y 24,249 11.85 Jumlah 204,665 100

Peta Ketersediaan Lahan di Propinsi Jawa Barat (Skenario 2)

Konsep permintaan lahan Implementasi konsep alokasi lahan pada tahap ini dilakukan dengan membagi luas lahan tersedia yang diperoleh pada analisis i sebelumnya dengan luas lahan optimal yang dibutuhkan untuk budidaya komoditas tertentu berdasarkan hasil wawancara yang menunjukkan preferensi masyarakat sehingga dapat menjamin kesejahteraan dari petani penerima. Selain itu, dengan mengacu pada data kependudukan khususnya data jumlah rumah tangga tani yang ada, maka dapat diperoleh potensi maksimal jumlah petani yang dapat memanfaatkan lahan tersedia tersebut

Ukuran Lahan berdasarkan data survei di Riau dan Jawa Barat Kebutuhan ukuran lahan yang tidak merugikan dalam berusaha tani di Riau adalah kelapa sawit (2 Ha), karet (1 Ha), dan nenas (0.5 Ha), sedangkan untuk Jawa Barat adalah Singkong- Pisang (0.5 Ha) dan Padi-Pisang (0.3 Ha)

Alokasi Lahan di Riau Luas lahan tersedia di propinsi p Riau yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai lahan budidaya pertanian adalah seluas 669.306 ha. Sedangkan jumlah rumah tangga tani di propinsi p Riau berdasarkan data Potensi Desa (PODES) tahun 2006 adalah 596.905 KK. Jika mengacu pada luas lahan optimal berdasarkan preferensi masyarakat yaitu kelapa sawit (2 Ha), karet (1 ha), dan nenas (0.5 ha), dengan memilih salah satu komoditi, maka jumlah petani yang berpotensi mendapatkan lahan masing-masing g adalah 334.653 KK (kelapa sawit), 669.306 KK (karet), dan 1.338.612 KK (nenas).

Alokasi Lahan di Jawa Barat Luas lahan tersedia bagi budidaya pertanian di propinsi p Jawa Barat mencapai 204.665 Ha. Sedangkan jumlah rumah tangga taninya mencapai 4.444.544 KK. Nilai ini menunjukkan tingginya perbedaan antara lahan tersedia dengan jumlah rumah tangga tani yang ada. Jika dihitung nisbahnya, hanya mencapai 0.0451. Jika luas lahan optimal mengacu pada preferensi komoditi masyarakat yaitu Singkong-Pisang (0.5 ha) dan Padi- Pisang (0.3), maka jumlah petani yang akan terbagi lahan menjadi 409.330 KK(Singkong-Pisang) g g) dan 682.216 KK (Padi-Pisang).

Petunjuk alokasi lahan secara spasial Alokasi lahan Ketersediaan-permintaan Kalkulasi akses - infrasrtuktur Ketersediaan lahan (MCE) Data spasial Variabel Permintaan lahan (Usaha tani/preferensi/optimum) Data atribut Database (spasial)

Kesimpulan IV. KESIMPULAN 1. Ketersediaan lahan untuk dialokasikan di Jawa Barat adalah total 204.665 ha, dan total di Provinsi Riau adalah 669.306 ha. 2. Karakter komoditas yang ditemukan sebagai referensi keperluan alokasi lahan untuk riau adalah karet, kelapa sawit, ikan, dan nenas, sedangkan untuk Jawa Barat adalah pisang, karet dan sengon. 3. Untuk masing-masing komoditas tersebut maka kebutuhan ukuran lahan yang tidak merugikan dalam berusaha tani di Riau adalah kelapa sawit (2 Ha), karet (1 ha), dan nenas (0.5 ha), sedangkan untuk Jawa Barat adalah Singkong-Pisang (0.5 ha) dan Padi-Pisang (0.3)

4. Karakter penguasaan lahan dan pengunaan lahan penduduk di provinsi Riau dan Jawa Barat berbeda. Ukuran penguasaan lahan di Riau sebagian besar berukuran besar khususnya untuk tanaman perkebunan dan kehutanan dan tahunan, sedangkan di Jawa Barat umumnya berukuran kecil dan sebagian besar untuk tanaman pangan atau setahun. 5. Berdasarkan kombinasi ketersediaan dan preferensi masyarakat maka lahan yang dapat dialokasikan di alokasi di jawa barat adalah 409.330 KK(Singkong-Pisang) dan 682.216 KK (Padi-Pisang); sedangkan di Riau adalah 334.653 KK (kelapa sawit), 669.306 KK (karet), dan 1.338.612 KK (nenas). 6. Konsep alokasi lahan secara spasial mensyaratkan ketersediaan data untuk perhitungan ketersediaan lahan dan preferensi masyarakat. Dalam penentuan lahan tersedia diperlukan kriteria yang spesifik untuk setiap parameter penentu lahan tersedia. Dari penentuan preferensi lahan maka diperlukan penetapan kriteria yang dianggap tepat dan rasional. Hasil dari proses penentuan lahan preferensi tersebut dipakai untuk menentukan ukuran lahan yang dapat dialokasikan

Terima Kasih

Ilustrasi penguasaan lahan saat ini (Isa, 2008)

Citra???? RTRW TGHK Landuse/Landcover Lahan Tersedia secara fisik Lahan Tersedia secara hukum Landsystem Lahan Tersedia Citra???? Penduduk Peluang Distribusi Lahan HGU/Ijin Lokasi Lokasi Land Reform Konsep Alokasi Obyek Kerangka berfikir