PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Pembedaan Kualitas Konsentrat pada Tampilan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Kosumsi Pakan Pedet FH Betina Lepas Sapih

RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

PENGARUH SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL DENGAN TUMPI JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PO BUNTING MUDA

ABSTRAK. Kata kunci : Imbangan Pakan; Efisiensi Produksi Susu; Persistensi Susu. ABSTRACT

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

Penampilan Produksi Sapi PO dan PFH Jantan yang Mendapat Pakan Konsentrat dan Hay Rumput Gajah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

S. Sarah, T. H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Ahmad Nasution 1. Intisari

KOMPARASI RESPONS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH YANG DIBERI IMBUHAN BIOPLUS VS SUPLEMENTASI LEGOR

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

G. S. Dewi, Sutaryo, A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

b?> EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAP1 FRIES HOLLAND PERIODE LAKTASI KE-3 DAN KE-4 DI PT. TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

Pengaruh Formulasi Pakan Hijauan (Rumput Gajah, Kaliandra dan Gamal) terhadap Pertumbuhan dan Bobot Karkas Domba

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

FORMULASI PAKAN SAPI POTONG BERBASIS SOFTWARE UNTUK MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

STUDI KOMPARASI PRODUKTIVITAS SAPI MADURA DENGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

PERFORMANS PEDET SAPI PERAH DENGAN PERLAKUAN INDUK SAAT MASA AKHIR KEBUNTINGAN

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

EFEK SUPLEMEN PAKAN TERHADAP PUNCAK PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PADA LAKTASI PERTAMA

TAMPILAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH YANG MENDAPAT PERBAIKAN MANAJEMAN PEMELIHARAAN

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI

SELISIH PROPORSI DAGING, LEMAK DAN TULANG DOMBA EKOR TIPIS YANG DIBERI PAKAN UNTUK HIDUP POKOK DAN PRODUKSI

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

PENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

EFISIENSI PEMANFAATAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) SEBAGAI SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELE DALAM RANSUM SAPI PERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

Transkripsi:

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN (Ideal Body Weight Achieved by FH Heifer Through Improved Feed) YENI WIDIAWATI dan P. MAHYUDDIN Balai Penelitian Ternak, PO BOX 221 Bogor 16002 ABSTRACT Growing period at the age of 4 16 mo for replacement stock of HF is influenced by genetic potencial of dairy cattle. An ideal body weight of heifers for first mating is above 320 kg at 16 mo. However, in most small holder farmer condition, this body weight is rarely achieved. Moreover, according to the standard released by Dewan Standarisasi Nasional, the body weight for first mating of heifers is 260 kg at 18 mo. This condition will affect production periode. One of many techniques to achieve ideal body weight is through better feeding management. The aim of this experiment was to investigate effect of feeding management on body weight of heifers at 16 mo. Nineteen heads of post weaning calves (4 mo) were used in this study. The experiment was done for 12 months until the animals reached 16 mo of age. Two types of feeds were used in this experiment, namely Feed A which was calculated to achieve certain body weight and Feed B which was calculate as common feed offered to the animals at small holder farmer. Feed consisted of elephant grass, mix of three legumes namely Gliricidia, Leucaena and Calliandra and also concentrate. The animals were divided into two groups of treatments based on Complete Randomized Design, Group A was fed feed containing 15.2 15.5% of protein and 61 63% of TDN, while Group B was fed feed containing 12.5 13% of protein and 59 60% of TDN. Measurement was undertaken on: daily feed intake, wither height and body weight. Results showed that average dry matter intake of Group A was 2.73% of BW, relatively similar (P > 0.05) to those of Group B (2.96% of BW). Body weight of animals in Group A (329 kg) was higher than that in Group B (288 kg) at 16 mo (P < 0.01). Wither height of animals in both groups was similar (P > 0.05) (127 cm for Group A and 125 cm for Group B). It is concluded that feeding post weaning calves for 12 months using feed containing 15% of protein and 63% of TDN could achieve ideal body weight for FH heifers of 320 kg at 16 mo. Key Words: Feed Quality, Heifer FH, Ideal Body Weight ABSTRAK Periode pembesaran umur 4 16 bulan pada calon induk sangat menentukan pencapaian potensi genetik sapi perah. Idealnya calon induk sapi perah FH pada usia 16 bulan mempunyai bobot badan > 320 kg. Pada kondisi ini calon induk siap dikawinkan untuk pertama kalinya. Namun bobot badan ini masih belum bisa dicapai oleh kebanyakan sapi perah peternak di Indonesia. Bahkan Dewan Standarisasi Nasional memberikan panduan standar minimum bobot badan calon induk sapi FH untuk dikawinkan pertama yaitu 260 kg dengan usia diatas 18 bulan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap lamanya periode produksi seekor sapi perah. Upaya pencapaian bobot badan dan usia ideal calon induk sapi FH dapat diupayakan melalui managemen pemeliharaan, salah satunya adalah pakan. Penelitian dilakukan untuk melihat pencapaian bobot badan pedet lepas sapih pada saat mencapai usia 16 bulan apabila diterapkan managamen pemberian pakan. Penelitian menggunakan 19 ekor anak betina FH lepas sapih umur 4 bulan. Penelitian dilakukan selama 12 bulan sampai ternak berumur 16 bulan. Perlakuan pakan yang diberikan adalah kualitas pakan yang dibuat untuk pencapaian bobot badan tertentu (pakan A) dan kualitas pakan yang umumnya diberikan oleh peternak (Pakan B). Pakan terdiri dari rumput gajah, campuran tanaman leguminosa gliricidia, leucaena dan kaliandra dan konsentrat. Ternak dibagi menjadi dua kelompok dengan menggunakan Rancangan Acak lengkap. Kelompok pakan A mendapat pakan dengan kandungan PK 15,2 15,5% dan TDN 61 63%, dan kelompok pakan B dengan kandungan PK 12,5 13% dan TDN 59 60%. Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi pakan harian, tinggi pundak dan bobot badan (BB) ternak sampai ternak berumur 16 bulan. Hasil menunjukkan bahwa konsumsi BK pakan oleh ternak di kelompok pakan A rata-rata 2,73% dari BB, relatif sama dengan ternak dikelompok pakan B yaitu 2,96% dari BB (P > 0,05). Ternak di kelompok pakan A dapat mencapai BB 329 kg pada umur 16 bulan dibandingkan ternak dikelompok pakan B yaitu 288 kg pada umur 16 bulan 86

(P < 0,01). Tinggi pundak ternak di kedua kelompok perlakuan realtif sama yaitu 127 cm (pakan A) dan 125 cm untuk pakan B (P > 0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa calon induk FH yang diberi pakan dengan kandungan PK 15% dan TDN 63% selama 12 bulan dapat mencapai BB ideal dara FH yaitu > 320 kg pada umur 16 bulan. Kata Kunci: Kualitas Pakan, Calon Induk Sapi FH, Bobot Badan Ideal PENDAHULUAN Kemampuan produksi seekor sapi perah sangat ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungannya. Produktivitas sapi perah di Indonesia umumnya masih belum mencapai optimal seperti potensi genetiknya (THALIB et al., 1999, GUSHARYANTO, 1994). Potensi genetik yang baik dari seekor sapi perah tanpa didukung oleh pemberian pakan yang optimal tidak akan menghasilkan ternak dengan produktivitas yang sesuai dengan potensi genetiknya. Padahal pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan pada periode/status produksi seekor ternak sangat penting dalam menunjang produktivitasnya. Keseimbangan nutrisi khususnya pemenuhan akan kebutuhan protein dan energi yang sesuai dengan status produksinya akan membantu pencapaian produktivitas sesuai dengan potensi genetiknya. Status produksi sapi perah terdiri dari: (1) periode usia baru dilahirkan sampai usia disapih; (2) periode lepas sapih sampai usia 10 bulan; (3) periode dara dari usia 11 bulan sampai siap dikawinkan pada usia 15 16 bulan; (4) periode bunting pertama dari usia 16 bulan sampai melahirkan pertama usia 24 bulan; (5) periode laktasi dan bunting dan (6) periode kering kandang. Kebutuhan nutrisi khususnya protein dan energi dari setiap periode berbeda. Oleh karena itu, manajemen pemberian pakannya akan berbeda dalam setiap periode. Periode yang paling menentukan tercapainya potensi genetik sapi perah adalah periode pembesaran mulai dari umur lepas sapih (4 5 bulan) sampai siap untuk dikawinkan pertama kali (15 16 bulan). Periode pembesaran ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu usia lepas sapih sampai 10 bulan dan usia 11 bulan sampai siap dikawinkan pertama (15 16 bulan). Pemenuhan kebutuhan akan protein dan energi pada periode umur 4 10 bulan sangat penting dalam menunjang pembentukan sel-sel alveoli dari kelenjar susu (NIEZEN, 1996). Perkembangan sel alveoli yang optimum akan menghasilkan sapi perah yang memiliki produksi susu yang tinggi. Namun sebaliknya seekor induk yang pembentukan sel alveolinya tidak optimal, meskipun diberi pakan yang melebihi kebutuhannya dimasa laktasi tidak akan menghasilkan susu yang tinggi. Disamping itu, pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode usia 4 10 bulan dan periode usia 11 16 bulan menjadi penting untuk dapat menghasilkan bobot badan ideal yang siap untuk dikawinkan pertama yaitu 320 kg untuk sapi perah jenis Friesh Holstein (FH) (LOOPER dan BETHARD, 2000; KEOWN dan EVERETT, 1986). Manajemen pemeliharaan di usia krusial ini nampaknya belum banyak mendapatkan perhatian di kalangan peternak sapi perah di Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya bobot badan ternak saat dikawinkan pertama dengan usia diatas 18 bulan, sebagai yang distandarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional untuk sapi perah, bahwa sapi perah di Indonesia umumnya baru siap dikawinkan pada umur 18 24 bulan dengan bobot badan minimal 260 kg (DSN, 1992). Kondisi demikian akan menghasilkan sapi perah yang produksi susunya tidak optimal dengan masa produksi yang lebih pendek. Padahal bobot badan yang direkomendasikan harus dicapai agar ternak telah dewasa kelamin dan siap untuk di IB pertama adalah 362 kg pada usia 14 bulan untuk dara dari kelas/kelompok besar dan sekitar 320 kg pada usia 16 bulan untuk dara FH di kelompok sedang. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengatur pemberian pakan agar ransum yang diberikan kepada calon dara FH memiliki keseimbangan energi dan protein seperti yang direkomendasikan agar dapat tercapai bobot badan dara siap di IB pertama minimal 320 kg pada usia 16 bulan. Diharapkan dengan dicapainya bobot badan sesuai dengan potensi genetiknya pada periode pembesaran ini maka akan menghasilkan induk-induk sapi perah 87

yang memiliki produktivitas optimal sesuai dengan potensi genetiknya. MATERI DAN METODE Penelitian menggunakan 19 ekor pedet betina FH lepas sapih (4 bulan dengan bobot badan rata-rata 81,73 ± SE 3,39 kg). Ternak ditempatkan pada kandang individu dimana masing-masing ternak memiliki akses pada makanan dan air minum. Ternak dibagi menjadi dua kelompok perlakuan secara acak: 1. Kelompok pakan A, 10 ekor dengan bobot badan rata-rata 83,2 ± 5,25 kg 2. Kelompok pakan B, 9 ekor dengan bobot badan rata-rata 81,1 ± 4,43 kg Penelitian dilakukan melalui dua tahapan yaitu tahapan I periode umur 4 10 bulan dan tahapan II periode umur 11 16 bulan. Pakan terdiri dari hijauan yaitu rumput gajah dan campuran tiga jenis leguminosa yaitu leucaena, gliricidia dan kaliandra dan pakan tambahan berupa konsentrat. Ternak mendapatkan jumlah rumput dan campuran tiga leguminosa yang relatif sama, sehingga perbedaan yang diberikan antara kelompok A dan Kelompok B adalah perbedaan kandungan protein dari konsentrat yang diberikan. Ternak di kelompok A mendapatkan konsentrat A dengan kandungan protein bervariasi antara 15 16% dan ternak di kelompok B mendapatkan konsentrat B dengan kandungan protein bervariasi antara 11 12%. Kandungan protein konsentrat B (11 12%) mewakili umumnya kualitas konsentrat yang ada di peternak yang digunakan selama ini untuk membesarkan ternaknya. Sedangkan konsentrat A (15 16%) adalah konsentrat yang dibuat untuk memperbaiki kualitas pakan sehingga dapat memenuhi kebutuhan protein dan energi ternak pada periode pertumbuhan. Pada Tahapan I, umur ternak 4 10 bulan, ternak di kedua kelompok diberi pakan sebanyak 3% BB dengan komposisi rumput gajah segar sebanyak 7 9 kg, campuran tanaman leguminosa 3 3,5 kg dan konsentrat 2 2,5 kg. Kelompok A mendapatkan konsentrat jenis A dengan kandungan PK 15 16% dan Kelompok B mendapatkan konsentrat jenis B dengan kandungan PK 11 12%. Jumlah pakan ini adalah yang mulai diberikan pada Tahap I dan jumlahnya ditingkatkan sejalan dengan umur peningkatan bobot badan ternak. Pada Tahapan II, umur ternak 11 16 bulan, ternak di kedua kelompok diberi pakan sebanyak 3 3,2% BB. Kelompok A mendapatkan konsentrat jenis A dengan kandungan PK 15 16% dan Kelompok B mendapatkan konsentrat jenis B dengan kandungan PK 11 12%. Konsumsi bahan kering dan protein pada awal tahap II untuk kelompok A adalah 5,56 kg dan 842 gram sedangkan untuk kelompok B adalah 5,12 kg dan protein 684 gram. Jumlah ini ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya bobot badan ternak. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan yang dicatat setiap hari yaitu dengan mengurangkan pakan yang diberikan dengan pakan yang tersisa dikeesokan harinya, bobot badan dimana ternak ditimbang setiap bulan sampai ternak mencapai umur 16 bulan dan tinggi pundak pada saat ternak berumur 16 bulan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap dengan 2 perlakuan pakan. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan di analisa dengan menggunakan Uji sidik Ragam (DANIEL, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrisi pakan Analisa terhadap kandungan nutrisi pakan dilakukan 4 kali selama masa penelitian tahap I dan II. Rataan hasil analisa kandungan nutrisi rumput, campuran tiga jenis leguminosa dan konsentrat yang diberikan kepada ternak selama masa penelitian ditampilkan pada Tabel 1. Dari hasil analisa bahan pakan tersebut, terlihat bahwa rumput yang diberikan memiliki kualitas yang kurang baik, karena hanya mengandung protein dan TDN sebesar 8 9% dan 51 54%. Nilai ini lebih rendah dari yang disarankan sebagai hijauan berkualitas baik yaitu kandungan protein 12 15% dengan TDN 65%. Penambahan tanaman leguminosa dapat memperbaiki kualitas hijauan karena tanaman legum ini memiliki kandungan protein 88

Tabel. 1. Rataan kandungan nutrisi bahan pakan yang diberikan selama periode pengujian di tahapan I dan II Bahan pakan BK (%) BO (%) PK (%) ME (MJ/kg) TDN (%) Rumput 23,5 25,5 87,4 87,7 8,7 8,9 7,6 8,1 51,2 54,0 Campuran leguminosa 27,4 31,1 91,2 91,3 25,7 26,7 9,4 10,0 61,3 64,0 Konsentrat A 88,6 90,0 86,2 90,2 15,0 16,0 10,7 11,3 71,0 1,4 Konsentrat B 87,5 91,4 85,4 87,0 11,0 12,0 9,1 10,2 59,5 68,0 cukup tinggi yaitu > 25 % dengan TDN > 61%. Berdasarkan kandungan protein dan TDN dari bahan pakan yang diberikan, maka pada Tahap I pakan yang diberikan kepada kelompok A mengandung PK 15,5% dan TDN 62,75%. Sedangkan pakan yang diberikan kepada kelompok B mengandung PK 13% dan TDN 59,3%. Tahap ke II, pakan untuk kelompok A mengandung PK 15,2% dan TDN 61,86%. Sedangkan pakan untuk kelompok B mengandung PK 12,5% dan TDN 59,9%. Konsumsi pakan Rataan konsumsi bahan kering pakan selama masa penelitian di tahapan I ditampilkan pada Tabel 2, sedangkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan harian setiap bulan selama masa pengamatan pada tahapan II penelitian ditampilkan pada Gambar 1. Tabel 2. Rataan konsumsi bahan kering pakan ternak di kelompok A dan Kelompok B selama tahapan I penelitian. Parameter Pakan A Pakan B Jumlah ternak (n) Konsumsi BK (kg) Konsumsi BK (% BB) 10 9 4,3 + 0,159 4,4 + 0,145 2,58 + 0,079 a 3,13 + 0,082 b Perbedaan huruf dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) Pada penelitian tahap I ini, jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi oleh ternak di kedua kelompok perlakuan telah memenuhi kebutuhan bahan kering yang direkomendasikan untuk sapi perah jenis FH yang sedang tumbuh dengan bobot badan antara 100 150 kg dan penambahan bobot badan harian sebesar 500 700 gram, yaitu antara 3,9 4,1 kg bahan kering (KEARL, 1982). Berdasarkan persentase bobot badan, maka ternak di kelompok pakan B mengkonsumsi bahan kering pakan lebih besar yaitu 3,13% BB dibandingkan dengan ternak di kelompok pakan A yaitu 2,58% (P < 0,01). Namun perbedaan ini tidak nyata pada jumlah kuantitatif bahan kering yang dikonsumsi oleh kedua kelompok perlakuan, meskipun kedua kelompok ternak mengkonsumsi jumlah bahan kering yang berbeda (4,3 vs 4,4 kg) (P > 0,05). Jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi ternak meningkat sejalan dengan peningkatan bobot badan ternak baik di kelompok A maupun B. Konsumsi bahan kering pakan di kelompok A dimulai dari 6,07 kg pada umur 10 bulan dengan bobot badan 203 kg dan meningkat sampai 8,76 kg pada saat ternak berusia 14 bulan tetapi mengalami penurunan menjadi 8,31 kg pada saat ternak berumur 15 16 bulan dengan bobot badan 329 kg. Demikian pula halnya pada ternak di kelompok B, konsumsi bahan kering dimulai dari hanya 5,48 kg pada umur 10 bulan dengan bobot 172 kg menjadi 7,72 kg pada umur 14 bulan dan mengalami penurunan menjadi 7,37 kg pada umur 15 16 bulan dengan bobot badan 288 kg. Berdasarkan persentase dari bobot badannya, maka konsumsi ternak di kelompok A mengalami penurunan mulai 2,99% dari bobot badan pada umur 10 bulan menjadi hanya 2,63% dari bobot badan pada umur 16 bulan. Demikian pula halnya dengan ternak di kelompok B, dimana konsumsi bahan kering menurun dari 3,19% bobot badan menjadi hanya 2,56% bobot badan. Dari segi jumlah, maka ternak di kelompok A mengkonsumsi jumlah bahan kering yang lebih besar dari ternak di kelompok B. Berdasarkan persentase 89

bobot badan, maka ternak di kelompok B mengkonsumsi lebih banyak bahan kering pakan. Namun demikian, perbedaan konsumsi bahan kering diantara kedua kelompok ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) Bobot badan dan ukuran tubuh Bobot badan dan ukuran tubuh ternak diusia 16 bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Tinggi pundak (cm) dan bobot badan (kg) sapi dara pada usia 16 bulan Parameter Tinggi pundak (cm) Bobot Badan (kg) Kelompok A (+ Std) Kelompok B (+ Std) 127 + 3,06 125 + 3,53 329 a + 9,01 288 b + 15,08 Perbedaan huruf dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada umur 16 bulan ternak di kelompok A dan B memiliki tinggi pundak yang relatif sama (P > 0,05). Pada usia 16 bulan, ternak di kelompok A mempunyai tinggi pundak 127 cm, sedangkan ternak di kelompok B hanya 125 cm. Tinggi pundak ini dapat dipakai sebagai indikator untuk pertumbuhan tulang dan ukuran tubuh dari dara. Ukuran tubuh dara pada usia ini dapat mempengaruhi masa melahirkan dan produksi susu (MORRAN, 2005). Untuk bangsa FH, tinggi pundak yang direkomendasikan untuk dara pada usia 15 bulan adalah 123 125 cm (MORRAN, 2005) dan bobot badan antara 300 350 kg (MORRAN, 2002). Ternak di kelompok A pada usia 16 bulan telah mencapai tinggi pundak 127 cm dengan bobot badan 329 kg, sehingga sudah sesuai dengan yang direkomendasikan untuk calon induk penganti yang sesuai potensi genetik sapi FH. Meskipun ternak di kelompok B dapat mencapai tinggi pundak 125 cm pada usia 16 bulan, namun bobot badan yang dicapai pada usia ini baru 288 kg dan masih dibawah yang direkomendasikan. Dari data yang diperoleh selama pengamatan di dua tahapan penelitian, maka dapat dilihat bahwa perbaikan kualitas pakan yang diberikan dapat menghasilkan perbedaan pencapaian bobot badan calon induk FH pada umur 16 bulan yaitu umur yang ideal untuk di kawinkan pertama kali. Dengan kualitas hijauan yang terdiri dari rumput dan campuran daun leguminosa (Gliricidia, Leucaena dan Kaliandra) yang sama namun berbeda dalam kualitas konsentrat, maka hasil yang diperoleh berbeda secara nyata. Konsumsi BK pakan (kg) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10 11 12 13 14 15 16 Umur ternak (bulan) Kelompok A Kelompok B Gambar 1. Rataan konsumsi bahan kering pakan ternak di kelompok A dan B selama tahapan II penelitian 90

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari dua tahapan penelitian adalah bahwa pemberian pakan dengan kandungan PK 15,2 15,5% dan TDN 61 63% dan konsumsi bahan kering pakan rata-rata 2,73% BB dapat menghasilkan calon induk sapi FH dengan bobot badan ideal pada umur 16 bulan yaitu 329 kg dan tinggi pundak 127 cm. Pemberian pakan yang lebih rendah kandungan PK nya yaitu 12,5 13% dan TDN 59 60% menghasilkan calon induk dengan bobot badan di bawah bobot ideal yaitu 288 kg pada umur 16 bulan dengan tinggi pundak 125 cm dengan konsumsi bahan kering pakan rata-rata 2,96% BB. DAFTAR PUSTAKA DANIEL, W.W. 1991. Biostatistics: A Foundation for Analysis in the Health Science. Fifth Edition. John Wiley and Sons. Inc., USA. DEWAN STANDARISASI NASIONAL 1998. Standar Sapi Perah. Dewan Standarisasi Nasional. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. GUSHARYANTO. 1994. Parameter Produksi dan Reproduksi, Evaluasi Nilai Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Friesh- Holland di Beberapa Perusahaan Peternakan. Thesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuff Institute, Logan, Utah. KEOWN, J.F. and R.W. EVERETT. 1986. Effect of days carried calf, days dry, and weight of first calf heifers on yield. J. Dairy Sci. 69: 1891. LOOPER, M. and BETHARD. 2000. Management Considerations in Holstein Heifer Development. The Dairy Site. MORRAN, J.B. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding management for Small Holder Dairy Farmers in The Humid tropics. Departement of Primary Industry Australia. MORRAN, J.B. 2002. Calf rearing: A practical guide. 2 nd edition. Landlinks Press, Melbourne. MORRAN, J.B. 2002. Tropical dairy farming. feeding management for small holder dairy farmers in the humid tropics. Departement of Primary Industry Australia. NIEZEN, J.H., D.G. GRIEVE, B.W. MCBRIDE and J.H. BURTON. 1996. Effect of plane nutrition before and after 200 kilograms of body weigh on mammary development of prepubertal Holstein heifer. J. Dairy Sci. 79: 1255. THALIB, C., A. ANGGRAENI dan K. DIWYANTO. 1999. Evaluasi Genetik Sapi Perah di Indonesia. Laporan Akhir. Balai Penelitian Ternak, Bogor. DISKUSI Pertanyaan: 1. Penggunaan leguminose + konsentrat apakah tidak makin mahal/boros? 2. Penggunaan leguminose + konsentrat apakah tidak menyebabkan kemandulan pada sapi? Jawaban: 1.Jjika untuk jangka pendek memang boros, tetapi untuk digunakan pada sapi perah dengan 6 7 kali produksi maka tidak boros dan lebih efisien. 2. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kemandulan setelah dilakukan IB 91