Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002).

dokumen-dokumen yang mirip
EKSTRAKSI FITUR BENTUK DAN VENASI CITRA DAUN DENGAN PEMODELAN FOURIER DAN B-SPLINE RAHMADHANI M

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b

PENDAHULUAN. Latar Belakang

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output,

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

BAB II LANDASAN TEORI

V HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi.

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Panjang bin dari setiap penggabungan disesuaikan dengan skala yang digunakan,

METODE CLUSTER SELF-ORGANIZING MAP UNTUK TEMU KEMBALI CITRA

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Deteksi Lokasi Bibir Otomatis Pada Citra Wajah Berbasis Ciri Bentuk dan Warna

BAB III METODELOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Metodologi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI METODE MODIFIED HAUSDORFF DISTANCE DALAM MENILAI KEMIRIPAN CITRA. Andi Shahreza Harahap 1 Dini Sundani 2 Dewi Agushinta R 3.

BAB 2 LANDASAN TEORI

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kain batik merupakan ciri khas dari bangsa I

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Citra (bag. 2)

SEGMENTASI CITRA. thresholding

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

Pengubahan Data Image Ikan Air Tawar ke Data Vektor menggunakan Edge Detection Metode Canny

EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aplikasi Pengenalan Wajah Menggunakan Hough Transform Based Feature Extraction

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUJIAN DAN EVALUASI. teknik pemrosesan citra dengan menggunakan logika samar dan dengan teknikteknik

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Principal Component Analysis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Aplikasi Citra Mosaik Panoramik

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6. Intan Nur Lestari

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

Latar Belakang 7/3/2014

PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PENUNJANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi

Deteksi Kepala Janin Pada Gambar USG Menggunakan Fuzzy C-Means (FCM) Dengan Informasi Spasial Dan Iterative Randomized Hough Transform (IRHT)

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

Transkripsi:

6 kebanyakan informasi tentang suatu garis tepi objek akan berada pada frekuensi rendah dari transformasi Fourier diskret (Petković & Krapac 2002). Pada penerapan ekstraksi venasi daun, inisialisasi parameter pencarian struktur venasi secara automatis diusulkan dengan menggunakan SHT. Citra biner venasi menjadi masukan bagi SHT untuk menemukan garis pada citra. Dari setiap titik hasil deteksi tepi dibuat sejumlah garis dengan panjang (rho) dan orientasi (theta) yang berbeda-beda. Pada penelitian ini digunakan resolusi rho = 1 dan resolusi theta = 10. Jumlah peak yang digunakan sebesar 50 peak. Panjang garis yang akan ditemukan minimal 7 piksel. Garis-garis yang terdeteksi dari penerapan SHT menjadi acuan pencarian struktur venasi daun. Setiap titik awal dari suatu garis hasil deteksi menjadi titik awal pencarian venasi dan titik akhir dari garis tersebut menjadi panduan arah pencarian. Pencarian titik-titik venasi memindai areaarea A s dengan panjang 5 piksel dan lebar 3 piksel pada arah pencarian yang telah dispesifikasikan. Jika suatu garis berorientasi θ, rentang arah pencarian dari suatu titik dispesifikasikan sebagai rentang θ-35 sampai θ+35 (lihat Gambar 2a). Setiap area sampling dibandingkan dengan ukuran kualitas masingmasing. Titik akhir dari area terbaik diambil sebagai titik inisial awal yang baru dan orientasi dari area terbaik sebagai orientasi pencarian yang baru. Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: Kirchgeβner et al. 2002). Venasi pada citra venasi hasil deteksi tepi merupakan garis yang lebih terang daripada latar belakang. Jadi, penambahan semua garis pada area sampling (lihat Gambar 2b) menghasilkan suatu vektor jumlah nilai piksel sepanjang garis pada area. Turunan kedua dari setiap vektor jumlah nilai piksel dihitung dengan Laplacian diskret [1, -2, 1] dan menjadi ukuran kualitas area. Nilai maksimum mengindikasikan arah venasi yang paling signifikan. Struktur venasi yang ditemukan direpresentasikan berupa suatu set b-spline (Kirchgeβner et al. 2002). 4 Evaluasi Hasil Ekstraksi Evaluasi hasil ekstraksi fitur bentuk dilakukan dengan sistem, yaitu dengan penilaian tingkat keberhasilan dalam proses temu kembali terhadap semua koleksi citra daun pada pangkalan data. Proses ini melibatkan pengukuran tingkat kemiripan dan penghitungan nilai recall dan precision hasil temu kembali. Perbandingan dengan metode ekstraksi fitur bentuk HT juga dilakukan. Pengukuran tingkat kemiripan pada fitur bentuk dari Fourier descriptor menggunakan ukuran MSE (Persamaan 15). Ukuran MSE menentukan kemiripan dua kurva dan hasil transformasi Fourier terhadap boundary citra daun. Kurva atau Fourier descriptors dari setiap daun disimpan sebagai indeks dalam proses temu kembali citra daun. Perhitungan recall dan precision berdasarkan penilaian relevansinya (gugus jawaban). Perhitungan nilai recall dilakukan dengan membandingkan citra hasil temu kembali dengan citra yang relevan di dalam pangkalan data. Precision diperoleh dengan membandingkan citra hasil temu kembali yang relevan dengan semua citra yang berhasil ditemukembalikan. Evaluasi hasil ekstraksi venasi dilakukan secara visual. Persentase banyaknya hasil ekstraksi yang sempurna pada beberapa contoh citra daun yang diekstraksi menjadi acuan evaluasi ekstraksi venasi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Ekstraksi Fitur Bentuk Pengekstraksian fitur bentuk pada citra daun melibatkan perbandingan penerapan pemodelan Fourier dengan metode HT. Metode HT yang digunakan adalah HT dengan pendekatan elips hasil penelitian Wahyuningsih (2006). Hasil Praproses Pada tahap awal praproses, dilakukan pembersihan data secara manual sehingga citra hanya memuat satu daun dengan latar belakang putih. Selanjutnya, dilakukan proses pendeteksian tepi untuk penerapan metode HT dan segmentasi thresholding untuk penerapan ekstraksi fitur bentuk daun dengan pemodelan Fourier. Pendeteksi tepi yang digunakan pada metode HT hasil penelitian Wahyuningsih (2006) adalah pendeteksi tepi Canny. Hasil deteksi tepi dan segmentasi dapat dilihat pada Gambar 3.

7 Hasil Metode HT dan Pemodelan Fourier Pada penerapan pemodelan Fourier, citra biner hasil segmentasi dilintasi dengan interval satu piksel sehingga semua titik garis tepi terlintasi dan kembali ke titik asal lintasan dan akhirnya membentuk suatu kurva tertutup. Titik-titik yang dilintasi direpresentasikan sebagai bilangan kompleks dan ditransformasi dengan transformasi Fourier. Hasil transformasi dinamakan Fourier descriptors. Histogram Fourier descriptor untuk empat citra daun diperlihatkan pada Gambar 4. kedekatan ciri hasil HT dan ukuran MSE antar dua kurva digunakan untuk mengukur kedekatan kurva hasil transformasi Fourier. Penentuan Relevansi Citra Pada pangkalan data terdapat 1100 buah citra dari kesebelas jenis daun yang digunakan dengan 100 buah citra untuk setiap jenis daun. Dengan demikian, untuk setiap kueri terdapat 100 buah citra relevan di dalam pangkalan data yang penilaian relevansinya berdasarkan atas kesamaan jenis daun. Gambar 3 Hasil deteksi tepi Canny dan segmentasi histogram-based thresholding pada citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang. Pada penerapan metode HT, dari titik tepi hasil deteksi tepi dibuat sejumlah elips dengan panjang sumbu mayor dan minor yang berbedabeda. Titik tepi menjadi titik pusat elips-elips yang dibangkitkan. Jumlah peak pada HT yang digunakan sebesar sepuluh peak. Hasil HT diperlihatkan pada Gambar 7. Pengukuran Tingkat Kemiripan Dengan menggunakan semua koleksi sebagai pengujian dilakukan proses temu kembali citra untuk mengukur tingkat kemiripan berdasarkan kedekatan ciri yang diperoleh dari HT dan pemodelan Fourier. Perhitungan jarak Euclidean digunakan untuk mengukur Gambar 4 Histogram Fourier descriptor citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang. Penilaian relevansi tersebut digunakan sebagai acuan pada saat melakukan evaluasi terhadap hasil temu kembali untuk setiap citra kueri. Gambar 5 dan 6 memperlihatkan bahwa citra hasil temu kembali tidak sepenuhnya berasal dari jenis yang sama dengan citra kueri.

8 Gambar 5 Contoh hasil temu kembali menggunakan fitur bentuk HT. Gambar 6 Contoh hasil temu kembali menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor.

9 Gambar 7 Hasil transformasi Hough elips pada citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang. Untuk melihat tingkat keberhasilan temu kembali dengan fitur bentuk dari HT dan Fourier descriptor, dilakukan evaluasi dengan menghitung nilai recall dan precision dari proses temu kembali citra. Nilai rataan precision hasil temu kembali citra dan grafik recall-precision untuk kedua metode disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 8 secara berurutan. Tabel 1 Recall Nilai rataan precision hasil temu kembali citra Hough Transform Precision Fourier Descriptor 0 0.98925 1.00000 0.1 0.29132 0.45519 0.2 0.19578 0.35518 0.3 0.15582 0.30652 0.4 0.13666 0.27938 0.5 0.11944 0.25067 0.6 0.11102 0.22338 0.7 0.10602 0.19566 0.8 0.10370 0.17100 0.9 0.10058 0.14803 1 0.09344 0.10725 Rataan Precision 0.21846 0.31748 Gambar 8 Grafik recall-precision hasil temu kembali citra menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor dan HT. Gambar 8 memperlihatkan grafik pemodelan Fourier pada setiap recall berada di atas grafik HT. Hal ini menunjukkan bahwa pemodelan Fourier lebih efektif daripada metode HT dalam pengekstraksian fitur bentuk pada citra daun. Rataan precision yang lebih rendah pada temu kembali menggunakan fitur bentuk HT dikarenakan HT tidak menjamin ditemukembalikan citra relevan yang berbeda orientasi, skala maupun posisi. Pada Gambar 5 terlihat bahwa temu kembali dengan fitur bentuk HT hanya menemukembalikan citra yang memiliki orientasi, skala dan posisi daun yang hampir sama dengan orientasi, skala dan posisi daun pada citra kueri. Pada Gambar 6 temu kembali menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor bisa menemukembalikan citra relevan dengan objek daun berbeda orientasi, skala dan posisi. Properti fourier descriptors yang invarian terhadap efek rotasi, dilatasi dan translasi mampu meningkatkan rataan precision. 2 Ekstraksi Venasi Daun Penelitian ini mengusulkan SHT untuk inisialisasi parameter pencarian struktur venasi secara automatis. SHT mendeteksi garis-garis yang terdapat pada citra venasi daun dan menjadi acuan dalam pencarian venasi lebih lanjut. Struktur venasi yang ditemukan dimodelkan berupa suatu set b-spline. Hasil Praproses Pada tahap awal praproses, dihasilkan citra yang memuat garis tepi daun dan garis venasi. Isolasi garis venasi terhadap garis tepi daun menghasilkan citra yang memuat garis venasi saja. Beberapa citra venasi ditampilkan pada Gambar 9a s.d 9e.

Hasil Pemodelan B-spline Venasi Daun 10 Garis-garis yang terdeteksi dari penerapan SHT menjadi acuan pencarian struktur venasi daun. Setiap titik awal dari suatu garis hasil deteksi menjadi titik awal pencarian venasi dan titik akhir dari garis tersebut menjadi panduan arah pencarian. Hasil pencarian struktur venasi yang ditemukan direpresentasikan berupa suatu set b-spline. Gambar 11 memperlihatkan suatu set b-spline yang diperoleh dalam pencarian venasi pada beberapa citra daun. (a) (b) Gambar 9 Citra venasi hasil deteksi tepi Canny pada citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka. Hasil Deteksi Garis Citra biner venasi menjadi masukan bagi SHT untuk menemukan garis pada citra. Hasil deteksi garis disajikan pada Gambar 9. Gambar 10 Hasil deteksi garis dengan SHT pada citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka. (c) (e) (d) Gambar 11 Hasil ekstraksi venasi citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka. Gambar 11 memperlihatkan bahwa venasi pada citra daun dapat diekstraksi dengan melibatkan SHT dalam penentuan parameter pencarian struktur secara automatis. SHT mampu mengestimasi titik awal dan arah pencarian struktur. Ketidakpekaan SHT terhadap noise dan kemampuan menemukan garis bahkan pada area dengan ketidakhadiran piksel (pixel gaps) mendukug estimasi titik awal dan arah pencarian struktur yang benar. Namun berbeda dengan metode orisinal, informasi hierarki venasi hilang, tidak lagi dikenal venasi utama dan venasi samping. Kelebihan dari perbaikan ini selain automasi parameter

11 pencarian struktur adalah pencarian garis venasi tidak tergantung pada hasil pencarian venasi utama. Pada metode orisinal, venasi samping dicari berdasarkan titik-titik venasi utama yang telah ditemukan sebelumnya. Evaluasi Visual Ekstraksi venasi dicobakan pada beberapa citra daun, dengan 10 sampel citra daun dari setiap spesies. Hasil ekstraksi dinilai secara visual dengan penilaian 0, 1 dan 2. Penilaian 0 untuk hanya venasi utama yang terdeteksi, 1 untuk venasi utama dan samping terdeteksi dengan kurang sempurna serta 2 untuk venasi utama dan samping terdeteksi sempurna. Hasil ekstraksi dan skor penilaian untuk jenis daun nangka dan manggis disajikan pada Tabel 2 dan 3. Hasil ekstraksi citra jenis daun lainnya disajikan pada Lampiran 2. Tabel 2 Hasil ekstraksi dan skor penilaian pada citra daun nangka Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan atas Skor: 1 ujung daun tertekuk atas atas

Tabel 3 Hasil ekstraksi dan skor penilaian pada citra daun manggis Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan 12 Skor: 1 Skor: 1 Skor: 1 Perhatikan hasil deteksi tepi pada Tabel 2 dan 3. Deteksi tepi citra daun nangka dapat menemukan garis-garis venasi daun, sedangkan deteksi tepi citra daun manggis hanya mendeteksi garis venasi utama. Deteksi tepi tidak mampu mendeteksi garis venasi samping pada citra daun manggis. Hasil deteksi tepi berpengaruh pada hasil ekstraksi venasi. Tabel 2 memperlihatkan bahwa hasil ekstraksi venasi umumnya pada penilaian 2. Sebaliknya, Tabel 3 memperlihatkan bahwa hasil ekstraksi venasi umumnya pada penilaian 0 dan 1. Bila diperhatikan citra daun yang ada, kondisi daun kedua jenis tersebut berbeda. Venasi pada citra daun nangka terlihat, sedangkan venasi pada citra daun manggis kurang. Daun manggis secara fisik relatif tebal dan struktur tulang daun terbenam pada organ daun. Kondisi fisik daun menentukan hasil deteksi tepi dan pada akhirnya menentukan hasil ekstraksi venasi. Tabel 4 menyajikan secara ringkas total masing-masing skor penilaian hasil ekstraksi untuk setiap jenis daun. Hasil ekstraksi dengan penilaian 2 hanya berkisar 20%, penilaian 1 sebanyak 43,64% dan penilaian 0 sebanyak 36,36%. Hal ini mengindikasikan hasil ekstraksi venasi secara langsung pada citra daun secara umum kurang sempurna. Hasil ekstraksi dengan penilaian 0 secara umum merupakan hasil ekstraksi citra daun bisbul (10/10), durian (9/10), jamblang (8/10) dan manggis (7/10). Venasi daun keempat jenis daun ini secara kasat mata sama-sama tidak terlihat. Daun bisbul dan manggis relatif tebal sehingga terbenam pada organ daun. Daun durian dan jamblang memiliki

13 yang halus sehingga tersamar dengan organ daun. Seperti yang dibahas sebelumnya, kondisi fisik daun mempengaruhi hasil deteksi tepi dan pada akhirnya mempengaruhi hasil ekstraksi venasi. Venasi daun kepel dan menteng secara fisik juga kurang. Terlihat pada Tabel 4 bahwa hasil ekstraksi kedua jenis daun ini berada pada penilaian 1. Venasi utama dan samping dapat tergambarkan ulang dengan representasi b- spline, tetapi kurang sempurna. Lima jenis daun lainnya secara fisik memiliki venasi daun yang. penilaian hasil ekstraksi venasi kelima jenis daun ini disajikan ulang pada Tabel 5 dan 6 dengan memperhatikan sisi daun yang dipotret. Tabel 5 menyajikan total penilaian untuk daun sisi atas dan Tabel 6 menyajikan total penilaian untuk daun sisi. Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar hasil ekstraksi venasi citra daun dengan sisi atas berada pada penilaian kurang sempurna. Tabel 6 memperlihatkan bahwa lebih banyak hasil ekstraksi venasi citra daun dengan sisi berada pada penilaian sempurna. Namun, persentase penilaian kurang sempurna masih relatif besar. Tabel 4 skor penilaian hasil ekstraksi setiap jenis citra sampel Penilaian Hasil Ekstraksi Tidak Kurang Advokad 1 7 2 Bisbul 10 0 0 Kakao 0 6 4 Durian 9 1 0 Jamblang 8 2 0 Jambu Biji 0 5 5 Jambu Bol 0 10 0 Kepel 2 7 1 Manggis 7 3 0 Menteng 3 6 1 Nangka 0 1 9 40 48 22 Persentase 36,36% 43,64% 20,00% Hasil ekstraksi dengan penilaian kurang sempurna secara umum merupakan hasil ekstraksi citra daun avokad dan jambu bol. Jika diperhatikan citra daun tersebut (Lampiran 2), pencahayaan dan kualitas citra hasil pemotretan daun dengan penilaian 1 ternyata kurang bagus. Berarti teknik akuisisi gambar (pemotretan) mempengaruhi hasil ekstraksi. Dengan kata lain, hasil ekstraksi venasi yang sempurna mensyaratkan teknik pemotretan yang baik. Tabel 5 penilaian ekstaksi venasi daun sisi atas Penilaian Hasil Ekstraksi Tidak Kurang Advokad 0 2 1 Kakao 0 4 0 Jambu Biji 0 5 0 Jambu Bol 0 4 0 Nangka 0 0 3 0 15 4 Persentase 0% 78,95% 21,05% Tabel 6 penilaian ekstaksi venasi daun sisi Penilaian Hasil Ekstraksi Tidak Kurang Advokad 1 5 1 Kakao 0 2 4 Jambu Biji 0 0 5 Jambu Bol 0 6 0 Nangka 0 1 6 1 14 16 Persentase 3,23% 45,16% 51,61% Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Ekstraksi bentuk dengan pemodelan Fourier berhasil diimplementasikan. Penciri dari pemodelan Fourier lebih efektif sebagai fitur bentuk daun daripada penciri HT. Hal ini dikarenakan properti fourier descriptors yang bebas terhadap posisi, orientasi dan ukuran objek pada citra. Ekstraksi venasi pada citra daun dengan pemodelan b-spline dengan automasi inisialisasi parameter pencarian awal berhasil diimplementasikan. Hasil ekstraksi venasi pada citra daun sangat dipengaruhi kondisi fisik daun, pemilihan sisi daun dan kualitas citra hasil pemotretan. Ekstraksi venasi dapat membedakan daun dengan venasi kurang dan venasi tampak. Pemilihan sisi daun bagian dan teknik pemotretan yang baik mendukung hasil ekstraksi yang sesuai. Saran Penelitian ukuran kesamaan antara satu set b-spline dengan satu set b-spline lainnya perlu dilakukan sehingga venasi dapat dipakai sebagai