V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 22 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Video dan Ektraksi Frame Video yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan gabungan dari beberapa cuplikan video yang berbeda. Tujuan penggabungan beberapa video yang berbeda adalah untuk lebih meragamkan konten citra/frame yang akan diekstraksi sehingga hasil temu kembali dapat lebih signifikan sesuai dengan tema video dan kueri yang diberikan. Pada penelitian ini digunakan lima cuplikan video iklan komersial produk antara lain iklan obat Fatigon, pasta gigi Pepsodent, minuman ringan Coca Cola, dan susu Frisian Flag. Video tersebut diambil dari situs dan disimpan ke dalam format *.mpeg dengan resolusi piksel. Gambar 13 memperlihatkan contoh cuplikan frame video yang digunakan pada penelitian. Iklan obat Fatigon (138 frame, piksel) Iklan pasta gigi Pepsodent #1 (342 frame, piksel) Iklan minuman CocaCola (434 frame, piksel) Iklan pasta gigi Pepsodent #2 (282 frame, piksel) Iklan susu Frisian Flag (448 frame, piksel) Gambar 13 Contoh cuplikan frame video yang digunakan pada penelitian. Video gabungan berdurasi 54 detik dengan frame rate 30 frame/detik dan jumlah total frame adalah 1644 frame. Ekstraksi frame video dilakukan dengan mengambil 3 frame/detik. Jumlah frame yang berhasil diekstraksi sebanyak 165 frame disimpan sebagai citra grayscale dengan format *.jpg beresolusi piksel. Tabel 1 menunjukkan rangkuman jumlah frame total yang terdapat di

2 23 setiap video dan jumlah frame yang berhasil diekstraksi dari masing-masing tema video tersebut. Detail frame video yang terekstraksi disajikan pada Lampiran 1. Gambar 14 memperlihatkan contoh frame yang berhasil diekstraksi dari setiap tema video. Tabel 1 Jumlah frame total dan jumlah frame yang berhasil diekstraksi Video Iklan Fatigon Pepsodent 1 Pepsodent 2 Coca Cola Susu Bendera Durasi (detik) Total frame Frame Terekstraksi Iklan obat Fatigon (14 frame, piksel) Iklan pasta gigi Pepsodent #1 (35 frame, piksel) Iklan minuman CocaCola (43 frame, piksel) Iklan pasta gigi Pepsodent #2 (29 frame, piksel) Iklan susu Frisian Flag (44 frame, piksel) Gambar 14 Contoh frame yang berhasil diekstraksi dari setiap tema video. 5.2 Ekstraksi Fitur SIFT Fitur SIFT diekstraksi dari seluruh citra frame grayscale (Gambar 14). Jumlah keypoint yang berhasil dideteksi dari setiap frame sangat beragam. Total keypoint yang terdeteksi dari seluruh citra frame adalah keypoint dengan sebaran seperti terlihat pada Gambar 15. Waktu yang diperlukan untuk melakukan ekstraksi fitur SIFT dari 165 frame adalah 720 detik (12 menit) dan waktu ratarata untuk mengekstraksi fitur SIFT dari sebuah frame adalah 4,3636 detik.

3 Keypoint Frame ke- Gambar 15 Sebaran keypoint pada seluruh frame yang berhasil diekstraksi. Dari setiap keypoint yang terdeteksi kemudian dilakukan ekstraksi deskriptor SIFT, dimana setiap frame akan menghasilkan sebanyak 128 k, k merupakan jumlah keypoint. Gambar 16 merupakan contoh deskriptor yang berhasil diekstraksi dari salah satu frame. Gambar 16 Visualisasi deskriptor yang berhasil diekstraksi dari sebuah frame. Seperti terlihat pada Gambar 16, jumlah keypoint yang berhasil dideteksi adalah 111 keypoint. Lingkaran menunjukkan region yang dicakup oleh deskriptor yang berhasil diekstraksi dari keypoint tersebut, ukuran lingkaran sebanding dengan magnitude piksel cakupan deskriptor.

4 25 Gambar 17 menunjukkan detail dari sebuah keypoint serta arah orientasi masingmasing piksel pada sebuah keypatch. Gambar 17 Visualisasi keypoint dan orientasi tiap piksel yang tercakup (4 4). Kemunculan keypoint pada frame sangat beragam tergantung pada variasi representasi ruang-skala (scale space) antar piksel yang menyusun frame tersebut. Jumlah keypoint berbanding lurus dengan variasi ruang-skala piksel, semakin banyak variasi ruang-skala antar piksel maka semakin banyak pula jumlah keypoint yang terdeteksi. Gambar 18 menunjukkan jumlah keypoint terbanyak yang terdeteksi ada pada frame ke-826 yaitu sebanyak 423 keypoint, dan pada beberapa frame tertentu keypoint tidak terdeteksi. Gambar 18 Frame ke-826, frame dengan jumlah keypoint terbanyak. 5.3 Pembentukan Kantong Kata Visual (Bag of "Visual" Words) Seluruh fitur SIFT yang sudah berhasil diekstraksi kemudian disimpan ke dalam sebuah matriks yang berukuran Pemilihan titik pusat dilakukan dengan memperhatikan kemunculan keypoint yang berhasil dideteksi dari setiap frame dimana rata-rata keypoint yang berhasil dideteksi di setiap frame adalah

5 26 sebanyak 115 keypoint. Kemudian dilakukan pembentukan kata visual dengan melakukan kuantisasi deskriptor keypoint menggunakan clustering k-means. Titik pusat cluster mewakili kata visual yang ada di dalam kantong kata visual, dimana pada penelitian ini jumlah titik pusat cluster dipilih sebanyak 100 buah. Hasil dari kuantisasi fitur dengan cluster k-means menghasilkan sebuah matriks baru yang mereduksi matriks semula elemen menjadi elemen. Matriks ini kemudian direduksi kembali menjadi sebuah vektor dengan ukuran Reduksi dilakukan dengan menghitung second norm setiap kolom matriks awal ( ). Gambar 19 merupakan sebaran deskriptor ( ) yang telah dikuantisasi menjadi sebuah vektor berukuran (matriks hasil kuantisasi ini disajikan pada Lampiran 2) Kata Visual Pusat ke- Gambar 19 Sebaran kata visual hasil kuantisasi fitur SIFT. Pembentukan kata visual memerlukan waktu 346,8 detik (5 menit 46 detik) dengan rata-rata waktu per frame adalah 2,1 detik. Clustering k-means dilakukan hingga konvergen (titik pusat cluster tidak mengalami perubahan) dengan rata-rata waktu per iterasi adalah 34,44 detik (40 kali iterasi).

6 27 Setelah kata visual (representasi dari kuantisasi fitur SIFT) berhasil diekstraksi, kemudian dilakukan penghitungan sebaran kata visual tersebut di setiap frame. Sebaran kata visual di setiap frame ditentukan dengan menghitung jarak Euclidean terdekat antara nilai titik pusat cluster dengan nilai tiap deskriptor pada frame tersebut. Gambar 20 dan 21 menunjukkan sebaran kata visual yang terdapat pada video serta sebaran kata visual pada sebuah frame (frame ke-826). 450 Frekuensi kemunculan kata visual Kata Visual Gambar 20 Sebaran kata visual pada video. 22 Kata visual Kata visual Gambar 21 Sebaran kata visual pada sebuah frame (contoh frame ke-826).

7 Temu Kembali Setelah kuantisasi fitur selesai dilakukan dan sebaran kata visual di setiap frame berhasil diperoleh, kemudian proses dilanjutkan pada pembentukan model Vector Space Model (VSM) sebagai tahap temu kembali. Model VSM dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: Pengideksan Dengan Inverse Document Frequency (idf t ) Indeks Inverse Document Frequency (idf t ) merupakan representasi peranan sebuah kata visual pada sebuah frame dari serangkaian frame yang ada pada video. idf t dihitung berdasarkan frekuensi frame yang mengandung setiap jenis kata visual ke-t, dimana sebanyak 100 buah kata visual yang tersebar di dalam 165 frame dengan nilai total frekuensi kemunculan kata visual ke-t di setiap frame adalah Gambar 22 dan 23 merupakan grafik nilai frekuensi frame dan idf t kata visual pada video (sebanyak 165 frame dengan frekuensi frame 7747). 120 Kata Visual Kata visual ke- Gambar 22 Sebaran frekuensi frame kata visual pada video.

8 idf Kata visual Gambar 23 Nilai idf t kata visual pada video. Pada Gambar 22 dan 23 dapat dilihat bahwa kata visual dengan frekuensi frame yang besar akan memiliki nilai idf t yang rendah. Hal ini sesuai dengan kaidah Persamaan 7, dimana frekuensi kemunculan kata visual pada seluruh frame video berbanding terbalik dengan bobot kata visual tersebut pada frame yang bersangkutan. Misalnya pada kata visual ke-93 muncul sebanyak 418 kali di 114 frame memiliki nilai idf t terendah, yaitu 0,1606. Kata visual ke-72 memiliki nilai idf t tertinggi yaitu 0,6612 dengan kemunculan sebanyak 145 kali pada 36 frame (nilai frekuensi frame dan idf t disajikan pada Lampiran 3) Pembobotan tf*idf Pembobotan tf*idf menghasilkan bobot komposit untuk tiap kata visual yang ada di setiap dokumen. tf*idf memberikan bobot pada kata visual ke-t di frame ke-i. Tabel 2 memperlihatkan hubungan antara nilai tf*idf dengan frekuensi kemunculan kata visual di setiap frame (detail nilai tf*idf disajikan pada Lampiran 3).

9 30 Tabel 2 Hubungan nilai bobot tf*idf dengan frekuensi kemunculan kata visual pada frame Frekuensi Frekuensi Kata Visual Kemunculan kata Dokumen ke- (tf) (df) idf t tf*idf Log(165/49)= 0, , Log(165/70)= 0, , Log(165/61)= 0, ,84 Sesuai Tabel 2, dapat dilihat bahwa: 1 Nilai tf*idf t bernilai paling tinggi ketika sebuah kata visual (kata visual ke-20) muncul berulang kali (304 kali) hanya di sedikit frame saja (49 frame), sehingga kata visual ini dapat menjadi penciri dari frame-frame tersebut. 2 Nilai tf*idf t bernilai rendah ketika kemunculan sebuah kata visual pada sebuah frame relatif jarang atau muncul pada beberapa frame. Dengan demikian kata visual tersebut memberikan ciri yang sedikit terhadap sebuah dokumen. Seperti pada Tabel 2, kata visual ke-38 dengan frekuensi kemunculan sebanyak 165 kali pada 70 frame. 3 Nilai tf*idf t bernilai paling rendah ketika kata visual muncul di hampir semua frame, sehingga kata visual yang demikian tidak memberikan ciri sama sekali pada frame tersebut. Seperti kata visual ke-1 yang muncul sebanyak 76 kali pada 61 frame Temu Kembali Ada dua jenis temu kembali yang diterapkan, yaitu temu kembali objek dan temu kembali frame. Temu kembali ini dibedakan berdasarkan kueri yang diberikan pada sistem. Frame yang ditemukembalikan pada proses temu kembali adalah 10 frame dengan nilai skor tertinggi untuk tiap-tiap kategori video iklan Temu Kembali Objek Temu kembali objek adalah temu kembali yang dilakukan dengan memberikan kueri berupa cuplikan objek tertentu yang akan ditemukembalikan dari video. Cuplikan objek tersebut dapat berupa citra kemasan produk yang ada di dalam video iklan, citra logo

10 31 produk tertentu atau cuplikan citra wajah model pemeran iklan tersebut. Citra tersebut dapat diambil dari citra yang bukan merupakan bagian dari video yang akan ditemukembalikan. Gambar 24 memperlihatkan contoh kueri untuk melakukan temu kembali objek, citra ini bukan merupakan bagian dari video yang digunakan. Gambar 24 Contoh kueri untuk temu kembali objek. Frame relevan yang berhasil diekstraksi dari setiap kategori video pada proses ekstraksi fitur SIFT untuk temu kembali objek adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Frame relevan untuk kueri objek disajikan pada Lampiran 4. Tabel 3 Daftar jumlah frame relevan untuk temu kembali objek Frame Relevan Frame Terekstraksi No. Objek

11 32 Gambar 25 merupakan hasil temu kembali objek 10 frame dengan skor tertinggi dari setiap kategori video iklan. Citra Kueri a. b. c. d. Hasil Temu Kembali Gambar 25 Hasil temu kembali objek. Sesuai dengan hasil temu kembali objek yang terlihat pada Gambar 25, objek b dan d berhasil ditemukembalikan dengan sempurna dimana seluruh frame yang ditemukembalikan sesuai dengan frame relevan yang ada. Untuk objek a dan c tidak dapat ditemukembalikan dengan sempurna, terdapat beberapa frame yang tidak relevan dengan objek kueri Temu Kembali Frame Temu kembali frame adalah sistem ditugaskan untuk menemukembalikan frame-frame yang sesuai dengan kueri yang

12 33 diberikan. Kueri yang digunakan adalah contoh cuplikan frame yang berhasil diekstraksi dari video tersebut dan bukan citra/frame yang diambil dari luar video. Gambar 26 merupakan frame-frame yang dipakai sebagai kueri. Gambar 26 Contoh kueri untuk temu kembali frame. Frame relevan yang berhasil diekstraksi dari tiap-tiap kategori video pada proses ekstraksi fitur SIFT untuk temu kembali frame adalah seperti terlihat pada Tabel 4. Frame relevan untuk kueri frame disajikan pada Lampiran 5. Tabel 4 Daftar jumlah frame relevan untuk temu kembali frame Frame Relevan Frame Terekstraksi No. Frame Gambar 27 merupakan hasil temu kembali frame, terlihat 10 frame dengan skor tertinggi dari tiap-tiap kategori video iklan.

13 34 Citra Kueri a. b. c. Hasil Temu Kembali d. Gambar 27 Hasil temu kembali frame. Sesuai dengan hasil temu kembali frame yang terlihat pada Gambar 27, frame b, c dan d berhasil ditemukembalikan dengan sempurna dimana seluruh frame yang ditemukembalikan sesuai dengan frame relevan yang ada. Untuk frame a tidak dapat ditemukembalikan dengan sempurna, terdapat frame yang tidak relevan dengan kueri. Kegagalan sistem menemukembalikan objek/frame kueri dengan benar disebabkan objek/frame yang tidak relevan tersebut memiliki kemiripan skor dengan citra kueri. Hal ini berarti terdapat beberapa nilai fitur pada frame yang tidak relevan dikelompokkan ke dalam fitur yang mirip dengan fitur pada frame relevan. 5.5 Evaluasi Penilaian tingkat efektivitas proses temu kembali ditentukan dengan menggunakan nilai precision dan recall serta nilai F-measure dari proses temu

14 35 kembali objek dan temu kembali frame relevansinya berdasarkan hasil pada Tabel 3 dan 4 serta Gambar 25 dan 27. Nilai precision dan recall serta F-measure dihitung sesuai dengan hasil temu kembali yang diperoleh pada sub bab di atas. F-measure merupakan parameter yang menggabungkan nilai precision dan recall sebagai ukuran tunggal keberhasilan temu kembali. Interpolated precision dihitung berdasarkan 11 titik nilai recall (0, 0.1, 0.2,, 1). Nilai recall ini menunjukkan jumlah bagian frame dari seluruh frame yang ditemukembalikan untuk perhitungan nilai precision Precision dan Recall serta F-measure Temu Kembali Objek Tabel 5 merupakan nilai precision dan recall serta F-measure hasil temu kembali objek. Terlihat bahwa temu kembali objek dengan kueri-2 dan kueri-4 memberikan nilai F-measure yang cukup baik sedangkan kueri-1 dan kueri-3 memberikan hasil yang sebaliknya. Tabel 5 Hasil perhitungan precision dan recall serta F-measure untuk temu kembali objek #frame yang dikembalikan Kueri-1 Fatigon #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-2 Pepsodent #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-3Coca-cola #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-4 Susu Bendera #frame relevan Precision Recall F-measure Gambar 28 memperlihatkan gambaran nilai F-measure untuk setiap kueri sampai dengan temu kembali frame ke-10. Untuk kueri-2 dan kueri-4

15 36 memberikan nilai F-measure yang baik, yaitu 63% (kueri-2) dan 87% (kueri-4). Kueri-1 menunjukkan nilai yang fluktuatif mencapai 35% dan kueri-3 memberikan nilai F-measure mencapai 42% Kueri-1 Fatigon Kueri-2 Pepsodent Kueri-3 Coca Cola Kueri-4 Susu Bendera # frame relevam Gambar 28 Nilai F-measure hasil temu kembali objek. Untuk mengetahui nilai precision (Tabel 5) pada setiap titik recall dapat dilakukan dengan menginterpolasi nilai precision pada 11 titik recall. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rataan precision mengalami penurunan pada tingkat nilai recall yang berbeda-beda untuk setiap kueri. Penurunan nilai ini disebabkan pada tingkat nilai recall tersebut sistem sudah tidak dapat menemukembalikan frame yang relevan dengan kueri yang diberikan. Untuk kueri-1 penurunan rataan precision terjadi pada tingkat recall 0,4 dengan nilai rataan precision mencapai 0,45. Kueri-2, penurunan rataan precision terjadi pada tingkat recall 0,5 dengan nilai rataan precision pada tingkat recall tersebut 0,55, sedangkan untuk kueri- 3 rataan precision hanya mencapai 0,33 pada tingkat recall 0,3. Untuk kueri-4 penurunan nilai rataan precision mencapai 0,82 terjadi pada tingkat recall 0,8.

16 37 Tabel 6 Nilai precision hasil temu kembali objek yang diinterpolasikan pada 11 titik nilai recall Interpolated Precision Fatigon Pepsodent Coca-cola Susu Bendera Rataan Recall Recall 0,0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,2 1,00 1,00 0,83 1,00 0,96 0,3 1,00 1,00 0,80 1,00 0,95 0,4 1,00 1,00 0,00 1,00 0,75 0,5 0,00 1,00 0,00 1,00 0,50 0,6 0,00 0,00 0,00 1,00 0,25 0,7 0,00 0,00 0,00 1,00 0,25 0,8 0,00 0,00 0,00 1,00 0,25 0,9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Rataan Precision 0,45 0,55 0,33 0,82 0,54 Trade off nilai Interpolated precision pada 11 tingkat nilai recall yang paling baik ada pada hasil temu kembali objek dengan kueri-4, dimana sebanyak 82% frame relevan berhasil ditemukembalikan dengan benar. Nilai rataan precision yang paling buruk ada pada hasil temu kembali objek dengan kueri-3, dimana frame relevan yang berhasil ditemukembalikan mencapai 33% Precision dan Recall, F-measure Temu Kembali Frame Tabel 7 merupakan nilai precision dan recall serta F-measure hasil temu kembali frame. Terlihat bahwa temu kembali frame memberikan nilai precision, recall dan F-measure yang baik pada seluruh kueri, dimana pada kueri-1 dan kueri-4 nilai F-measure mencapai nilai 90% dan 100%. Nilai F-measure yang demikian mengindikasikan temu kembali frame menunjukkan hasil yang sangat baik.

17 38 Tabel 7 Hasil perhitungan precision dan recall serta F-measure untuk temu kembali frame #frame yang dikembalikan Kueri-1 Fatigon #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-2 Pepsodent #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-3 Coca-cola #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-4 Susu Bendera #frame relevan Precision Recall F-measure Kueri-1 Fatigon Kueri-2 Pepsodent Kueri-3 Coca-cola Kueri-4 Susu Bendera #frame relevan Gambar 29 Nilai F-measure temu kembali frame. Gambar 29 memperlihatkan gambaran nilai F-measure untuk tiaptiap kueri hingga temu kembali frame ke-10. Untuk kueri-1 dan kueri-4 memberikan nilai F-measure yang baik, yaitu mencapai 90% (kueri-1) dan

18 39 100% (kueri-4). Kueri-2 dan kueri-3 mempunyai nilai F-measure mencapai 67% dan 74%. Tabel 8 Nilai precision hasil temu kembali frame yang diinterpolasi pada 11 titik nilai recall Interpolated Precision Recall Fatigon Pepsodent Coca-cola Susu Bendera Rataan Recall 0,0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,3 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,4 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,5 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,6 1,00 0,00 1,00 1,00 0,75 0,7 1,00 0,00 0,00 1,00 0,50 0,8 1,00 0,00 0,00 1,00 0,50 0,9 1,00 0,00 0,00 1,00 0,50 1,0 0,00 0,00 0,00 1,00 0,25 Rataan Precision 0,91 0,55 0,64 1,00 0,77 Untuk mengetahui nilai precision (Tabel 7) pada setiap titik recall dilakukan dengan menginterpolasi nilai precision pada 11 titik recall. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai rataan precision mengalami penurunan pada tingkat nilai recall yang berbeda-beda untuk tiap-tiap kueri. Untuk kueri-1, penurunan rataan precision terjadi pada tingkat recall 0,9, dengan nilai rataan precision mencapai 0,91. Kueri-2, penurunan rataan precision terjadi pada tingkat recall 0,5 dengan nilai rataan precision pada tingkat recall tersebut 0,55, sedangkan untuk kueri- 3 rataan precision mencapai 0,64 pada tingkat recall 0,6. Untuk kueri-4 nilai rataan precision mencapai 1,00, dimana seluruh dokumen relevan berhasil ditemukembalikan oleh sistem. Trade off nilai interpolated precision pada 11 tingkat nilai recall yang paling baik ada pada hasil temu kembali frame dengan kueri-4, yaitu 100% frame relevan berhasil ditemukembalikan dengan benar. Nilai rataan precision yang paling buruk ada pada hasil temu kembali frame

19 40 dengan kueri-2, dimana frame relevan yang berhasil ditemukembalikan mencapai 55% Temu kembali objek Temu kembali frame ,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Tingkat Recall Gambar 30 Perbandingan rataan recall hasil temu kembali objek dan temu kembali frame. Secara umum temu kembali frame menunjukkan hasil yang sangat bagus jika dibandingkan dengan temu kembali objek. Gambar 30 menunjukkan perbandingan rataan recall temu kembali objek dan temu kembali frame. Temu kembali frame memberikan rataan recall yang lebih baik daripada hasil temu kembali objek. 5.6 Pembahasan Secara umum temu kembali frame (rataan precision 77% untuk keempat jenis kueri) memberikan hasil evaluasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil temu kembali objek (rataan precision 54% untuk keempat jenis kueri). Hal ini disebabkan oleh kueri yang diberikan kepada sistem, dimana kueri untuk temu kembali frame diambil secara langsung dari hasil ekstraksi frame video yang bersangkutan sehingga properti yang terdapat pada citra frame tersebut tidak jauh berbeda dengan komponen frame yang lainnya. Untuk temu kembali objek, citra yang digunakan sebagai kueri murni berasal dari luar video sehingga properti citra tersebut akan sangat beragam jika dibandingkan dengan citra frame yang

20 41 diekstraksi dari video. Hal ini menunjukkan beberapa keterbatasan pada model VSM antara lain: 1 Frame dengan objek yang banyak dan rumit akan direpresentasikan kurang bagus sehingga hasil temu kembali menjadi kurang baik dimana frame yang demikian akan menghasilkan scalar product yang rendah sedangkan dimensinya sangat besar. 2 Kata visual yang terekstraksi dari citra kueri harus sesuai/cocok dengan kata visual yang terdapat pada frame. Adanya substring kata visual akan menghasilkan "false positive match" sehingga dapat menurunkan precision. 3 Sensitivitas semantik, frame dan kueri dengan konteks yang mirip tetapi dengan kata visual yang berbeda tidak akan memberikan hasil temu kembali yang baik dan menghasilkan "false negative match" hal ini akan menurunkan nilai recall. 4 Urutan/peran kata visual yang muncul pada frame/kueri hilang ketika direpresentasikan didalam ruang vektor. 5 Kata visual yang terekstraksi diasumsikan bersifat bebas satu sama lain. Faktor lainnya yang mempengaruhi hasil temu kembali objek ini adalah hanya digunakannya satu buah detektor saja untuk mendeteksi keberadaan keypoint di dalam frame dan kueri. Operator Gaussian di dalam difference of Gaussian (DoG) yang digunakan pada SIFT kurang sensitif dan tidak dapat mendeteksi kemunculan sudut (corner) meskipun detektor DoG dapat mendeteksi keberadaan tepi (edge). Hal ini berpengaruh pada temu kembali objek dengan bentuk yang rumit (dengan keberadaan sudut relatif banyak) seperti pada contoh Gambar 31, keypoint yang terdeteksi dari citra logo produk Coca-cola. Gambar 31 Keypoint pada objek dengan bentuk yang rumit.

21 42 Keypoint yang berhasil dideteksi oleh SIFT pada citra kueri tersebut sebanyak 257 keypoint. Setelah dilakukan temu kembali, frame relevan yang berhasil ditemukembalikan hanya 3 frame saja seperti terlihat pada Gambar 32 pada rangking ke-7, rangking ke-9 dan ke-10. Gambar 32 Hasil temu kembali objek dengan bentuk yang rumit. 5.7 Pengembangan Sistem Sistem dibangun dengan menggunakan MATLAB versi 7 dan dilengkapi dengan Graphical User Interface (GUI) agar dapat lebih mudah digunakan dan user friendly. Rancangan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat lebih mudah dioperasikan, Gambar 33 merupakan interface yang dikembangkan: Gambar 33 Interface sistem. Interface tersebut terdiri dari 5 modul utama antara lain modul untuk operasi dasar video (play & stop), modul untuk ekstraksi fitur SIFT, modul VSM untuk temu kembali, modul untuk mencocokkan frame hasil temu kembali dengan citra/frame kueri dan modul untuk menampilkan hasil temu kembali.

22 43 Berikut detail interface sistem sesuai dengan Gambar 33, 1 Merupakan menu untuk melakukan operasi sistem, terdiri atas dua menu dengan sub menu sebagai berikut (Gambar 34): a. b. Gambar 34 Tampilan menu bar. a Menu File, terdiri atas 3 submenu antara lain submenu Open video yang berfungsi mengambil video yang akan diproses, submenu Open query yang berfungsi mengambil citra/frame yang akan dijadikan sebagai kueri dan menu Exit berfungsi keluar dari sistem. b Menu Action, terdiri atas 3 submenu antara lain submenu pertama Process video, submenu ini dibagi lagi menjadi 3 sub submenu, yaitu sub submenu Extract feature untuk melakukan ekstraksi fitur SIFT dari video input, sub submenu Generate model merupakan modul yang berfungsi melakukan kuantisasi fitur SIFT dan membangun model VSM dan sub submenu Do all merupakan modul gabungan antara sub submenu Extract feature dan sub submenu Generate model. Submenu kedua Retrieved frames, merupakan menu yang berfungsi melakukan temu kembali objek/frame berdasarkan kueri yang diberikan. Submenu Match berfungsi melakukan pencocokan fitur yang terdeteksi pada frame dengan fitur yang ada pada citra objek/frame. 2 Merupakan jendela untuk menampilkan cuplikan frame video ketika user melakukan playback video dan temu kembali (Gambar 36 a). 3 Merupakan interface yang merangkum semua fungsi yang terdapat pada menu bar (poin 1). Fungsi dari tombol tersebut sama dengan fungsi yang terdapat pada menu bar (Gambar 35).

23 44 Gambar 35 Interface untuk mengakses modul penting pada sistem. 4 Jendela ini berfungsi menampilkan citra objek/frame yang dijadikan sebagai kueri ke dalam sistem (Gambar 36 b). a. b. Gambar 36 Interface untuk menampilkan frame video (a) dan frame kueri (b). 5 Merupakan jendela yang berfungsi menampilkan hasil temu kembali, dimana frame yang ditampilkan adalah 5 frame dengan skor tetinggi (Gambar 37). Untuk menampilkan 10 frame dengan skor tertinggi dapat dilakukan dengan menekan tombol Show other (Top10) (tombol pada poin 3) (Gambar 39). Gambar 37 Jendela untuk menampilkan hasil temu kembali.

24 45 Fitur SIFT hasil temu kembali dapat dicocokkan dengan fitur SIFT yang terdeteksi pada citra/frame kueri, pencocokan fitur ini dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi Match (Gambar 35) atau dengan mengakses sub menu Match dari menu bar Action. Gambar 38 merupakan contoh pencocokan fitur yang berhasil dilakukan oleh modul Match. Gambar 38 Contoh hasil pencocokan fitur antara citra kueri dengan frame yang berhasil ditemukembalikan. Gambar 39 berikut memperlihatkan 10 frame dengan skor tertinggi untuk citra kueri yang diujikan pada Gambar 38. Gambar 39 Frame dengan skor tertinggi (10 frame) yang berhasil ditemukembalikan oleh sistem.

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 13 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Penelitian dilakukan dalam lima tahapan utama, yaitu ekstraksi frame video, ekstraksi fitur SIFT dari seluruh frame, pembentukan kantong kata visual

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output,

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output, 5 II INJAUAN PUSAKA.1 Fitur Scale Invariant Feature ransform (SIF) Fitur lokal ditentukan berdasarkan pada kemunculan sebuah objek pada lokasi tertentu di dalam frame. Fitur yang dimaksudkan haruslah bersifat

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b 7 dengan nilai σ yang digunakan pada tahap pelatihan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat akurasi SVM terhadap citra yang telah diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model klasifikasi.

Lebih terperinci

ANALISIS KLASTERING LIRIK LAGU INDONESIA

ANALISIS KLASTERING LIRIK LAGU INDONESIA ANALISIS KLASTERING LIRIK LAGU INDONESIA Afdilah Marjuki 1, Herny Februariyanti 2 1,2 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank e-mail: 1 bodongben@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di bidang information retrieval telah memunculkan berbagai metode pembobotan dan clustering untuk mengelompokkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap utama : Persiapan, Evaluasi

3. METODOLOGI. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap utama : Persiapan, Evaluasi 3. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Penelitian dilakukan dalam tiga tahap utama : Persiapan, Evaluasi dan Pembuatan Prototipe Sistem (Gambar 3.1). Tahap Persiapan terdiri dari pengumpulan dokumen, input

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini menjelaskan mengenai tahapan analisis dan perancangan sistem yang akan dikembangkan, yaitu Sistem Identifikasi Buron. Bab ini terbagi atas 5 bagian yang

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis.

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis. BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI Pada Bab ini, penulis akan membahas mengenai prosedur dan metodologi seperti perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis. 3.1 Sistem CBIR Gambar 3.1 Sistem

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Crawler Definisi Focused Crawler dengan Algoritma Genetik [2]

BAB II DASAR TEORI Crawler Definisi Focused Crawler dengan Algoritma Genetik [2] BAB II DASAR TEORI Pada bab ini dibahas teori mengenai focused crawler dengan algoritma genetik, text mining, vector space model, dan generalized vector space model. 2.1. Focused Crawler 2.1.1. Definisi

Lebih terperinci

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Bab III ANALISIS&PERANCANGAN Pada penelitian sebelumnya yaitu ANALISIS CBIR TERHADAP TEKSTUR CITRA BATIK BERDASARKAN KEMIRIPAN CIRI BENTUK DAN TEKSTUR (A.Harris Rangkuti, Harjoko Agus;

Lebih terperinci

beberapa tag-tag lain yang lebih spesifik di dalamnya.

beberapa tag-tag lain yang lebih spesifik di dalamnya. metode mana yang lebih baik digunakan untuk memilih istilah ekspansi yang akan ditambahkan pada kueri awal. Lingkungan Implementasi Perangkat lunak yang digunakan untuk penelitian yaitu:. Windows Vista

Lebih terperinci

Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002).

Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002). 6 kebanyakan informasi tentang suatu garis tepi objek akan berada pada frekuensi rendah dari transformasi Fourier diskret (Petković & Krapac 2002). Pada penerapan ekstraksi venasi daun, inisialisasi parameter

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM (SIFT) Vikri Ahmad Fauzi (0722098) Jurusan Teknik Elektro email: vikriengineer@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Video Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang citra bergerak. Teknologi ini biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB 3 PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK A 3 PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK Pada bab ini diuraikan mengenai perancangan perangkat lunak untuk implementasi aplikasi pengenalan obyek tiga dimensi dengan metode Subclass Discriminant Analysis (SDA).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sentimen dari pengguna aplikasi android yang memberikan komentarnya pada fasilitas user review

Lebih terperinci

Integrasi Peringkas Dokumen Otomatis Dengan Penggabungan Metode Fitur dan Metode Latent Semantic Analysis (LSA) Sebagai Feature Reduction

Integrasi Peringkas Dokumen Otomatis Dengan Penggabungan Metode Fitur dan Metode Latent Semantic Analysis (LSA) Sebagai Feature Reduction Integrasi Peringkas Dokumen Otomatis Dengan Penggabungan Metode Fitur dan Metode Latent Semantic Analysis (LSA) Sebagai Feature Reduction Junta Zeniarja 1, Abu Salam 2, Ardytha Luthfiarta 3, L Budi Handoko

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi pengolahan citra semakin pesat. Salah satu bidang pengolahan citra tersebut adalah bidang identifikasi citra

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Fitur. Reduksi & Pengelompokan. Gambar 3.1. Alur Pengelompokan Dokumen

BAB III PERANCANGAN. Fitur. Reduksi & Pengelompokan. Gambar 3.1. Alur Pengelompokan Dokumen BAB III PERANCANGAN Pada bab ini akan delaskan tahapan yang dilalui dalam melakukan perancangan penelitian yang akan dilakukan dalam tugas akhir ini. Tahapan tersebut meliputi perancangan implementasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan diuraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Bagian ini akan menjelaskan mengenai analisis dan perancangan sistem yang akan dikembangkan. 4.1 ANALISIS KEBUTUHAN Secara umum pengembangan Sistem Identifikasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan informasi yang semakin banyak menjadikan ringkasan sebagai kebutuhan yang sangat penting (Mulyana, 2010). Menurut (Hovy, 2001) Ringkasan merupakan teks

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Text Mining Text mining merupakan suatu teknologi untuk menemukan suatu pengetahuan yang berguna dalam suatu koleksi dokumen teks sehingga diperoleh tren, pola, atau kemiripan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang ENDHULUN Saat ini kemampuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi daun menadi kebutuhan yang besar bagi taksonomis dalam mengetahui keanekaragaman tanaman (Hickey et al 999).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rekomendasi Sistem rekomendasi adalah sebuah sistem yang dibangun untuk mengusulkan informasi dan menyediakan fasilitas yang diinginkan pengguna dalam membuat suatu keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin canggihnya teknologi di bidang komputasi dan telekomunikasi pada masa kini, membuat informasi dapat dengan mudah didapatkan oleh banyak orang. Kemudahan ini

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Korpus Data korpus berisi berita-berita nasional berbahasa Indonesia dari tanggal 11 Maret 2002 sampai 11 April 2002. Berita tersebut berasal dari berita online harian

Lebih terperinci

SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI

SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI ROCCHIO CLASSIFICATION Badrus Zaman, S.Si., M.Kom Doc. 1..???? Doc. 2..**** Doc. 3. #### Doc. 4..@@@ 081211633014 Emilia Fitria Fahma S1 Sistem Informasi Pengertian Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Metodologi penelitian.

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Metodologi penelitian. 4 penelitian i, kata diasosiasikan dengan anotasi citra (kata) dan dokumen diasosiasikan dengan citra. Matriks kata-citra tersebut didekomposisi meadi : A USV T dengan A adalah matriks kata-citra, matriks

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang

PENDAHULUAN. Latar belakang Latar belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara megabiodiversity yang memiliki kekayaan tumbuhan obat. Indonesia memiliki lebih dari 38.000 spesies tanaman (Bappenas 2003). Sampai tahun 2001 Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. 5 Mulai HASIL DAN PEMBAHASAN Kromosom P = rand [0,1] Ya P < Pm R = random Gen(r) dimutasi Selesai Tidak Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. Hasil populasi baru yang terbentuk akan dievaluasi kembali dan

Lebih terperinci

PENCARIAN FULL TEXT PADA KOLEKSI SKRIPSI FAKULTAS TEKNIK UHAMKA MENGGUNAKAN METODE VECTOR SPACEMODEL

PENCARIAN FULL TEXT PADA KOLEKSI SKRIPSI FAKULTAS TEKNIK UHAMKA MENGGUNAKAN METODE VECTOR SPACEMODEL Vol. 2, 2017 PENCARIAN FULL TEXT PADA KOLEKSI SKRIPSI FAKULTAS TEKNIK UHAMKA MENGGUNAKAN METODE VECTOR SPACEMODEL Miftahul Ari Kusuma 1*, Mia Kamayani 2, Arry Avorizano 3 Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Tabel 3 Situs berita dan jumlah RSS yang diunduh Situs Berita

Tabel 3 Situs berita dan jumlah RSS yang diunduh Situs Berita 6 besar dibandingkan dengan istilah yang berada pada description. Lingkup Implemental Lingkungan implementasi yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Perangkat Lunak : Sistem operasi Windows XP Professional

Lebih terperinci

INFORMATION RETRIEVAL SYSTEM PADA PENCARIAN FILE DOKUMEN BERBASIS TEKS DENGAN METODE VECTOR SPACE MODEL DAN ALGORITMA ECS STEMMER

INFORMATION RETRIEVAL SYSTEM PADA PENCARIAN FILE DOKUMEN BERBASIS TEKS DENGAN METODE VECTOR SPACE MODEL DAN ALGORITMA ECS STEMMER INFORMATION RETRIEVAL SSTEM PADA PENCARIAN FILE DOKUMEN BERBASIS TEKS DENGAN METODE VECTOR SPACE MODEL DAN ALGORITMA ECS STEMMER Muhammad asirzain 1), Suswati 2) 1,2 Teknik Informatika, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data dengan menggunakan model Bayesian Network. Nilai kemiripan dapat dihitung dengan Persamaan 21. P(I j Q)=n[1-(1-P(CS j CS)) x(1-p(ct j CT))] (21) dengan n adalah jumlah citra pada basis data, P(CS j CS)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function

BAB IV PEMBAHASAN. A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) untuk diagnosis penyakit jantung

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Term Frequency Inverse Document Frequency dan Vector Space Model untuk Klasifikasi Dokumen Naskah Dinas

Implementasi Algoritma Term Frequency Inverse Document Frequency dan Vector Space Model untuk Klasifikasi Dokumen Naskah Dinas Implementasi Algoritma Term Frequency Inverse Document Frequency dan Vector Space Model untuk Klasifikasi Dokumen Naskah Dinas A. Achmad 1, A. A. Ilham 2, Herman 3 1 Program Studi Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Content Based Image Retrieval (CBIR) atau dikenal sebagai query dengan konten image dan pengambilan informasi visual berbasis konten merupakan penerapan teknik

Lebih terperinci

Pendahuluan. Praktikum Pengantar Pengolahan Citra Digital Departemen Ilmu Komputer Copyright 2008 All Rights Reserved

Pendahuluan. Praktikum Pengantar Pengolahan Citra Digital Departemen Ilmu Komputer Copyright 2008 All Rights Reserved 1 Pengenalan Matlab Pendahuluan Matlab adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk analisis dan visualisasi data. Matlab didesain untuk mengolah data dengan menggunakan operasi matriks. Matlab juga

Lebih terperinci

Pemanfaatan Metode Vector Space Model dan Metode Cosine Similarity pada Fitur Deteksi Hama dan Penyakit Tanaman Padi

Pemanfaatan Metode Vector Space Model dan Metode Cosine Similarity pada Fitur Deteksi Hama dan Penyakit Tanaman Padi Pemanfaatan Metode Vector Space Model dan Metode Cosine Similarity pada Fitur Deteksi Hama dan Penyakit Tanaman Padi Ana Triana Informatika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. dengan melampirkan tabel data precision dan recall serta diagram-diagramnya Precision Recall Interpolasi

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. dengan melampirkan tabel data precision dan recall serta diagram-diagramnya Precision Recall Interpolasi 67 BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Hasil Penelitian dan Evaluasi 4.1.1 Hasil Penelitian Berikut disajikan beberapa data hasil query dari penelitian yang dilakukan dengan melampirkan tabel data precision dan

Lebih terperinci

Sistem Temu-Kembali Informasi Perhitungan Kemiripan

Sistem Temu-Kembali Informasi Perhitungan Kemiripan Sistem Temu-Kembali Informasi Perhitungan Kemiripan (Pembobotan Term dan Penskoran dalam Model Ruang Vektor, Penskoran dalam Sistem Pencarian Lengkap) Husni Program Studi Teknik Informatika Universitas

Lebih terperinci

Analisis dan Pengujian Kinerja Korelasi Dokumen Pada Sistem Temu Kembali Informasi

Analisis dan Pengujian Kinerja Korelasi Dokumen Pada Sistem Temu Kembali Informasi Jurnal Integrasi, vol. 6, no. 1, 2014, 21-25 ISSN: 2085-3858 (print version) Article History Received 10 February 2014 Accepted 11 March 2014 Analisis dan Pengujian Kinerja Korelasi Dokumen Pada Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

Pengujian Kerelevanan Sistem Temu Kembali Informasi

Pengujian Kerelevanan Sistem Temu Kembali Informasi Pengujian Kerelevanan Sistem Temu Kembali Informasi Ari Wibowo / 23509063 Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Batam Jl. Parkway No 1 Batam Center, Batam wibowo@polibatam.ac.id Abstrak Sistem

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam BAB PEMBAHASAN.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi karyawan berdasarkan input citra hasil capture webcam. Sistem akan melakukan posting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang DAFTAR TABEL Tabel 3-1 Dokumen Term 1... 17 Tabel 3-2 Representasi... 18 Tabel 3-3 Centroid pada pengulangan ke-0... 19 Tabel 3-4 Hasil Perhitungan Jarak... 19 Tabel 3-5 Hasil Perhitungan Jarak dan Pengelompokkan

Lebih terperinci

Sistem Temu Kembali Informasi pada Dokumen Teks Menggunakan Metode Term Frequency Inverse Document Frequency (TF-IDF)

Sistem Temu Kembali Informasi pada Dokumen Teks Menggunakan Metode Term Frequency Inverse Document Frequency (TF-IDF) Sistem Temu Kembali Informasi pada Dokumen Teks Menggunakan Metode Term Frequency Inverse Document Frequency (TF-IDF) 1 Dhony Syafe i Harjanto, 2 Sukmawati Nur Endah, dan 2 Nurdin Bahtiar 1 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebutuhan Sistem Sebelum melakukan penelitian dibutuhkan perangkat lunak yang dapat menunjang penelitian. Perangkat keras dan lunak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

Analisis dan Pengujian Kinerja Korelasi Dokumen Pada Sistem Temu Kembali Informasi

Analisis dan Pengujian Kinerja Korelasi Dokumen Pada Sistem Temu Kembali Informasi Analisis dan Pengujian Kinerja Korelasi Dokumen Pada Sistem emu Kembali Informasi Ari Wibowo Program Studi eknik Multimedia dan Jaringan, Politeknik Negeri Batam E-mail : wibowo@polibatam.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Proses masking terhadap citra bertujuan sebagai penandaan tempat pada citra yang akan disisipkan pesan sedangkan filtering bertujuan untuk melewatkan nilai pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Support Vector Machines (SVM) merupakan salah satu metode machine

BAB III METODOLOGI. Support Vector Machines (SVM) merupakan salah satu metode machine BAB III METODOLOGI 3.1 Hipotesis Support Vector Machines (SVM) merupakan salah satu metode machine learning yang dapat melakukan klasifikasi data dengan sangat baik. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Masalah Dalam mengetahui suatu bahan jenis kulit cukup sulit karena bahan jenis kulit memeliki banyak jenis. Setiap permukaan atau tekstur dari setiap jenisnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D Penelitian ini mengembangkan model sistem pengenalan wajah dua dimensi pada citra wajah yang telah disiapkan dalam

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Junia Kurniati Computer Engineering Department Faculty of Computer Science Sriwijaya University South Sumatera Indonesia

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI PENCARIAN INFORMASI BEASISWA DENGAN MENGGUNAKAN COSINE SIMILARITY

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI PENCARIAN INFORMASI BEASISWA DENGAN MENGGUNAKAN COSINE SIMILARITY Vol. 4, No. 2 Desember 2014 ISSN 2088-2130 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI PENCARIAN INFORMASI BEASISWA DENGAN MENGGUNAKAN COSINE SIMILARITY Andry Kurniawan, Firdaus Solihin, Fika Hastarita Prodi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku merupakan media informasi yang memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, karena dengan buku kita dapat memperoleh banyak informasi, pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Identifikasi Masalah Identifikasi permasalahan ini bahwasanya diambil dari sudut pandang masyarakat tentang objek (batik) yang dikenal dari segi pola dan gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi perangkat lunak dewasa ini tidak terlepas dari berkembangnya studi mengenai kecerdasan buatan. Ada dua hal yang termasuk dari kecerdasan buatan

Lebih terperinci

Aplikasi Citra Mosaik Panoramik

Aplikasi Citra Mosaik Panoramik Aplikasi Citra Mosaik Panoramik Reyza Rizki Mahaputra dan Karmilasari Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Tekonologi Informasi, Universitas Gunadarma, Depok - Indonesia, [reyza riz, karmila]@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Rahmatulloh (2016). Penelitian yang berjudul Rancang Bangun Sistem Informasi Pencarian Benda Hilang Lost &

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian merupakan bagian yang berisi rancangan yang akan dilakukan dalam penelitian. Dimana tahap-tahapan pembangunan sistem ini dapat dilihat

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN MODUL REKOMENDASI SECTION PADA OPEN JOURNAL SYSTEM (OJS)

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN MODUL REKOMENDASI SECTION PADA OPEN JOURNAL SYSTEM (OJS) PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN MODUL REKOMENDASI SECTION PADA OPEN JOURNAL SYSTEM (OJS) (Kata kunci: Jurnal, K-Nearest Neighbor, Karya Ilmiah, Klasifikasi Penyusun Tugas Akhir

Lebih terperinci

VECTOR SPACE MODEL. Tujuan 4/2/13. Budi Susanto

VECTOR SPACE MODEL. Tujuan 4/2/13. Budi Susanto Text & Web Mining - Budi Susanto - TI UKDW 1 VECTOR SPACE MODEL Budi Susanto Text & Web Mining - Budi Susanto - TI UKDW 2 Tujuan Memahami model index berdasar pada bobot untuk binary retrieval model Memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era ini perkembangan teknologi informasi sangat pesat. Hal ini ditandai dengan semakin populernya penggunaan internet dan perangkat lunak komputer sebagai

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 61 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis 3.1.1 Analisis Permasalahan Proses Segmentasi citra dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan metode konvensional secara statistik maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Segmentasi Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk mendapatkan informasi dari basisdata citra. Segmentasi warna adalah proses mengelompokkan citra

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEKNIK SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM (SIFT)

PERBANDINGAN TEKNIK SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM (SIFT) PERBANDINGAN TEKNIK SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM (SIFT) DAN MULTISCALE LOCAL BINARY PATTERN (MLBP) DALAM PENGENALAN WAJAH DENGAN CITRA MASUKAN BERUPA CITRA SKETSA WAJAH Yuwono (0922013) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 4.1 Analisa Analisa merupakan tahapan yang sangat penting dalam melakukan penelitian. Tahap analisa yaitu proses pembahasan persoalan atau permasalahan yang dilakukan sebelum

Lebih terperinci

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Text mining

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Text mining BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Text mining Text mining adalah proses menemukan hal baru, yang sebelumnya tidak diketahui, mengenai informasi yang berpotensi untuk diambil manfaatnya dari

Lebih terperinci

Text & Web Mining - Budi Susanto - TI UKDW 1 VECTOR SPACE MODEL. Budi Susanto

Text & Web Mining - Budi Susanto - TI UKDW 1 VECTOR SPACE MODEL. Budi Susanto Text & Web Mining - Budi Susanto - TI UKDW 1 VECTOR SPACE MODEL Budi Susanto Text & Web Mining - Budi Susanto - TI UKDW 2 Parametric dan zone Index Sebuah dokumen, selain tersusun dari deretan term, juga

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu preprocessing citra, ekstraksi citra, SIFT, dan pencocokan citra.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu preprocessing citra, ekstraksi citra, SIFT, dan pencocokan citra. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu preprocessing citra, ekstraksi citra, SIFT, dan pencocokan citra. Gambar 3.1 Kerangka penelitian 42 43

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang

PENDAHULUAN. Latar belakang Latar belakang PEDAHULUA Kata kunci atau yang biasa disebut dengan query pada pencarian informasi dari sebuah search engine digunakan sebagai kriteria pencarian yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi senantiasa membawa dampak secara langsung maupun tidak langsung, baik itu berdampak positif maupun negatif dan akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Driver 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat menjalankan driver ini adalah: Prosesor Pentium

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimental dimana metode ini bekerja dengan memanipulasi dan melakukan kontrol pada objek penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Precision Pada penelitian ini, eksperimen dilakukan terhadap 160 gambar ZuBuD yang terdiri dari 40 kategori gambar (setiap kategori terdiri atas 4 gambar).

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN K-MEANS DAN FUZZY C- MEANS DENGAN BERBAGAI RUANG WARNA

SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN K-MEANS DAN FUZZY C- MEANS DENGAN BERBAGAI RUANG WARNA SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN K-MEANS DAN FUZZY C- MEANS DENGAN BERBAGAI RUANG WARNA Kamil Malik Jurusan Teknik Informatika STT Nurul Jadid Paiton nomor1001@gmail.com Andi Hutami Endang Jurusan Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Retrival Citra Saat ini telah terjadi peningkatan pesat dalam penggunaan gambar digital. Setiap hari pihak militer maupun sipil menghasilkan gambar digital dalam ukuran giga-byte.

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Penggunaan citra yang semakin meningkat menimbulkan kebutuhan retrival citra yang juga semakin meningkat. Diperlukan suatu metode retrival citra yang efektif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan rangkaian dari langkah-langkah yang diterapkan dalam penelitian, secara umum dan khusus langkah-langkah tersebut tertera pada Gambar flowchart

Lebih terperinci

PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL

PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL Makalah Nomor: KNSI-472 PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL Barep Wicaksono 1, Suryarini Widodo 2 1,2 Teknik Informatika, Universitas Gunadarma 1,2 Jl.

Lebih terperinci

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4 APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Informatika, STMIK Mikroskil, Medan 1,2,3,4

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Document summarization adalah proses pengambilan teks dari sebuah dokumen dan membuat sebuah ringkasan yang mempunyai informasi yang lebih berguna bagi user

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI PADA KUMPULAN DOKUMEN SKRIPSI

PENERAPAN SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI PADA KUMPULAN DOKUMEN SKRIPSI 18 PENERAPAN SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI PADA KUMPULAN DOKUMEN SKRIPSI Karter D. Putung, Arie Lumenta, Agustinus Jacobus Teknik Informatika Universitas Sam Ratulangi Manado, Indonesia. karterputung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. diformulasikan digunakan dalam proses temu kembali selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diformulasikan digunakan dalam proses temu kembali selanjutnya. beberapa kata. Menurut Baeza-Yates dan Ribeiro-Neto (1999), tidak semua kata dapat digunakan untuk merepresentasikan sebuah dokumen secara signifikan Pemrosesan teks yang dilakukan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Pemanfaatan Aljabar Vektor Pada Mesin Pencari

Pemanfaatan Aljabar Vektor Pada Mesin Pencari Pemanfaatan Aljabar Vektor Pada Mesin Pencari Anwar Ramadha 13514013 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci