Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT SUBTELNY PADA MAHASISWA INDIA TAMIL FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

Volume 46 Number 2 June 2013

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

Volume 46, Number 4, December 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

KARAKTERISTIK PROFIL JARINGAN LUNAK PADA PENDERITA OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS DENGAN KEBIASAAN BERNAPAS MELALUI MULUT

GAMBARAN ESTETIS WAJAH MENURUT MERRIFIELD PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

PERBANDINGAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

Hubungan Retraksi Gigi Anterior dengan Bentuk Bibir pada Perawatan Protrusif Bimaksilar dengan Teknik Begg

PROFIL JARINGAN LUNAK DAN KERAS WAJAH LELAKI DAN PEREMPUAN DEWASA ETNIS ACEH BERDASARKAN KETURUNAN CAMPURAN ARAB, CINA, EROPA DAN HINDIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat membantu dalam menilai hubungan rahang dalam arah sagital dan vertikal. Di antara komponen jaringan lunak tersebut, posisi bibir merupakan salah satu hal penting karena termasuk dalam sepertiga posisi wajah bagian bawah dan dapat berubah dengan perawatan ortodonti. 4 Posisi dan postur bibir juga dipengaruhi dari susunan dan inklinasi gigi insisivus. 1,2,4,14 Oleh karena itu, perubahan jaringan lunak yang dapat terlihat dalam perawatan ortodonti berada di sekitar bibir. 5,15 2.1 Penilaian Profil Wajah Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain adalah metode langsung pada jaringan lunak, fotometri, dan sefalometri. (Gambar 1) 16 Gambar 1. Fotometri Profil 16

Radiografi sefalometri juga dapat membantu dalam analisis profil wajah. Analisis sefalometri merupakan hal yang penting dalam bidang kedokteran gigi. Analisis sefalometri ini berperan penting dalam diagnosis, pembuatan rencana perawatan dan pemantauan perkembangan perawatan. 1,2 Fungsi radiografi sefalometri dalam bidang ilmu ortodonti adalah untuk membantu: 1,2 1. Diagnosis ortodonti dalam pemaparan struktur skeletal, dental dan jaringan lunak. 2. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah. 3. Pembuatan rencana perawatan. 4. Evaluasi hasil sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. 5. Perkiraan arah pertumbuhan. 6. Sebagai alat bantu dalam riset yang melibatkan regio kraniodentofasial Sefalometri terbagi menjadi dua tipe: 1. Sefalogram Frontal. Gambaran frontal atau antero-posterior dari tengkorak kepala (Gambar 2a). 2. Sefalogram Lateral. Gambaran lateral dari tengkorak kepala (Gambar 2b). 2,8 Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sefalometri lateral untuk melakukan penilaian profil bibir. (a) (b) Gambar 2. Sefalogram (a) frontal, (b) lateral 2 2.2 Titik-titik (Landmarks) Jaringan Lunak pada Sefalogram Lateral Landmarks merupakan suatu titik panduan dalam pengukuran sefalometri. Sefalometri menggunakan landmarks atau titik-titik tertentu pada tengkorak kepala yang mana digunakan

untuk pengukuran dan analisis kuantitatif. Analisis terhadap jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan sefalogram lateral. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 3), antara lain: Nasion kulit (N 1 ), Pronasal (Pr), Subnasal (Sn), Labrale superior (Ls), Superior labrale sulkus (Sls), Stomion superior (Stm s ), Stomion inferior (Stm i ), Labrale inferior (Li), Inferior labrale sulkus (Ils), Pogonion kulit (Pog 1 ), dan Menton kulit (Me 1 ). 8 Gambar 3. Titik-titik jaringan lunak pada sefalometri lateral 8 2.3 Garis-garis Referensi Analitik dari Posisi Bibir Horizontal Garis profil merupakan sebuah garis referensi dari area pada wajah yang dipengaruhi oleh pergerakan gigi geligi dalam arah antero-posterior. Beberapa garis telah dilaporkan dalam penelitian sebelumnya untuk mengevaluasi posisi antero-posterior bibir, antara lain garis Ricketts (garis E), garis Holdaway (garis H), garis Steiner (garis S1), garis Burstone (garis B), garis Sushner (garis S2). Garis-garis referensi ini melibatkan titik-titik yang berbeda sehingga memungkinkan dihasilkan suatu evaluasi posisi bibir yang berbeda. Maka, pemilihan akan garis mana yang paling tepat digunakan masih sering menjadi sebuah permasalahan. 4-6,9,17

2.3.1 Garis Ricketts (garis E) Sejumlah garis dan sudut yang menghubungkan titik-titik antropometrik telah dikemukakan, salah satunya adalah garis E yang dikemukakan oleh Ricketts. Garis tersebut dapat mengidentifikasi secara proporsional apakah bibir terlalu maju atau hidung dan dagu yang terlalu mundur. Garis E merupakan salah satu garis yang paling sering digunakan sebagai garis referensi dalam diagnosis dan rencana perawatan ortodonti karena kemudahan dalam pemakaian dan interpretasinya. 5,8,14 Seorang individu mempunyai profil yang harmonis apabila labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E sedangkan labrale inferior (Li) 1-2 mm di belakangnya. Posisi labrale superior (Ls) dan labrale inferior (Li) merupakan profil bibir atas dan bibir bawah. Oleh karena itu, titik Ls dan titik Li dapat berada di depan atau belakang garis. Diberikan tanda minus jika terletak di belakang garis E sebaliknya diberikan tanda positif jika terletak di depan garis E. Apabila letak titik Ls lebih 4 mm di belakang garis E, maka profil tampak cembung begitu juga sebaliknya. Namun demikian, menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis kelamin (Gambar 4). 5,8,14 Gambar 4. Garis Ricketts (Garis E) 8 2.3.2 Garis Holdaway (garis H) Holdaway mempergunakan garis H untuk menggambarkan sebuah garis harmoni sebagai analisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak. Garis H ini diperoleh dengan

menarik garis dari titik Pog 1 yang merupakan singkatan dari pogonion kulit (pog 1 ) ke labrale superior (Ls). Kemudian dilakukan analisis pada setiap bagian profil jaringan lunak berdasarkan jaraknya terhadap garis H. 3,8,12 Holdaway melakukan 11 analisis pengukuran untuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari: jarak pronasal atau puncak hidung, jarak sulkus labrale superior (Sls) dan sulkus labrale inferior (Sli), jarak Li atau bibir bawah ke garis H, besar sudut wajah, tebal bibir atas, besar sudut garis H, tebal dagu, kurva bibir atas dan kecembungan skeletal (Gambar 5). 8,15 Gambar 5. Garis Holdaway (Garis H) 15 2.3.3 Garis Burstone (garis B) Dalam diagnosis suatu kasus ortodonti, Burstone menyatakan bahwa jaringan lunak merupakan penentu terakhir dari keharmonisan dan estetik fasial. Burstone mengatakan bahwa postur bibir dapat merupakan salah satu faktor etiologi yang menyebabkan malrelasi dari gigi geligi. Beliau menyarankan bahwa postur bibir harus menjadi salah satu faktor primer dalam rencana perawatan. 16,17 Garis B yang dinyatakan oleh Burstone pada tahun 1958 digambarkan dari subnasal (Sn) ke pogonion jaringan lunak (Pog 1 ) (Gambar 6). Pada penelitian terhadap ras Kaukasoid,

Burstone menyimpulkan bahwa bibir atas dan bibir bawah berada pada 3,5 mm dan 2,2 mm dari anterior garis tersebut. 17,18 Gambar 6. Garis Burstone (Garis B) 18 2.3.4 Garis Steiner (garis S1) Steiner menggunakan garis S untuk menganalisis estetika profil jaringan lunak. Steiner membuat kurva berbentuk huruf S terbalik yang dihubungkan dari titik Pr, Sn, dan Ls dengan garis tebal putus-putus. Garis Steiner (S1) tersebut juga digambarkan dari bagian tengah kurva S antara pronasal dan subnasal ke pogonion jaringan lunak (Gambar 7). Bibir pada profil wajah yang seimbang akan menyentuh garis tersebut. 1,2,8 Dalam penilaiannya, Steiner kemudian mengemukakan penilaiannya secara terpisah menjadi tiga bagian, yakni skeletal, dental dan jaringan lunak. Analisis dalam aspek jaringan lunak memungkinkan penilaian keseimbangan dan harmoni profil fasial bagian bawah. Steiner, Ricketts dan Holdaway mengembangkan kriteria-kriteria dan garis-garis referensi untuk keseimbangan profil wajah. Walaupun belum ada keseragaman konsep akan apa yang mendefinisikan suatu profil ideal, garis referensi Steiner telah banyak digunakan ortodontis untuk menilai keseimbangan jaringan lunak wajah. 1,2,8

Gambar 7. Garis Steiner (Garis S1) 15 2.3.5 Garis Sushner (garis S2) Sebuah garis S2 dikemukakan oleh Sushner pada tahun 1977. Garis tersebut digambarkan dari nasion jaringan lunak (N 1 ) ke pogonion jaringan lunak (Pog 1 ) (Gambar 8). Analisis profil menurut Sushner, garis S2 adalah garis yang ditarik dari bibir atas dan bibir bawah yang berada di anterior. Sushner melakukan perbandingan antara populasi orang berkulit hitam dan orang berkulit putih. Pengukuran garis Sushner terhadap bibir atas adalah 8,8 mm dan bibir bawah adalah 6,7 mm pada wanita, sedangkan pada pria perbandingan bibir atas adalah 10,3 mm dan bibir bawah adalah 8 mm. 8,9

Gambar 8. Garis Sushner (Garis S2) 18 2.4 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi yang merupakan pusat pendidikan perguruan tinggi di pulau Sumatera memiliki mahasiswa yang berasal dari berbagai etnis. Etnis tersebut berasal dari ras Proto Melayu, Deutro Melayu, Mongoloid dan India. Fisher berpendapat bahwa ada dua pola geografik manusia Indonesia yang sering menjadi masalah antara lain karena adanya invasi etnik dan kebudayaan yang berlangsung berabad-abad, dan karena terpisah-pisahnya wilayah yang mempengaruhi dispersi rasial dan difusi kebudayaan. Oleh karena itu Fisher membaginya menjadi dua antara lain adalah ras Deutro Melayu dan ras Proto Melayu. 19 Ras Deutro Melayu terdiri dari orang-orang Aceh, Minangkabau, Sumatera Pesisir, Rejang Lbong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado pesisir, Sunda kecil timur dan Melayu; ras Proto Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak dan Toraja, sedangkan orang Jakarta, Borneo Melayu, Banjar dan penduduk pesisir Sulawesi adalah campuran Deutro Melayu dan Proto Melayu. 19