BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari daun sirih adalah sebagai berikut : 13,14

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut dan bersama grup viridans lainnya umum terdapat di saluran pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikeluhkan masyarakat.menurut survei di Indonesia, karies gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Bahkan saat ini banyak industri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB 1 PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur (Ayuningtyas, 2011). Jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dijual dipasaran, diantaranya adalah chlorhexidine. Chlorhexidine sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dalam bentuk kapang terjadi melalui terbentuknya koloni koloni

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranahta

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam rongga mulut. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (2006) menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 0,1%, usia tahun 0,4 %, usia tahun 1,8%, usia tahun 5,9%

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

BAB 5 HASIL PE ELITIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Sirih / Piper betle L. 2.1.1 Klasifikasi ilmiah Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari daun sirih adalah sebagai berikut : 13,14 Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Piperales Family : Piperaceae Gambar 1. Daun sirih jawa Genus : Piper Species : P. Betle 2.1.2 Gambaran umum Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pohon di sekelilingnya dengan daunnya yang berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh bersilang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar dan mengeluarkan bau jika diremas. Batangnya berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat dan berkerut. Sirih hidup subur dengan ditanam di daerah tropis dengan ketinggian 300-1000 m di atas permukaan laut terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik dan air. 10 Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar

manfaatnya. 14,15 Dalam farmakologi Cina, sirih dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat dan pedas. 14 Secara tradisional, daun sirih telah digunakan untuk menyembuhkan mata merah atau iritasi dengan merendam daun sirih dalam air mendidih di wadah dan digunakan setelah air agak dingin. Daun sirih juga digunakan untuk menghentikan perdarahan akibat mimisan dengan menggulung daun sirih menyerupai rokok dan ujungnya yang runcing dimasukkan ke dalam lubang hidung. 10 Penggunaan ekstrak daun sirih untuk berkumur dianjurkan jika mukosa mulut mengalami pembengkakan, membersihkan nafas yang berbau (halitosis) akibat gigi gangren serta untuk menghentikan darah dan membersihkan luka pencabutan gigi. 10 2.1.3 Kandungan Farmakologi Daun Sirih Daun sirih memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas dan tajam. Rasa dan aroma yang khas tersebut disebabkan oleh kavikol dan bethelphenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Selain itu itu, faktor lain yang menentukan aroma dan rasa daun sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur sirih, jumlah sinar matahari yang sampai ke bagian daun dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan. 10 Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri atas fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol, kavibetol, karvacol, eugenol, dan allilpyrocatechol. 7,14 Selain minyak atsiri, daun sirih juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula, pati dan asam amino. 10 Kandungan eugenol dalam daun sirih mempunyai sifat antifungal. 7,14 Daun sirih yang sudah dikenal sejak tahun 600 SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan antijamur. 10 Hal ini disebabkan oleh turunan fenol yaitu kavikol dalam sifat

antiseptiknya lima kali lebih efektif dibandingkan fenol biasa. 13,14 Dengan sifat antiseptiknya, sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka dan mengobati pendarahan hidung / mimisan. 14 Eugenol dalam daun sirih bersifat antifungal dengan menghambat pertumbuhan yeast (sel tunas) dari Candida albicans dengan cara merubah struktur dan menghambat pertumbuhan dinding sel. Ini menyebabkan gangguan fungsi dinding sel dan peningkatan permeabilitas membran terhadap benda asing dan seterusnya menyebabkan kematian sel. 16 Daun sirih juga memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus viridans, Actinomyces viscosus, dan Staphylococcus aureus. 17,18 2.1.4 Penelitian Tentang Daun Sirih Adanya keyakinan yang berlangsung turun temurun dari masyarakat mengenai khasiat daun sirih menarik perhatian para ilmuwan untuk meneliti khasiat daun sirih secara klinis. 19 Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut: 2.1.4.1 Penelitian Atiek Soemati dan Berna Elya pada tahun 2002 Atiek Soemati dan Berna Elya telah melakukan penelitian untuk mengetahui efek antijamur infusum daun sirih terhadap Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dilusi untuk penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan metode difusi untuk penentuan diameter zona hambatan. Hasil penentuan KHM menunjukkan bahwa infusum daun sirih mempunyai efek antijamur. Diameter zona hambat infusum daun sirih 250 mg/ml adalah 10,43 mm, 500 mg/ml adalah 12,33 mm dan 1000mg/ml adalah 16,80 mm. 9

2.1.4.2 Penelitian Adeltrudes B. Caburian dan Marina O. Osi Adeltrudes B. Caburian dan Marina O. Osi telah melakukan evaluasi dan mengobservasi karakteristik aktivitas antimikrobal dari minyak atsiri daun sirih. Penelititan mereka menunjukkan minyak atsiri daun sirih mempunyai kadar hambat minimal 250 µg/ml terhadap Candida albicans, 125 µg/ml terhadap Staphylococcus aureus, 15,60 µg/ml terhadap Streptococcus pyogenes dan 1,95 µg/ml terhadap Trichophyton mentagrophytes. Zona hambat pula adalah 90 mm pada Candida albicans, T. mentagrophytes dan S.pyogenes dan 67,50 mm pada S. aureus. 7

2.2 Candida albicans 2.2.1 Klasifikasi Ilmiah 20 Kingdom : Fungi Phylum : Ascomycota Subphylum : Saccharomycotina Class : Saccharomycetes Order : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Genus : Candida Species : C. albicans Gambar 2. Pertumbuhan Candida albicans pada media Sabouraud Dekstrosa Agar Gambar 3. Gambaran mikroskopis Candida albicans pada pewarnaan gram 2.2.2 Gambaran Umum Candida albicans adalah jamur diploid dan agen oportunistik yang mampu menyebabkan infeksi pada daerah oral dan genital pada manusia. Candida albicans adalah sebagian dari mikroorganisme flora normal rongga mulut, mukosa membran, dan saluran gastrointestin.

Candida albicans mengkolonisasi di permukaan mukosa pada waktu atau sesudah kelahiran manusia dan resiko untuk terjadinya infeksi selalu didapat. 21 Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan germ tube yang akan membentuk pseudohifa. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya yaitu suhu, ph dan sumber energi. 21 Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk pseudohifa yang terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong disekitar septum. Pada beberapa strain blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan berdiameter sekitar 8-12µ. 22 Candida albicans dapat tumbuh pada beberapa variasi ph tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada ph antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh pada suhu 28 o C - 37 o C. Candida albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. 22 Jamur ini merupakan organisme fakultatif anaerob yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans dilakukan dalam suasana anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO 2 dan H 2 O dalam suasana aerob. Sedangkan suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat, etanol dan CO 2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat

dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. 22 2.2.3 Struktur Fisik Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan dalam proses perlekatan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut memberi bentuk pada sel dan melindungi sel yeast dari lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. 22 Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat kering dinding sel, β-1,3-d-glukan dan β 1,6-D-glukan sekitar 47-60 %, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk yeast, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel yeast. Dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda yaitu fibrillar layer, mamoprotein, β glucan, β glucan-chitin dan membran plasma. 22

Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda (Gambar 3). 22 Gambar 4. Dinding sel Candida albicans Sel Candida albicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. 22

2.2.4 Patogenesis Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantari komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Setelah terjadi proses perlekatan, Candida albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase. Proses penetrasi yang terjadi tergantung dari keadaan imun dari pejamu. 22 Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saprofit dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidiasis antara lain disebabkan oleh : 22 1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang buruk, misalnya: bayi baru lahir, orang tua rentan, penderita penyakit menahun, orang-orang dengan gizi rendah. 2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus 3. Kehamilan 4. Permukaan kulit yang lembab karena terpapar oleh air, keringat, urin atau saliva. 5. Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik. Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi pseudohifa dan tekanan dari pseudohifa tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam

jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase. 22 Keberadaan daripada pseudohifa Candida albicans yang ditemukan merupakan indikator daripada infeksi Candida (kozinn & Taschidjian, 1962). Hifa atau pseudohifa lebih sering ditemukan pada pasien denture stomatitis daripada pasien yang menggunakan protesa tanpa denture stomatitis. 23 Candida albicans yang dikultur pada media Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA) pada temperatur 37 o C setelah 48 jam akan memperlihatkan koloni berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, licin, berwarna krem, halus, berbentuk pasta, mempunyai bau jamur, dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat pada koloni yang sudah tua. 21,24

Gambar 5. Pertumbuhan dimorfik Candida albicans. 23 A- Blastospora membentuk tunas. B- Pada keadaan tertentu pertumbuhan berbentuk silinder terjadi pada permukaan blastospora membentuk germ tube. C- Germ tube membesar dan septa tumbuh pada ujung apikal dari germ tube yang memanjang dan membentuk hifa. D- Cabang hifa atau cabang skunder terbentuk dari septa dan mengandung miselium, germ tube yang telah bercabang ini disebut pseudohifa. E- Cabang skunder terlepas dari filament dan disebut blastospora.

2.3 Denture stomatitis Denture stomatitis adalah perubahan patologik pada mukosa penyangga protesa di dalam ronga mulut. Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah protesa lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Denture Sore Mouth dan Chronic Atropic Candidosis adalah istilah lain yang juga digunakan untuk menyatakan kelainan atau keadaan ini. 2 Walaupun perubahan pada mukosa penyangga protesa, tetapi protesa bukan merupakan satu-satunya penyebab. Budtz-Jorgensen mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian protesa yang terusmenerus, oral higine yang jelek, alergi dan gangguan faktor sistemik. 25 Sehubungan dengan beberapa macam etiologi yang diduga dapat menimbulkan denture stomatitis, gambaran klinis yang tampak tidak memberikan bentuk yang spesifik dan menurut Newton, secara klinis denture stomatitis dibagi 3 tipe yaitu: 25 Tipe I Tipe II Tipe III : tampak hiperemi berupa noda atau titik sebesar jarum pentul : eritema yang tidak berbatas tegas : inflamasi granular atau hiperplasia papilar Gambaran atropi epitel, stratum korneum yang tipis disertai infiltrasi leukosit pada epitel, lebih sering ditemukan pada pemeriksaan histopatologi pada denture stomatitis oleh karena Candida Albicans dibanding denture stomatitis yang disebabkan trauma. 25

Gambar 6. Denture stomatitis pada palatum 2 Perawatan lokal denture stomatitis biasanya cukup efektif, termasuk mensterilkan protesa lepasan dalam larutan antiseptik dan pemberian tablet hisap Nistatin 500.000 unit 3 kali perhari atau obat anti jamur lainnya. Selain itu penderita disarankan selalu menjaga kebersihan rongga mulutnya termasuk pembersihan plak pada pemakai protesa sebagian harus selalu dilaksanakan untuk menjaga kebersihan rongga mulut tetap baik. Selain itu protesa lepasan yang sudah tidak stabil lagi sebaiknya diperbaharui. 25