Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Hasil Dan Pembahasan

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

TINJAUAN PUSTAKA II.

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

BAB VI PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KAYU GELONDONGAN, MEBEL DAN KAROSERI

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

PEMBUATAN KOMPOS SECARA AEROB DENGAN BULKING AGENT SEKAM PADI

PENGOLAHAN SAMPAH SAYUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAKAKURA SERTA PENGARUH EM4 DAN STATER DARI TEMPE PADA PROSES PEMATANGAN KOMPOS.

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

BAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG. Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

Limbah dan Pemanfaatannya. Telco 1000guru dengan SMA Batik 1 Solo 23 Februari 2012

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

Karakteristik Limbah Padat

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, industri tepung aren menghasilkan limbah cair dan limbah padat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI TATAJER

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Iklim Perubahan iklim

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.1

Oleh: ANA KUSUMAWATI

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

STRATEGI MEMPERPANJANG UMUR TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Sampah Sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Pada kenyataannya, sampah menjadi masalah yang selalu timbul baik di kota besar maupun di daerah-daerah. Berbagai cara dalam mengatasi akumulasi sampah ini telah menjadi program rutin pemerintah daerah (Suriawiria, 2002). II.1.1 Klasifikasi Sampah Sampah dapat diklasifikasikan menurut sumber, bentuk, jenis, sifat, dan toksisitasnya. Berdasarkan sumbernya, sampah dapat digolongkan menjadi sampah domestik, yaitu sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia secara langsung, misalnya sampah rumah tangga dan sampah pasar, dan sampah non domestik, yaitu sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia secara tidak langsung, misalnya limbah pabrik dan sampah dari peternakan. Sedangkan berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan sebagai sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari bahan-bahan padat, lalu sampah cair, yaitu sampah yang berbentuk cair atau terlarut dalam cairan, dan sampah udara, biasanya disebut sebagai polusi udara. Berdasarkan jenisnya, sampah dapat digolongkan menjadi dua yaitu sampah organik, yaitu sampah yang berasal dari senyawa organik, misalnya sisa tanaman, makanan, ataupun kotoran hewan. Lalu sampah anorganik, yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri, misalnya plastik, kaca, dan logam. Berdasarkan sifatnya, sampah digolongkan dalam kelompok mudah terdegradasi, umumnya sampah organik termasuk dalam kelompok ini, dan sukar terdegradasi, umumnya sampah anorganik seperti plastik dan kaca.

5 Menurut toksisitasnya, sampah dikelompokkan menjadi dua yaitu sampah non toksik dan sampah toksik. Pengelompokkan menurut toksisitas sangat berguna untuk pemilihan metode yang tepat dan standar keselamatan kerja dalam mengolah sampah (Suriawiria, 2002). II.1.2 Pertumbuhan Sampah Kota Sampah di kota besar sangat bervariasi. Timbulan sampah kota Bandung pada tahun 2003 ditunjukkan dengan tabel berikut. Tabel 1. Timbulan Sampah kota Bandung pada tahun 2003 No. Sumber Timbulan Sampah (m 3 /hari) 1 Pemukiman 3.978 2 Komersial 312 3 Industri 787 4 Pasar Tradisional 613 5 Fasilitas Umum 1.361 6 Sapuan Jalan 449 7 Lainnya - Jumlah 7.500 Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung (2003) Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung Data menunjukkan bahwa sumber timbulan sampah kota Bandung tertinggi adalah sampah yang berasal dari pemukiman. Sedangkan komposisi sampah kota Bandung sendiri menunjukkan jumlah terbanyak adalah sampah basah atau sampah organik. Sampah organik mencapai lebih dari 70% dari total sampah kota yang dihasilkan kota Bandung. Tahun 2007 ini diperkirakan timbulan sampah per hari semakin meningkat dan menghasilkan sampah yang jumlahnya setara dengan kota besar seperti Surabaya dan Jakarta dengan adanya akumulasi timbulan sampah Kabupaten Bandung, Kotamadya Bandung dan Cimahi (PD Kebersihan, 2003). Pertumbuhan sampah yang makin cepat sempat mengakibatkan bom sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Leuwigajah pada tahun 2005 dimana jumlah

6 sampah telah melewati kapasitas maksimum TPA dan mengakibatkan beberapa korban jiwa penduduk setempat. Oleh karena itu pengolahan sampah menjadi topik yang menarik untuk dilakukan dimana permasalahan yang dihadapi riil sehingga dapat dilanjutkan menjadi proyek penelitian pemerintah dan dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan standar lingkungannya. II.1.3 Sampah Organik Sampah kota di setiap kota besar, termasuk di kota Bandung, sebagian besar merupakan jenis sampah organik. Tabel 2. Komposisi Sampah di Semarang, Bandung dan Jakarta tahun 1995 Komposisi (%) Semarang Bandung Jakarta Bahan Organik 68,75 73,25 73,92 Kertas 5,45 9,70 10,18 Plastik 14,15 8,58 7,86 Logam - 0,50 2,04 Kulit - 0,40 0,55 Kayu - 3,60 0,98 Tekstil - 0,90 1,57 Gelas 0,16 0,43 1,75 Lain-lain 5,97 2,64 1,22 Sumber: BPPT. (1998) Teknologi Pembuatan Pupuk Organik (KOMPOS) dari Sampah Kota, http://www.iptek.net.id/ind/terapan/terapan_idx.php?doc=artikel_26, diakses tanggal 30 Maret 2003 Jadi dengan mengolah bahan organik dari sampah kota, permasalahan sampah dapat direduksi 70% lebih dari total sampah yang dibuang tiap harinya. Karakteristik dari sampah organik telah banyak diteliti untuk memperoleh kandungan senyawa organik dan kimia dari sampah. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya racun selama proses pembuangan dan menjaga kondisi tanah di lokasi pembuangan sampah. Berdasarkan beberapa data analisa yang telah

7 dilakukan peneliti sebelumnya, kandungan kimia yang terdapat di dalam sampah sisa tanaman adalah sebagai berikut : Tabel 3. Kandungan sampah sisa tanaman Kandungan Persentasi Air 10-60% Senyawa Organik 25-35% Nitrogen 0,4-1,2% Fosfor 0,2-0,6% Kalium 0,8-1,5% Kapur 4-7% Karbon 12-17% Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos merupakan biokonversi yang sangat baik dimana sampah yang merupakan masalah dikonversi menjadi pupuk tanaman yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi dimana unsur hara ini merupakan komponen utama metabolisme pada tanaman (Suriawiria, 2002). II.2 Kompos dari Sampah Organik Kompos merupakan hasil dekomposisi biologis dari sampah organik oleh mikroba, jamur, cacing, dan organisme lain dimana kondisi proses terkendali dan terdapat oksigen selama proses. Dalam penelitian ini dilakukan sampling pada tempat pengkomposan skala kawasan di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) RW 11 Cibangkong Bandung. Pemilihan tempat pengkomposan tersebut karena pencapaian temperatur yang cukup tinggi pada fase utamanya. II.2.1 Jenis Kompos Kompos dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu kompos hijau (green compost) dan kompos coklat (brown compost). Kompos hijau merupakan kompos dengan kandungan nitrogen yang cukup besar, biasanya diperoleh dari sumber daundaunan dan kotoran hewan, sedangkan kompos coklat merupakan kompos dengan

8 kandungan karbon yang cukup besar. Jenis kompos tersebut dapat ditentukan dengan melihat rasio C/N material. II.2.2 Manfaat Kompos Kompos memiliki banyak manfaat terutama dalam bidang pertanian. Peranan kompos menyangkut tanah adalah di dalam mempertahankan dan meningkatkan sifat fisik, biologis dan kimia tanah. Terutama sifat fisik tanah yang mudah sekali berubah bergantung pada cuaca dan kondisi lingkungan sekitar. Hal ini memberikan banyak keuntungan kepada para petani dalam mengolah tanah pertaniannya. Kompos sebagai pupuk organik memiliki beberapa fungsi yang berkaitan dengan perannya sebagai penahan dan peningkat fungsi fisik tanah. Fungsi pertama adalah untuk mengatur kelembaban tanah. Kondisi tanah yang lembab mengakibatkan kehidupan mikroorganisme dan proses metabolisme tanah dapat berjalan dengan baik. Kompos juga berguna sebagai pengatur sirkulasi keadaan oksigen di dalam tanah, sedangkan oksigen sangat diperlukan dalam kehidupan mikroorganisme tanah. Selain itu, kompos dapat mempermudah penetrasi akar di dalam tanah. Penetrasi akar di dalam tanah merupakan cara tanaman memperoleh nutrient. Fungsi kompos yang lain adalah untuk membentuk tanah menjadi resapan air yang baik. Hal ini sangat berguna dalam bidang konservasi air tanah dimana kesuburan tanah dapat terjaga. Kompos juga berguna sebagai sumber untuk unsurunsur mikro dan zat pertumbuhan bagi tanaman dari dalam tanah. Pertumbuhan, perkembangan, bahkan kesehatan tanaman bergantung dari kandungan organik yang cukup sehingga makin baik komposisi kandungannya makin baik pula hasil tanamannya. Karakter tekstur dan sifatnya membuat kompos berguna dalam pengaturan penyerapan unsur-unsur oleh akar. Kondisi ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk oleh tanaman.

9 Sifat fisik tanah yang baik akan berpengaruh pula terhadap sifat biologis dan kimia tanah namun sifat biologis dan kimia juga dipengaruhi oleh iklim serta letak geografis dari tanah tersebut sehingga kompos kurang berperan secara langsung (Suriawiria, 2002; Buurman, et al., 1996). II.2.3 Komposisi dan Parameter Kualitas Kompos Komposisi kandungan kompos yang baik buat tanah dan tanaman dipengaruhi oleh beberapa parameter utama. Parameter tersebut meliputi rasio C/N, kelembaban (moisture), aerasi atau pengaliran udara, suhu, ukuran partikel, ph, kandungan nutrisi, dan agitasi atau pembalikan dan pencampuran selama proses. Kualitas kompos juga ditentukan dari warna dan teksturnya yang berubah. Kompos tersebut telah matang jika tekstur bersifat gembur dan dapat hancur dipegang tangan serta warnanya telah berubah coklat kehitaman. Penentuan rasio C/N menunjukkan jenis kompos dan laju proses degradasi sampah organik. Dalam menentukan rasio C/N biasanya dilakukan dengan penentuan total karbon dan penentuan total nitrogen. Metode yang umum digunakan dalam menentukan total karbon organik adalah titrasi oksidasi K 2 Cr 2 O 7 dan total nitrogen adalah titrasi Kjeldahl. Telah diteliti sebelumnya bahwa setiap material organik memiliki jumlah total karbon yang lebih besar daripada jumlah total nitrogen sehingga nilai rasio C/N tidak mungkin kurang dari 1,0. Sedangkan rasio C/N pada fase optimum sekitar 30 hingga 35 dan kompos yang sudah jadi memiliki rasio C/N di bawah 20 (Leifeld, et al., 2002). Kandungan air atau kelembaban sangat mempengaruhi kompos oleh karena itu dalam tempat sampling dilakukan penyemprotan air saat kondisi udara kering. Jika kondisi cuaca hujan atatu basah, air lindi dari kompos tersebut langsung terserap ke dalam tanah sehingga tidak diperlukan pengeringan lagi. Kelembaban yang baik untuk kompos yang telah jadi sekitar 60% (Leifeld, et al., 2002).

10 Aerasi berguna untuk kehidupan mikroorganisme dalam proses pengkomposan. Mikroba harus mendapatkan oksigen yang cukup untuk hidup. Penelitian ini menggunakan proses open windrow sehingga aerasi dilakukan bersamaan dengan agitasi. Proses agitasi atau pencampuran berfungsi untuk mengkondisikan kompos agar tetap homogen dengan membalik tumpukan kompos tersebut dan terkadang memindahkan ke tempat yang baru (Florida Online Composting Center, http://www.compostinfo.com, diakses tanggal 4 Agustus 2003). Temperatur yang baik selama proses pengkomposan antara 35 hingga 70 o C. Peningkatan temperatur di atas suhu 70 o C mengakibatkan terjadinya supresi mikroba termofilik kompos probiotik normal dan menumbuhkan mikroba baru jenis ekstrimofilik yang masih belum diketahui efeknya terhadap kualitas kompos. Temperatur akan menurun saat proses pengkomposan dengan mikroba telah berakhir. Ukuran partikel menentukan kecepatan degradasi sampah karena semakin kecil ukuran partikel, maka proses degradasi akan semakin cepat. Sedangkan ph selama proses tidak berpengaruh namun ph pada hasil kompos berpengaruh pada tanaman. ph tanah yang dipengaruhi kompos memiliki efek pada pertumbuhan tanaman. Faktor lainnya adalah kandungan nutrisi yang merupakan sumber kebutuhan tanaman terutama nitrogen, fosfat, dan kalium (Leifeld, et al., 2002). Tetapi perkembangan teknik dan metode mikrobiologi yang berkembang akhirakhir ini dan berbagai penemuan mengenai mikroba tanah dan kompos menyebabkan komunitas mikroba yang ada dalam proses pengkomposan ternyata juga mempengaruhi komposisi kompos sehingga dimasukkan pula menjadi salah satu parameter dalam menentukan kualitas kompos. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis mikroba kompos dengan cepat dan memiliki informasi yang lengkap (Koschinsky, et al. 1999, Steger, et al. 2003, Yang, et al. 2007; Zhou, et al. 1996, Frank-Whittle, et al., 2005).

11 II.2.4 Proses Pengkomposan Proses pengkomposan secara umum dapat dilihat pada gambar 1 tetapi dalam skala besarnya dapat dibagi dalam beberapa tahapan sejak sampah kota (raw waste material) masuk ke dalam tempat pemrosesan. Tahapan yang pertama adalah sortasi sampah yang bertujuan untuk memisahkan sampah organik dari bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan. Selanjutnya tahap kedua yaitu pembuatan tumpukan atau penentuan teknologi pengkomposan yang paling sesuai dengan lokasi dan kapasitas tempat. Tahap ketiga adalah perlakuan terhadap kompos yaitu melakukan pembalikan atau agitasi selang beberapa waktu, kemudian menjaga kandungan air dalam kompos dengan penyiraman jika mulai kering, serta memperhatikan perubahan temperatur selama proses pengkomposan dimana temperatur akan meningkat selama proses degradasi oleh mikroba pengkomposan. Sampah Organik Karbon, Nitrogen, Fosfor, Kalium MIKROORGANISME DALAM SAMPAH Sampah terdegradasi Rasio C/N ideal 30 Karbon, Nitrogen, Fosfor, Kalium MIKROORGANISME BEKERJA Kompos matang Rasio C/N 10-20, ph 6-8.5 Karbon, Nitrogen, Fosfor, Kalium MIKROORGANISME MATI Air dan Oksigen Energi panas Karbon dioksida Air Suhu puncak TAHAP INISIASI TAHAP PENDINGINAN DAN PEMATANGAN Gambar 1. Diagram alir proses dasar pengkomposan. Sampah organik memiliki rasio C/N awal 60 kemudian menurun hingga 30 saat suhu tertinggi, baru kemudian mencapai 20 saat kompos telah matang. Proses degradasi oleh mikroba berakhir saat penurunan suhu telah terjadi. Selanjutnya pada fase pendinginan diperoleh kompos yang matang (BPPT, 1998.

12 Teknologi Pembuatan Pupuk Organik (KOMPOS) dari Sampah Kota, http://www.iptek.net.id/ind/terapan/terapan_idx.php?doc=artikel_26, diakses tanggal 30 Maret 2003). Tahap keempat adalah pengayakan untuk mendapatkan ukuran partikel kompos yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Pengayakan juga berfungsi sekaligus untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses sortasi. Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan lagi ke dalam tumpukan yang baru dan bahan yang lolos dari proses sortasi dibuang sebagai residu. Selanjutnya tahap terakhir dari runtutan produksi kompos adalah pengemasan dimana kompos yang telah diayak dikemas ke dalam kantung plastik kedap air atau karung. II.3 Metoda Pembuatan Kompos dan Reaktor Kompos Dalam pengolahan sampah organik menjadi kompos terdapat beberapa strategi pengolahannya. Strategi tersebut dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu optimum yang ingin dicapai, ketersediaan tempat dan lahan, kontinuitas proses, dan hasil serta kualitas kompos yang diproduksi. Beberapa teknologi pembuatan kompos dapat dijelaskan dari tabel 4 tetapi perkembangan dalam teknologi pengkomposan masih berkembang dan tidak tertutup kemungkinan untuk inovasi teknik pengkomposan yang baru. Metode sanitary landfill yang merupakan salah satu teknik pengolahan sampah tidak termasuk dalam teknologi pembuatan kompos karena tidak perlu dilakukan sortasi sampah untuk mendapatkan sampah organiknya saja dan tidak secara spesifik bertujuan untuk menghasilkan kompos. Kompos yang digunakan untuk penelitian diproduksi dari reaktor yang telah diatur kondisinya. Biasanya kondisi yang diperhatikan adalah asupan aerasi, kandungan air, penambahan zat-zat kimia dan zat keluaran selama proses antara lain adalah air lindi dan gas yang dihasilkan (Leifeld, et al., 2002).

13 Tabel 4. Jenis metoda pengkomposan. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan biasanya teknologi pengkomposan disesuaikan dengan kapasitas timbulan sampah, ketersediaan lahan, dan tujuan pengkomposan. (Principles and practice : compost sampling for lab analysis) No. Metode Ilustrasi Keterangan Pengkomposan 1. Home Bin Biasanya merupakan reaktor pengkomposan sederhana di rumah tangga. Kapasitasnya tidak besar dan pemasukan sampah dilakukan kontinu tiap hari. 2. Turned Berupa tumpukan sampah Windrow / organik yang disusun Open Windrow horizontal memanjang agar udara dapat lewat di sela-sela tumpukan. Biasanya sumber sampah organik berskala kawasan RT atau RW. Pemasukan sampah tidak dilakukan tiap hari tetapi setiap seminggu sekali dibuat tumpulkan baru. 3. Static Piles Tumpukan sampah yang disusun secara statis dan dibiarkan hingga mengalami proses pengkomposan alami. Pada bagian tengah tumpukan sering terjadi proses pengkomposan anaerobik.

14 4. Agitated Bin Tumpukan sampah organik yang ditumpuk di atas sebuah bejana yang dapat dibalik (proses agitasi). Agitasi atau pembalikan biasa dilakukan setiap 3 hari hingga seminggu sekali, tergantung dari kapasitas bejana dan proses eksotermik yang terjadi. 5. Enclosed Bejana pengkomposan yang Vessel memiliki bentuk vertikal sehingga dapat menghemat lahan. Sampah organik dimasukkan dari atas bejana dan hasil kompos dipanen dari dasar bejana. Proses pengkomposan terjadi bertahap dari atas ke bawah secara vertikal. 6. Rotating Bejana pengkomposan yang Vessel berbentuk silindris dengan posisi horizontal. Secara berkala silinder diputar untuk mendapatkan efek agitasi dan homogenisasi kompos. Metoda ini baik digunakan untuk mendapatkan hasil kompos yang homogen dan bertekstur lebih halus.

15 7. Cure Pile Metoda pengkomposan ini mirip dengan static pile tetapi pada tumpukan yang sama selalu ditambah dengan timbulan sampah yang baru. Pemanenan hasil kompos biasanya setelah selang beberapa bulan dan diambil dari bagian tengah dasar tumpukan. 8. Bagged Product Proses pengkomposan dengan cara dibungkus satu persatu. Metoda ini biasanya tidak dilakukan sejak awal proses pengkomposan tetapi saat kompos memasuki fase pendinginan dan pematangn yaitu saat temperatur mulai turun. Metode ini dapat menghemat tempat kompos dan menyediakan tempat baru untuk sampah organik yang baru datang. 9. Fresh Debris Metoda ini merupakan versi kontinu dari metoda cure-pile. Setiap sampah yang baru datang ditumpuk di gundukan baru. Metoda ini membutuhkan lahan yang agak besar.

16 10. Bench-Lab Unit Metoda ini merupakan proses pengkomposan terkendali yaitu dengan mengatur asupan dan keluaran selama proses pengkomposan sehingga diperoleh hasil yang diinginkan. Reaktor yang digunakan biasanya didesain secara khusus dan tidak memiliki kapasitas yang besar.