ROADMAP PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO

dokumen-dokumen yang mirip
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 97/M-IND/PER/8/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

ROADMAP INDUSTRI GULA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA Peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke 3 Tanggal September 2015 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

ROADMAP INDUSTRI GULA

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Kakao Dunia

FOCUS GROUP DISCUSSION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pe n g e m b a n g a n

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

AGRIBISNIS KAKAO DAN PRODUK OLAHANNYA BERKAITAN DENGAN KEBIJAKATAN TARIF PAJAK DI INDONESIA

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

Jakarta, 17 Februari 2010

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 139/M-IND/PER/10/2009 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/M-IND/PER/10/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

BAHAN MASUKAN PAPARAN DIRJEN PDN PADA LOKAKARYA KAKAO 2013 SESI MATERI: RANTAI TATA NIAGA KAKAO. Jakarta, 18 September 2013

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

V. GAMBARAN UMUM PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

BAB 1 PENDAHULUAN. on The World Cocoa Economy Meeting (2007). Universitas Indonesia

BAB IV ANALISA SISTEM

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Cokelat merupakan hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao)

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

Ketahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 98/M-IND/PER/8/2010 TENTANG

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

Salam sejahtera bagi kita semua

Transkripsi:

ROADMAP PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 2009

I. PENDAHULUAN 1.1. Ruang Lingkup Industri Kakao Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil kakao sebagai berikut ; Pantai Gading (1.421.000 ton), Ghana (747.000 ton), Indonesia (577.000 ton). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 992.448 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 577.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-ra ta 900 Kg per ha. Daerah penghasil kakao dengan urutan sebagai berikut ; Sulawesi Selatan 184.000 (31,9%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (23,7%), Sulawesi Tenggara 111.000 ton (19,2%), Sulawesi Barat 76.743 ton ( 13,8 %), Sulawesi Utara 21.000 Ton (3,6 %), Lampung 17.000 ton (2,9%), Kalimantan Timur 15.000 Ton (2,6 %) dan daerah lainnya 15.257 ton (2,6%). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 887.735 Ha, Perkebunan Negara 49.976 Ha dan Perkebunan Swasta 54.737 Ha. Ekspor biji kakao Indonesia pada tahun 2008 sebesar 334.915 ton (60%) dengan negara tujuan ; USA, Malaysia, dan Singapura, sisanya sekitar 242.085 ton diolah di dalam negeri yang menghasilkan cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, dan cocoa powder digunakan untuk industri dalam negeri dan ekspor. Dengan perbaikan planting management (budidaya tanaman, pemeliharaan/ perawatan, dan panen) yang dikelola secara lebih baik dan benar maka tidak menutup kemungkinan produktivitasnya bisa ditingkatkan menjadi 1.000-1500 Kg/ha. 1

Biji kakao Indonesia memiliki keunggulan melting point Cocoa Butter yang tinggi, serta tidak mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading. Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, karena industri ini memiliki keterkaitan yang luas baik kehulu maupun kehilirnya. Disamping memberikan pendapatan bagi petani melalui penjualan biji kakao, namun apabila diolah di dalam negeri menjadi kakao olahan (cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder), akan mempunyai nilai yang lebih tinggi serta menyerap tenaga kerja. Selain itu industri hilir olahan kakao juga telah berkembang di Indonesia seperti industri cokelat, industri makanan berbasis coklat (roti, kue, confectionary/kemban g gula cokelat), da n penggunaan coklat untuk industri makanan dan minuman secara luas. 1.2. Pengelompokan Industri Kakao Industri Kakao Indonesia mempunyai peranan penting di dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu (petani kakao) maupun ke hilirnya (intermediate industry/grinders). Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2008 jumlah industri pengolahan kakao di Indonesia sebanyak 16 (enam belas) perusahaan dan yang masih berjalan 3 (tiga) perusahaan dengan tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang produk pengolahaan sekitar 61% dari total kapasitas terpasang.. Adapun pengelompokkan Industri Kakao dan Coklat Olahan terdiri dari : Industri Hulu : buah coklat, biji coklat,liquor (MASS) Industri Antara : Cake dan Fat, cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder (kakao olahan) 2

Industri Hilir : Industri cokelat, industri makanan berbasis coklat (roti,kue, confectionary/kembang gula cokelat), 1.3. Kecenderungan Global Industri Kakao. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Berdasarkan produksi biji kakao dunia, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Negara penghasil biji kakao didunia diantaranya: Pantai Gading (1.421.000 ton), Ghana (747.000 ton), Indonesia (577.000 ton), Nigeria (219.000 ton), Brazil (166.000 ton) dan lainnya (785.000 ton). 1.4. Permasalahan Yang Dihadapi Industri Kakao Permasalahan yang dihadapi Industri kakao, antara lain: a. Bahan baku Sebagian besar biji kakao (80 persen) diekspor dengan kualitas rendah; Produktivitas ditingkat on farm relatif rendah rata-rata 900 kg/ha dibandingkan dengan negara Pantai Gading dan Ghana rata-rata 1.500 s.d. 2.000 Kg/Ha, Tanaman umumnya sudah berumur tua dan tidak produktif Sekitar 40 persen tanaman kakao terserang Hama Penggerek Buah Kakao (PBK/Cocoa Pod Borrer), VSD (Vascular Streak Dieback) sekitar 5 persen; Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur, serangga) dan tidak di fermentasi; Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai oleh eksportir asing. 3

b. Produksi Industri kakao di dalam negeri kekurangan bahan baku Masih dikenakan BM 5 persen terhadap biji kakao impor yang diperlukan sebagai campuran untuk mendapatkan aroma tertentu.; Terbatasnya R & D untuk diversifikasi produk olahan kakao; Utilisasi kapasitas produksi industri olahan kakao masih rendah (40 %). c. Pemasaran Ekspor biji kakao ke Amerika dikenakan harga diskon automatic detention mencapai USD 300/ton; Adanya perbedaan Bea Masuk kakao olahan di negara- ekspor, antara lain: Afrika dikenakan bea negara tujuan masuk 0 persen sementara dari Indonesia sebesar 7 12 persen untuk ekspor ke UE. d. Infrastruktur Terbatasnya akses jalan desa di sentra-sentra produksi biji kakao dan sarana pelabuhan di Sulawesi (Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo). II. FAKTO R DAYA SAING 2.1. Permintaan dan Penawaran. Dunia Permintaan biji kakao dunia hingga saat ini diperkirakan sekitar 2.848.900 ton per tahun dengan rincian pasar; Eropa 1.495.100 ton, Amerika Serikat 1.008. 500 ton, Asia dan Oceania 278.100 ton, dan Afrika 67.200 ton. Pertumbuhan kebutuhan meningkat terus dan akan di khawatirkan suatu saat akan terjadi kekurangan pasokan biji kakao. 4

Produksi kakao Indonesia hanya 15% dari produksi dunia Domestik Produksi Indonesia 577.000 ton biji ka kao. Di ekspor dalam bentuk biji 334.915 ton dan sisanya 242.085 ton diolah di dalam negeri (data ICCO 2008). Produksi coklat olahan sebanyak 96 ribu ton meliputi cocoa butter dan cocoa powder Ekspor biji kakao dan coklat olahan pada tahun 2008 adalah 331.717 Ton dengan nilai US$. 812.513.642. Dengan rincian sebagai berikut: - Cocoa bean 247.497 ton dengan nilai US$ 550.684.389 - Cocoa liquor 1.017 ton dengan nilai US$ 2.810.823 - Cocoa Cake 19.493 ton dengan nilai US$ 12.934.709 - Cocoa Butter 39.714 ton dengan nilai US$ 221.183.784 - Cocoa Powder 23.996 ton dengan nilai US $ 24.899.937 Sedangkan Volume dan Nilai Impor Biji Kakao dan Kakao Olahan Indonesia Tahun 200 adalah 26.412 ton dengan nilai US$38.333.000 dengan rincian sebagai berikut : - Cocoa bean 21.763 ton dengan nilai US$.32.209.000 - Cocoa liquor 225 ton dengan nilai US$ 348.000 - Cacao cake 42 ton dengann nilai US$ 16.000 - Cocoa Butter 10 ton dengan nilai US$ 30.000 - Cocoa powder 4.372 ton dengan nilai US$ 5.730.000 Analisis Gap Kekurangan pasokan biji kakao dunia sebesar 200 ribu ton. Dengan perhitungan bahwa pertumbuhan kebutuhan akan meningkat dan dikhawatirkan suatu saat akan terjadi kekurangan pasokan biji kakao. Kekurangan biji kakao dalam negeri sebesar 121 ribu ton (Utilisasi kapasitas masih 40%). 5

Perilaku Pasar Kecenderungan pertumbuhan ekonomi baik dunia maupun Indonesia mengalami peningkatan yang membawa konsekuensi makin meningkatnya permintaan akan produk biji kakao maupun kakao olahan. Pasar Eropa cenderung memilih kakao yang bermutu tinggi yang diolah dari biji kakao fermentasi, sedangkan pasar Amerika cenderung mencampur antara biji kakao fermentasi dengan non fermentasi. Harga kakao ditentukan oleh pasar melalui bursa di terminal London dan te rminal New York.Petani kakao lebih memilih pemasaran ekspor di banding menjual ke Industri dalam negeri karena harganya lebi h baik. Produsen dalam negeri juga mengimpor biji kakao dari Ghana khususnya yang fermentasi. 2.2. Faktor Kondisi 2.2.1. Sumber Daya Alam Luas lahan produktif tanaman kakao 992.448 ribu Ha, dengan produktivitas rata-rata sebesar 900 kilo/ha, lebih rendah dari produktivitas negara lain yang secara rata-rata mencapai 1.000-1.500 kg/ha. Adanya ancaman dari hama Penggerek Buah Kakao (PBK), VSD ( Vascular Streak Dieback) yang menurunkan produktivitas. 2.2.2. Sumber Daya Modal Biaya Investasi untuk perkebunan dan pengolahan kakao cukup tinggi. Pembiayaan dari perbankan kurang kompetitif (bunga terlalu tinggi). Biaya Investasi untuk perkebunan dan pengolahan kakao cukup tinggi. 6

Pembiayaan dari perbankan kurang kompetitif (bunga 2.2.3. terlalu tinggi). Adanya PermenKeu No, 117/PMK.06/2006 mengenai Bunga Kredit kepada petani pekebun 10%, selisih bunga komersil ditanggung pemerintah (subsidi bunga) rangka perluasan dan peremajaan, pemeliharaan dan peningkatan produktifitas lahan serta penanganan paska panen. Sumber Daya Manusia Petani enggan melakukan fermentasi karena perbedaan harga kakao fermentasi dan tidak fermentasi tidak signifikan. Kurangnya kemampuan untuk melaksanakan Good Agricultural Practices, (GAP) Cukup tersedianya tenaga terampil dan para ahli dibidang industri pengolahan kakao Besarnya keinginan stakeholder perkakaoan nasional untuk meningkatkan produksi nasional. 2.2.4. Infrastruktur Adanya dukungan infrastruktur yang memadai dari sentra produksi hingga lokasi pengolahan. Masih lemahnya infrastruktur dibidang peningkatan teknologi dan mutu baik di bidang budi daya/perkebunan maupun pengolahan lebih lanjut. Masih adanya pungutan-pungutan baik resmi maupun tidak resmi 2.3. Industri Inti, Pendukung dan Terkait. Industri Inti : - Industri Cocoa Liquor, Cocoa Butter, Cocoa Cake dan CocoaPowder Industri Pendukung : - Industri Peralatan - Industri Pemasok Bahan Baku seperti: bibit, pupuk, pestisida, 7

perkebunan kakao. - Industri Pemasok Bahan Penolong seperti Industri Pengemasan (karung plastik, Boks/corrugated), Industri Gula dan lainnya. Industri Terkait: Industri Makanan & Minuman Berbasis Coklat dan Kembang Gula dan Kosmetika Struktur industri coklat belum kuat dimana integrasi antara industri inti, industri terkait, dan industri pendukung belum optimal. 2.4. Strategi Persaingan Pemain utama industri kakao mempunyai skala dan jaringan global serta penguasaan teknologi dibidang industri hilir (MNC) Komoditi Kakao merupakan buyer market Adanya peraturan yang kurang kondusif dimana pembeli biji kakao dari luar negeri dapat langsung melakukan transaksi dengan para petani III. ANALISIS SWOT 3.1. Kekuatan Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ke 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan luas areal tanaman kakao sekitar 992.448 Ha dan produksi 456.000 ton pada tahun 2006. Tanaman Kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dihampir seluruh wilayah Indonesia, sehingga potensi kakao untuk dikembangkan masih tinggi. Tersedianya banyak tenaga kerja, baik untuk sektor perkebunan maupun sektor indusri pengolahannya. Penggunaan kakao untuk industri makanan dan non pangan sangat signifikan. 8

3.2. Kelemahan 50 % tanaman kakao terkena PBK dan 5% terkena VSD 80% biji kakao (365.200 ton) diekspor dalam bentuk biji kering. Produktivitas biji kakao masih rendah (rata-rata 600 Kg/Ha), dibanding negara lain yang mencapai 2000 kg/ha Tarif Bea Masuk Biji Kakao 5%. Terbatasnya R&D untuk diversifikasi produk olahan kakao. Utilisasi kapasitas industri kakao dalam negeri 40%. Terbatasnya infrastruktur disentra-sentra produksi (Mamuju, Pantoloan, Kolaka, dan Palopo). 90% biji kakao yang dihasilkan belum difermentasi dan bermutu rendah 3.3. Peluang Ekspor biji kakao bermutu tinggi dan difermentasi ke USA mendapat premium sebesar US$ 300 dari harga terminal New York. Permintaan terhadap produk-produk berbasis kakao, baik di asar domestik maupun dunia masih cukup prospektif dan terus meningkat. Unii Eropa membutuhkan biji kakao fermentasi Industri kakao dalam negeri saat ini masih mengimpor biji kakao fermentasi sebesar 30.000 ton/thn 3.4. Tantangan Ekspor biji kakao berkualitas rendah dan tidak fermentasi ke USA terkena potongan harga sebesar US$ 150-300 per ton, juga terkena biaya automatic detention sebesar US$ 4/ton (biaya fumigasi) dari harga terminal New York. Adanya perbedaan tarif bea masuk kakao olahan dinegaranegara tujuan ekspor antara lain ; ke UE (Afrika hanya dikenakan 0% sedangkan Indonesia 7,7 s/d 9,6%) Malaysia dengan produksi biji kakao 30.000 ton mempunyai kapasitas produksi industri pengolahan kakao sebesar 359.000 ton. 9

IV. SASARAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO 4.1. Jangka Menengah (2010 2014) Optimalisasi kapasitas terpasang industri kakao olahan di dalam negeri dari 40 persen menjadi 80 persen; Peningkatan Biji Kakao Fermentasi dari 20 persen menjadi 80 persen; Peningkatan pasokan bahan baku biji kakao fermentasi untuk industri dalam negeri; Meningkatnya investasi di bidang industri kakao; Pengendalian ekspor biji kakao kering sebagai bahan baku industri kakao di dalam negeri; Peningkatan ekspor produk kakao olahan rata-rata 16 persen per tahun. 4.2. Jangka Panjang (2010 2025) Terbangunnya sentra produksi baru di luar Sulawesi yaitu antara lain di Sumatera Barat dan Lampung; Dicapainya diversifikasi produk kakao olahan; Berkembangnya industri pengolahan kakao secara terpadu di Indonesia; Pengembangan (modifikasi) teknologi pengolahan kakao; Terjaminnya infrastruktur seperti peti kemas, energi listrik dan trasportasi. V. STRAT EGI DAN KEBIJAKAN 5.1. Visi dan Misi Visi Me njadi negara penghasil biji kakao dan pengekspor utama kakao olahan. Misi Meningkatkan nilai tambah biji kakao Meningkatkan mutu dan produktivitas biji kakao Meningkatkan utilisasi kapasitas terpasang 10

Meningkatkan ekspor produk coklat olahan Meningkatkan penguasaan teknologi dan mutu SDM 5.2. Indikator Pencapaian 2009 : tercapainya mutu biji kakao yang lebih baik dan telah terfermentasi 2014 : tercapainya diversifikasi produk kakao olahan 5.3. Tahapan Implementer. o Mengadakan workshop pengembangan klaster industri kakao di daerah mulai tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009. o Dilakukan bersama stakeholder terkait dalam rangka sosialisasi klaster industri kakao o Pembinaan industri kakao terutama dalam hal mutu dan produksi. o Melakukan pemberian bantuan mesin/ alat bagi industri pengolahan kakao ke daerah-daerah untuk meningkatkan pengembangan industri olahan kakao. 5.4. Kebijakan Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, bahwa industri pengolahan kakao merupakan salah satu industri prioritas yang didorong pengembangannya di dalam negeri, dalam upaya meningkatkan kinerja industri pengolahan kakao diperlukan berbagai kebijakan pemerintah, antara lain : Menciptakan iklim usaha yang kondusif, termasuk harmonisasi tarif, insentif investasi dan mengurangi pungutan-pungutan yang memberatkan Promosi pemasaran dalam dan luar negeri Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dan R & dibidang budidaya, pasca panen dan pengolahan Promosi investasi dan meningkatan kerjasama di forum internasional. 11

Peningkatan kemitraan antara industri inti dan industri pendukung dan industri terkait. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kakao Bubuk Secara Wajib melalui Peraturan Menperind No. 45/M- IND/PER/5/2009, ditetapkan tanggal 4 Mei 2009 dan berlaku 6 (enam) bulan sejak ditetapkan ( 4 November 2009. Sementara ini ketentuan tersebut dinotifikasikan kepada Badan perdagangan Dunia (WTO). Pemberlakuan Bea Keluar ( BK ) Atas Biji Kakao diperlukan dalam rangka pengendalian ekspor dan bahan baku bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri telah diusulkan oleh Menperind kepada Menteri Keuangan melalui Surat Menperind No. 452/M_IND/10/ 2005 tanggal 26 Oktober 2005, dan terakhir melalui surat Dirjen IAK kepada Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan No. 1172/IAK/2008 tanggal 26 September 2008, namun sampai saat ini masih dalam proses di Dep. Keuangan. VI. PROGRAM/ RENCANA AKSI 6.1. Jangka Menengah ( 2010 2014) Meningkatkan jaminan pasokan bahan baku; Diversifikasi produk kakao dan coklat olahan; Optimalisasi kapasitas industri kakao dalam negeri; Meningkatkan mutu biji kakao fermentasi; Meningkatkan kerjasama internasional (pasar, teknologi, promosi dan investasi); Mengembangkan teknologi pengolahan kakao; Meningkatkan kompetensi SDM. 6.2. Jangka Panjang (2010 2025) Mengembangkan produk-produk kakao non pangan; Membangun pusat-pusat pengembangan industri kakao di sentra- sentra produksi; Promosi industri hilir/turunan dari produk kakao. 12

Secara rinci, kerangka pengembangan industri kakao dapat dilihat pada Gambar 1. Keberhasilan pendekatan klaster dalam pengembangan industri kakao sangat tergantung pada efektifitas hubungan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha (Public Private partnership) dan keterkaitannya. Oleh karena itu peran dari masing-masing pemangku kepentingan sangat diperlukan. Peran dari masing-masing pemangku kepentingan dan kerangka keterkaitan industri kakao dijabarkan pada Tabel 1 dan Gambar 2a 13

Gambar 1 Industri Inti Industri Pendukung Industri Terkait Industri Cocoa Liquor, Cocoa Butter, Cocoa Cake dan Cocoa Powder Peralatan, bibit, pupuk, pestisida, perkebunan kakao, Kemasan, Bahan Makanan Tambahan (Gula, Sirup, Susu). Industri Makanan & Minuman Berbasis Coklat dan Kembang Gula dan Kosmetika Sasaran Jangka Menengah (2004 2009) 1. Optimalisasi kapasitas terpasang industri kakao olahan di dalam negeri dari 40 persen menjadi 80 persen 2. Peningkatan Biji Kakao Fermentasi dari 20 persen menjadi 80 persen Sasaran Jangka Panjang (2010 2025) 3. Peningkatan pasokan bahan baku biji kakao fermentasi untuk industri dalam negeri 1. Terbangunnya sentra produksi baru di luar Sulawesi yaitu antara lain di 4. Meningkatnya investasi di bidang industri pengolahan cokelat Sumatera Barat dan Lampung 5. Wajib mutu biji kakao fermentasi untuk ekspor 2. Dicapainya diversifikasi produk kakao olahan 6. Pengembangan (modifikasi) teknologi pengolahan kakao 3. Berkembangnya industri pengolahan kakao secara terpadu di Indonesia 7. Peningkatan ekspor produk kakao olahan rata-rata 16 persen per tahun 8. Terjaminnya infrastruktur seperti peti kemas, energi listrik dan trasportasi 9. Deregulasi kebijakan Pemerintah Pusat Strategi 1. Penguatan struktur industri berbasis kakao, penciptaan iklim investasi dan usaha yang menarik insentif fiskal dan administrasi serta jaminan keamanan berusaha 2. Penciptaan lapangan usaha industri pengolahan kakao melalui promosi investasi disentra kakao, melalui : Sosialisasi teknologi terpadu proses pengolahan kakao, peningkatan pengetahuan dan kemampuan SDM, pengenalan dan penerapan GMP dan HACCP dalam rangka peningkatan mutu produk 3. Pengembangan pasar domestik : penyertaan para pengusaha pada kegiatan promosi/pameran dalam negeri dan internasional, pengembangan diversifikasi produk bernilai tambah tinggi termasuk kakao non pangan. Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2004 2009) 1. Meningkatkan jaminan pasokan bahan baku; 2. Diversifikasi produk kakao dan coklat olahan; 3. Optimalisasi kapasitas industri kakao dalam negeri; 4. Meningkatkan mutu biji kakao fermentasi; 5. Meningkatkan kerjasama internasional (pasar, teknologi, promosi dan investasi); 6. Mengembangkan teknologi pengolahan kakao; 7. Meningkatkan kompetensi SDM. Pasar: a. Membangun produk yang memiliki daya saing tinggi b. Membangun Merk Produk Industri Pengolahan Kakao Nasional di pasar internasional c. Membangun produk dapat diminati oleh pasar dalam negeri d. Diversifikasi pasar eksport produk kakao olahan Unsur Penunjang SDM : a. Meningkatkan ketrampilan petani kakao b. Meningkatkan peran litbang di bidang pengolahan dan pengemasan c. Penyediaan Balai-Balai atau Unit Pelayanan Teknis untuk pelatihan Sumber daya Manusia Bidang pengolahan kakao Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2010 2025) 1. Mengembangkan produk-produk kakao non pangan; 2. Membangun pusat-pusat pengembangan industri kakao di sentra-sentra produksi; 3. Promosi industri hilir/turunan dari produk kakao.. Infrastruktur : a. Pembangunan sarana pelabuhan b. Pembangunan transportasi darat c. Penyediaan tenaga listrik bagi sentra-sentra industri kakao 14

Gambar 2 a. Kerangka Keterkaitan Industri Kakao Pemerintah Pusat: Deperin, Deptan, Depdag Forum Daya Saing Working Group Fasilitator Klaster Pemda: Dinas Ind, DinasPertanian /Perkebunan Perkebunan Kakao Buah Kakao Biji kakao INTERMEDIATE PRODUCT Cocoa - Liquor - Butter - Cake - Powder COKLAT OLAHAN DAN MAKANAN BERBASIS COKLAT Eksportir PASAR LUAR NEGERI Mesin dan Peralatan Fermentasi kakao NON PANGAN Oleo chemical fatty acid, Essense, Pektin Distributor PASAR DALAM NEGERI Lembaga Litbang/PT BBIA, LRPI, PUSLIT KOKA JEMBER JASA: Transportasi, Perbankan Assosiasi: APIKCI, AIKI,ASKINDO, APKAI 15

Tabel 1 Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Kakao Pemerintah Pusat Pemda Swasta PT & Litbang Forum Rencana Aksi 2004 2009 Dep. Prin Dep. Tan Dep. Dag Dep. Keu Kab/ Kota Prop Asosiasi Perush./ Industri PT KRT BPPT Baristand Makassar Daya Saing WG Fasilitasi Klaster 1. Peningkatan jaminan pasokan bahan baku ; 2. Diversifikasi produk kakao dan coklat olahan; 3. Optimalisasi kapasitas industri kakao dalam negeri; 4. Peningkatan mutu biji kakao fermentasi; O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O 5. Meningkatkan iklim usaha yang menunjang pertumbuhan kakao dan O O O O O O O O O O coklat di daerah; 6. Meningkatkan kerjasama internasional (pasar, teknologi, promosi dan O O O O O O O O O O O O O O investasi; 7. Pengembangan teknologi pengolahan kakao; O O O O O O O O O O 8. Meningkatkan kompetensi SDM. O O O O O O O O O O O O O O 16

VIII. KELEMBAGAAN Dalam rangka mendorong perkembangan industri Kakao nasional diperlukan kerjasama yang baik antara pihak-pihak terkait, seperti : Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Pertanian Pemerintah Departemen Keuangan Asosiasi & Lembaga Litbang Departemen Perhubungan Kementerian BUMN dan Kementrian Ristek Puslit Koka Perguruan Tinggi APIKCI, AIKI,ASKINDO,APKAI BBIA, Puslit Koka Perusahaan Penyedia Industri Penunjang, Perusahaan Penyedia Mesin Peralatan, Jasa Transportasi, Jasa Keuangan, Jasa Konsultasi Peningkatan daya saing melalui peningkatan utilisasi kapasitas produksi dan mutu biji kakao Produsen Petani tebu Sebagai pemasok Bahan Baku PTPN, swasta, Perusahaan Jasa Distribusi Importir 17

18

19

1

2

3

4

5

6