II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Komoditas Kakao di Indonesia Penelusuran tentang sejarah tanaman kakao melalui publikasi yang tersedia menunjukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan bagian utara Amerika Selatan. Tanaman kakao pertama kali dibudidayakan serta digunakan sebagai bahan makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Aztec. Bangsa Spanyol memperkenalkan kakao di Indonesia pada tahun 1560 di Sulawesi (Wahyudi dan Rahardjo, 2008). Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di dunia. Komoditas ini dicari karena merupakan bahan baku pembuatan cokelat. Biji kakao yang telah mengalami serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang ada di pasaran sekarang. Banyak sekali produk dengan bahan baku cokelat yang sangat familiar dengan kehidupan modern saat ini, seperti kue cokelat, ice cream cokelat, ataupun minuman cokelat (Jauhari dan Wirjodirdjo, 2010). Pada abad modern seperti saat ini hampir semua orang mengenal cokelat yang merupakan bahan makanan favorit, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari cokelat karena sifat cokelat dapat meleleh dan mencair pada suhu permukaan lidah. Bahan makanan dari cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Faktor pembatas utama konsumsi cokelat sehari-hari oleh masyarakat adalah harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lainnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2005).

2 Biji buah kakao/coklat yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman. Buah coklat/kakao tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Biji kakao dapat diproduksi menjadi empat jenis produk kakao setengah jadi seperti cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, cocoa powder dan cokelat. Pasar cokelat merupakan konsumen terbesar dari biji kakao dan produk setengah jadi seperti cocoa powder dan cocoa butter. Cocoa powder umumnya digunakan sebagai penambah cita rasa pada biscuit, ice cream, minuman susu dan kue. Sebagian lagi juga digunakan sebagai pelapis permen atau manisan yang dibekukan. Cocoa powder juga dikunsumsi oleh industri minuman seperti susu cokelat. Selain untuk pembuatan cokelat dan permen, kakao butter juga dapat digunakan pembuatan rokok, sabun dan kosmetika (Ragimun, 2013). Dari tahun ke tahun konsumsi kakao dunia terus meningkat. Selain karena adanya pertambahan jumlah penduduk dunia, pengaruh perbaikan ekonomi atau tingkat kesejahteraan masyarakat ikut berperan dalam peningkatan konsumsi kakao dan olahannya. Konsumsi kakao dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat atau negara-negara industri dengan pendapatan perkapita jauh di atas US$ (Panggabean dan Satyoso, 2008). Berdasarkan identifikasi lapangan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dan data tahun 2008, diketahui kurang lebih ha kebun kakao dengan kondisi tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan, ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena

3 serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi dan ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat serta kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi. Serangan hama penyakit utama adalah Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) mengakibatkan menurunnya produktivitas menjadi 660 kg/ha/tahun atau sebesar 37% dari produktivitas yang pernah dicapai (1.100 kg/ha/thn). Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil sebesar ton/thn atau setara dengan Rp 3,69 triliun per tahun. Selain menurunkan produktivitas, serangan tersebut menyebabkan mutu kakao rakyat rendah sehingga ekspor biji kakao ke Amerika Serikat mengalami pemotongan harga sebesar US$ 301,5/ton. Rendahnya mutu kakao menyebabkan citra kakao Indonesia menjadi kurang baik di pasar internasional (Ditjenbun, 2012). Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah minyak sawit dan karet (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Sementara menurut KPPU (2009), Pengembangan komoditas kakao di Indonesia menghadapi beberapa permasalahan antara lain masih rendahnya

4 produktivitas komoditas kakao yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : (a) penggunaan benih asalan, belum banyak digunakan benih unggul (b) masih tingginya serangan hama PBK (penggerek buah kakao), hingga saat ini belum ditemukan klon kakao yang tahan terhadap hama PBK (c) sebagian besar perkebunan berupa perkebunan rakyat yang dikelola masih dengan cara tradisional dan (d) umur tanaman kakao sebagian besar sudah tua, di atas 25 tahun jauh di atas usia paling produktif tahun. Permasalahan lain menurut KPPU (2009) adalah rendahnya mutu biji kakao indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga mutu kakao Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Akibat mutu rendah harga biji dan produk kakao Indonesia sangat rendah di pasar internasional dan terkena diskon hingga USD 200/ton atau 10-15% dari harga pasar. Dalam perekonomian regional, sektor ekonomi kakao mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lainnya. Perkebunan kakao dalam proses produksinya memerlukan sejumlah input dan bersamaan dengan itu dihasilkan sejumlah output yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan akhir berupa konsumsi rumah tangga, ekspor dan lain-lain maupun sebagai input produksi sektor ekonomi lainnya (Herman, 2007). Saat ini, industri hilir kakao di Indonesia masih belum berkembang dan beroperasi secara optimal. Hal ini karena sebagian besar besar kakao yang diekspor masih dalam bentuk komoditas primer. Kakao dalam bentuk komoditas

5 primer tersebut akan terkena diskon harga yang kemudian akan diinput sebagai kerugian (Dradjat dan Wahyudi, 2008). Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia (Departemen Perindustrian, 2007). Perkembangan harga kakao merupakan aspek yang kompleks karena banyak faktor yang saling mempengaruhi terbentuknya harga. Selama ini faktor pasokan kakao relatif paling berpengaruh terhadap pembentukan harga. Untuk Indonesia, dijumpai indikasi adanya ketidaksinkronan harga di pasar spot di tingkat produsen yaitu di Makassar dengan harga yang terjadi di bursa New York Board on Trade (NYBOT) sebagai pasar acuan (Firdaus dan Ariyoso, 2010). Selanjutnya hasil studi Firdaus dan Aryoso (2010), juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat keterpaduan harga yang kuat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek antara pasar kakao spot di Makassar dengan bursa berjangka di NYBOT. Pergerakan harga kakao Indonesia dipengaruhi oleh harga kakao di NYBOT, konsumsi kakao dunia serta kurs Rupiah terhadap US Dollar. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah untuk menggenjot produksi kakao dan pendapatan dari ekspor komoditas kakao. Dari sektor hulu pemerintah meluncurkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Gernas Kakao ini urgent untuk dilaksanakan karena tanaman kakao di Indonesia rata-rata telah berumur tua dan sudah tidak produktif. Gernas kakao terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu: peremajaan, rehabilitasi dan

6 intensifikasi. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki kondisi kebun yang tanamannya sudah tua, rusak, tidak produktif, dan terserang berat oleh hama dan penyakit (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Sedangkan dari sektor hilir, pemerintah menerapkan kebijakan pengenaan bea keluar terhadap ekspor biji kakao. Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin pasokan bahan baku biji kakao bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri serta mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia. Kebijakan ini dituangkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Upaya-upaya peningkatan daya saing kakao berkaitan langsung dengan program pengembangan industri nasional. Sebagaimana yang dilakukan pemerintah, strategi pengembangan industri kakao nasional terbagi menjadi dua kategori yaitu dari sisi penawaran (supply) dan yang kedua dari sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan kakao nasional berupa intensifikasi dan ekstensifikasi lahan kakao nasional, pengembangan bahan baku kakao, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penyediaan insentif bagi investasi produk-produk berbahan baku kakao atau powder cocoa nasional serta kemudahan dalam permodalan. Sedangkan dari sisi demand berupa pengembangan kualitas kakao nasional, adanya diversifikasi produk dari kakao, pengembangan dan perluasan pasar domestik serta pengembangan dan perluasan pasar luar dan dalam negeri melalui berbagai pameran, promosi maupun expo (Ragimun, 2013).

7 Selama ini industri pengolahan kakao lebih banyak berada di negaranegara Eropa dan Amerika sehingga nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai penghasil biji kakao. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang pada gilirannya ekspor komoditas kakao meningkat nilai tambahnya (Kementerian Keuangan, 2013) Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao antara lain: Arsyad (2004), dalam penelitiannya Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao adalah harga ekspor kakao tahun sebelumnya, pertumbuhan produksi, nilai tukar rupiah tahun sebelumnya dan trend waktu. Dampak kebijakan ekonomi berupa subsidi harga pupuk, depresiasi rupiah, penerapan pajak ekspor, kuota ekspor dan perubahan faktor eksternal menyebabkan perubahan perilaku produksi dan ekspor kakao, perubahan kesejahteraan masyarakat dan devisa ekspor. Semartoto (2004), dengan penelitiannya Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Perkembangan dan Ekspor Kakao Indonesia dengan menggunakan rumus simultan menghasilkan kesimpulan bahwa dalam jangka pendek, ekspor kakao Indonesia kurang responsif terhadap perubahan produksi kakao Indonesia dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika. Sedangkan dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan produksi kakao Indonesia. Produksi kakao sangat mempengaruhi ekspor kakao Indonesia.

8 Sementara itu depresiasi rupiah terhadap Dollar Amerika menyebabkan ekspor kakao Indonesia dan harga kakao domestik meningkat. Peningkatan ekspor ini mendorong negara-negara pengimpor utama Indonesia meningkatkan impor kakao. Sedangkan peningkatan harga kakao domestik menyebabkan konsumsi kakao menurun, tapi luas areal kakao dan produksi kakao Indonesia meningkat. Nurhidayani, et al (2006) meneliti tentang Penawaran Ekspor Kakao di Indonesia dengan metode kuantitatif yang menggunakan model ekonometrika dengan menggunakan persamaan tunggal (single equation) dalam persamaan model regresi linier berganda, mendapatkan hasil faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia adalah produksi kakao domestik, harga kakao domestik, dan nilai tukar. Syarfi, et al (2008), melakukan peneltian dengan metode studi kasus yang dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Lima Puluh Kota tentang potensi pengembangan industri pengolahan kakao di Sumatera Barat menemukan bahwa permasalahan untuk pengembangan industri pengolahan kakao adalah; (a) produktivitas dan kualitas kakao rakyat masih rendah. Penyebab rendahnya produksi kakao adalah (1) mutu benih rendah, (2) serangan hama Hellopeltis, PBK, dan jamur phytoptora yang belum dikendalikan secara optimal, (3) pemangkasan dan pemeliharaan tidak optimal, (4) pemupukan belum dilakukan sesuai rekomendasi. (b) Penerapan teknologi pascapanen dan pengolahan kakao di sentra produksi masih dilakukan dengan alat-alat yang sederhana. Ketersediaan kotak fermentasi di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Padang Pariaman belum dimanfaatkan secara efektif untuk menghasilkan biji kakao fermentasi. Disamping itu, ketersediaan alat dan mesin

9 pengolahan kakao yang diberikan oleh pemerintah belum dimanfaatkan untuk pengolahan hasil kakao rakyat. Hariyadi, et al (2009), dalam penelitiannya Identifikasi Permasalahan dan Solusi Perkembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan menemukan bahwa permasalahan yang dihadapi petani kakao adalah kondisi tanaman yang sudah tua, serangan hama penggerek buah kakao (PBK), penyakit kanker batang dan busuk buah. Peran dan fungsi kelembagaan di tingkat petani (kelompok tani) masih terbatas jika ada program/proyek pemerintah. Peran kelompok tani masih terbatas pada kegiatan pemeliharaan tanaman sementara peran sebagai penyedia sarana produksi dan pemasaran hasil kakao masih belum dilakukan. Permasalahan kelembagaan lainnya adalah terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik jumlah maupun kompetensinya. Maswadi (2011), dalam jurnalnya yang berjudul Agribisnis Kakao dan Produk Olahannya Berkaitan dengan Kebijakan Tarif Pajak di Indonesia menyimpulkan bahwa setiap pelaku yanng terlibat dalam subsistem agribisnis kakao masih dapat meningkatkan pendapatan karena pasar kakao masih terbuka untuk produk kakao yang hendak dipasarkan, hanya saja bagi petani dan pengusaha agroindustri perlu dengan teliti mengetahui dan memperhatikan standart mutu kakao yang ada di pasaran. Kebijakan fiskal oleh pemerintah telah memacu peningkatan produksi dalam negeri namun produktivitas hasil semakin menurun karena petani perkebunan kakao sudah tidak memperhatikan kualitas kebun, berusaha menekan hama dan penyakit serta kualitas buah yang dipanen

10 Arsyad, et al (2011) dalam penelitiannya yang menganalisis dampak kebijakan pajak ekspor dan subsidi harga pupuk terhadap produksi dan ekspor kakao Indonesia menyimpulkan bahwa (1) faktor-faktor yang secara potensial mempengaruhi ekspor kakao Indonesia adalah harga ekspor kakao Indonesia, pertumbuhan produksi kakao, nilai tukar rupiah dan trend waktu; (2) rencana pemberlakuan pajak ekspor berdampak negatif menurunkan volume produksi dan ekspor kakao Indonesia pasca Putaran Uruguay sementara rencana kebijakan pemberian subsidi harga pupuk berdampak positif meningkatkan produksi dan ekspor kakao Indonesia. Implikasinya adalah bahwa kebijakan subsidi harga pupuk masih dapat diharapkan sebagai strategi kunci untuk memacu produksi dan ekspor kakao Indonesia Landasan Teori Teori Penawaran Penawaran suatu komoditas adalah jumlah komoditas yang bersedia ditawarkan oleh produsen pada pasar dengan tingkat harga dan waktu tertentu. Harga dan jumlah komoditas yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama, jika harga barang naik maka jumlah yang ditawarkan akan meningkat dan sebaliknya. Menurut Sukirno (2011) Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Dalam hukum ini dijelaskan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah.

11 Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran suatu komoditas secara umum adalah harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain sebagai alternatif, biaya produksi, tujuan perusahaan, dan tingkat penggunaan teknologi yang digunakan. 1. Harga komoditas Hipotesis dasar ekonomi menyatakan bahwa hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah penawarannya memiliki hubungan positif, artinya semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin besar pula jumlah yang ditawarkan, demikian pula sebaliknya, cateris paribus. Dengan adanya peningkatan harga maka akan merangsang produsen untuk meningkatkan produksinya dan menjualnya dengan tujuan peningkatan keuntungan. Elastisitas harga untuk penjualan merupakan gambaran dari seberapa jauh kepekaan jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga itu sendiri. Elastisitas untuk penawaran adalah positif, ini berarti semakin besar elastisitas harga untuk penawaran semakin peka jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga produk itu sendiri. 2. Harga komoditas lain Komoditas lain yang merupakan alternatif dapat berupa komoditas komplemen (joint product) ataupun komoditas substitusi (competitive product). Antara komoditas dengan produk komplemennya memiliki hubungan elastisitas penawaran positif. Sehingga peningkatan harga suatu produk komplemen akan menurunkan jumlah penawaran komoditas tersebut. Jika terjadi peningkatan harga terhadap suatu produk substitusi maka akan meningkatkan jumlah penawaran

12 komoditas. Hal ini disebabkan adanya hubungan elastisitas penawaran yang negatif antara komoditas dengan produk substitusinya. 3. Biaya produksi Biaya produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan akan menurunkan laba yang diterima perusahaan tersebut. Hal ini akan menyebabkan perusahaan menurunkan produksinya. Sehingga biaya produksi yang mengalami peningkatan akan menurunkan jumlah komoditas yang ditawarkan. 4. Tujuan perusahaan Jumlah komoditas yang ditawarkan juga tergantung pada tujuan perusahaan. Tidak semua perusahaan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Perusahaan yang mementingkan volume produksi akan menghasilkan dan menjual lebih banyak atau meningkatkan penawaran. 5. Tingkat penggunaan teknologi Penggunaan teknologi baru akan meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga serta meningkatkan modal. Peningkatan modal tersebut berasal dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi yang sama. Hal ini menyebabkan peningkatan penawaran (cateris paribus) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan korelasi positif antara teknologi dengan jumlah penawaran Teori Perdagangan Internasional Dasar dalam perdagangan internasional adalah adanya perdagangan barang dan jasa antara dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan

13 penawaran dan permintaan suatu negara dengan negara lain. Suatu negara tidak dapat menghasilkan semua komoditas atau barang yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas tertentu. Pada umumnya perdagangan internasional terjadi karena keinginan suatu negara untuk meningkatkan penerimaan devisa dan memperluas pasar komoditas ekspor. Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dalam teori Perdagangan Internasional (Global Trade) disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran (Krugman dan Obstfeld, 2000). Melakukan ekspor dan impor merupakan kegiatan yang cukup penting di setiap negara. Di sebagian negara, ekspor dan impor meliputi bagian yang cukup besar dalam pendapatan nasional sedangkan di beberapa negara lain hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pendapatan nasional. Beberapa keuntungan perdagangan internasional adalah memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, memperluas pasar industri-industri dalam negeri, dan menggunakan teknologi modern dan meningkatkan produktivitas (Sukirno, 2012). Batas suatu negara dengan sendirinya membatasi kemampuan alamiah negara tersebut untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Negara, seperti juga daerah atau perorangan dapat memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan internasional. Spesialisasi berarti bahwa setiap negara terterntu menghasilkan produk spesialisasinya lebih banyak daripada yang akan dikonsumsi oleh rakyatnya sementara produk lain yang juga dibutuhkan rakyatnya

14 hanya diproduksi di dalam negeri dalam jumlah sedikit atau bahkan tidak diproduksi sama sekali (Lipsey, et al, 1993) Penawaran Ekspor Volume ekspor suatu komoditas dari negara tertentu ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Pada pihak lain, kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung. Kurva penawaran ekspor komoditas suatu negara merupakan kurva kelebihan penawaran, yaitu selisih antara penawaran dan permintaan komoditas di dalam suatu negara. Dengan demikian kurva kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan kurva penawaran ekspor di pasar internasional (Kindlerberger dan Lindert, 1982 dalam Semartoto, 2004). Dapat dikatakan juga bahwa penawaran ekspor suatu negara merupakan penawaran produsen melebihi permintaan konsumen negara tersebut. Analisis terhadap penawaran ekspor dapat dilakukan dengan menurunkan kurva penawaran ekspor yang pada dasarnya diperoleh dari kurva penawaran dan permintaan domestik seperti disajikan pada Gambar 5. Jika harga suatu barang meningkat, produsen akan menawarkan lebih banyak barang sehingga penawaran

15 yang tersedia untuk ekspor meningkat. Misalkan penawaran ekspor dilakukan oleh negara domestik. Sumber : Krugman dan Obstfeld, Gambar 5. Penurunan Kurva Penawaran Ekspor Pada saat harga P1, penawaran produsen domestik sebesar S1, sementara itu permintaan konsumen domestik hanya sebesar D1. Jadi jumlah dari seluruh penawaran yang dimungkinkan untuk diekspor adalah S1-D1. Pada tingkat harga P2, terjadi peningkatan jumlah penawaran oleh produsen domestik menjadi S2 dan jumlah permintaan konsumen domestik menjadi turun sebesar D2. Jumlah total yang dimungkinkan untuk diekspor adalah sebesar S2-D2. Penawaran komoditas yang memungkinkan untuk diekspor akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harga, kurva penawaran ekspor domestik XS adalah upward sloping. Pada saat harga PA, penawaran dan permintaan akan sama dengan tidak ada perdagangan, jadi kurva penawaran ekspor dimulai pada saat harga PA (penawaran ekspor sama dengan nol pada tingkat harga PA). Ketika harga domestik suatu komoditas turun maka produsen/eksportir akan meningkatkan penjualan/ ekspornya ke luar negeri. Sedangkan jika harga domestik naik maka produsen/eksportir suatu komoditas akan mengurangi volume

16 ekspornya dan lebih mengutamakan penjualan di dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan yang diperolehnya. Sebaliknya ketika harga internasional suatu komoditas naik, produsen/eksportir akan meningkatkan volume ekspornya sedangkan jika harga internasional turun maka produsen/eksportir akan menurunkan volume ekspornya ke luar negeri. Hal ini juga dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan yang diperoleh dari perdagangan komoditas. Pajak yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap suatu komoditas juga dapat mempengaruhi kurva penawaran terhadap komoditas tersebut. Menurut Kementerian Pertanian (2011) di Indonesia ada beberapa jenis pajak yang diberikan terhadap komoditas pertanian yang akhir-akhir ini menjadi isu utama yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Keluar (BK) yang sebelumnya disebut Pajak Ekspor. Kedua jenis pajak tersebut mempunyai tujuan berbeda yaitu PPN lebih bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak sementara BK lebih bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan mengembangkan industri hilir dengan menghambat ekspor komoditas yang menjadi bahan baku industri hilir yang ingin dikembangkan tersebut Kerangka Pemikiran Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memproduksi biji kakao. Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi biji kakao seharusnya mampu meningkatkan produksinya untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia. Dengan tingginya produksi biji kakao, Indonesia juga harus berupaya agar dapat menjadi eksportir biji kakao dan olahannya yang terbesar di dunia.

17 Dalam penelitian ini dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif untuk melihat perkembangan ekspor biji kakao dapat dianalisis dengan metode deskriptif berdasarkan perkembangan volume ekspor biji kakao. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia yang dilakukan dengan analisis regresi berganda. Selanjutnya akan diestimasi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor dalam penelitian ini antara lain: produksi biji kakao Indonesia, harga domestik biji kakao, harga internasional biji kakao, ekspor biji kakao tahun sebelumnya, dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor biji kakao Indonesia (dummy). Pengujian hipotesis dilakukan satu arah dimana hasil dari pengujian nantinya ditentukan di depan apakah arahnya positif atau negatif. Produksi biji kakao Indonesia diduga berpengaruh karena bila produksi biji kakao dalam negeri tidak diolah seluruhnya di dalam negeri maka kelebihan ini dapat ditawarkan ke negara lain melalui kegiatan ekspor. Harga biji kakao domestik dan harga biji kakao internasional digunakan dalam penelitian ini karena dalam hukum penawaran, harga dapat mempengaruhi jumlah penawaran. Jumlah ekspor biji kakao pada tahun sebelumnya digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi karena naik turunnya jumlah ekspor biji kakao pada tahun berjalan dapat diperkirakan oleh jumlah ekspor biji kakao pada tahun sebelumnya. Sedangkan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor biji kakao digunakan sebagai variabel yang diduga turut mempengaruhi ekspor

18 biji kakao karena akan menambah biaya bagi eksportir yang langsung mengekspor biji kakao jika dibandingkan dengan menjual biji kakao di dalam negeri atau mengekspornya setelah melalui pengolahan. Kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi sikap eksportir dalam kegiatan ekspor biji kakao. Selain itu, dengan adanya kebijakan penerapan bea keluar terhadap biji kakao akan membatasi para eksportir untuk melakukan ekspor bahan mentah berupa biji kakao. Pembatasan bahan mentah ini akan merangsang bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri untuk meningkatkan investasi dan kapasitas pengolahannya. Produksi Biji Kakao Harga Domestik Biji Kakao Harga Internasional Biji Kakao Ekspor Biji Kakao Indonesia Ekspor Biji Kakao Tahun Sebelumnya Kebijakan Bea Keluar Biji Kakao Gambar 6. Alur Kerangka Berfikir Kebutuhan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia penting untuk diketahui guna penyusunan kebijakan strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pendapatan

19 dan nilai tambah dari ekspor kakao. Alur Kerangka Berfikir disajikan pada Gambar Hipotesis Penelitian 1. Produksi biji kakao, harga internasional biji kakao dan ekspor biji kakao tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap ekspor biji kakao Indonesia. 2. Harga biji kakao domestik dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor biji kakao berpengaruh negatif terhadap jumlah ekspor biji kakao Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kakao Menurut Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Barat (2009), tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lain. Indonesia termasuk salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat, merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN A. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025 Untuk mencapai sasaran jangka panjang yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAKAO DAN PRODUK OLAHANNYA BERKAITAN DENGAN KEBIJAKATAN TARIF PAJAK DI INDONESIA

AGRIBISNIS KAKAO DAN PRODUK OLAHANNYA BERKAITAN DENGAN KEBIJAKATAN TARIF PAJAK DI INDONESIA Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381 J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, No 2, Desember 2011, hal 23-30 AGRIBISNIS KAKAO DAN PRODUK OLAHANNYA BERKAITAN DENGAN KEBIJAKATAN TARIF PAJAK DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk., BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis daya saing ekspor beberapa komoditas pertanian dengan berbagai pendekatan parameter komparatif, trade mapping, tren pertumbuhan, kontribusi devisa dan sebaran

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia Kebijakan agribisnis kakao yang diterapkan oleh pemerintah tidak bisa dilepaskan dari kebijakan perkebunan seperti yang tertuang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang meningkat diiringi dengan perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, dan perubahan gaya hidup yang terjadi di masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki potensi cukup besar di bidang perkebunan, karena didukung oleh lahan yang cukup luas dan iklim yang sesuai untuk komoditi perkebunan. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci