BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik, psikis dan sosial.

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB I PENDAHULUAN. baik. Penelitian yang di lakukan Nugroho bahwa dari 27,1% responden yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kualitas hidup terkait dengan kesehatan mulut

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulut pada masyarakat. Berdasarkan laporan United States Surgeon General pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries Early Childhood Caries adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang lama. 10 Baby Bottle Tooth Decay (BBTD) telah dijelaskan lebih kurang 37 tahun lalu sebagai karies yang mengenai seluruh gigi desidui anterior rahang atas, molar satu desidui rahang atas dan bawah dan kaninus desidui rahang bawah. Keempat gigi desidui anterior rahang bawah tidak terinfeksi karies. Hal ini disebabkan oleh karena, anak-anak yang menderita karies ini meminum susu ataupun minuman mengandung gula di dalam botol selama tidur. Penggunaan botol bayi memiliki pengaruh terhadap terjadinya karies karena dot botol bayi menutup akses incisivus desidui anterior maksila terhadap aliran saliva, sementara itu incisivus desidui mandibula berada dekat dengan kelenjar saliva dan terlindungi dari cairan manis yang diminum bayi oleh adanya lidah dan juga dot botol bayi tersebut. 32 Beberapa tahun belakangan ini, teori dan temuan terbaru menghasilkan penamaan baru terhadap penyakit ini menjadi Early Childhood Caries (ECC). ECC merupakan penyakit yang menggambarkan karies dini pada anak yang disebabkan oleh transmisi bakteri Streptococcus mutans yang berasal dari ibu kepada anaknya. Bakteri Streptococcus mutans yang diisolasi dari anak memiliki genotype yang sama

dengan bakteri yang berasal dari ibunya, dan persamaan ini ditemukan pada plak dental anak yang berumur empat belas bulan. 36 ECC merupakan bagian dari karies gigi yang progresif terjadi segera setelah gigi anak erupsi, prosesnya sangat cepat berkaitan dengan infeksi yang menyeluruh dan berhubungan dengan diet serta mungkin saja berdampak buruk pada pertumbuhan anak. 3 National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan definisi ECC yaitu adanya satu atau lebih karies pada permukaan gigi desidui. 37 ECC juga didefinisikan sebagai bentuk karies yang destruktif pada anak. Ada pula yang mendefinisikan ECC adalah adanya minimal satu gigi insisivus desidui maksila yang terkena karies, hilang, atau ditambal karena karies. 38 Definisi ECC yang dikeluarkan oleh AAPD adalah satu atau lebih karies (tanpa kavitas atau lesi), adanya gigi yang hilang karena karies atau gigi yang ditambal pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan. 1,5,32 Berdasarkan defenisi ini, istilah severe ECC (S-ECC) diadopsi sebagai pengganti istilah Rampan Karies, yang ditandai dengan salah satu kriteria sebagai berikut : a) adaya tanda dini terjadinya karies di permukaan gigi pada anak dibawah 3 tahun; b) dijumpainya lubang (decayed), gigi yang hilang karena karies (missing) maupun tambalan (filled) pada permukaan anteroposteror dari gigi desidui pada anak yang berusia 3-5 tahun; c) indeks dmft lebih besar atau sama dengan empat pada anak berumur 3 tahun, lima pada anak usia empat tahun dan enam pada anak usia lima tahun. 32 Hampir seluruh penelitian mengenai proses terjadinya karies mendukung teori chemoparasitic yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1890. Sekarang teori tersebut lebih dikenal dengan teori acidogenic. Gambaran umum preoses terjadinya

karies diawali dengan fermentasi dari konsumsi gula menjadi asam organik oleh mikroorganisme di dalam plak yang melekat pada permukaan gigi. Pembentukan asam organik akan terjadi sangat cepat, ketika ph pada permukaan enamel berada di bawah ph kritis maka pada saat itulah kerusakan struktur gigi dimulai. Ketika kadar gula yang tersedia berkurang, ph plak akan meningkat seiring dengan pengurangan pembentukan asam dan pada saat ini remineralisasi enamel terjadi. Karies dental sendiri terjadi apabila proses demineralisasi yang terjadi pada permukaan gigi tidak dapat diimbangi dengan proses remineralisasinya. 6 EEC masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan upaya pencegahan terhadap penyakit ini merupakan prioritas utama sejak diketahuinya efek ECC terhadap maloklusi gigi permanen dan menyebabkan masalah fonetik. 32 Beberapa penelitian cross-sectional lainnya menunjukkan interaksi kompleks antara faktor sosial ekonomi dan terjadinya ECC. 7 Di negara maju, frekuensi rata-rata ECC bekisar 1-12% sedangkan di negara berkembang frekuensi rata-rata ECC berkisar 70% dari populasi anak prasekolah. 9 Di Brazil, The Oral Health Project 2003 menunjukan 27 % dari anak yang berusia 18-36 bulan dan hampir 60% dari anak yang berusia lima tahun telah memiliki setidaknya satu gigi desidui yang terkena karies. 32 Di Saudi Arabia, prevalensi karies pada anak usia 31-59 bulan sebesar 50% dan indeks dmf rata-ratanya sebesar 1,98. 8 Pada anak usia 24-36 bulan di Pulau Marianna Utara (negara bagian Amerika Serikat), 73% memiliki white spot dan 65% memiliki kavitas pada enamel. 25 Prevalensi ECC di Ohio yang diamati pada 200 anak usia 3,5-5 tahun adalah 11% sedangkan di Virgins Island yang diamati pada 375 anak

yang berusia 3-5 tahun adalah 12%. 3 Di California, prevalensi ECC dijumpai lebih tinggi di beberapa masyarakat berpenghasilan rendah dan etnik tertentu. Penelitian oleh Pollick dkk (1999) dan Shiboski dkk (2003) menunjukan prevalensi karies sebesar 14 % dari seluruh anak usia prasekolah, tetapi prevalensi lebih besar didapati dari keluarga berpenghasilan rendah yang tergabung dalam program The Head Start, 44 % orang Asia dan 39% orang Latin. Penelitian yang dilakukan di Santiago, Chili pada anak prasekolah didapat hasil hanya 43,2% yang bebas karies. Data yang diperoleh dari Benua Afrika menunjukan persentase anak-anak umur tiga, empat dan lima tahun yang menderita karies di Provinsi Mpumalanga Afrika Selatan sebesar 25,4%, 55,8% dan 53,4 %. Ferro et al., melaporkan prevalensi karies dan rata-rata indeks dmft pada anak-anak usia prasekolah di Veneto Italia sebesar 13,28% dan 0,53 pada anak usia tiga tahun, 18,95% dan 0,83 pada anak usia empat tahun dan 26,9% dan 1,34 pada anak usia lima tahun. 8 2.1.1 Gambaran Klinis Early Childhood Caries Menurut literatur gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu: 38 a. Tahap inisial Tahap inisial ditandai dengan munculnya lesi demineralisasi yang seperti kapur dan berwarna opak pada permukaan gigi incisivus desidui maksila pada saat anak berumur antara sepuluh sampai dua puluh bulan, bahkan bisa terjadi pada anak dibawah usia tersebut. Pada tahap ini dapat dilihat gambaran garis yang khas di regio servikal pada permukaan vestibular dan palatal dari gigi incisivus maksila.

Lesi karies yang terjadi pada tahap ini bersifat reversibel. Namun, orang tua dan dokter sering kali mengabaikannya. Lesi ini dapat didiagnosis dengan jelas setelah seluruh permukaan gigi dikeringkan. Gambar 1. Tahap Inisial ECC. 39 b. Tahap kedua Tahap kedua terjadi pada saat anak mencapai usia enam belas sampai dua puluh empat bulan. Pada tahap ini dentin sudah mulai terinfeksi ketika lesi putih berkembang dengan cepat sehingga mengakibatkan kerusakan yang parah pada permukaan enamel. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta berwarna kuning. Molar desidui maksila terkena lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai merasakan keluhan terhadap sensitifitas makanan atau minuman dingin. Orang tua mulai memperhatikan dan merasa terganggu dengan perubahan warna gigi anak.

Gambar 2. Tahap Kedua ECC. 38 c. Tahap ketiga Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan. Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi. Anak akan mengeluh sakit saat mengunyah dan menyikat gigi. Pada malam hari anak akan merasa kesakitan spontan. Pada tahap ini, molar desidui maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar desidui mandibula dan kaninus desidui maksila pada tahap inisial. Gambar 3. Tahap Ketiga ECC. 39

d. Tahap keempat Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila sudah fraktur akibat dari rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap ini insisivus desidui maksila biasanya sudah nekrosis dan molar desidui maksila berada pada tahap tiga. Molar kedua desidui dan kaninus desidui maksila serta molar pertama desidui mandibula pada tahap kedua. Anak sangat menderita, susah mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan Gambar 4. Tahap Keempat ECC. 38 2.1.2 Etiologi Early Childhood Caries Karies merupakan penyakit infeksi yang cepat meluas dan disebabkan oleh multifaktorial etiologi yang sangat mempengaruhi perkembangan karies. Adapun faktor faktor tersebut antara lain host, substrat, mikroorganisme dan waktu. Faktor-

faktor tersebut mempengaruhi keseimbangan antara demineralisasi dan juga remineralisasi struktur enamel gigi yang pada akhirnya menyebabkan karies. Diagram 1. Proses terjadinya ECC. 1 2.1.2.1 Host Gigi terdiri dari lapisan luar yaitu enamel dan dentin. Pada umumnya karies bermula pada permukaan enamel gigi, dengan demikian struktur enamel sangat menentukan proses terjadinya karies. Tetapi, karies juga dapat bermula di permukaan dentin dan sementum. Struktur enamel terdiri dari susunan kimia kompleks dengan

gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit. Proses karies pada gigi sulung lebih cepat dibanding gigi tetap, hal ini terjadi karena gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dbanding gigi tetap dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi tetap. Faktor genetik dapat mempengaruhi anatomi dari gigi baik mempengaruhi bentuk pit dan fisur gigi, perubahan enamel gigi, dan berpengaruh terhadap level ph (tingkat keasaman) dari saliva. Anatomi dari gigi desidui juga dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya karies. Malposisi, pit dan fisur yang dalam dapat memperbesar kemungkinan terjadinya karies. Plak juga lebih mudah melekat pada permukaan gigi yang kasar dan mempercepat perkembangan karies. 13,40 Saliva memainkan peranan penting untuk mencegah terjadinya karies. Saliva merupakan sistem pertahanan natural terpenting terhadap proses terjadinya karies. Apabila terjadi penurunan terhadap laju aliran saliva, proses terjadinya karies akan berlangsung lebih cepat. Penurunan dari laju aliran saliva maksimum sampai kurang dari 0,7 ml/menit dapat meningkatkan resiko terjadinya karies. Kehadiran makanan di dalam rongga mulut akan merangsang salviasi, makanan yang asam merupakan stimulus yang baik untuk merangsang pengeluaran saliva. Saliva tidak hanya menyingkirkan sisa makanan dan juga asam yang dihasilkan plak dari rongga mulut secar fisik, tetapi saliva juga berperan sebagai buffer untuk menormalkan kembali ph didalam rongga mulut. Aliran saliva yang cepat berperan dalam peningkatan ph rongga mulut menjadi sekitar 7,5 8,0 dan peningkatan ph ini sangat diperlukan oleh plak dental yang sebelumnya telah menurun akibat eksposur dengan gula. Oleh

karena struktur gigi terdiri dari kalsium dan fosfat, konsentrasi kalsium dan fosfat dalam saliva juga berperan mencegah terjadinya karies. 6,32,41 Faktor-faktor yang mempengaruhi pada saat kehamilan seperti demam atau penyakit lainnya, malnutrisi, kekurangan zat besi, stress, atau penggunaan antibiotik dapat menyebabkan perkembangan dari kelainan enamel pada gigi bayi, yang dikenal sebagai hypoplasia. Kelainan dari enamel juga merupakan faktor resiko yang dapat mempermudah terjadinya karies. Anak-anak dengan kelainan enamel menunjukan resiko terjadinya karies lima kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. Resiko terjadinya karies yang lebih tinggi ditunjukkan oleh anak yang menderita enamel hipoplasia (Li et al., 1996). 26,40 2.1.2.2 Substrat atau diet AAPD mengatakan bahwa frekuensi konsumsi minuman yang mengandung karbohidrat terfermentasi seperti susu, jus dan soda dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya karies. 12 Konsumsi karbohidrat terfermentasi dapat mempengaruhi pembentukan asam dan menyebabkan demineralisasi dan terjadinya karies pada permukaan gigi. 13 Anak-anak yang menderita ECC biasanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi gula dalam bentuk cairan dalam jangka waktu yang lama. Sukrosa, glukosa dan fruktosa yang terkandung dalam jus buah dan minuman manis lainnya dimetabolisme oleh Streptococcus mutans dan Lactobacilli dengan sangat cepat menjadi asam organik yang akan mendemineralisasi struktur enamel dan dentin. Penggunaan botol bayi dapat menambah frekuensi terpaparnya permukaan gigi bayi dengan glukosa.

Kebiasaan pemberian nutrisi melalui botol bayi selama bayi tertidur dapat meningkatkan resiko terjadinya ECC. Hal ini mungkin diakibatkan kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan juga menurunnya laju aliran saliva pada saat anak tertidur. 3 Peran pemberian ASI ataupun kebiasaan menyusui pada bayi sebagai faktor resiko terjadinya karies sendiri masih kontroversial. Beberapa peneliti seperti Rugg- Gunn dkk. (1985); Thomson dkk. (1996); Bowen dan Lawrence (2005), menyatakan bahwa ASI memiliki sifat kariogenik lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Penelitian di Swedia menemukan bahwa anak-anak yang masih menyusui pada umur 18 bulan memiliki resiko karies lebih tinggi dibandingkan anak-anak dengan jangka waktu menyusui lebih pendek. Birkhed et al. menunjukan ASI dan susu sapi dapat menurunkan nilai ph plak dental. Streptococcus sendiri dapat memfermentasi laktosa apabil frekuensi kontak dengan susu cukup tinggi. Berdasarkan hal ini Birkhed et al. mengambil kesimpulan bahwa kebiasaan menyusui dapat memberikan dampak pada karies apabila dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Tetapi walaupun begitu, pemberian ASI dalam kondisi yang normal tidak menyebabkan dampak klinik, kecuali terjadi penurunan laju aliran saliva seperti pada saat tidur dan penderita xerestomia. 25,32,33 Sementara itu penelitian di US yang dilakukan oleh The 3 rd National Health and Nutrition Examination Survey tidak menemukan adanya hubungan antara karies dental dengan menyusui. Pemberian ASI juga menunjukan banyak manfaat kesehatan bagi bayi. ASI memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi gastrointestinal, otitis media dan nekrose enterocolisitis. The World Health Organization juga menyarankan ASI ekslusif pada enam bulan pertama usia bayi dan sangat

direkomendasikan untuk melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih. Oleh karena itu, seorang dokter gigi seharusnya memberikan solusi kepada ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayinya namun didukung dengan perhatian terhadap kebersihan rongga mulut bayi sedini mungkin. 33,34 2.1.2.3 Mikroorganisme pada dental plak Dental plak adalah lapisan microbial biofilm yang mengandung ratusan mikroorganisme yang berada di rongga mulut dan melekat di permukaan gigi. Menurut Dawes dkk (1963), plak dental adalah lapisan lembut yang melekat pada permukaan gigi yang tidak dapat dibersihkan dengan mudah hanya dengan mengunakan air. Diperkirakan dari setiap 1 mm 3 plak dental, dan sekitar 1 mg plak dental terdapat sekitar lebih dari 200 miliar bakteri (Schele, 1994). Mikroorganisme lain seperti mikoplasma, jamur, dan protozoa juga dijumpai di plak matang. 19,42 Banyak penelitian yang menghubungkan bakteri Streptococcus mutans dengan terjadinya karies, dan beberapa penelitian laboratorium menunjukan kemampuan bakteri Stretpococcus mutans untuk memproduksi asam yang menyebabkan karies. Selain itu, bakteri penghasil asam lainnya yaitu Streptococcus sobrinus juga dihubungkan dengan penyebab terjadinya karies, walaupun presentasinya lebih kecil dibandingkan Streptococcus mutans. Lactobacillus juga dihubungkan dengan proses terjadinya karies dan dianggap berperan dalam patogenesis sekunder dalam dental karies. Bakteri Actnomyces juga diperkirakan memiliki hubungan dengan terjadinya karies terutama karies pada permukaan akar gigi. 2

Penelitian bakteriologi menunjukan bahwa pada anak-anak yang menderita ECC ditemukan 30 % bakteri Streptococcus mutans pada plak dentalnya. Sebaliknya, hanya ditemukan sekitar 10 % bakteri S. mutans pada anak-anak yang tidak menderita karies. 3 Streptococcus mutans dipercaya sebagai bakteri terpenting yang berperan terhadap proses awal terjadinya karies. 2,3 Selanjutnya, setelah terjadi karies enamel peran Lactobacilli meningkat. Selama proses karies berlangsung, ketika ph menurun dibawah level kritis yaitu sekitar 5,5, asam akan diproduksi dan dimulailah proses demineralisasi enamel. Proses ini akan berlangsung sekitar dua puluh menit atau lebih tergantung dari kandungan substrat yang tersedia. 32 2.1.2.4 Waktu Ketika asam dihasilkan kristal enamel akan rusak dan terjadi kavitas. Proses ini bisa terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun Di rongga mulut akan selalu terjadi proses demineralisasi dan remineralisasi. 41 Rentang waktu antara kolonisasi bakteri Streptococcus mutans dengan proses terjadinya karies sekitar 13-16 bulan. Pada bayi yang memiliki resiko karies tinggi seperti bayi yang lahir prematur, atau lahir dengan berat badan di bawah normal dan bayi dengan gigi yang hipomineralisasi rentang waktunya dapat lebih sempit lagi. 1 2.1.3 Faktor Resiko Early Childhood Caries Selain etiologi utama, proses terjadinya ECC juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi. Memprediksikan faktor-faktor yang kiranya dapat mempengaruhi terjadinya ECC merupakan pembahasan yang kompleks. ECC sendiri tergantung

pada keseimbangan antara bakteri yang menyerang agen (pada umumnya Mutans streptococci), ketahanan dari host (kekuatan struktur enamel, saliva, unsur protektif) dan juga faktor lingkungan (sosial, kultural, demografi, kebiasaan, dan status ekonomi). ECC biasanya dijumpai pada anak-anak yang berasal dari keluarga dengan penghasilan rendah ataupun anak-anak yang berasal dari ras minoritas dan keluarga imigran, anak yang diasuh oleh orang tua tunggal, anak dari orang tua yang berpendidikan rendah dan anak yang dilahirkan dari ibu yang memiliki penyakit tertentu. 7,18,28,32,33 Di negara yang belum berkembang, pengalaman karies pada anak sering dihubungkan dengan penghasilan orang tua, malnutrisi, dan juga tingginya kemungkinan infeksi pada anak. (Pascoe dan Seow, 1994). 26 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh KB Hallet tahun 2003, anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki satus sosio-ekonomi rendah (penghasilan dibawah $ 35.000) dan berasal dari keluarga non-caucasian memiliki kemungkinan terkena ECC dua kali lebih besar pada usia prasekolah. Status sosial ekonomi yang rendah mempengaruhi terjadinya ECC dari beberapa segi. Menurut Chen, keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah kurang menaruh perhatian kepada kesehatannya, penyakit yang diperoleh dianggap sudah merupakan nasib yang harus diterima. Sehingga penyakit yang berhubungan dengan gigi dianggap tidak memerlukan perhatian khusus. 7 Faktor pendidikan dari ibu juga penting untuk diperhatikan. Pengetahuan ibu akan pentingnya mengkonsumsi nutrisi yang seimbang sewaktu hamil akan sangat membantu pencegahan karies pada anak yang akan ia lahirkan. 28 Selanjutnya, anakanak yang dilahirkan ataupun dirawat oleh orang tua tunggal, anak yang dilahirkan

oleh ibu dibawah usia 25 tahun dan pada anak kelahiran keempat atau lebih memiliki resiko karies lebih besar. Oleh karena kurangnya pengetahuan dan juga perhatian terhadap kesehatan, ibu tunggal yang masih muda biasanya memiliki kebiasaan yang kurang baik terhadap kesehatan dibandingkan ibu dengan usia lebih tua dan memiliki pasangan. 7 Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dan bayi prematur diperkirakan memiliki level kolonisasi Streptococcus mutans yang tinggi. 32 Beberapa pendapat menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan melalui cesar, bayi prematur, bayi dari ibu yang merokok memiliki resiko tinggi terkena karies. 40 Malnutrisi dapat menyebabkan hipoplasia enamel, dan seperti anemia akibat kekurangan zat besi, malnutrisi juga dapat menurunkan produksi saliva dan menurunkan kapasitas buffer. Malnutrisi pada anak masih merupakan permasalahan utama di Brazil, terutama di bagian utara dan timur laut, yang mungkin berkontribusi terhadap besarnya kasus gigi berlobang. 32 Malnutrisi dapat menunda erupsi gigi dan mempengaruhi komposisi struktur gigi permanen dan tulang yang akan meningkatkan prevalensi karies. 25 Jenis kelamin sendiri diduga sebagai faktor predisposisi tidak langsung penyebab ECC. Menurut penelitian yang dilakukan oleh F. Vazquaz-Nava dkk. (2008), prevalensi karies pada anak laki-laki lebih besar (19,6%) dibandingkan dengan anak perempuan (16,3%). 11 Banyak penelitian menemukan anak laki-laki biasanya memulai menyikat giginya lebih lama dibandingkan anak perempuan dan lebih banyak mengkonsumsi makanan manis dimalam hari dibandingkan anak perempuan untuk jangka waktu yang lama. 28

Kebiasaan menyikat gigi memiliki hubungan yang kuat dengan proses terjadinya karies (Pienihakkinen dkk., 2004; Routtinen dkk., 2004). Oral Hygine yang baik merupakan hal yang penting bagi anak. Ketika gigi permanen mulai tumbuh, orang tua harus menyikat gigi anak minimal dua kali sehari menggunakan sikat gigi yang kecil dan lembut. Orang tua harus mengawasi dan memperhatikan cara anak menyikat giginya sampai usia anak sekitar tujuh tahun dan sudah mampu membersihkan gigi mereka dengan baik. Fluor memiliki peran pentng dalam pertumbuhan gigi anak. Fluor dapat meningkatkan kualitas dan kekuatan dari enamel gigi dan menciptakan lebih banyak permukaan yang resisten terhadap asam di permukana gigi. Fluor dapat menurunkan insiden terjadinya karies sekitar 50-70%. Oleh karena itu, kandungan fluor dalam pasta gigi dan air minum juga penting untuk diperhatikan. 11,25,32,40 2.2 Streptococcus mutans 2.2.1 Taksonomi dan Morfologi Streptococcus mutans seperti telah disebutkan di atas merupakan bakteri utama penyebab karies. 2,15,16,19,22-24 S. mutans masuk ke dalam genus mutans streptococci. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif. 25 Streptococcus mutans berbentuk kokus (bulat atau lonjong), diameter 1 mm, dan berbentuk rantai. Bakteri ini nonmotil dan fakultatif anareob. Sebagai bakteri yang anaerob butuh CO 2 5% dan nitrogen 95%. Tumbuh maksimal pada suhu 18 0-40 0 C. 41,42

2.2.2 Karakteristik Streptococus mutans Streptococcus mutans bersifat acidogenik dan acidurik yang berkolonisasi di rongga mulut dan berhubungan dengan perkembangan karies. 23 Bakteri ini dapat membentuk sistem pertahanan untuk melindungi diri atau mendominasi ekosistem mikroba dalam rongga mulut. Streptococcus mutans tumbuh pada ph yang sangat rendah yaitu sekitar 4,5. Pada level ph ini, tidak hanya akan menambah sifat kariogenik dari bakteri Streptococcus mutans tetapi juga akan membunuh bakteri lain yang tidak bersifat kariogenik. Streptococcus mutans seperti bakteri gram positif lainnya, memproduksi antibiotiknya sendiri yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. 25 2.2.3 Hubungan Streptococcus mutans dengan Karies Sejak lama diyakini bahwa bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri penyebab utama karies. Menurut Loesche (1986), Carlsson dkk (1987) bakteri Streptococcus mutans lebih banyak dijumpai pada plak gigi dibandingkan Streptococcus sobrinus. 16 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khisi M dkk (2009) dijumpai bakteri Streptococcus mutans pada 31 anak dari 54 anak berumur 2-5 tahun yang dijadkan subjek penelitian atau sekitar 57,4%. Skor dft yang didapati pada anak yang memiliki kolonisasi Streptococcus mutans pada plaknya juga lebih tinggi dibandingkan yang tidak. 24 Pada populasi yang memiliki resiko karies tinggi, dijumpai adanya hubungan antara level Mutans streptococci dalam saliva dan prevalensi ataupun insiden karies. Apabila didapati jumlah Mutans streptococci dalam saliva lebih besar dari satu juta

per milimeter, maka individu tersebut diduga memiliki resiko tinggi terkena karies (Klock and Krasse, 1976). 41 Menurut Kohler dkk. 89% anak-anak yang dijumpai kolonisasi Streptococcus mutans pada usia 2 tahun memiliki aktivitas karies yang tinggi pada usia 4 tahun. 3 Streptococcus mutans dapat terus bertahan di rongga mulut dengan membentuk kolonisasi yang melekat pada permukaan gigi ataupun hidup bebas dalam saliva. 3 Reservoir utama Streptococcus mutans pada anak adalah ibunya. 1,3,15,25,41 Konsep ini lahir berdasarkan beberapa penelitian klinis yang mengisolasi bakteri Streptococcus mutans dari ibu dan anaknya dan keduanya menunjukan gambaran bacteriocin, plasmid, dan cromosom DNA yang identik. Berkowitz dkk melaporkanan bahwa frekuensi infeksi infan akan lebih besar 9 kali ketika level organisme di dalam saliva ibu lebih besar dari 10 5 CFU/mL. 3 Pada usia awal anak, ketika anak masih sepenuhnya bergantung kepada ibunya ataupun perawatnya, kuantitas level Mutans streptoocci pada ibu atau perawat merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi perlekatan awal bakteri tersebut kedalam rongga mulut anak. Mutans streptococci dapat berkolonisasi kedalam rongga mulut anak melalui transmisi vertikal dari ibu atau perawatnya maupun transmisi horizontal dari saudara ataupun teman-temanya. Kebersihan rongga mulut ibu yang buruk dan kebiasaan mengkonsumsi makana berkabohidrat tinggi dapat memperburuk kemungkinan transmisi Streptococcus mutans. 24

2.2.4 Kerangka Teori Fermentasi Karbohidrat Host (Struktur Gigi) Mikroorganisme Streptococcus mutans Demineralisasi EARLY CHILDHOOD CARIES Faktor Resiko Internal dan Eksternal Umur, Jenis Kelamin, Pola makan, Sosial ekonomi, Pendidikan, Populasi minoritas, Transmisi S.mutans, Enamel Hipoplasia,Kebiasaan menyusui, Status Kelahiran, Oral Hygine, Fluor.