ERUPSI G. SOPUTAN 2007 AGUS SOLIHIN 1 dan AHMAD BASUKI 2 1 ) Penyelidik Bumi Muda di Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi 2 ) Penganalisis Seismik di Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari Gunungapi Soputan merupakan gunungapi tipe strato yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tubuh G. Soputan terbentuk dari hasil letusan dengan bagian lereng tertutup oleh bahan lepas hasil letusan. Puncak G. Soputan terbentuk dari pertumbuhan kubah lava yang terjadi sejak tahun 1991. G. Soputan termasuk gunungapi aktif dengan interval letusan terpendek sekitar 2 bulan dan terpanjang sekitar 45 tahun. Aktivitas letusan yang terjadi berupa letusan ekplosif dan letusan efusif. Letusan pertama yang tercatat dalam sejarah terjadi pada tahun 1785 dan letusan yang terakhir terjadi pada tahun 2007. Lontaran material dan awan panas bisa terjadi pada saat G. Soputan mengalami erupsi. Pada tahun 2007, G. Soputan mengalami dua kali masa erupsi yaitu bulan Agustus dan Oktober. Pada letusan bulan Agustus terjadi letusan ekplosif yang disertai awan panas dan guguran lava pijar yang mengarah ke bagian barat. Sedangkan periode letusan bulan Oktober ditandai dengan letusan ekplosif dengan kolom asap mencapai ketinggian 1500 m dan diikuti oleh guguran lava pijar yang mengarah ke bagian barat laut - barat daya. Letusan tahun 2007 telah mengubah bentuk puncak G. Soputan. Letusan Oktober 2007 menyebabkan terbentuknya lubang kawah di bagian barat puncak. Pendahuluan Gunungapi Soputan merupakan salah satu gunungapi aktif yang kegiatannya ditandai dengan terjadinya guguran-guguran pada kubah lavanya. Gunungapi tipe strato ini terletak di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara dengan posisi koordinat pada 01 o 06 30 LU dan 124 o 43 BT. Bentuk tubuh G. Soputan berubahubah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 1990, G. Soputan berbentuk kerucut terpancung dengan lereng licin tertutup bahan lepas hasil letusan. Mulai tahun 1991 hingga tahun 2006, terjadi pertumbuhan kubah lava yang mengakibatkan tertutupnya kawah lama oleh material lava dan puncaknya semakin tinggi. Gambar 1. Peta Lokasi G. Soputan di Sulawesi Utara Hal-15 -
Aktivitas letusan G. Soputan terjadi dengan Grafik Jumlah Gempa Guguran Harian G. Soputan 2007 jangka waktu terpendek sekitar 2 bulan dan terpanjang sekitar 45 tahun. Karakteristik letusan G. Soputan pada umumnya berupa letusan eksplosif dan letusan efusif. Lontaran material seperti abu, pasir, lapili dan bom, serta Juml. Gempa 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1/1/07 1/15/07 1/29/07 2/12/07 2/26/07 3/12/07 3/26/07 4/9/07 4/23/07 5/7/07 5/21/07 6/4/07 6/18/07 Tanggal 7/2/07 7/16/07 632 114 7/30/07 8/13/07 8/27/07 9/10/07 9/24/07 10/8/07 10/22/07 guguran lava pijar bisa terjadi pada saat G. Soputan mengalami masa erupsi. Selama tahun 2007, G. Soputan meletus dua kali, masing-masing tanggal 14 Agustus dan 25 Oktober 2007. Kedua letusan tersebut bersifat eksplosif dan efusif. Letusan yang terjadi pada 14 Agustus 2007, intensitasnya lebih besar dibandingkan dengan letusan pada 25 Oktober 2007. Semburan awan panasnya mencapai jarak lebih 4 km dari puncak, menghanguskan areal hutan yang berada di bagian barat. Aktivitas Gunungapi Soputan Tahun 2007 Pada umumnya kegempaan G. Soputan didominasi oleh Gempa Guguran dan Gempa Tektonik Jauh. Gempa guguran ini terjadi ratarata 1-7 kali tiap harinya, namun pada saat terjadi letusan, gempa guguran bisa mencapai 632 kali dalam satu hari. Arah guguran umumnya melalui lereng barat laut-barat daya. Asap dari kawah juga sering terlihat putih tipis dengan ketinggian sekitar 15-100 m. Grafik 1. Grafik harian Gempa Guguran G. Soputan Januari Oktober 2007 Jumlah Gempa 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Gempa Guguran G. Soputan 2007 jan peb mar apr mei jun jul aug sep okt Bulan Grafik 2. Grafik bulanan Gempa Guguran G.Soputan Januari Oktober 2007 Gejala awal aktivitas G. Soputan umumnya ditandai dengan munculnya Gempa Tremor pada seismogram yang diikuti oleh kenaikan suhu pada sensor tiltmeter, serta peningkatan gempa vulkanik dangkal secara signifikan. Pada saat terjadi letusan umumnya mengeluarkan letusan abu yang mencapai ketinggian hingga 1000 m, disertai suara gemuruh yang terdengar hingga Pos PGA Soputan (10 km arah barat laut G. Soputan). Guguran lava pijar terjadi dengan jarak luncur sekitar 100-200 m, umumnya ke lereng barat dan luncuran awan panas mencapai radius sekitar 1000 m dari puncak. Pada periode letusan ini sinar api selalu terlihat pada permukaan kubah lava. Semburan lava pijar juga teramati hingga ketinggian 20-50 m. Hal - 16 -
Pada letusan tanggal 25 Oktober 2007, terlihat asap kelabu tebal dengan ketinggian mencapai 1500 m, disertai suara gemuruh terus menerus yang terdengar hingga radius 10 km. Sekitar pukul 18.54 WITA tampak guguran lava pijar dengan jarak luncur mencapai 600 m ke arah barat laut puncak G. Soputan. Letusan kedua pada tanggal 27 Oktober 2007, terjadi pukul 03.11 WITA. Kolom asap dengan ketinggian sekitar 250 m yang diikuti guguran-guguran lava pijar yang terjadi terus menerus dan mengarah ke barat-barat laut dengan jarak luncur maksimum 600 m. Letusan ini diikuti oleh semburan lava pijar pada pukul 03.27 WITA dengan ketinggian semburan mencapai 50 m. Guguran-guguran lava pijar yang terjadi terlihat hingga pukul 06.00 WITA. Setelah letusan kedua, tampak dari Kawah G. Soputan hembusan asap putih sedang dengan ketinggian 100-200 m. Apabila di sekitar puncak terjadi hujan, maka tampak asap putih tebal (Foto 1) dengan ketinggian mencapai 1000 m. Hal ini diperkirakan asap berasal dari air hujan yang menguap akibat panas dari lava pijar yang tersebar di sekitar puncak dan lereng gunung. Guguran lava pijar dan sinar api masih terlihat hingga tanggal 31 Oktober 2007. Jarak luncur maksimal masih sekitar 600 m mengarah ke barat laut barat daya, terutama ke arah barat laut. Kondisi puncak G. Soputan setelah terjadi letusan, terlihat dari Pos PGA Soputan membentuk lubang kawah dengan hembusan asap masih keluar dari pusat kawah tersebut. Hal ini berbeda dengan kondisi puncak pada saat sebelum terjadi letusan (Foto 3). Foto 1. Hembusan asap putih tebal G. Soputan (Ahmad Basuki, 28-10-2007) Pada Kondisi ini diperkirakan telah terjadi pembongkaran kubah lava yang diikuti guguran-guguran material kubah. Namun bibir kawah baru yang terbentuk masih berada jauh di atas bibir kawah 1991 sehingga tumpukan lava yang tersisa di puncak G. Soputan masih cukup besar. Dengan demikian guguranguguran lava masih akan terjadi. Kondisi cuaca pada musim hujan juga dapat memicu terjadinya guguran-guguran lava tersebut. Hal-17 -
Foto 2.Perbandingan kondisi kubah lava G. Soputan sebelum letusan (Kushendratno, 08 Juli 2007) dan setelah letusan 25 Oktober 2007, perhatikan kondisi puncaknya. (Ahmad Basuki, 30 Oktober 2007) Foto 4. Kerusakan areal hutan pinus di sebelah barat G. Soputan (A. Solihin, 30 Oktober 2007) Foto 3. Letusan asap yang terjadi pada 29 Oktober 2007 (kiri) dan close up kondisi lubang Kawah G. Soputan, tampak tidak terlihat adanya kubah lava (kanan) (Solihin, 30 Oktober 2007) Gempa Vulkanik Pada tanggal 28 hingga 30 September 2007, diperkirakan terjadi suplai magma ke permukaan. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya inflasi dan kenaikan pengukuran ungkitan atau suhu (Tiltmeter) dari 38 o C menjadi 50 o C. Kemudian Tremor Vulkanik terjadi akibat munculnya gempa-gempa frekuensi tinggi dengan durasi yang pendek dan Gempa Guguran, namun jumlahnya masih dalam batas normal. Letusan pada 14 Agustus 2007, mengakibatkan kerusakan pada areal hutan pinus yang berada di kaki sebelah barat G. Soputan. Daerah tersebut terlanda aliran awan panas dan lontaran material letusan serta guguran lava pijar. Hal ini terlihat dari endapan material letusan serta banyaknya batang-batang pohon tumbang dengan arah sejajar. Daerah yang mengalami kerusakan tersebut mencapai jarak sekitar 4 km dari puncak G. Soputan dengan lebar lebih kurang 1 km. Gambar 2. Rekaman seismograf digital tanggal 28 September 2007 Hal - 18 -
Pada 14 Oktober 2007 terjadi tremor yang sama, diikuti oleh gempa frekuensi tinggi dengan amplituda yang lebih besar. Foto 6. Tremor Letusan tanggal 25 Oktober 2007 Gambar 3. Rekaman seismograf digital tanggal 14 Oktober 2007 Pada 23 Oktober 2007, tremor terjadi dengan amplituda yang lebih kecil dibanding tanggal 28 September 2007, namun diikuti oleh swarm gempa vulkanik dan guguran dengan jumlah lebih dari kondisi normal. Foto 5. Rekaman seismograf analog tanggal 24 Oktober 2007, berupa gempa VA dan gempa guguran. Foto 7. Gempa Tremor yang diikuti gempa-gempa guguran tanggal 26 Oktober 2007 Swarm Gempa Vulkanik dan Gempa Guguran ini diikuti dengan meningkatnya kembali tremor vulkanik, kemudian letusan eksplosif pada tanggal 25 Oktober 2007. Pada saat terjadi letusan, kegempaan G. Soputan didominasi oleh Tremor Letusan dengan amplitudo maksimum berkisar 10 49 mm (overscale). Tremor ini berlangsung dari pukul 19.15 WITA hingga pukul 22.30 WITA (foto 7). Setelah periode tremor letusan, amplituda tremor berangsur mengecil hingga kisaran 1 5mm. Kegempaan setelah letusan didominasi oleh gempa-gempa guguran yang terjadi hampir sepanjang hari. Hal ini disebabkan terjadinya pembongkaran kubah lava yang menyebabkan ketidakstabilan materal penyusun kubah lava, Hal-19 -
sehingga setelah terjadi letusan ekplosif tersebut terekam Gempa-gempa Guguran. Pada Tanggal 27 Oktober 2007 pukul 03.11 WITA terjadi letusan eksplosif kedua yang kemudian diikuti guguran lava pijar. Hal ini terlihat hingga pukul 06.00 WITA. Letusan ini lebih lemah dibanding dengan letusan pertama tanggal 25 Oktober 2007. Pada rekaman digital, gempa letusan tersebut terekam dengan frekuensi dominan sekitar 1.6 Hz seperti yang terlihat dari hasil FFT (Fast Fourier Transform) pada grafik di bawah ini. Pada pukul 03:27 WITA terjadi letusan strombolian, dimana pada seismogram terlihat berupa getaran low frekuensi dengan amplituda sekitar 40 mm dan pada rekaman digital terekam dengan frekuensi dominan sekitar 1.1Hz. Foto 9. Rekaman Letusan Stromboli Tanggal 27 Oktober 2007 pukul 03.27 WITA Amplitude 0.0005 0.0004 0.0003 0.0002 0.0001 1.1 Hz 0.0000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Frequency (Hz) Foto 8. Rekaman Gempa Letusan Tanggal 27 Oktober 2007 pukul 03.11 WITA Amplitude 0.00010 0.00008 0.00006 0.00004 0.00002 0.00000 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005 0.0000-0.0005-0.0010-0.0015 1.6 Hz 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Frequency (Hz) SOP 27-10-2007 Pukul 03:11 WITA 50 60 70 80 90 100 110 120 130 Detik Gambar 4. Hasil analisis spektral gempa letusan 27 Oktober 2007 pukul 03.11 WITA Amplitude 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005 0.0000-0.0005-0.0010-0.0015 SOP 27-10-2007 Pukul 03:27 WITA 40 50 60 70 80 90 100 Detik Gambar 5. Hasil analisis spectral letusan Stromboli tanggal 27 Oktober 2007 pukul 03.11 WITA Kegempaan Soputan setelah terjadinya letusan didominasi oleh gempa guguran dengan amplituda maksimum 24 mm dan lama gempa terlama terjadi 115 detik (Gambar 7). Jumlah Gempa Guguran pada tanggal 27 Oktober 2007 Hal - 20 -
merupakan jumlah terbanyak pada masa erupsi kali ini, yaitu 144 kali (Grafik 3). Gambar 6. Swarm Gempa Guguran 27 Oktober 2007 hasil rekaman digital Jumlah Gempa 120 100 80 60 40 20 0 10/23/2007 10/24/2007 Gempa Guguran G. Soputan 23 oktober - 3 Nopember 2007 10/25/2007 10/26/2007 10/27/2007 10/28/2007 10/29/2007 Tanggal Grafik 3. Grafik Gempa Guguran selama Masa Erupsi Oktober 2007 10/30/2007 10/31/2007 11/1/2007 11/2/2007 11/3/2007 Diketahui dari hasil analisis spektral, Gempa Guguran G. Soputan memiliki frekuensi dominan sekitar 5 6 Hz. Gempa Guguran menurun setelah 27 Oktober 2007. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dikeluarkan sudah mulai menurun, namun tidak berarti suplai magma ke permukaan berkurang. Bukti ini didasarkan atas rekaman Gempa Vulkanik-Dalam (VA) pada tanggal 30 Oktober 2007, pukul 12.18 WITA dengan frekuesi dominan sekitar 2.4 Hz, yang menunjukkan masih adanya pergerakan magma yang menyebabkan terjadinya retakan-retakan pada batuan di bawah kawah G. Soputan. Secara kegempaan terdapat kemiripan aktivitas antara masa erupsi Agustus 2007 dengan masa erupsi Oktober 2007. Gejala awal sebelum letusan umumnya terjadi beberapa kali gempa tremor beberapa hari menjelang letusan. Pada tahap mendekati letusan, gempa tremor akan menghilang dan diganti dengan swarm gempa vulkanik dan gempa guguran. Pada letusan 14 Agustus 2007, swarm gempa guguran dan gempa vulkanik terjadi tanggal 11 Agustus 2007. Sedangkan pada letusan 25 Oktober 2007, swarm gempa guguran dan gempa vulkanik terjadi tanggal 24 Oktober 2007. Gambar 7. Salah satu Gempa Guguran G. Soputan Tanggal 29 Oktober 2007 dengan frekuensi dominan 5.997 Hz Hal-21 -
Grafik Kesetaraan Energi Gempa Guguran dengan interval waktu Per-jam 120000 8000 100000 7000 6000 80000 5000 60000 4000 40000 3000 2000 20000 1000 0 0 Wakt u Gambar 8. Gempa Vulkanik-Dalam (VA) G. Soputan tanggal 30 Oktober 2007 pukul 12.18 WITA Untuk mengetahui energi Gempa Guguran yang terjadi pada erupsi ini, dilakukan perhitungan kesetaraan energi Gempa Guguran yang merupakan perkalian antara amplitudo maksimum kuadrat dengan lama gempa. Kesetaraan ini dengan mengasumsikan bahwa energi tekanan dari dalam berbanding lurus dengan volume lava yang dikeluarkan dan jangkauannya jarak luncur guguran lava. Semakin besar energi tekanan dari dalam, semakin besar pula volume yang dikeluarkan, serta semakin besar pula jarak luncur gugurannya. E = A 2 x Lg E = Kesetaraan Energi A = Amplituda maksimum Lg = Lama gempa Gambar 9, memperlihatkan fluktuasi kesetaraan energi serta trend kumulatif dari gempa guguran paska letusan 25 Oktober 2007 (26 Oktober 1 November 2007) dengan interval waktu satu jam. Gambar 9. Grafik kesetaraan energi Gempa Guguran dengan interval waktu per-jam selama periode paska letusan 25 Oktober 2007. Pengukuran Deformasi (Tiltmeter) Berdasarkan data tiltmeter G. Soputan, diketahui telah terjadi deflasi dan penurunan suhu setelah letusan 14 Agustus 2007. Hal ini menunjukan terjadi penurunan aktivitas G.Soputan setelah masa letusan tersebut. Namun pada 7 September 2007, diperkirakan terjadi pergerakan magma ke permukaan yang ditandai dengan kecenderungan suhu yang mulai naik serta kembali terjadinya inflasi. Hal ini diperkuat pula dengan data gempa vulkanik, dimana pada saat terjadi tremor yang berlangsung dari 7-8 September 2007. Kecenderungan peningkatan kegiatan ini terus berlangsung hingga 1 Oktober 2007 dimana suhu tiltmeter mencapai 50 o C dan tingkat inflasi pada sumbu radial mencapai nilai paling tinggi. Setelah tanggal tersebut suhu Tiltmeter cenderung menurun dan sumbu radial juga mengalami deflasi. Hal - 22 -
Grafik 4. Data tiltmeter G. Soputan Agustus Oktober 2007 Menjelang letusan 25 Oktober 2007, data tiltmeter menunjukkan terjadinya inflasi sejak 23 Oktober 2007 dengan suhu mencapai 40 o C dan kegempaan kembali merekam gempa tremor. Inflasi pada data tiltmeter menunjukkan adanya peningkatan tekanan pada permukaan Hal-23 -
tanah dimana alat tersebut terpasang, sehingga terjadinya ungkitan pada sensor tiltmeter. Peningkatan suhu juga menunjukkan adanya masa dengan suhu tinggi yang mendekati permukaan dan mengakibatkan suhu permukaan tanah di lokasi tiltmeter tersebut mengalami perubahan yang signifikan pada semua komponen. Suhu tiltmeter meningkat tajam dari 38,37 o C pada 27 September 2007 menjadi 50,77 o C pada 1 Oktober 2007. Sesudahnya tiltmeter menunjukkan kecenderungan deflasi dan penurunan suhu. Namun menjelang letusan, data tiltmeter menunjukkan terjadinya inflasi, dan kenaikan suhu kembali. G. Soputan meletus tiga minggu setelah suhu tiltmeter mencapai angka tertinggi dan pada saat trend-nya menurun. Hal ini dimungkinkan, karena lokasi sensor tiltmeter berada pada posisi yang berbeda, yaitu di G. Aesoput, dimana semakin mendekati puncak G. Soputan, sumber panasnya semakin jauh dari sensor tiltmeter, sehingga suhunya semakin menurun. Setelah terjadi letusan, suhu tiltmeter terus menunjukkan penurunan dan sumbu radial menunjukkan deflasi. Pada 1 Nopember 2007 suhu tiltmeter turun hingga berada pada kisaran 31 o C. Hal ini menunjukkan penurunan aktivitas letusan G. Soputan. Diskusi Secara garis besar peningkatan aktivitas vulkanik yang dimanifestasikan oleh terjadinya letusan merupakan indikasi terjadinya pergerakan magma ke permukaan dan peningkatan tekanan pada tubuh G. Soputan. Dari hasil pengamatan visual terlihat bahwa pada puncak G. Soputan bagian barat telah terbentuk lubang kawah sebagai akibat terjadinya erupsi pada bulan Oktober 2007. Dengan demikian diperkirakan tekanan yang berasal dari bawah permukaan baik berupa gas maupun magma akan lebih mudah keluar sehingga tidak terjadi penumpukan tekanan di sekitar puncak. Dengan melihat kondisi puncak pada saat ini diperkirakan guguran-guguran masih akan terjadi setelah periode letusan ini, baik yang disebabkan ketidakstabilan struktur di puncak (pengaruh gravitasi) ataupun curah hujan yang tinggi. Jika terjadi pergerakan magma ke permukaan pada masa mendatang, diperkirakan akan terjadi penumpukan kembali kubah lava di puncak G. Soputan dan guguranguguran lava pijar. Dengan melihat daerah yang terlanda material vulkanik secara langsung, dan mengingat adanya kecenderungan semakin bertambahnya areal perkebunan ke arah lereng G. Soputan sebelah barat, maka potensi bencana G. Soputan masih tetap tinggi di masa mendatang, khususnya di perkebunan penduduk sekitar Silian. Dari data kegempaan diketahui terdapat kemiripan aktivitas kegempaan sebelum letusan antara letusan 14 Agustus 2007 dengan letusan 25 Oktober 2007. Hal ini menunjukkan Hal - 24 -
karakteristik letusan G. Soputan yang selalu didahului oleh gempa-gempa tremor yang kemudian diikuti oleh swarm gempa guguran dan gempa vulkanik. Terjadinya Gempa Tremor menunjukkan bahwa magma berada pada tahap pergerakan menuju permukaan. Terjadinya Gempa Tremor yang berulang-ulang mencerminkan terjadinya beberapa kali suplai magma ke permukaan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya akumulasi tekanan di permukaan. Hilangnya Gempa Tremor menjelang letusan yang kemudian diganti dengan swarm Gempa Guguran dan Gempa Vulkanik menunjukkan bahwa tekanan di bawah permukaan kubah telah benar-benar jenuh, sehingga pergerakan magma terbatas. Namun karena tekanan yang begitu tinggi menyebabkan kondisi kubah mulai tidak stabil dan memicu terjadinya peningkatan Gempa Guguran. Ketika kondisi kubah mulai melemah, tekanan yang tinggi mampu mendobrak kubah lava sehingga terjadi letusan ekplosif tanggal 25 Oktober 2007. Perubahan tekanan yang pada tubuh G. Soputan dimanifestasikan pada data tiltmeter berupa terjadinya ungkitan sesuai dengan arah dari tekanan terhadap lokasi tiltmeter. Sedangkan terjadinya pergerakan magma ke permukaan selain dimanifestasikan oleh ungkitan tersebut juga dapat diketahui dengan terjadinya peningkatan suhu tiltmeter. Letusan G. Soputan pada bulan Oktober 2007 terjadi pada saat suhu mengalami kecenderungan penurunan setelah mencapai suhu tertinggi pada angka 50oC. Jangka waktu antara terjadinya suhu tertinggi dengan terjadinya letusan adalah sekitar 26 hari. Hal ini menunjukkan bahwa untuk terjadinya suatu letusan eksplosif memerlukan akumulasi tekanan yang cukup tinggi dan memerlukan suplai magma berkalikali, yang dibuktikan dengan terjadinya perulangan pergerakan magma dan kenaikan suhu. Pada perubahan deformasi sebelum letusan terdapat kemiripan karakteristik antara letusan 14 Agustus 2007 dengan letusan 25 Oktober 2007. Sehingga gejala awal sebelum letusan G. Soputan dapat ditentukan dengan melihat data kegempaan dan deformasi. Selain dari aktivitas magma, letusan G. Soputan juga dipengaruhi kondisi cuaca pada saat itu. Gunung Soputan sampai saat ini sangat rentan terhadap letusan yang dipicu oleh letusan sekunder pada tubuh kubah lava. Ketika hujan mengguyur kawasan tersebut, bagian dalam lava yang masih cair dan panas mudah membentuk uap air kemudian retak, dan terjadi letusan sekunder. Akhir dari rangkaian peristiwa tersebut adalah fluida magma akan terdorong keluar dan tercipta letusan dan sebagian material lava meluncur membentuk awan panas guguran. Ancaman bahaya bagi penduduk relatif kecil karena keberadaan lokasi pemukiman berjarak antara 8-11 km dari pusat letusan. Jangkauan awan panas pada letusan Agustus 2007, mencapai jarak luncuran lebih dari 4 km. Hal-25 -
Kesimpulan Letusan 25 Oktober 2007 menyebabkan terbentuknya lubang kawah di bagian barat puncak G. Soputan. Guguran lava pada letusan 25 Oktober 2007 mengarah ke lereng baratlautbaratdaya. Guguran lava diperkirakan masih akan terjadi mengingat tumpukan lava di puncak G. Soputan berjumlah sangat besar. Kegempaan Gunung Soputan serta deformasi yang terjadi sebelum letusan Oktober 2007 dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan aktivitas letusan di masa mendatang. Ancaman langsung letusan G. Soputan masih berkisar pada areal 6 km dari puncak G. Soputan. Sedangkan ancaman tidak langsung lebih dominan berada pada aliran sungai yang berhulu di G. Soputan. Sejak 23 November 2007, status kegiatan G. Soputan diturunkan dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II) Daftar Pustaka Solihin, A., dkk, 2000, Laporan Pengamatan Kegiatan Letusan G. Soputan, Sulawesi Utara, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Solihin, A., dkk, 2001, Evaluasi Kegiatan Letusan G. Soputan, Sulawesi Utara Bulan Mei 2001, Arsip Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung. Rochendi, Dedi., dkk, 1999, Laporan Pengamatan Seismik dan Visual G. Soputan, Juni 1999, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Tambegi Denny F., 1992, Laporan Pemeriksaan Kawah G. Soputan, November 1992, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Katili J.A dan Suparto S.S., 1994, Pemantauan Gunungapi di Filipina dan Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). M.N. Kartadinata, Rochanan dan Zaennudin., 1995, Laporan Evaluasi Kegiatan G. Mahawu, G. Lokon dan G. Soputan, Sulawesi Utara, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Rochanan dan Sobana, 1996, Pengukuran Pertumbuhan Kubah Lava G. Soputan, Sulawesi Utara, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Suparto S.S., 1981, Seismologi Gunungapi, analisa Gempa dan Hubungannya dengan Kegiatan Gunungapi, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Hal - 26 -