V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Tabel Pengamatan pada Kubis - 5 0,5 2 Blansing rebus 1,5 1 5 3 Blansing kukus 1,5 4 Blanko < rebus 1,5 < rebus 0,5 < rebus 5 < kukus 1,5 < tanpa Tabel 2. Tabel Pengamatan pada Tomat Merah Tomat - 0,5 Blansing rebus 1,5 5 Blansing kukus 1,5 Merah kekuningan Blanko < rebus 5 < rebus 1,5 < kukus < rebus 0,5 < tanpa
Tabel 3. Tabel Pengamatan pada Terong Blansing rebus 1 Blansing rebus 2 Blansing rebus 3 - Hijau Terong Nova Nurfauziawati 0,5 1 2,5 3 7 2 0,5 Hijau terang Terong Lunak 2,5 Hijau lebih tua 3 7 Hijau lebih tua 2 0,5 Hijau 1 2,5 3 7 Blansing kukus 2,5 Hijau tua kecoklatan Hijau 2 Bau Lunak Blanko < rebus 0,5 < rebus 7 < rebus 2.5 < kukus < tanpa 5 1 4 Tabel 4. Tabel Pengamatan pada Buncis - Hijau muda Wangi buncis 5 1 Hijau 4 Blansing rebus 1 3 Hijau 3 9 Hijau 1 Blansing kukus 3 Hijau 2 Blanko < rebus 9 < kukus 3 < rebus 3 < rebus 1 < tanpa
VI. PEMBAHASAN Blansing adalah panas yang pendek dengan air panas/uap panas sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan. Blansing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1). Dalam air mendidih, selama 1,5 12 menit, pada suhu 88 0 C - 99 0 C dan 2). Dalam stim pada tekanan 1 atm dan suhu 100 0 C (Tjahjadi, 2011). Tujuan dari blansing adalah a). Menonaktifkan enzim terutama polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing); b). Menghilangkan kotoran yang melekat; c). Mengurangi jumlah mikroorganisme; d). Melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan; dan e). Mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah (Tjahjadi, 2011). Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah kubis, tomat, terong dan buncis. Sebelum blansing dilakukan, bahan-bahan tersebut dipotong-potong terlebih dahulu. Pemotongan bertujuan agar bahan lebih mudah untuk diblansing. Blansing yang dilakukan dalam praktikum ini terdapat dua cara, yaitu blansing dengan air mendidih (rebus) dan blansing dengn uap air (kukus). Pada sampel kubis dan tomat lama blansing kukus 1,5 menit sedangkan lama blansing rebus adalah 0,5 ; 1,5 dan 5 menit. Pada sampel terong, blansing kukus dilakukan selama 2,5 menit dan blansing rebus dilakukan selama 0,5 ; 2,5 dan 7 menit. Pada sampel terakhir yaitu buncis, lama proses blansing kukus adalah 3 menit sedangkan lama blansing rebus adalah 1; 3 dan 9 menit. Selain itu, terdapat sampel bahan yang tidak diberikan blansing, baik blansing kukus maupun blansing rebus. Bahan tersebut dijadikan sebagai kontrol atau pembanding terhadap bahan-bahan yang mengalami pemanasan berupa blansing. Hasil pengamatan pengaruh pemanasan pada kubis dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Tabel Pengamatan pada Kubis - 0,5 Blansing rebus 1,5 5 Blansing kukus 1,5 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kubis yang telah diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki warna lebih cerah, yaitu warna putih kehijauan semakin tinggi. Semakin lama proses pemanasan atau blansing makan warna yang dihasilkan pun semakin cerah dan tekstur yang dihasilkan semakin lunak. Hal ini disebabkan oleh enzim yang terdapat dalam kubis tersebut dinonaktifkan, terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan penyebab pencokelatan enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase yang digunakan sebagai indikator kecukupan blansing. Selain itu, kubis yang telah diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki tekstur yang lebih lunak. Hal ini dikarenakan blansing dapat menyebabkan pelenturan jaringan. Setelah proses blansing dilakukan, kubis dimasukkan kedalam air es. Alasan menggunakan air es dari pada air biasa adalah untuk pengkondisian agar kontak antara kubis dengan air es merata sehingga penurunan suhu yang terjadi pada kubis tersebut pun merata. Berbeda halnya dengan air. Apabila menggunakan air, kontak antara kubis dengan air tidak merata dan penurunan suhunya pun tidak merata. Selain pada kubis, proses pemanasan baik blansing kukus maupun blansing rebus pun dilakukan terhadap tomat. Hasil pengamatan dari pengaruh pemanasan terhadap tomat daat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Tabel Pengamatan pada Tomat Merah Tomat -
0,5 Blansing rebus 1,5 5 Blansing kukus 1,5 Merah kekuningan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa aroma tomat sebelum diblansing adalah aroma khas tomat, setelah blansing kukus aromanya menjadi berbau amis dan setelah blansing rebus beraroma sama seperti sebelum diblansing yaitu khas tomat. Tomat yang diblansing rebus lebih mudah dikupas kulitnya dari pada tomat yang diblansing kukus dan tomat yang sebelum diblansing. Hal ini tergantung pada lamanya proses pemanasan blansing, pada pemanasan blansing rebus lebih tinggi dari pada blansing kukus sehingga panas yang diserap tomat lebih efisien. Pada tabel juga terlihat bahwa semakin lama proses pemanasan maka tekstur tomat semakin lunak. Hal ini disebabkan karena pelenturan jaringan yang ada dalam tomat akibat proses blansing. Selain itu, juga karena pada proses perebusan tomat akan lebih banyak menyerap air dari pada proses pengkukusan, sehingga tomat menjadi lebih lunak. Sampel selanjutnya dalam prakikum kali ini adalah terong. Langkahlangkah yang dilakukan dalam proses pemanasan terong hampir sama dengan proses pemanasan kubis dan tomat, yaitu blansing. Lamanya proses pemanasan yang menyebabkan ketiga sampel tersebut berbeda. Hasil pengamatan pengaruh pemanasan pada terong dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Tabel Pengamatan pada Terong Terong - Hijau 0,5 Blansing rebus 1 2,5 7 Terong Lunak 0,5 Hijau terang Blansing rebus 2 2,5 Hijau lebih tua Hijau lebih tua 7 Blansing rebus 3 0,5 Hijau
2,5 7 Hijau tua kecoklatan Blansing kukus 2,5 Hijau Bau Lunak Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa pada proses blanasing rebus dilakukan secara tiga kali, dan hasil dari ketiga praktikum tersebut menunjukkan hasil yang sama, yaitu terong yang semula berwarna hijau menjadi semakin hijau tua dan labih cerah. Hal ini terjadi karena enzim yang terdapat dalam terong tersebut dinonaktifkan, terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan penyebab pencokelatan enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase yang digunakan sebagai indikator kecukupan blansing. Namun pada blansing rebus ke 3 dengan lama pemanasan 7 menit, warna terong menjadi hijau tua kecoklatan. Warna kecoklatan ini terjadi karena enzim yang terdapat dalam terong tersebut belum seluruhnya dinonaktifkan. Selain pada warna, perubahan pun terjadi pada aroma dan tekstur. Baik pada blansing rebus maupun blansing kukus aroma terong setelah mengalami blansing manjadi semakin menyengat dan tekstur terong menjadi semakin lunak karena terjadi pelunakan jaringan-jaringan yang terdapat pada terong tersebut. Sampel terakhir dari praktikum ini adalah buncis. Hasil pengamatan pengaruh pemanasan terhadap buncis dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Tabel Pengamatan pada Buncis Wangi - Hijau muda buncis 1 Hijau Blansing rebus 1 3 Hijau 9 Hijau Blansing kukus 3 Hijau Pada tabel di atas terlihat bahwa tekstur buncis sebelum diblansing lebih keras dari pada buncis yang sudah diblansing. Kulit buncis yang telah diblansing
lebih halus dari pada kulit buncis sebelum diblansing. Hal ini disebabkan oleh pelenturan jaringan akibat blansing. Warna buncis baik yang sedah diblansing kukus maupun diblansing rebus lebih cerah dari pada buncis sebelum diblansing, yaitu warna hijau semakin meningkat. Hal ini terjadi karena enzim yang terdapat dalam buncis dinonaktifkan. Aroma khas buncis yang diblansing rebus lebih menyengat dari pada aroma khas buncis yang diblansing kukus. Buncis yang diblansing rebus memperoleh panas lebih tinggi dari pada blansing kukus sehingga udara yang ada dalam jaringan buncis lebih banyak keluar pada saat blansing rebus dari pada saat blansing kukus. Selain melakukan blansing, pada praktikum kali ini pun dilakukan uji peroksidase dengan cara 10 gram sampel dihaluskan kemudian ditambahkan 30 ml aquadest lalu disaring dan diambil filtratnya sebanyak 2 ml untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya 10 aquades, 1 ml gualikol 0,5% dan 1 ml H 2 O 2 ditambahakn ke dalam tabung reaksi tersebut, lalu diaduk dan didiamkan selama 3,5 menit untuk diamati. Fungsi penambahan gualikol adalah sebagai donor proton untuk reaksi peroksidase. Sedangkan penambahan H 2 O 2 berfungsi sebagai pereaksi supaya terjadi perubahan warna menjadi cokelat ketika terjadi penguaian H 2 O 2. Hasil pengamatn dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 5 dan 6. Tabel 5. Uji se Buncis Perlakuan Waktu Kubis Tomat Waktu - 5 1-5 0,5 2 2 1 4 Blansing rebus 1,5 1 4 3 3 5 3 5 9 1 Blansing kukus 1,5 4 3 3 2
Tabel 6. Uji peroksidase pada Terong Perlakuan Waktu - 5 0,5 1 Blansing rebus 1 2,5 3 7 2 0,5 1 Blansing rebus 2 2,5 3 Blansing rebus 3 7 2 0,5 1 2,5 3 7 2 Blansing kukus 2,5 4 Nova Nurfauziawati Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa pada sampel kubis hasil uji peroksidase menunjukkan blanko < rebus 1,5 < rebus 0,5 < rebus 5 < kukus 1,5 < tanpa. Pada sampel tomat blanko < rebus 5 < rebus 1,5 < kukus < rebus 0,5 < tanpa, sedangkan pada sampel buncis blanko < rebus 9 < kukus 3 < rebus 3 < rebus 1 < tanpa, dan pada sampel terong blanko < rebus 0,5 < rebus 7 < rebus 2.5 < kukus < tanpa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua sampel yang tidak mendapatkan apa pun memikiki bilangan peroksidase yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena pada sampel tersebut enzim-enzim yang menyebabkan pencoklatan yaitu enzim polifenoloksidasi masih aktif. Semakin lama proses pemanasan maka bilangan peroksidase pada sampel tersebut semakin rendah, karena semakin lama pemanasan maka enzim polifenoloksidasi atau enzim penyebab kecoklatan akan dinonaktifkan.
VII. KESIMPULAN Polifenoloksidase merupakan enzim penyebab kecoklatan. Semakin lama proses blansing maka warna bahan akan semakin cerah, karena blansing dapat berguna untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel ada sampel. Semakin lama proses blansing maka tekstur bahan akan semakin lunak karena terjadi pelunakan jaringan Semakin lama proses blansing maka aroma bahan akan semakin menyengat Sampel yang tidak mendapatkan apa pun akan memiliki nilai bilangan peroksida yang tinggi, karena enzim polifenoloksidase dalam sampel tersebut masih aktif.
DAFTAR PUSTAKA Herudiyanto, Marlen S. 2006. Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran. Jatinangor Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Jawaban Pertanyaan 1. Apa sebabnya inaktivasi enzim penting dalam proses pengolahan sayuran dan buah-buahan? Inaktivasi enzim penting dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan dengan tujuan agar tidak terjadi pencoklatan enzimatis oleh polifenol-oksidase, ketengikan oleh enzim lipoksigenase, oksidasi vitamin C oleh ascorbic acid oksidase, penguraian protein oleh poligalakturonase dan pectin-metilesterase, dan konversi patu menjadi gula. 2. Untuk apa perlu dilakukan uji peroksidase untuk kecukupan blansing? Faktor apa saja yang kiranya dapat mempengaruhi lama blansing? Enzim peroksidase katalase adalah indikator kecukupan blansing karena enzim peroksidase katalase merupakan enzim paling tahan panas sehingga jika enzim ini sudah tidak aktif berarti sama halnya dengan enzim lain, khususnya enzim pembusuk. Faktor yang mempengaruhi lama blansing antara lain: jenis bahan, ukuran bentuk bahan, suhu, rasio air dalam bahan, ketebalan tumpukan bahan dan medium blansing.