Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Bilangan Peroksida Tanpa. Perlakuan Waktu Warna Aroma Tekstur.

dokumen-dokumen yang mirip
Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi. Sampel Warna Tekstur Warna Tekstur

BLANSING. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

BLANSING. mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng. dalam wadah

PAPER BIOKIMIA PANGAN

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB VII SUHU TINGGI RENDAH

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengolahan dengan suhu tinggi

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Bahan dan Alat yang Digunakan dan Tahapan-tahapan dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: PENGARUH PEMANASAN SARI BUAH JERUK TERHADAP TINGKAT KEHILANGAN VITAMIN C

Pengeringan Untuk Pengawetan

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

BAB III METODE PENELITIAN

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN ABON

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TAPE SINGKONG

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

Karakteristik mutu daging

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun lokasi dan waktu penelitian ini yakni sebagai berikut :

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

BAB III METODE PENELITIAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENGARUH WAKTU DAN JENIS WADAH PEMASAKAN TERHADAP KOMPONEN MAKANAN DALAM GUDEG

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

TEKNOLOGI MEMBUAT MEDIA PDA Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan prosedur analisa besi, baik secara kualitatif maupun. kuantitatif, maka yang menjadi kerangka konsep adalah:

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Transkripsi:

V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Tabel Pengamatan pada Kubis - 5 0,5 2 Blansing rebus 1,5 1 5 3 Blansing kukus 1,5 4 Blanko < rebus 1,5 < rebus 0,5 < rebus 5 < kukus 1,5 < tanpa Tabel 2. Tabel Pengamatan pada Tomat Merah Tomat - 0,5 Blansing rebus 1,5 5 Blansing kukus 1,5 Merah kekuningan Blanko < rebus 5 < rebus 1,5 < kukus < rebus 0,5 < tanpa

Tabel 3. Tabel Pengamatan pada Terong Blansing rebus 1 Blansing rebus 2 Blansing rebus 3 - Hijau Terong Nova Nurfauziawati 0,5 1 2,5 3 7 2 0,5 Hijau terang Terong Lunak 2,5 Hijau lebih tua 3 7 Hijau lebih tua 2 0,5 Hijau 1 2,5 3 7 Blansing kukus 2,5 Hijau tua kecoklatan Hijau 2 Bau Lunak Blanko < rebus 0,5 < rebus 7 < rebus 2.5 < kukus < tanpa 5 1 4 Tabel 4. Tabel Pengamatan pada Buncis - Hijau muda Wangi buncis 5 1 Hijau 4 Blansing rebus 1 3 Hijau 3 9 Hijau 1 Blansing kukus 3 Hijau 2 Blanko < rebus 9 < kukus 3 < rebus 3 < rebus 1 < tanpa

VI. PEMBAHASAN Blansing adalah panas yang pendek dengan air panas/uap panas sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan. Blansing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1). Dalam air mendidih, selama 1,5 12 menit, pada suhu 88 0 C - 99 0 C dan 2). Dalam stim pada tekanan 1 atm dan suhu 100 0 C (Tjahjadi, 2011). Tujuan dari blansing adalah a). Menonaktifkan enzim terutama polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing); b). Menghilangkan kotoran yang melekat; c). Mengurangi jumlah mikroorganisme; d). Melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan; dan e). Mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah (Tjahjadi, 2011). Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah kubis, tomat, terong dan buncis. Sebelum blansing dilakukan, bahan-bahan tersebut dipotong-potong terlebih dahulu. Pemotongan bertujuan agar bahan lebih mudah untuk diblansing. Blansing yang dilakukan dalam praktikum ini terdapat dua cara, yaitu blansing dengan air mendidih (rebus) dan blansing dengn uap air (kukus). Pada sampel kubis dan tomat lama blansing kukus 1,5 menit sedangkan lama blansing rebus adalah 0,5 ; 1,5 dan 5 menit. Pada sampel terong, blansing kukus dilakukan selama 2,5 menit dan blansing rebus dilakukan selama 0,5 ; 2,5 dan 7 menit. Pada sampel terakhir yaitu buncis, lama proses blansing kukus adalah 3 menit sedangkan lama blansing rebus adalah 1; 3 dan 9 menit. Selain itu, terdapat sampel bahan yang tidak diberikan blansing, baik blansing kukus maupun blansing rebus. Bahan tersebut dijadikan sebagai kontrol atau pembanding terhadap bahan-bahan yang mengalami pemanasan berupa blansing. Hasil pengamatan pengaruh pemanasan pada kubis dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tabel Pengamatan pada Kubis - 0,5 Blansing rebus 1,5 5 Blansing kukus 1,5 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kubis yang telah diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki warna lebih cerah, yaitu warna putih kehijauan semakin tinggi. Semakin lama proses pemanasan atau blansing makan warna yang dihasilkan pun semakin cerah dan tekstur yang dihasilkan semakin lunak. Hal ini disebabkan oleh enzim yang terdapat dalam kubis tersebut dinonaktifkan, terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan penyebab pencokelatan enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase yang digunakan sebagai indikator kecukupan blansing. Selain itu, kubis yang telah diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki tekstur yang lebih lunak. Hal ini dikarenakan blansing dapat menyebabkan pelenturan jaringan. Setelah proses blansing dilakukan, kubis dimasukkan kedalam air es. Alasan menggunakan air es dari pada air biasa adalah untuk pengkondisian agar kontak antara kubis dengan air es merata sehingga penurunan suhu yang terjadi pada kubis tersebut pun merata. Berbeda halnya dengan air. Apabila menggunakan air, kontak antara kubis dengan air tidak merata dan penurunan suhunya pun tidak merata. Selain pada kubis, proses pemanasan baik blansing kukus maupun blansing rebus pun dilakukan terhadap tomat. Hasil pengamatan dari pengaruh pemanasan terhadap tomat daat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Tabel Pengamatan pada Tomat Merah Tomat -

0,5 Blansing rebus 1,5 5 Blansing kukus 1,5 Merah kekuningan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa aroma tomat sebelum diblansing adalah aroma khas tomat, setelah blansing kukus aromanya menjadi berbau amis dan setelah blansing rebus beraroma sama seperti sebelum diblansing yaitu khas tomat. Tomat yang diblansing rebus lebih mudah dikupas kulitnya dari pada tomat yang diblansing kukus dan tomat yang sebelum diblansing. Hal ini tergantung pada lamanya proses pemanasan blansing, pada pemanasan blansing rebus lebih tinggi dari pada blansing kukus sehingga panas yang diserap tomat lebih efisien. Pada tabel juga terlihat bahwa semakin lama proses pemanasan maka tekstur tomat semakin lunak. Hal ini disebabkan karena pelenturan jaringan yang ada dalam tomat akibat proses blansing. Selain itu, juga karena pada proses perebusan tomat akan lebih banyak menyerap air dari pada proses pengkukusan, sehingga tomat menjadi lebih lunak. Sampel selanjutnya dalam prakikum kali ini adalah terong. Langkahlangkah yang dilakukan dalam proses pemanasan terong hampir sama dengan proses pemanasan kubis dan tomat, yaitu blansing. Lamanya proses pemanasan yang menyebabkan ketiga sampel tersebut berbeda. Hasil pengamatan pengaruh pemanasan pada terong dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Tabel Pengamatan pada Terong Terong - Hijau 0,5 Blansing rebus 1 2,5 7 Terong Lunak 0,5 Hijau terang Blansing rebus 2 2,5 Hijau lebih tua Hijau lebih tua 7 Blansing rebus 3 0,5 Hijau

2,5 7 Hijau tua kecoklatan Blansing kukus 2,5 Hijau Bau Lunak Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa pada proses blanasing rebus dilakukan secara tiga kali, dan hasil dari ketiga praktikum tersebut menunjukkan hasil yang sama, yaitu terong yang semula berwarna hijau menjadi semakin hijau tua dan labih cerah. Hal ini terjadi karena enzim yang terdapat dalam terong tersebut dinonaktifkan, terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan penyebab pencokelatan enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase yang digunakan sebagai indikator kecukupan blansing. Namun pada blansing rebus ke 3 dengan lama pemanasan 7 menit, warna terong menjadi hijau tua kecoklatan. Warna kecoklatan ini terjadi karena enzim yang terdapat dalam terong tersebut belum seluruhnya dinonaktifkan. Selain pada warna, perubahan pun terjadi pada aroma dan tekstur. Baik pada blansing rebus maupun blansing kukus aroma terong setelah mengalami blansing manjadi semakin menyengat dan tekstur terong menjadi semakin lunak karena terjadi pelunakan jaringan-jaringan yang terdapat pada terong tersebut. Sampel terakhir dari praktikum ini adalah buncis. Hasil pengamatan pengaruh pemanasan terhadap buncis dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Tabel Pengamatan pada Buncis Wangi - Hijau muda buncis 1 Hijau Blansing rebus 1 3 Hijau 9 Hijau Blansing kukus 3 Hijau Pada tabel di atas terlihat bahwa tekstur buncis sebelum diblansing lebih keras dari pada buncis yang sudah diblansing. Kulit buncis yang telah diblansing

lebih halus dari pada kulit buncis sebelum diblansing. Hal ini disebabkan oleh pelenturan jaringan akibat blansing. Warna buncis baik yang sedah diblansing kukus maupun diblansing rebus lebih cerah dari pada buncis sebelum diblansing, yaitu warna hijau semakin meningkat. Hal ini terjadi karena enzim yang terdapat dalam buncis dinonaktifkan. Aroma khas buncis yang diblansing rebus lebih menyengat dari pada aroma khas buncis yang diblansing kukus. Buncis yang diblansing rebus memperoleh panas lebih tinggi dari pada blansing kukus sehingga udara yang ada dalam jaringan buncis lebih banyak keluar pada saat blansing rebus dari pada saat blansing kukus. Selain melakukan blansing, pada praktikum kali ini pun dilakukan uji peroksidase dengan cara 10 gram sampel dihaluskan kemudian ditambahkan 30 ml aquadest lalu disaring dan diambil filtratnya sebanyak 2 ml untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya 10 aquades, 1 ml gualikol 0,5% dan 1 ml H 2 O 2 ditambahakn ke dalam tabung reaksi tersebut, lalu diaduk dan didiamkan selama 3,5 menit untuk diamati. Fungsi penambahan gualikol adalah sebagai donor proton untuk reaksi peroksidase. Sedangkan penambahan H 2 O 2 berfungsi sebagai pereaksi supaya terjadi perubahan warna menjadi cokelat ketika terjadi penguaian H 2 O 2. Hasil pengamatn dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 5 dan 6. Tabel 5. Uji se Buncis Perlakuan Waktu Kubis Tomat Waktu - 5 1-5 0,5 2 2 1 4 Blansing rebus 1,5 1 4 3 3 5 3 5 9 1 Blansing kukus 1,5 4 3 3 2

Tabel 6. Uji peroksidase pada Terong Perlakuan Waktu - 5 0,5 1 Blansing rebus 1 2,5 3 7 2 0,5 1 Blansing rebus 2 2,5 3 Blansing rebus 3 7 2 0,5 1 2,5 3 7 2 Blansing kukus 2,5 4 Nova Nurfauziawati Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa pada sampel kubis hasil uji peroksidase menunjukkan blanko < rebus 1,5 < rebus 0,5 < rebus 5 < kukus 1,5 < tanpa. Pada sampel tomat blanko < rebus 5 < rebus 1,5 < kukus < rebus 0,5 < tanpa, sedangkan pada sampel buncis blanko < rebus 9 < kukus 3 < rebus 3 < rebus 1 < tanpa, dan pada sampel terong blanko < rebus 0,5 < rebus 7 < rebus 2.5 < kukus < tanpa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua sampel yang tidak mendapatkan apa pun memikiki bilangan peroksidase yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena pada sampel tersebut enzim-enzim yang menyebabkan pencoklatan yaitu enzim polifenoloksidasi masih aktif. Semakin lama proses pemanasan maka bilangan peroksidase pada sampel tersebut semakin rendah, karena semakin lama pemanasan maka enzim polifenoloksidasi atau enzim penyebab kecoklatan akan dinonaktifkan.

VII. KESIMPULAN Polifenoloksidase merupakan enzim penyebab kecoklatan. Semakin lama proses blansing maka warna bahan akan semakin cerah, karena blansing dapat berguna untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel ada sampel. Semakin lama proses blansing maka tekstur bahan akan semakin lunak karena terjadi pelunakan jaringan Semakin lama proses blansing maka aroma bahan akan semakin menyengat Sampel yang tidak mendapatkan apa pun akan memiliki nilai bilangan peroksida yang tinggi, karena enzim polifenoloksidase dalam sampel tersebut masih aktif.

DAFTAR PUSTAKA Herudiyanto, Marlen S. 2006. Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran. Jatinangor Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Jawaban Pertanyaan 1. Apa sebabnya inaktivasi enzim penting dalam proses pengolahan sayuran dan buah-buahan? Inaktivasi enzim penting dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan dengan tujuan agar tidak terjadi pencoklatan enzimatis oleh polifenol-oksidase, ketengikan oleh enzim lipoksigenase, oksidasi vitamin C oleh ascorbic acid oksidase, penguraian protein oleh poligalakturonase dan pectin-metilesterase, dan konversi patu menjadi gula. 2. Untuk apa perlu dilakukan uji peroksidase untuk kecukupan blansing? Faktor apa saja yang kiranya dapat mempengaruhi lama blansing? Enzim peroksidase katalase adalah indikator kecukupan blansing karena enzim peroksidase katalase merupakan enzim paling tahan panas sehingga jika enzim ini sudah tidak aktif berarti sama halnya dengan enzim lain, khususnya enzim pembusuk. Faktor yang mempengaruhi lama blansing antara lain: jenis bahan, ukuran bentuk bahan, suhu, rasio air dalam bahan, ketebalan tumpukan bahan dan medium blansing.