KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA

POLA PERJALANAN DI PERKOTAAN YOGYAKARTA

PENGARUH PERUBAHAN GUNA LAHAN TERHADAP PEMBEBANAN JARINGAN JALAN PERKOTAAN YOGYAKARTA

TESIS MAGISTER. Oleh : YOSI ALWINDA

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN PADA TATA GUNA LAHAN SMU NEGERI DI MAKASSAR

KONSTRIBUSI MOBILITAS SISWA SMAN FAVORIT TERHADAP KINERJA RUAS JALAN DI KOTA BANDUNG

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI KECAMATAN DEPOK DAN KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

EFEKTIVITAS JALUR SEPEDA MOTOR PADA JALAN PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI-MIKRO

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGGUNAAN MODA PERJALANAN KOMUTER PNS PEMERINTAH KOTA MAKASSAR

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK PEMILIHAN MODA SEPEDA MOTOR KELOMPOK MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM RIAU (Studi Kasus : Fakultas Teknik)

STUDI KECEPATAN KENDARAAN PADA RUAS JALAN PERKOTAAN DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERTUMBUHAN MODA TRANSPORTASI DAN INFRASTRUKTUR JALAN DI KABUPATEN SLEMAN DAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN

REKAYASA TRANSPORTASI

PEMILIHAN MODA PERJALANAN

PERMODELAN BANGKITAN TARIKAN PADA TATA GUNA LAHAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SWASTA DI PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

ANALISA PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN LALU LINTAS PADA TATA GUNA LAHAN SMU NEGERI DI MAKASSAR ABSTRAK

ANALISIS GARIS KEINGINAN PERGERAKAN MASYARAKAT PENGGUNA TRANSPORTASI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR PROVINSI SULAWESI UTARA

VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS ANGKUTAN BATUBARA YANG MELALUI KOTA BANJARMASIN

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

Studi Penggunaan Lahan Parkir Mobil di Kampus Itenas Bandung

Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg

KARAKTERISTIK TRANSPORTASI KABUPATEN BANYUASIN SEBAGAI DAERAH PENYANGGA KOTA PALEMBANG

ANALISA PERMINTAAN PARKIR DI STASIUN PONCOL DAN TAWANG SEMARANG

KARAKTERISTIK BANGKITAN PERJALANAN DAN KEBUTUHAN PARKIR KENDARAAN PADA SATU TATAGUNA LAHAN CAMPURAN

ANALISIS POLA PERJALANAN TRANSPORTASI PENDUDUK DAERAH PINGGIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di

PEMODELAN BANGKITAN PERJALANAN PELAJAR DI KOTA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dalam sebuah kota, maupun pendapatan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ESTIMASI BANGKITAN PERJALANAN PENDUDUK PERUMAHAN DI KELURAHAN DADOK TUNGGUL HITAM KOTA PADANG

ANALISIS HUBUNGAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA TERHADAP KONSUMSI BBM (KOTA: METROPOLITAN, BESAR, DAN SEDANG DI JAWA)

Bangkitan Perjalanan Pada Perumahan Baturaja Permai Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan

BAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

ANALISIS PERGERAKAN PENDUDUK USIA KERJA DI KECAMATAN PEDURUNGAN SEBAGAI KAWASAN URBAN FRINGE KOTA SEMARANG (Studi Kasus Di Kelurahan Tlogosari Kulon)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

Analisis Pelayanan Penumpang Kereta Api Prambanan Ekspres (Prameks) Trayek Yogyakarta - Solo

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Model Bangkitan Perjalanan Kerja dan Faktor Aksesibilitas pada Zona Perumahan di Yogyakarta

Rekayasa Pergerakan Lalulintas Di Kelurahan Siwalankerto, Kecamatan Wonocolo (Lokasi: Jalan Siwalankerto Surabaya)

UPAYA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI MELALUI PENYEDIAAN ASRAMA MAHASISWA STUDI KASUS UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

TEORI Kota Cerdas dari Dimensi Mobilitas Cerdas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh

PERSEPSI PENGGUNA FASILITAS ZONA SELAMAT SEKOLAH

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERJALANAN SEPEDA MOTOR DI TIGA KOTA

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

KARAKTERISTIK PERJALANAN SISWA SEKOLAH SWASTA PERUMAHAN PAKUWON CITY SURABAYA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

ANALISIS PERUBAHAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN TEGALREJO DAN KECAMATAN WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

UKDW. Pengertian Rusunawa Apartemen sejahtera Bentuk bangunan rusunawa Rusunawa Juminahan Konstruksi bangunan Rusunawa Sanitasi bangunan rusunawa

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

PEMODELAN BANGKITAN TRANSPORTASI BERBASIS RUMAH TANGGA

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2)

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

PELAYANAN DAN TARIF KERETA API PERKOTAAN DI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK KOTA SEMARANG DAN KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI SISTEM TRANSPORTASI DAN TIPOLOGI KOTA

PEMODELAN BANGKITAN PERJALANAN PELAJAR DI KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT TREM DI JALAN RAYA DARMO SURABAYA

penting dalam menunjang penyelenggaraan angkutan darat. Keberhasilan pelayanan

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang besar pengaruhnya

PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

PENGARUH PARKIR PADA BADAN JALAN TERHADAP KINERJA RUAS JALAN K.H KHALID KOTA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

PERENCANAAN FASILITAS PARKIR DI LUAR BADAN JALAN (OFF STREET PARKING) PASAR TANJUNG KABUPATEN JEMBER

ANALISIS BANGKITAN PERJALANAN DENGAN METODE TRIP-RATE ANALYSIS (Studi Kasus: Pengembangan Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta)

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

Transkripsi:

KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA J. Dwijoko Ansusanto Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta dwiyoko@mail.uajy.ac.id Sigit Priyanto Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta spriyanto@mstt.ugm.ac.id Ahmad Munawar Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta munawar@ugm.ac.id Bambang Hari Wibisono Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta wibisono@ugm.ac.id Abstract Yogyakarta has special transportation characteristics. Travel patterns in urban areas in Yogyakarta were determined by the urban population characteristics in Yogyakarta City. The spread of work places or school locations that are far away from the residential areas tend to generate transportation problems. Every day, many trips to work and school locations have to pass the city center which impact urban roads. This study aims to analyze the trip pattern in the City of Yogyakarta. The results show that motor cycles are the most transportation mode used by the travelers. It is also found that the majority of vehicles are used by a single traveler. Keywords: travel pattern, transportation problems, motor cycle, transport modeling Abstrak Yogyakarta memiliki karakteristik khusus transportasi. Pola perjalanan di daerah perkotaan di Yogyakarta ditentukan oleh karakteristik populasi perkotaan di Kota Yogyakarta. Penyebaran lokasi tempat kerja atau sekolah yang terletak jauh dari tempat tinggal cenderung menghasilkan masalah transportasi. Setiap hari, banyak gerakan yang dilakukan untuk pekerjaan dan sekolah melintasi pusat kota yang berdampak ke jalan kota. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola pergerakan di Kota Yogyakarta. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa sepeda motor merupakan moda transportasi yang paling banyak digunakan. Selain itu mayoritas kendaraan hanya digunakan oleh satu orang pelaku perjalanan... Kata-kata kunci: pola perjalanan, masalah transportasi, sepeda motor, permodelan transportasi PENDAHULUAN Permasalahan yang sering dihadapi kota-kota di Indonesia adalah struktur kota yang masif dan sulit untuk dilakukan perubahan, yang ditandai dengan tingkat kepadatan hunian yang sangat tinggi. Kondisi tersebut mendorong kebutuhan transportasi yang sangat tinggi. Kota-kota yang sedang berkembang tidak dipersiapkan dengan fasilitas angkutan publik yang memadai. Akibatnya banyak kota yang mengalami permasalahan transportasi akibat perkembangan wilayah yang tidak terkendali. Menurut Wicaksono dan Supriharjo (2009), transportasi berkelanjutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk bentuk permukiman, keragaman tataguna lahan, kepadatan Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 1 April 2014: 61-68 61

bangunan dan penduduk, serta aksesibilitas. Sedangkan untuk menuju keberlanjutan struktur kota disarankan berbentuk monosentris, jaringan jalan bentuk grid, area terbangun compact dengan kepadatan tinggi, serta tataguna lahan campuran. Ukuran kota, jumlah dan kepadatan penduduk, kecepatan pertumbuhan, dan kondisi geografis wilayah menjadi dasar perkembangan transportasi di banyak kota. Kondisi tersebut kemungkinan dapat dijadikan model pengembangan transportasi berbasis perkembangan wilayah. Hasil penelitian Litman (2009) memperlihatkan perbandingan antara pertumbuhan menyebar dan pertumbuhan cerdas suatu kota yang berdampak pada transportasi. Pada pertumbuhan menyebar, kepadatan penduduk rendah, dan tataguna lahan homogen, transportasi berorientasi pada kendaraan pribadi. Biasanya hal ini terjadi karena buruknya perencanaan dan kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan. Sebaliknya pada pertumbuhan cerdas perencanaan terkoordinasi dengan cukup baik, kepadatan penduduk dibuat lebih tinggi, dan transportasi berorientasi pada angkutan umum dan multi moda. Berbagai studi menunjukkan bahwa tata guna lahan berpengaruh terhadap perilaku perjalanan (Litman, 2010). Dinyatakan juga oleh Crane (1999) bahwa perubahan tata guna lahan berpengaruh terhadap biaya perjalanan pada berbagai moda, sehingga akan berpengaruh pula pada perilaku perjalanan. Berbagai contoh menunjukkan bahwa peningkatan akses tidak akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi tanpa diimbangi dengan penerapan kebijakan lain, misalnya road pricing atau biaya parkir yang mahal dan pelayanan angkutan umum yang memadai. Faktor lain yang juga berperan penting dalam menentukan kondisi perkotaan adalah pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk dapat terjadi secara alami maupun diakibatkan oleh migrasi yang bersifat permanen ataupun sementara. Pertumbuhan secara alami terjadi karena kelahiran maupun kematian penduduk. Migrasi permanen terjadi karena perpindahan penduduk masuk atau keluar wilayah secara menetap. Migrasi sementara biasanya terjadi di kota-kota besar ketika perpindahan penduduk untuk waktu tertentu terjadi. Kemudahan mendapatkan kendaraan bermotor pribadi juga ikut mendorong terjadinya kepadatan lalulintas yang tinggi di jalan. Naiknya tingkat kemakmuran ekonomi mendorong masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Hal tersebut terjadi akibat kebutuhan akan mobilitas yang semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas angkutan umum yang memadai. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei wawancara rumah-tangga terhadap keluarga di seluruh wilayah di kota Yogyakarta. Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa zona, yang terdiri atas seluruh kelurahan di kota Yogyakarta yang berjumlah 45 ditambah sebagian wilayah kabupaten Sleman (beberapa kelurahan di kecamatan Mlati, Depok, Godean, Gamping, dan Berbah) dan kabupaten Bantul (beberapa kelurahan di Kecamatan Banguntapan, Kasihan dan Sewon) yang berbatasan dengan kota Yogyakarta. 62 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 1 April 2014: 61-68

Survei yang dilakukan untuk mendapatkan data pergerakan orang dilakukan melalui survei rumah tangga. Data yang dikumpulkan berupa data pergerakan yang dibangkitkan setiap rumah tangga, yang dapat dijadikan matriks asal tujuan pergerakan untuk kota Yogyakarta. Ukuran sampel survei ini mengacu pada Panduan Survei Wawancara Rumah yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota (1990) dengan kecukupan sampel berkisar antara 2% sampai 5%. Pada penelitian ini ukuran sampel diambil sebesar 2,5% dari total jumlah penduduk pada wilayah studi. HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Kondisi Wilayah Kota Yogyakarta Wilayah kota Yogyakarta, sejak tahun awal keberadaannya, yaitu tahun 1756, sampai tahun 1996 atau selama 240 tahun, telah mengalami pemekaran wilayah yang cukup luas. Semula luas wilayah kota Yogyakarta hanya sekitar 359 hektar dan wilayah ini berkembang menjadi 1.124 hektar lebih dalam kurun waktu 68 tahun, yaitu dari tahun 1756 sampai tahun 1824. Tabel 1 Perubahan Wilayah Kota Yogyakarta dari Tahun 1756-1996 Tahun Luas (Ha) Periode 1756 359,55 1824 1.124,14 1959 1.884,83 1972 2.636,42 1987 4.662,21 1996 6.687,99 Lama Waktu (Th) Pertambahan Luas (Ha) Rata-rata Kecepatan Pemekaran (Ha/th.) 1756-1824 68 764,59 11,24 1824-1959 135 760,69 5,63 1959-1972 13 751,59 57,81 1972-1987 15 2.025,79 135,05 1987-1996 9 2.025,78 225,09 Kependudukan Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan dengan total jumlah desa atau kelurahan ada 45, serta berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Jumlah penduduk kota Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada Tabel 2 ditunjukkan pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 1971 sampai 2005. Gambaran pertumbuhan penduduk ini penting diketahui untuk melakukan prediksi pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk. Karakteristik Pola Perjalanan di Kota Yogyakarta (J. Dwijoko Ansusanto, dkk.) 63

Tabel 2 Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun Jumlah Kepadatan Pertumbuhan Penduduk (jiwa/km 2 ) Penduduk (%) 1971 340.908 10.489 0,9 1980 398.192 12.252 1,7 1990 412.059 12.679 0,4 1995 418.944 12.891 0,3 2000 397.398 12.228 (-0,37) 2005 435.236 13.392 1,9 Sumber: Biro Pusat Statistik Kota Yogyakarta, 2009 Pertumbuhan Kendaraan Kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta didominasi oleh sepeda motor yang kenaikannya juga paling besar. Dominasi sepeda motor dalam jumlah kendaraan bermotor keseluruhan di Kota Yogyakarta nampaknya akan semakin meningkat dibandingkan dengan kendaraan roda empat atau lebih. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan dan merupakan cerminan rendahnya kualitas layanan angkutan umum perkotaan. Jika pertumbuhan ini dibiarkan tanpa diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum, suatu saat kualitas pelayanan ruas-ruas jalan di kota Yogyakarta akan menurun sampai titik yang paling rendah. Tabel 3 Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya No. Jenis Kendaraan 2004 2005 2006 2007 2008 1 Sedan 31.432 32.069 32.322 32.667 32.873 2 Truk 12.489 12.679 12.730 12.827 12.701 3 Bus 2.885 4.428 5.329 6.528 8.266 4 Sepeda Motor 213.690 226.414 240.075 256.224 273.538 Sumber: Biro Pusat Statistik Kota Yogyakarta, 2009 Kepemilikan Kendaraan Rata-rata keluarga di Kota Yogyakarta memiliki kendaraan bermotor pribadi, baik mobil ataupun sepeda motor. Dari data kepemilikan kendaraan dan jumlah penduduk dapat diperkirakan setiap 15 orang penduduk terdapat 1 buah mobil dan setiap 2 orang penduduk terdapat 1 buah sepeda motor. Dalam satu rumah tangga banyak pula yang memiliki kendaraan lebih dari satu buah. Dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 3,5 orang, berarti rata-rata 1 mobil dimiliki oleh setiap 4 keluarga atau untuk tiap 4 rumah tangga terdapat 1 rumah tangga memiliki sebuah mobil. Sedangkan untuk sepeda motor setiap rumah tangga memiliki satu atau lebih sepeda motor. 64 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 1 April 2014: 61-68

Gambar 1 Pertumbuhan Sepeda Motor di Kota Yogyakarta 2004-2008 dan Prediksi Sampai Tahun 2015 Gambar 2 Kepemilikan Kendaraan Tiap Rumah Tangga Gambar 3 Jumlah Anggota Keluarga Tiap Rumah Tangga Maksud Perjalanan Bekerja dan ke sekolah merupakan maksud perjalanan dengan frekuensi yang paling tinggi. Selain sebagai sebuah kota yang sejajar dengan kabupaten lain di Provinsi Karakteristik Pola Perjalanan di Kota Yogyakarta (J. Dwijoko Ansusanto, dkk.) 65

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pusat pemerintahan Provinsi DIY juga berada di Kota Yogyakarta sehingga pusat pemerintahan kota dan provinsi semuanya berada di Kota Yogyakarta. Dengan demikian aktivitas bekerja di kota Yogyakarta menjadi dominan. Selain itu sebagai kota pendidikan kota Yogyakarta bersama kabupaten lain dalam provinsi DIY merupakan tujuan bagi pelajar dan mahasiswa untuk belajar, yang ditunjang oleh tenaga pendidik dan tenaga pendukung yang juga beraktivitas pada tempat-tempat pendidikan. Pergerakan yang dilakukan untuk bekerja dan sekolah ini terjadi setiap hari dengan pola yang sama. Pada saat-saat tertentu, misalnya hari libur sekolah di Bulan Juli atau di Bulan Desember, pola perjalanan dengan maksud untuk sekolah sangat berkurang. Namun kota Yogyakarta, sebagai salah satu daerah tujuan wisata, menerima kedatangan banyak wisatawan dari luar daerah dan luar negeri. Pola perjalanan wisata ini berbeda dengan pola perjalanan harian. Gambar 4 Maksud Perjalanan Dari jenis kendaraan yang ada ternyata sepeda motor merupakan kendaraan yang paling banyak dipergunakan, sesuai dengan komposisi dan proporsi jenis kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat. Alasan yang dikemukakan oleh pengguna sepeda motor adalah adalah kepraktisan dan ekonomis serta tidak adanya alternatif lain, misalnya angkutan umum. Gambar 5 Penggunaan Kendaraan 66 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 1 April 2014: 61-68

Gambar 6 Cara Bepergian Dalam melakukan perjalanan setiap hari, sebagian besar melakukan sendiri dengan kendaraan masing-masing. Hanya sedikit yang melakukan perjalanan dengan diantar atau dijemput maupun bersama keluarga. Masing-masing individu mempunyai aktivitas yang berbeda sehingga dengan kendaraan sendiri tidak bergantung pada orang lain. Gambar 7 Jumlah Orang Per Kendaraan Gambar 8 Waktu Perjalanan (menit) Karakteristik Pola Perjalanan di Kota Yogyakarta (J. Dwijoko Ansusanto, dkk.) 67

Dengan memiliki kendaraan sendiri dan dengan cara bepergian sendiri yang tidak bergantung kepada orang lain, sebagian besar kendaraan yang ada di jalan raya hanya berisi satu orang saja. Hanya sedikit kendaraan yang berisi dua orang atau lebih. Kondisi ini menyebabkan pergerakan yang terjadi di jalan adalah pergerakan kendaraan dan bukan pergerakan atau mobilisasi orang. KESIMPULAN Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis karakteristik pola perjalanan adalah jumlah penduduk kota, tata guna lahan, struktur kota, struktur rumah tangga, tingkat pelayanan angkutan umum, serta atribut individu. Data perjalanan di Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa mayoritas pelaku perjalanan menggunakan sepeda motor dan umumnya pelaku perjalanan bepergian sendiri sehingga tidak bergantung pada orang lain. Sebagian besar kendaraan di Kota Yogyakarta hanya digunakan oleh satu orang. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan yang terjadi tidak mencerminkan mobilisasi orang tetapi mobilisasi kendaraan. DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik Yogyakarta. 2009. Kota Yogyakarta Dalam Angka. Yogyakarta. Crane, R. 1999. The Impacts of Urban Form on Travel: A Critical Review. Working Paper, WP99RC1. Cambridge, MA: Lincoln Institute for Land Policy. Direktorat Jenderal Bina Marga. 1990. Panduan Survei Wawancara Rumah, No. 002/TBNKT/1990. Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Jakarta. Litman, T. 2009. Evaluating Transportation Land Use Impact. Melbourne: Victoria Transport Policy Institute. Litman, T. and Steele, R. 2010. Land Use Impacts on Transport, How Land Use Factors Affect Travel Behavior. Melbourne: Victoria Transport Policy Institute. Wicaksono, A.D. Supriharjo, R. 2009. Sustainable Urban Mobility: Eksplorasi Pengaruh Pola Struktur Kota. Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil ITS. 68 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 1 April 2014: 61-68