BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. bersih, tidak mudah lecet/iritasi, terhindar dari ejakulasi dini) (Harsono, et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental untuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit infeksi Dengue seperti DBD (Demam Berdarah Dengue) kini

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 Alur Pikir Eugenol. Jahe Merah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB V HASIL PENELITIAN. ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

BAB I PENDAHULUAN. satu emerging disease dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun. Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB IV HASIL PENELITIAN. Tiga puluh empat penderita stroke iskemik dengan komplikasi pneumonia

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkisar antara 36-37ºC. Jadi seseorang yang mengalami demam, suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi. metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c-

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB III METODE PENELITIAN

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa


BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sembuh tanpa jaringan parut. Penyembuhan fraktur bisa terjadi secara langsung atau

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian ini ada 0 pasien yang bersedia diikut sertakan dalam penelitian yaitu pasien SIRS atau sepsis yang dirawat di Ruang Intensive Care Unit dengan umur antara 18 - tahun. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi pasien SIRS atau sepsis yang dirawat di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, setelah sebelumnya dilakukan identifikasi identitas (nama, jenis kelamin, umur, nomor rekam medik), berat badan, dan monitoring vital sign (tekanan darah, nadi, suhu badan). Sampel I diambil darah vena sebanyak 10 ml dan dimasukkan dalam tabung vacutainer, dikocok perlahan. Setelah itu paracetamol 10 mg/kgbb intravena atau 0 mg/kgbb intravena selama 10 menit. Kemudian ditunggu selama 0 menit sampai tercapai kadar puncak dalam plasma. Sampel II diambil setelah 0 menit yaitu darah vena sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung vacutainer, dikocok perlahan. Kedua sampel darah kemudian dibawa ke Laboratorium Parahita Surakarta untuk diolah. 1. Deskripsi Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 0 pasien SIRS atau sepsis yang dirawat di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok sampel yaitu 1 sampel dengan diberi perlakuan pemberian parasetamol 10 mg/kgbb intervena dan 1 sampel dengan diberi perlakuan pemberian parasetamol 0 mg/kgbb intervena, didapatkan gambaran karakteristik subyek penelitian sebagai berikut.

Tabel.1 Karakteristik Subyek Penelitian Karateristik Parasetamol 10 mg/kgbb (n=1) Kelompok Sampel Parasetamol 0 mg/kgbb (n=1) Jenis Kelamin* 0,9 Perempuan (,%) 8 (,%) Laki-laki 10 (,7%) 7 (,7%) Usia (tahun)**.0 + 1,9.9 + 1. 0.9 Berat Badan***, + 9,0 0,9 + 11,09 0,089 Suhu Tubuh*** 7, +1,7 7, + 0, 0,0 Respiratory Rate*** 8,0 + 1,0,7 +,8 0,17 Hitung Leukosit** 1,9 +,0 1,7 +, 0,17 Ket : * Data Kategori (Jumlah, Prosentase) Uji Chi Square ** Data numerik distribusi normal (Mean + SD ) Uji Independen Sampel T test *** Data numerik distribusi tidak normal (Mean + SD ) Uji Mann Whitney Sumber : Hasil Olah Data 01 Berdasarkan tabel.1 diketahui bahwa nilai p >0,0 pada karateristik dasar subyek penelitian, hal ini menyatakan bahwa tidak ada pebedaan yang signifikan karakteristik dasar subyek penelitiaan, atau dapat dikatakan sampel pada kelompok yang diberi Parasetamol 10 mg/kgbb memiliki karateristik dasar yang tidak berbeda dengan sampel pada kelompok yang diberi Parasetamol 0 mg/kgbb. p. Pengaruh Pemberian Paracetamol 10 mg/kgbb Intravena Dan Paracetamol 0 mg/kgbb Intravena Pada Pasien SIRS Atau Sepsis Terhadap Aktifitas Agregasi Trombosit. Pengaruh pemberian parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena pada pasien SIRS atau sepsis terhadap aktifitas agregasi trombosit dapat diketahui dengan uji beda agregasi trombosit antara kedua kelompok perlakuan tersebut. Penelitian ini menggunkan data kategori dengan skala ordinal sehingga uji beda dilakukan dengan uji statistik Non Parametris. Uji beda pada kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Sedangkan uji beda pada kelompok sampel berpasangan menggunakan uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan hasil sebagai berikut.

a. Uji Beda Agregasi Trombosit Antara Parasetamol 10 mg/kgbb dengan Parasetamol 0 mg/kgbb Sebelum Perlakuan (Pretest) Uji beda pada kelompok sampel tidak berpasangan sebelum perlakuan didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel. Uji Beda Agregasi Trombosit Antara Parasetamol 10 mg/kgbb dengan Parasetamol 0 mg/kgbb Sebelum Perlakuan Agregasi Trombosit Pre Uji Beda Mann Whitney Dosis Parasetamol 10 mg/kg BB 0 mg/kg BB Hypo (0.0%) (0.0%) 0. Normo 9 (0.0%) (.%) Hyper (0.0%) (.7%) Sumber : Hasil Olah Data 01 Berdasarkan tabel. diketahui bahwa sebelum adanya perlakuan diketahui bahwa pada kelompok perlakuan Parasetamol 10 mg/kgbb sebagian besar dengan Agregasi Trombosit dalam kategori normo yaitu ada 9 pasien (0.0%), sedangkan pada kelompok perlakuan Parasetamol 0 mg/kgbb sebagian besar dengan Agregasi Trombosit dalam kategori Hypo yaitu ada pasien (0.0%). Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney mendapatkan nilai p=0,, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena pada pasien SIRS atau sepsis sebelum perlakuan. P

9 8 7 1 0 9 Hypo Normo Hyper 0 mg/kg BB 10 mg/kg BB Gambar.1 Perbadingan agregasi trombosit antara kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena sebelum perlakuan b. Uji Beda Agregasi Trombosit Antara Parasetamol 10 mg/kgbb dengan Parasetamol 0 mg/kgbb Setelah Perlakuan (Postest) Uji beda pada kelompok sampel tidak berpasangan sesudah perlakuan didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel. Uji Beda Agregasi Trombosit Antara Parasetamol 10 mg/kgbb dengan Parasetamol 0 mg/kgbb Setelah Perlakuan Uji Beda Mann Whitney Agregasi Dosis Parasetamol Trombosit Post 10 mg/kg BB 0 mg/kg BB P Hypo (0.0%) (0.0%) 0.870 Normo 7 (.7%) (0.0%) Hyper (1.%) (0.0%) Sumber : Hasil Olah Data 01 Berdasarkan tabel. diketahui bahwa setelah adanya perlakuan diketahui bahwa pada kelompok perlakuan Parasetamol 10 mg/kgbb sebagian besar dengan Agregasi Trombosit dalam kategori normo yaitu ada 7 pasien (0.0%), sedangkan pada kelompok perlakuan Parasetamol 0 mg/kgbb sebagian besar dengan Agregasi Trombosit dalam kategori Hypo dan Normo 7

yaitu masing ada pasien (0.0%). Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney mendapatkan nilai p=0,870, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena pada pasien SIRS atau sepsis sesudah perlakuan. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan agregasi trombosit pada kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena tidak berbeda signifikan dalam menghambat agregasi trombosit. 7 1 0 7 Hypo Normo Hyper 0 mg/kg BB 10 mg/kg BB Gambar. Perbadingan agregasi trombosit antara kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena sesudah perlakuan c. Uji Beda Agregasi Trombosit Pre-Post pada kelompok Parasetamol 10 mg/kgbb. Uji beda pada kelompok sampel berpasangan Parasetamol 10 mg/kgbb sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan hasil sebagai berikut. 8

Tabel. Uji Beda Agregasi Trombosit Pre-Post pada kelompok Parasetamol 10 mg/kgbb Agregasi Trombosit Post - Agregasi Trombosit Pre Uji Beda Wilcoxon Jumlah Negative Ranks (Penurunan) 0,10 Positive Ranks (Peningkatan) 0 Ties (Tidak Berubah) 1 Total 1 Sumber : Hasil Olah Data 01 Berdasarkan tabel. setelah pemberian parasetamol 10 mg/kgbb diketahui bahwa terdapat pasien yang mengalami penurunan Agregasi Trombosit, yang mengalami peningkatan agregasi trombosit tidak ada. Sedangkan yang tidak berubah kategori agregasi trombosit ada 1 pasien. Nilai p=0,10 (p>0,0) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan agregasi trombosit antara sebelum dan sesudah pemberian parasetamol 10 mg/kgbb. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian parasetamol 10 mg/kgbb mampu menghambat aktifitas agregasi trombosit. P 9 8 7 1 0 9 7 Hypo Normo Hyper 10 mg/kg BB Pre 10 mg/kg BB Post Gambar. Perbadingan agregasi trombosit pre-post pada kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena. 9

d. Uji Beda Agregasi Trombosit Pre-Post pada kelompok Parasetamol 0 mg/kgbb Uji beda pada kelompok sampel berpasangan Parasetamol 0 mg/kgbb sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel. Uji Beda Agregasi Trombosit Pre-Post pada kelompok Parasetamol 0 mg/kgbb Uji Beda Wilcoxon Agregasi Trombosit Post - Agregasi Trombosit Pre Jumlah P Negative Ranks (Penurunan) 0, Positive Ranks (Peningkatan) 1 Ties (Tidak Berubah) 1 Total 1 Sumber : Hasil Olah Data 01 Berdasarkan tabel. setelah pemberian parasetamol 0 mg/kgbb diketahui bahwa terdapat pasien yang mengalami penurunan agregasi trombosit, yang mengalami peningkatan agregasi trombosit ada 1 pasien. Sedangkan yang tidak berubah kategori agregasi trobosit ada 1 pasien. Nilai p=0, (p>0,0) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan agregasi trombosit antara sebelum dan sesudah pemberian parasetamol 0 mg/kgbb. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian parasetamol 0 mg/kgbb mampu menghambat aktifitas agregasi trombosit. 1 0 Hypo Normo Hyper 0 mg/kg BB Pre 0 mg/kg BB Post Gambar. Perbadingan agregasi trombosit pre-post pada kelompok parasetamol 0 mg/kgbb intravena. 0

B. Pembahasan Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respons hemostasis normal terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fungsinya. Adhesi trombosit dalah perlekatan antara trombosit dengan permukaan bukan trombosit seperti jaringan subendotel. Agregasi trombosit adalah perlekatan antara sesama trombosit. Proses ini dirangsang oleh beberapa substansi misalnya adenosin diphosphat (ADP), kolagen, epinefrin, trombin dan asam arakidonat. Masing-masing aktivator mempunyai reseptor pada permukaan trombosit. Reseptor untuk trombin disebut protease-activated receptor 1(PAR-1), sedang untuk ADP dikenal reseptor yaitu PX1, PY1dan PTAC. Apabila trombosit dirangsang oleh ADP, maka akan terjadi perubahan pada membran trombosit sehingga reseptor fibrinogen melekat pada trombosit. Pada agregasi trombosit fibrinogen menjadi jembatan antar trombosit (Ashby dan Colman, 001). Berdasarkan hasil penelitian Musterhjelm E, dkk pada tahun 00 meneliti tentang karakteristik paracetamol intravena dan interaksinya dengan diklofenak dan parexocib terhadap penghambatan aktifitas agregasi trombosit pada orang sehat. Secara signifikan pemberian Paracetamol intravena menghambat aktifitas agregasi trombosit melalui penghambatan asam arachidonat dan Tromboxan A. (Munsterhjelm et al. 00) Parasetamol merupakan derivat para amino fenol. Paracetamol juga merupakan metabolit aktif fenasetin, sering disebut juga analgesik coal tar. Paracetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik (Haydar, 01). Penelitian ini menunjukan hasil pemberian parasetamol 10 mg/kgbb diketahui bahwa bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap aktifitas agregasi trombosit antara sebelum dan sesudah pemberian parasetamol 10 mg/kgbb. 1

Pemberian parasetamol 0 mg/kgbb juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap aktifitas agregasi trombosit antara sebelum dan sesudah pemberian parasetamol 0 mg/kgbb. Hasil penelitian ini juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan agregasi trombosit pada kelompok parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan parasetamol 10 mg/kgbb intravena dan parasetamol 0 mg/kgbb intravena tidak berbeda signifikan dalam menghambat agregasi trombosit. Dengan demikian penggunaan parasetamol pada dosis 10 mg/kgbb intravena memiliki kemampuan yang sama dengan penggunaan parasetamol dosis 0 mg/kgbb intravena. Sehingga tidak perlu meningkatkan pemberian dosis parasetamol dari 10 mg/kgbb menjadi 0 mg/kgbb, karena memiliki efek yang tidak berbeda signifikan dalam menghambat aktifitas agregasi trombosit. Musterhjelm E, dkk tahun 00 meneliti efektifitas pemberian parasetamol berdasarkan dosis terhadap agregasi trombosit pada orang sehat, hasilnya secara signifikan parasetamol menghambat agregasi trombosit dalam kurun waktu 90 menit setelah pemberian intravena. Paracetamol memiliki sifat dose dependent terhadap penghambatan agregasi trombosit, dalam arti semakin tinggi dosis paracetamol intravena yang kita berikan maka efek agregasi trombosit akan semakin terlihat. (Munsterhjelm et al. 00) Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan dua variasi dosis, sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variasi dosis yang lebih banyak dan dosis yang lebih besar. Paracetamol memiliki efek penghambat siklooksigenase yang lemah, sehingga pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan antara paracetamol dengan obat penghambat siklooksigenase yang lain. Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik setara dengan aspirin, sehingga obat ini merupakan pengganti yang cocok untuk aspirin, walaupun perlu diingat bahwa paracetamol tidak memiliki efek anti radang. Obat ini sangat bermanfaat bagi pasien yang kedapatan dikontraindikasikan menggunakan aspirin, misalkan pada pasien ulser lambung atau jika perpanjangan waktu perdarahan akibat aspirin akan

merugikan. Paracetamol sendiri tidak adekuat untuk terapi peradangan seperti artritis rematoid, walaupun dapat difungsikan sebagai analgesik tambahan untuk terapi antiradang. Untuk analgesia ringan, paracetamol merupakan obat yang lebih disukai pada penderita yang alergi dengan aspirin. (Gunawan dan Gan Sulistia, 009) Dosis oral paracetamol sebesar -1000 mg (secara rectal 0 mg), dosis total harian tidak boleh melebihi 000 mg. Untuk anak-anak, dosis tunggal sebesar 0-80 mg, begantung pada usia dan berat badan. Tidak boleh melebihi dari lima dosis yang diberikan dalam jam (Haydar, 01). Penggunaan obat parasetamol memiliki efek samping pada dosis yang dianjurkan, paracetamol dapat ditolerir dengan baik. Kadang terjadi ruam kulit dan reaksi alergi berupa eritema atau urtikaria, terkadang akan lebih parah mungkin disertai demam obat dan lesi mukosa. Pada beberapa kasus tertentu, penggunaan paracetamol menyebabkan neutropenia, trombositopenia, dan pansitopenia (Katzung, 011). Menurut Thomas, 199 efek merugikan yang paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma hipoglikemik mungkin juga terjadi. Apabila toksisitas terjadi dapat diberikan antimuntah dan antidotum N-asetilsistein (Haydar, 01). Jadi dengan menggunakan parasetamol pada dosis rendah dapat mengurangi resiko dari efek samping obat tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengaruh pemberian paracetamol intravena antara 10 dan 0 mg/kgbb terhadap aktifitas agregasi trombosit pada pasien SIRS atau sepsis. (p=0,870). Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian berbagai variasi dosis paracetamol, sehingga bisa memperkuat hasil penelitian ini.. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektifitas paracetamol dengan obat anti inflamasi pnghambat COX yang lain.. Dari hasil penelitian ini peneliti merekomendasikan kepada Kepala Instalasi Ruang Intensif untuk menggunakan paracetamol intravena dengan dosis 10 mg/kgbb pada pasien SIRS / sepsis untuk mengurangi efek samping yang tidak diharapkan dibandingkan menggunakan paracetamol intravena dosis 0 mg/kgbb.