BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. SEPSIS 1.a. Definisi Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbul proses inflamasi. Inflamasi dapat terbatas pada tempat jejas saja atau dapat meluas sampai menyebabkan tanda dan gejala sistemik. Pada dasarnya inflamasi adalah suatu reaksi pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel tubuh di tempat jejas. Inflamasi akut merupakan respon langsung yang dini terhadap agen penyebab jejas dan kejadian yang berhubungan dengan inflamasi akut sebagian besar dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan berbagai macam mediator kimia. meskipun jenis jaringan yang mengalami inflamasi berbeda, mediator yang dilepaskan adalah sama (Harmse dan Hew, 2000). Manifestasi klinik yang berupa inflamasi sistemik disebut Systemic Inflammatory Response Syndrom ( SIRS ). SIRS ( Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut: (Guntur A,H, 2006; Chamberlain dan Neeal, 2004; Hotchkiss, et al. 2003). a. Suhu > 38 0 C atau < 36 0 C b. Denyut jantung > 90 kali / menit c. Respirasi > 20 kali / menit atau Pa CO2 < 32 mmhg d. Hitung leukosit > /mm3 atau > 10 % sel immature 5

2 Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Untuk Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Septik (Dellinger et al, 2013) Infeksi (dugaan atau terdokumentasi), dengan diikuti 1 atau beberapa kondisi dari : VARIABEL UMUM Demam (> 38.3 C) Hipotermia (suhu inti < 36 C) Nadi > 90 kali / menit atau lebih dari 2SD diatas nilai normal sesuai umur Takipnea Perubahan status mental Edema signifikan / balans cairan positif (> 20 ml/kg dalam 24 jam) Hiperglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dl atau 6.7 mmol/l) tanpa diabetes VARIABEL INFLAMASI Leukositosis ( > 12,000/μL) Leukopenia ( < 4000/μL) Angka leukosit normal dengan sel imatur lebih dari 10% Plasma C-reactive protein lebih dari 2 SD diatas nilai normal Plasma prokalsitonin lebih dari 2 SD diatas nilai normal VARIABEL HEMODINAMIK Hipotensi arterial (SBP < 90 mmhg, MAP < 70 mmhg, atau SBP menurun > 40 mmhg pada dewasa atau kurang dari 2 SD dibawah nilai normal sesuai umur VARIABEL DISFUNGSI ORGAN Hipoksemia arterial (Pao2/Fio2 < 300) Oliguria akut (produksi urin < 0.5 ml/kg/jam atau 45 ml / jam selama setidaknya 2 jam walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat) Kreatinin meningkat > 0.5 mg/dl atau 44 μmol/l Abnormalitas koagulasi (INR > 1.5 atau APTT > 60 detik) Ileus (tidak adanya bunyi peristaltik usus) Trombositopenia (platelet < 100,000/μL) Hiperbilirubinemia (plasma bilirubin total > 4 mg/dl atau 68 μmol/l) VARIABEL PERFUSI JARINGAN Hiperlaktatemia (> 1 mmol/l) Menurunnya capillary refill atau adanya bercak-bercak (mottling) Sepsis berat adalah Sepsis disertai adanya disfungsi organ Syok septik adalah Sepsis plus either hypotension ( hipotensi refrakter yang memerlukan vasopresor setelah diberikan cairan intravena ) atau hyperlactatemia 6

3 1.b. Etiologi Penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif (60-70%) yang menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu mengeluarkan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan kompleks utama membran terluar dari bakteri gram negatif (Guntur A, H, 2011). Selain disebabkan oleh endotoksin dapat pula disebabkan oleh eksotoksin, jamur, virus, dan parasit yang berperan sebagai superantigen (Guntur A, H, 2011). 1.c. Patogenesis Patogenesis sepsis sangat kompleks akibat dari interaksi antara produk bakteri yang berupa toksin (Guntur A, H, 2011). Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh menghilangkan dan eradikasi organisme penyebab, aktifasi respon inflamasi sistemik pada sepsis dibutuhkan tubuh sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi, berbagai jalur inflamasi diaktifkan dengan tujuan untuk invasi bakteri. Mekanisme ini termasuk pengeluaran sitokin, aktifasi netrofil, monosit, makrofag dan perubahan sel endotel serta aktifasi sistem komplemen, koagulasi, fibrinolysis, dan sistem kontak. Pengeluaran tissue damaging proteinase, radikal eikosanoid, oksigen dan nitrogen juga merupakan mekanisme pertahanan tubuh (Cinel dan Dellinger, 2007). Untuk menghalangi masuknya mikroorganisme infeksius, sistem imun alamiah mengembangkan berbagai reseptor yang disebut Pathogen Associated Moleculear Pattern / PAMPs sehingga mampu membedakan struktur molekul sel dan non self (Cinel dan Dellinger, 2007). Toll Like Receptor dilibatkan dalam pertahanan pejamu terhadap infeksi patogen berfungsi sebagai sensor utama dari produk mikroba dan mengaktifkan jalur sinyal yang akan mengeluarkan ekspresi gen imun proinflamasi (Rudiger, 2008). Sitokin yang paling menonjol adalah tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin-1(il-1), dan IL-6. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dalam menanggapi sepsis, sistem kekebalan tubuh memulai kaskade sitokin yang ditandai dengan produksi berurutantnfα, IL-1, IL-6 ( Pinsky, 2004 ). 7

4 Endotoksin gram negatif dapat secara langsung dengan LPS dan bersama sama dengan antibodi dalam serum darah membentuk LBP, kemudian akan bereaksi dengan makrofag melalui TLR-4 dengan perantaraan CD 14 selanjutnya melalui sinyal transmembran makrofag akan mengekspresikan berbagai imunomodulator (Guntur A, H, 2011). Eksotoksin gram positif akan bertindak sebagai superantigen bakteri yang akan menstimulasi limfosit T tanpa melalui makrofag ataupun monosit sebagai antigen presenting cell (APC) terlebih dahulu, superantigen akan mengaktifkan hingga 20% limfosit tubuh dan dapat menstimulasi berbagai jenis mediator pro inflamasi termasuk IL-2, IFN, coloni stimulating factor (CFS) yang akan menstimulasi makrofag yang akan mengeluarkan IL-1, IL-6, TNF-α dan juga beberapa enzim termasuk kolagenase dan elastase yang dapat merusak jaringan ikat, molekul prokoagulan yang dapat menyebabkan koagulasi lokal melalui jalur ekstrinsik dan aktifator plasminogen dan GM-CSM akan mengaktifkan netrofil dan komponen C3,C3a dan C5a. Netrofil akan beradhesi dengan sel sasaran yaitu endotel pembuluh darah, disertai gumpalan darah akibat endapan fibrin maka fungsi pembuluh darah akan terganggu. (Guntur A, H, 2011). 1.d. Jalur sinyal transduksi TLR Meskipun protein TLR dapat mengenali baik gram positif dan negatif, LPS lebih sering digunakan untuk menstimuli ketika melakukan uji jalur sinyal trasduksi untuk TLR 2 dan TLR 4, ikatan antara TLR dengan produk mikroba mengawali aktifasi jalur sinyal transduksi intraselluler yang multiple. Diantara jalur yang telah terkarakterisasi adalah aktifasi NF-Kβ, TLRs seperti kebanyakan bentuk homodimer yang akan mengawali perubahan konformasi dalam modul Toll/IL-1R sitoplasma dengan perekrutan adapter yang lebih dikenal dengan MyDD88. MyDD88 berisi domain ujung C yang berikatan dengan dengan TLR melalui modul Toll/IL-IR sitoplasma dan bagian ujung N yang disebut modul death domain. modul death domain dari MyDD88 merekrut receptor associated kinase IL-1 pada komplek reseptor. Receptor associated kinase IL-1 pada komplek reseptor, Receptor associated kinase IL-1 kemudian akan mengalami auto fosforilasi dan disosiasi dari komplek reseptor dan merekrut reseptor TNF-α yang dihubungkan dengan faktor 6 yang pada akhirnya akan mengaktifkan kearah muara kinase, NF-Kβ yang 8

5 menginduksi kinase akhirnya mengaktifasi komplek kinase penghambat kb yang secara langsung mengawali fosforilasi Ikβ pada traslokasi nukleus dari NF-Kβ dan memulai transkripsi gen, aktifasi disregulasi dari NF-Kβ oleh bakteri atupun produk bakteri akan mengawali terjadinya produksi mediator pro inflamasi yang berlebihan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan, kegagalan organ dan kematian yang bisa terlihat pada sepsis akibat bakteri yang berlebihan (Guntur A, H, 2011). 1.e. Manifestasi Klinis Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda- tanda nonspesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering: paru, traktus digestivus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia yang sering diikuti gejala Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) sampai dengan terjadinya syok septik (Guntur A, H, 2006). Tanda- tanda MODS dengan terjadinya komplikasi: (Guntur A, H, 2006) 1. Sindrom distres pernapasan pada dewasa 2. Koagulasi intravaskuler 3. Gagal ginjal akut 4. Perdarahan usus 5. Disfungsi sistem saraf pusat 6. Gagal jantung 7. Kematian Tanda klinis syok septik: (Guntur A, H, 2006) 1. Fase dini : terjadi deplesi volume,selaput lendir kering, kulit lembab dan kering. 2. Post resusitasi cairan : gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardi, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi dan ekstremitas hangat. 3. Disertai tanda-tanda sepsis dan tanda hipoperfusi : takipnea, oliguri, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental. 9

6 2. TROPONIN I 2.a. Definisi Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris.terdiri dari 3 subunit, yaitu Troponin T (39 kda), Troponin I (26 kda), dan Troponin C (18 kda) (Maynard, 2000).Tiap -tiap komponen troponin memainkan fungsi yang khusus. Troponin C mengikat Ca² +, Troponin I menghambat aktivitas ATPase aktomiosin dan Troponin T mengatur ikatan troponin pada tropomiosin (Murphy, 1999). Setiap subunit troponin mempunyai berbagai isoform tergantung pada tipe otot dan dikode oleh sebuah gen yang berbeda. Isoform yang spesifik kardiak dan otot bergaris diekspresikan pada otot jantung dan otot bergaris pada dewasa (Maynard, 2000).Struktur asam amino Troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik (Murphy, 1999). Troponin I hanya petanda ( marker) terhadap cedera miokard, tidak ditemukan pada otot skeletal selama pertumbuhan janin, setelah trauma atau regenerasi otot skeletal.troponin I sangat spesifik terhadap jaringan miokard, tidak terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan IMA.Troponin I lebih banyak didapatkan pada otot jantung daripada CKMB dan sangat akurat dalam mendeteksi kerusakan jantung. Troponin I meningkat pada kondisi-kondisi seperti miokarditis, kontusio kardiak dan setelah pembedahan jantung.adanya ctni dalam serum menunjukkan telah terjadi kerusakan miokard (Gavaghan, 1999). Troponin I mulai meningkat 3 sampai 5 jam setelah cedera miokard, mencapai puncak pada 14 sampai 18 jam dan tetap meningkat selama 5 sampai 7 hari. Troponin I mempunyai sensitivitas 100% pada 6 jam setelah IMA. Troponin I adalah petanda biokimia IMA yang ideal oleh karena sensitivitas dan spesifisitasnya serta mempunyai nilai prognostik pada IMA ( Ischemic Miokard Acut).Petanda biokimia ini tidak dipengaruhi oleh penyakit otot skeletal, trauma otot skeletal, penyakit ginjal atau pembedahan Kekurangan ctni adalah lama dalam serum, sehingga dapat menyulitkan adanya re-infark (Gavaghan, 1999). 10

7 Gambar 2.1 Struktur filamen tipis (Braunwald, 1998) Tabel 2.1 Petanda Molekuler Nekrosis Miokard (Donnelly, 1998) 11

8 Gambar 2.2 Grafik waktu pelepasan cardiac markers (McClatchey, 2001) 2.b. Metoda Pemeriksaan Troponin I Metoda pemeriksaan Troponin baik I kuantitatif dengan Enzyme Linked Flourescent Assay (ELFA) pada alat VIDAS (Samsu N & Sargowo D, 2007). 3. PARACETAMOL Pada tahun 1971, John Vane meneliti enzim siklooksigenase-1 (COX-1) sebagai target molekul kerja Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ OAINS. Hambatan pada COX-1 dan penurunan prostaglandin dan tromboksan menjelaskan aktivitas farmakologi analgesi, antiinflamasi, dan antipiretik. Pada tahun 2002, enzim siklooksigenase-3 (COX-3) mulai diteliti, sebagai enzim yang mengatur regulasi nyeri dan suhu di otak. Hambatan COX-3 oleh paracetamol bersifat lemah dan tidak spesifik. COX-3 bukan merupakan target kerja utama dari paracetamol, namun demikian paracetamol menghambat canine COX-3, dimana diperlukan indeks konsentrasi obat yang tinggi, dan penggunaan dosis 0,5-1 g per oral sulit untuk mendapatkan efek ini (Katzung 2011). Paracetamol merupakan golongan aniline analgesik, merupakan satu-satunya golongan obat ini yang masih digunakan sampai sekarang. Paracetamol merupakan 1 dari 3 obat teratas yang paling banyak diresepkan di Amerika. Mekanisme kerja 12

9 paracetamol masih belum diketahui dengan jelas, namun kerja utamanya melalui penghambatan enzim siklooksigenase. Penelitian terakhir menyebutkan paracetamol bekerja secara selektif terhadap enzim COX-2 (Wu and Chen, 2012). Paracetamol atau acetaminofen merupakan derivat para amino fenol. Paracetamol juga merupakan metabolit aktif fenasetin, sering disebut juga analgesik coal tar. Paracetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesikantipiretik. Namun, seperti yang telah dikemukakan, senyawa ini hanya mempunyai efek antiradang yang lemah. Ketidakmampuan paracetamol memberikan efek antiradang itu sendiri mungkin berkaitan dengan fakta bahwa paracetamol hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang. Sebaliknya menurut Marshall et.al, 1987 serta Hanel and Lands, 1982 efek antipiretiknya dapat dijelaskan dengan kemampuan menghambat siklooksigenase di otak, yang tonus peroksidanya rendah (Haydar, 2015). Paracetamol memiliki efek yang hampir sama dengan OAINS. Beberapa ahli menyebutkan paracetamol memiliki efektifitas yang sama, namun lebih aman (Jordan dan White, 2001). Paracetamol dimetabolisme di hepar, sehingga efek samping yang muncul terutama hepatotoksik, yang dapat terjadi pada pemberian dosis besar 2-3 kali dosis terapi. Gangguan lambung, perdarahan, rush, methemoglobinemia jarang terjadi (Jordan dan White, 2001). Overdosis paracetamol tidak bisa dianggap hal yang wajar karena dapat menyebabkan kerusakan hati yang fatal (Haydar, 2015). Gambar 3.1 Rumus bangun Paracetamol Paracetamol bekerja melalui 3 mekanisme: menghambat sintesis prostaglandin di sel, menghambat enzim siklooksigenase di pusat, dan bekerja di kemoreseptor nyeri di perifer. Paracetamol dengan cepat dan lengkap di absorbsi di usus halus. Memiliki 13

10 efek terapi dalam menit dan waktu paruh 2 jam. Diekskresi melalui urin dalam 24 jam % (Summers, 2007). OAINS menghambat pelepasan prostaglandin yang berperan dalam inflamasi, nyeri, dan demam. OAINS merupakan obat yang paling banyak digunakan untuk terapi cedera jaringan lunak (Paoloni dan Orchard, 2005). OAINS bekerja dengan mencegah produksi mediator-mediator inflamasi, daripada menghambat aksi mediator-mediator yang menjadi penyebab nyeri. Sehingga pemberiannya digunakan untuk mencegah nyeri, sebelum nyeri tersebut timbul/ sebagai preemptive analgesi. Ketorolak merupakan OAINS non selektif. Bekerja melalui penghambatan enzim COX 1 dan 2. COX-1 bersifat selalu aktif, mensintesis prostaglandin untuk menjaga organ (protektif). Sedangkan COX-2 bersifat aktif bila terdapat inflamasi. Terdapat 3 kerja utama OAINS: antipiretik, pada keadaan demam hambatan prostaglandin mengembalikan pusat termoregulasi di hipotalamus ke titik normal; analgesi, efektif mengurangi nyeri yang disertai inflamasi; dan antiinflamasi, menurunkan tanda-tanda klasik inflamasi seperti tumor, rubor, kalor, dolor, dan functiolaesa (Jordan dan White, 2001). 3.a. Farmakodinamik Clissold pada tahun 1986 telah meninjau sifat farmakologis paracetamol dan berpendapat bahwa paracetamol mempunyai efek analgesik dan antipiretik. Namun, seperti yang telah dikemukakan, senyawa ini hanya mempunyai efek antiradang yang lemah. Ketidakmampuan paracetamol memberikan efek antiradang itu sendiri mungkin berkaitan dengan fakta bahwa paracetamol hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang. Sebaliknya menurut Marshall et.al, 1987 serta Hanel and Lands, 1982 efek antipiretiknya dapat dijelaskan dengan kemampuan menghambat siklooksigenase di otak, yang tonus peroksidanya rendah (Haydar, 2015). Paracetamol merupakan penghambat biosintesis enzim prostaglandin yang lemah, sehingga efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat, demikan juga halnya dengan gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Katzung, 2011) Paracetamol bekerja melalui 3 mekanisme: menghambat sintesis prostaglandin di sel, menghambat enzim siklooksigenase di pusat, dan bekerja di kemoreseptor nyeri di perifer. (Summers, 2007). 14

11 OAINS menghambat pelepasan prostaglandin yang berperan dalam inflamasi, nyeri, dan demam. OAINS bekerja dengan mencegah produksi mediator-mediator inflamasi, serta menghambat mediator-mediator yang menjadi penyebab nyeri. Sehingga pemberiannya digunakan untuk mencegah nyeri, sebelum nyeri tersebut timbul / sebagai preemptive analgesi. Ketorolak merupakan OAINS non selektif. Bekerja melalui penghambatan enzim COX 1 dan 2. COX-1 bersifat selalu aktif, mensintesis prostaglandin untuk menjaga organ (protektif). Sedangkan COX-2 bersifat aktif bila terdapat inflamasi. Terdapat 3 kerja utama OAINS: antipiretik, pada keadaan demam hambatan prostaglandin mengembalikan pusat termoregulasi di hipotalamus ke titik normal; analgesi, efektif mengurangi nyeri yang disertai inflamasi; dan antiinflamasi, menurunkan tanda-tanda klasik inflamasi seperti tumor, rubor, kalor, dolor, dan functiolaesa (Jordan dan White, 2001). 3.b. Farmakokinetik Paracetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna melalui saluran cerna. Absorpsi tergantung pada kecepatan pengosongan lambung, dan kadar puncak di dalam darah biasanya tercapai dalam waktu menit. Waktu paruh dalam plasma antara 1-3 jam setelah dosis terapeutik. Pada jumlah toksik atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau bahkan lebih (Gunawan dan Gan Sulistia, 2009). Paracetamol terdistribusi relatif seragam hampir diseluruh cairan tubuh. Obat ini terikat pada protein plasma, namun hanya sekitar 20%-50% yang mungkin terikat pada konsentrasi plasma yang ditemukan selama intoksikasi akut. Setelah dosis terapeutik, 90%-100% obat ini ditemukan dalam urin selama hari pertama, terutama setelah konjugasi hepatik dengan asam glukoronat (sekitar 60%), asam sulfat (sekitar 35%), atau sistein (sekitar 3%), sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi dan deaseilasi juga telah terdeteksi. Sebagian kecil paracetamol mengalami proses N-hidroksilasi yang diperantarai sitokrom P450 yang membentuk N-asetil-benzokuinoneimin, yang merupakan suatu senyawa antara yang sangat reaktif. Metabolit ini bereaksi dengan gugus sulfhidril pada glutation. Namun, setelah kita mengkonsumsi paracetamol dosis besar, maka metabolit ini terbentuk dalam jumlah yang cukup untuk menghilangkan glutation hepatic (Katzung, 2011). 15

12 Tabel 3.1 Rekomendasi Medicine and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA) untuk dosis pemberian parasetamol IV. Dosis pemberian Dosis maksimum Bayi baru Anak-anak lahir, bayi, (>10 kg dan < balita dan 33 kg) anak-anak (<10 kg) Sekali infus Sekali infus 15 7,5 mg/kg mg/kg (1,5 (0,75 ml/kg) ml/kg) 30 mg/kg 60 mg/kg (6 ml/kg) tidak melebihi 2 g (200 ml) Anakanak,remaja dewasa (>33 kg dan <50 kg) Sekali infus 15 mg/kg (1,5 ml/kg) 60 mg/kg (6 ml/kg) dan tidak melebihi 3 g (300 ml) Remaja dan dewasa (> 50 kg) Sekali infus 1 g (100 ml) Tidak lebih dari 4 g (400 ml) 3.c. Indikasi Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik setara dengan aspirin, sehingga obat ini merupakan pengganti yang cocok untuk aspirin, walaupun perlu diingat bahwa paracetamol tidak memiliki efek anti radang. Obat ini sangat bermanfaat bagi pasien yang kedapatan dikontraindikasikan menggunakan aspirin, misalkan pada pasien ulser lambung atau jika perpanjangan waktu perdarahan akibat aspirin akan merugikan. Paracetamol sendiri tidak adekuat untuk terapi peradangan seperti artritis rematoid, walaupun dapat difungsikan sebagai analgesik tambahan untuk terapi antiradang. Untuk analgesia ringan, paracetamol merupakan obat yang lebih disukai pada penderita yang alergi dengan aspirin (Gunawan dan Gan Sulistia, 2009). Dosis oral paracetamol sebesar mg (secara rectal 650 mg), dosis total harian tidak boleh melebihi 4000 mg. Untuk anak-anak, dosis tunggal sebesar mg, begantung pada usia dan berat badan. Tidak boleh melebihi dari lima dosis yang diberikan dalam 24 jam (Haydar, 2015). 3.d. Efek Samping Pada dosis yang dianjurkan, paracetamol dapat ditolerir dengan baik. Kadang terjadi ruam kulit dan reaksi alergi berupa eritema atau urtikaria, terkadang akan lebih parah mungkin disertai demam obat dan lesi mukosa. Pada beberapa kasus tertentu, penggunaan paracetamol menyebabkan neutropenia, trombositopenia, dan pansitopenia (Katzung, 2011). 16

13 Menurut Thomas, 1993 efek merugikan yang paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma hipoglikemik mungkin juga terjadi. Apabila toksisitas terjadi dapat diberikan antimuntah dan antidotum N-asetilsistein (Haydar, 2015). B. Penelitian Yang Relevan. Penelitian mengenai karakteristik paracetamol intravena terhadap penghambatan aktifitas agregasi trombosit telah dilakukan oleh Musterhjelm E pada tahun Hasilnya secara signifikan pemberian paracetamol intravena menghambat aktifitas agregasi trombosit melalui penghambatan asam arachidonat dan Tromboxan A2. (Musterhjelm, 2006). Resiko mikrovaskuler trombosis meningkat akibat peningkatan agregasi trombosit pada sepsis dengan adanya peningkatan prostanoid seperti tromboxan dan prostasiklin sehingga mengakibatkan gangguan suplay darah ke otot jantung (Maeder, 2006). Neviere, 2006 telah melaporkan melalui studi klinis dan eksperimental bahwa plasma tingkat troponin jantung meningkat pada sepsis dan dapat menunjukan disfungsi miokard dan hasil yang buruk. John, 2010 dalam jurnal pasien kritis menjelaskan bahwa Troponin I menjadi prediktor mortalitas pada pasien sepsis berat, akibat disfungsi miokard yang di perburuk oleh adanya sepsis tersebut. Hussain, 2013 meneliti bahwa adanya peningkatan kadar troponin I pada pasien SIRS, Sepsis dan Syok septik. literatur jurnal tersebut menjelaskan bahwa respon inflamasi akibat sepsis menunjukan gangguan pada jantung, sehinnga jantung terdepresi yang akibatnya menjadi disfungsi miokard dan berakhir kematian. 17

14 C. Kerangka Pikir Gambar

15 D. Hipotesis Ada perbedaan pengaruh pemberian paracetamol intravena antara 10 dan 20 mg/kgbb terhadap kadar troponin I pada pasien sepsis. 19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan sebagai munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital BACKGROUND Prevalensi SIRS mencakup 1/3 total pasien rawat inap di RS dan > 50 % dari seluruh

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah suatu bentuk respon

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah suatu bentuk respon BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah suatu bentuk respon peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa. Respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. SIRS / SEPSIS 1.a. Definisi Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian (Keilmuan) Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Ruang Lingkup Tempat Tempat

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis 2.1.1. Definisi Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PARACETAMOL INTRAVENA ANTARA 10 DAN 20 MG / KGBB TERHADAP KADAR TROPONIN I PADA PASIEN SEPSIS

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PARACETAMOL INTRAVENA ANTARA 10 DAN 20 MG / KGBB TERHADAP KADAR TROPONIN I PADA PASIEN SEPSIS PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PARACETAMOL INTRAVENA ANTARA 10 DAN 20 MG / KGBB TERHADAP KADAR TROPONIN I PADA PASIEN SEPSIS TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam 2.1.1. Definisi Demam Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik ambang regulasi hipotalamus. Pusat regulasi/pengaturan panas hipotalamus mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biosintesis dan patofisiologi Procalcitonin PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) sebagai respons klinis terhadap adanya infeksi. SIRS akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Non Goverment Organization (NGO) Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan kematian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur pada tulang adalah suatu kejadian yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit mata penyebab kebutaan di dunia adalah disebabkan oleh katarak. Pada tahun 1995 dikatakan bahwa lebih dari 80% penduduk dengan katarak meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEMAM 2.1.1. Definisi Demam adalah keadaan dimana temperatur rektal >38 0 C. Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci