ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
KONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan manusia dalam masyarakat sangatlah majemuk. orang pendatang yaitu korban kerusuhan Sampit.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. SEJARAH DAN LETAK GEOGRAFIS KOTA PALANGKARAYA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

BAB II LATAR BELAKANG KONFLIK DAYAK MADURA DI SAMALANTAN A. Alasan Budaya. berkelompok, memiliki rasa solidaritas tinggi di antara sesama etnisnya dan

LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009

BAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN. hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik, hal

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

Hotel Wisata Etnik di Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

Asesmen Gender Indonesia

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

RINGKASAN HASIL SEMINAR MAMPU. 11 Mei 2016

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Konflik Etnis Antara Etnis Dayak dan Madura Di Sampit dan Penyelesaiannya ( )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

Bab Tiga Belas Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk merupakan modal dasar pembangunan. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

RGS Mitra 1 of 7 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

parameter nominal Dapat menyebabkan disintegrasi sosial/budaya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas

BAB V KESIMPULAN. diskriminasi antar etnis yang telah berlangsung sejak lama merupakan salah

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

PENYEBAB KONFLIK ANTARA KOMUNITAS SANIANG BAKA DENGAN KOMUNITAS MUARO PINGAI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI

B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis tren produk hukum daerah mengenai Masyarakat Adat

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah

I. PENDAHULUAN. Bentrokan massa kembali terjadi di Kabupaten Lampung Selatan antara Desa

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang diposting salah satu situs berita di Indonesia

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 16 TAHUN 2009 TLD NO : 15

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK TAPAL BATAS LOMBOK UTARA DAN LOMBOK BARAT

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

Transkripsi:

Pendahuluan ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH Konflik etnik antara suku Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah (Kalteng) terjadi pada Febuari 2001. Akhir dari konflik ini lebih merupakan pembantaian dan pengungsian Madura dari Kalimantan Tengah. Korban dan kerugian yang tercatat adalah 469 tewas (utamanya Madura), 1.192 rumah dirusak/terbakar, 6 mobil dirusak, 43 sepeda motor dirusak, dan 114 becak dihancurkan. Konflik ini juga mengakibatkan gelombang pengungsi ke Madura dan Jawa Timur sekitar 70.000-80.000. Walaupun peristiwa konflik utamanya berlangsung sekitar 2 minggu, akibat konflik demikian besar dan hingga sekarang sebagian besar pengungsi di Madura masih belum mendapatkan tempat tinggal tetap. Penelitian lapangan di Kalteng difokuskan pada Kabupatan Kotawaringin Timur (sebagai wilayah yang paling keras tingkat konfliknya), Palangka Raya (sebagai wilayah sedang), dan Kabupaten Kapuas sebagai wilayah yang rendah tingkat konfliknya. Sebenarnya, peristiwa konflik di Kalteng mengalir dari Sampit (Kotawaringin Timur) pada awal terjadinya, kemudian ke kabupatan lain terutama mengikuti gerak pengungsian (pelarian) Madura ke kabupaten lainya. Selain itu, Kotawaringin Timur merupakan daerah konsentrasi Madura. Peristiwa Konflik Sebelum konflik Febuari 2001 sebenarnya telah terjadi konflik Dayak-Madura dalam skala yang kecil. Catatan yang ada menunjukan terdapat sekitar 12 peristiwa konflik sejak sekitar 1982, yang melibatkan pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan. Namun sebagian besar peristiwa konflik sebelumnya ini tidak terselesaikan secara tuntassehingga peristiwa-peristiwa ini dapat dikatakan turut mendorong peristiwa konflik 2001. Konflik 2001 bermula dari pembunuhan seorang putra tokoh ingformal Dayak, Sendung, di Kereng Pangipada 16 Desember, 2000. Karena pembunuhan ini warga Dayak menyerang warga Madura sambil mencari pembunuh Sendung yang belum tertangkap. Sejak peristiwa ini terjadi eskalasi ketegangan antara Madura dan Dayak, terutama sejak meledaknya bom di rumah salah seorang warga Madura di Sampit. Warga Dayak beranggapan warga Madura menyimpan bom untuk bersiap perang. Kemudian peristiwa konflik besar merebak pada 17 Febuari 2001, ketika sejumlah orang (dicurigai orang Dayak) menyerang rumah seorang warga Madura 6 warga Madura terbunuh karena mencurigai pembunuh Sendung bersembunyi di rumah tersebut. Karena sebab ini warga Madura kemudian mencari kelompok penyerang di Baamang, Sampit, dan kemudian membakar 1

sebuah rumah dan selanjutnya berkeliling kota mencari warga Dayak yang terlibat. Hingga waktu tersebut warga Madura mampu menguasai Sampit. Setelah peristiwa ini kemudian konflik tidak terelakan lagi, terutama setelah para warior Dayak dari pedesaan (pedalaman) masuk ke kota Sampit pada 19 Februari. Pada 20 Febuari 2001, Sampit sepenuhnya berada dalam kontrol Dayak dan pembantaian terhadap Madura mulai berlangsung. Menghindari pengejaran Dayak, warga Madura kemudian mengungsi ke rumah Bupati, dan kemudian dipindahkan ke kantor Bupati. Dengan inisiatif pejabat setempat guna menghindari pembantaian lebih banyak lagi, pemindahan pengungsi dari Sampit ke Surabaya dan Madura kemudian berlangsung hingga mencapai angka sekitar 70.000 80.000 orang. Sebab Konflik Banyak analisis mengetengahkan bahwa terdapat sejumlah sebab yang mendorong terjadinya konflik, antara lain proses marginalisasi ekonomi dan politik penduduk asli (Dayak) oleh pemerintahan Orde Baru yang mengentalkan sentimen lokal. Program transmigrasi, eksploitasi sumber alam (utamanya hutan), hilangkannya peran lembaga adat seperti Demang karena UU No. 5/1974, desentralisasi (UU 22/1999) sehingga menghasilkan lokal-sentrisme, serta konflik elit lokal untuk memperebutkan posisi politik dan birokrasi, tidak dapat disangkal kesemuanya mendorong situasi kerentanan dan tensi bagi konflik. Faktor-faktor ini dapat dikelompokan sebagai necessary condition yang turut mendorong situasi terciptanya konflik. Namun dari hasil studi lapangan, para informan dan peserta FGD secara tegas menolak jika sebab lansung konflik adalah marginalisasi ekonomi penduduk asli, terutama jika dikaitkan dengan ketimpangan dengan Madura. Sebab langsung yang lebih mereka rasakan adalah benturan budaya antara Madura dan Dayak yang sangat berbeda, manajemen konflik dari aparat yang lemah terutama prevensinya, migrasi Madura yang sangat besar terutama pada tahun-tahun terakhir, serta peristiwa-peristiwa konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan (law enforcement lemah). Dari hasil ini, dapat dikatakan bahwa peritiwa konflik etnik di Kalteng merupakan akibat dari sejumlah faktor sebab, baik yang tidak langsung maupun langsung. Dampak Konflik Dampak konflik etnik di Kalteng sangat dirasakan justru bukan di wilayah Kalteng. Indikator ekonomi regional di kalteng, seperti HDI dan HPI menunjukan bahwa kondisi perbaikan ekonomi terjadi secara kontinum antara sebelum hingga setelah konflik. Hasil studi lapangan melalui survei pendapat subyektif responsen menunjukan bahwa dilihat dari pendapatan, kondisi ekonomi dan peluang kerja, keadaan setelah konflik lebih baik dari sebelum konflik. Keadaan ekonomi terganggu terutama pada sekitar 6 bulan pertama setelah konflik, yakni suplai barang berkurang serta banyak sektor 2

ekonomi yang ditinggalkan oleh warga Madura, namun hal ini segera dapat diatasi oleh penduduk setempat. Temuan ini menunjukan dampak ekonomi terhadap wilayah Kalteng terlihat hanya temporer. Dampak yang lebih signifikan justru akan terlihat di Madura (lihat laporan Madura). Dengan jumlah pengungsi sekitar 70.000 80.000 (jumlah pasti tidak tercatat), maka Kabupaten Bangkalan dan Sampang tempat asal migran Madura di Kalteng sangat terbebani. Sebagian besar pengungsi sudah tidak memiliki rumah lagi di Madura, atau tidak memiliki kerabat dekat di Madura, dan mereka merupakan kelompok yang paling terpukul oleh konflik ini. Oleh sebab itu kelompok ini berupaya sebisanya untuk dapat kembali ke Kalteng. Lebih parah lagi, di Madura pun para pengungsi menjadi lahan eksploitasi oknum dan mereka yang terlibat menangani pengungsi. Dampak lain yang penting adalah pada relasi sosial di Kalteng, yakni segregasi sosial antara warga Madura dan non-madura, yang setelah konflik terlihat semakin lebar. Warga non-madura (Dayak dan lainnya) cenderung menyalahkan perilaku Madura atas sebab terjadinya konflik. Oleh sebab itu, kembalinya Madura ke Kalteng dikuatirkan akan memicu konflik berikutnya, karena perilaku ini sangat melekat dengan kultur Madura. Selain itu, terhadap dinamika politik lokal kiranya terjadi secara tidak langsung. Setelah konflik pemekaran beberapa kabupaten dilakukan dan ini agaknya dapat mengadopsi kompetisi dan kepentingan politik elit lokal sekaligus menurunkan tensi konflik. Kehadiran warga Madura mungkin saja tidak terkait langsung dengan kompetisi politik lokal, namun dapat menjadi obyek dan korban dari kompetisi tersebut. Respon terhadap Konflik Respon terhadap konflik berkembang bersamaan dengan kebutuhan membangun kembali perdamaian dan pengembalian pengungsi warga Madura. Dari pihak warga Dayak, telah dilangsungkan Kongres Rakyat se- Kalteng di Palangka Raya guna menentukan sikap bersama serta saran penyelesaian. Demikain pula warga Madura, telah menyelenggarakan pertemuan bersama di Batu Malang. Namun dalam social bargaining antar etnik ini, posisi tawar warga Madura jelas lemah karena mereka kalah perang dan cenderung dianggap bersalah atas sebab konflik. Keduanya sepakat menjadikan Pemerintah Pusat berperan sebagai penengah (fasilitator perdamaian). Dalam hal peristiwa konflik, warga Madura diminta untuk meminta maaf atas sebab konflik dan mereka menerimanya. Namun dalam hal pengembalian pengungsi, warga Dayak masih sulit menerima sekaligus keseluruhan pengungsi karena kuatir terjadi balas dendam dan terulang konflik yang sama. Oleh sebab itu, respons warga Dayak selanjutnya adalah menetapkan beberapa Perda kependudukan berkaitan dengan pengembalian pengungsi Madura dan revitalisasi adat Dayak (Demang), baik Perda tingkat propinsi maupun kabupaten. Beberapa pokok penting dalam Perda ini adalah, hanya 3

warga Madura yang baik, telah tinggal cukup lama di Kalteng serta memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang diperbolehkan kembali ke Kalteng. Revitalisasi adat Demang sebenarnya lebih berkaitan dengan dikeluarkannya UU Otda, namun dengan peristiwa konflik ini semakin menguatkan kebutuhan adanya adat lokal. Fungsi revitalisasi adat adalah agar permasalahan (konflik) pada tingkat komunitas (kecamatan) dapat diselesaikan secara cepat melalui adat lokal, seperti upacara dan denda adat terhadap yang bersalah, selain penyelesaian secara hukum formal. Secara umum, melalui perda kependudukan dan adat, maka pencegahan terhadap konflik dapat dilakukan melalui instrumen demografi dan budaya. Rekomendasi Umum Secara umum, beberapa rekomendasi di bawah ini dapat dilakukan guna menyelesaikan dan membangun perdamaian Dayak dan Madura di Kalteng: Role of institutions: Koordinasi antar departement/instansi pemerintah sangat penting terutama berkenaan dengan kebijakan pengembalian pengungsi Madura. Komunikasi antara pemerintah dan masyarakat (tokoh) Madura dan Kalteng sangat diperlukan guna membangun pemahaman bersama sekaligus menghindari simpang-siur informasi antara warga Dayak dan Madura. Penegakan hukum dan penguatan peran sistem dan aparat keamanan sangat vital untuk prevensi dan mengatasi konflik. Implementasi perda kependudukan dan adat Demang perlu dievaluasi guna melihat efektivitasnya. Economic inequality: Kebutuhan bagi pengembangan sumber-daya lokal sanagt penting, seperti training untuk petani dan industri kecil guna mengangkat potensi warga lokal. Penyediaan kredit kecil dan menengah untuk pertanian dan bisnis diperlukan untuk mendorong kemampuan ekonomi lokal. Perlu kebijakan dan upaya yang dapat menghilangkan monopoli sektor ekonomi oleh etnik tertentu sebagaimana terjadi pada sebelum konflik. Perlu pembangunan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan untuk wilayah terpencil di Kalteng. Perlu pembangunan infrastruktur air bersih dan listrik, khususnya daerah terpencil, guna memperkecil ketimpangan antar wilayah. Social and cultural cohesion: Perlu pengembangan lembaga penghubung (forum atau asosiasi bersama) lintas etnik, seperti profesi, agama dan antar etnik. Perlu pertemuan rutin antar tokoh informal, baik antar etnik maupun antar agama, guna membangun pemahaman bersama dan menyelesaikan potensi masalah. Suport perkawinan anter-etnik (amalgamasi) untuk mengurasi segregasi antar etnik. 4

Kurangi peran asosiasi etnik (etnik-sentris) dengan memperkuat asosiasi antar etnik. Human security: Suport program pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan kesehatan dan pendidikan. Penyediaan pendidikan keterampilan, utamanya bagi penduduk pedesaan. Penyediaan sarana air bersih dan listrik bagi wilayah pedesaan. Perlu kebijakan dan lembaga bagi perlindungan wanita dan anak-anak korban konflik. Perlu dibuka lebih luas akses politik dan ekonomi bagi wanita guna menghilangkan ketimpangan gender. 5