BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN KAWASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

Sigit Heru Murti

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. 1) Kondisi Geografis dan Wilayah Administratif

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB III Tinjauan Lokasi dan Rumah Sakit Hewan di Yogyakarta 3.1 Tinjauan Kondisi Umum Kabupaten Sleman

BAB III TINJAUAN LOKASI

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III TINJAUAN TENTANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DAN KAWASAN CA/TWA GUNUNG GAMPING

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar

BAB I PENDAHULUAN I-1

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021.

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN SEKTOR PERIKANAN. 1. Kondisi Geografis dan Batas Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Interpretasi dan Klasifikasi Citra. Tabel 4.1 Titik kontrol GCP dan nilai RMS

KLASIFIKASI LAHAN UNTUK PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia,

BAB IV GAMBARAN UMUM

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III TINJAUAN WILAYAH

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat yang bercorak agraris, karena terdapat sejumlah besar penduduk yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Indonesia merupakan negara agraris, dimana rakyatnya menggantungkan hidupnya dengan bertani. Petani menghasilkan komoditas pangan, terutama beras untuk mencukupi kebutuhan pangan Indonesia. Kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yang terlalu tinggi yaitu rata-rata mencapai 130 kilogram perkapita pertahun atau lebih dari dua kali lipat konsumsi rata-rata dunia, yang hanya 60 kilogram per kapita pertahun (Susakti, 2013). Pernyataan ini menunjukkan dengan tegas bahwa beras masih merupakan komoditas pangan utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras secara nasional diketahui dengan mengalikan total jumlah penduduk dengan kebutuhan konsumsi perkapita/tahun. Berdasarkan data sensus penduduk 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237 juta jiwa, sedangkan kebutuhan konsumsi perkapita 130 kg per tahun. Perhitungan kebutuhan beras nasional per tahun adalah 237 juta x 130 kg/tahun = 30.810.000.000 kg/tahun atau 30,81 juta ton beras (analisis data 2010). Menurut BPS tahun 2013 produksi padi Indonesia sejumlah 71.291.494 Ton dari luas panen sebesar 13.837.213 Ha. Luas lahan panen padi di Indonesia hanya 13,5 juta hektar dengan produktivitas sekitar 6 ton per hektar ini tidak sebanding dengan tingkat konsumsi. Kementrian pertanian, selama ini produksi beras nasional mencapai sekitar 40 juta ton pertahun, namun untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, masih diperlukan impor beras sekitar 1 juta ton per tahun (Susakti, 2013). Kebutuhan beras di Indonesia belum mempunyai data valid. Hasil perhitungan kebutuhan beras Indonesia antara peneliti (analisis data 2010) dengan data Kemenpan berbeda. Data yang berbeda ini berakibat pada keberlangsungan 1

2 perencanaan yang akan dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kesamaan data untuk menghasilkan perencanaan tepat sasaran. Fakta lain yang menjelaskan lahan pertanian di Indonesia semakin menipis terdesak oleh pembukaan atau konversi lahan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan lahan terbangun, yang sebanyak 100 hektar lahan pertanian menyusut tiap tahun yang beralih menjadi perkebunan kelapa sawit, real estate, perkantoran atau lahan komersial (Ariyanti, 2013). Fakta ini menerangkan krisis pangan yang melanda Indonesia, diakibatkan oleh faktor kekurangan produksi tidak sebanding dengan jumlah penduduk, sehingga lahan sawah tidak boleh berkurang lagi. Upaya untuk mencukupi kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan dua jalan, yaitu meningkatkan luas lahan pertanian atau meningkatkan produktivitas lahan. Meningkatkan luas lahan pertanian, tidak mungkin dilakukan, mengingat semakin berkurang atau menipisnya lahan pertanian Indonesia. Upaya strategis Indonesia yang terbaik adalah harus meningkatkan produktivitas dan mempertahankan lahan sawah yang masih ada. Kementrian Pertanian (Kemenpan), direktorat jenderal prasarana dan sarana pertanian memberikan kebijakan yang mendukung perlindungan lahan pertanian dengan program perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (PLP2B). Upaya revitalisasi dan perlindungan lahan dilakukan dengan melindungi dan menjamin ketersediaan lahan, dengan menindaklanjuti Undang-undang (UU) nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan peraturan pemerintah pendukungnya (PLP2B, 2013). Peraturan pemerintah (PP) nomor 01 tahun 2011 tentang upaya pemerintah untuk mewujudkan dan menjamin tersedianya lahan pertanian pangan berkelanjutan, serta mengendalikan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Lahan pertanian sawah yang ada di Kabupaten Sleman perlu dilestarikan dan dilindungi. Perda nomor 10 tahun 2011 menjelaskan luas lahan pertanian pangan berkelanjutan wilayah Kabupaten Sleman 12.377,59 Ha dari 35.911 Ha luas sawah provinsi DIY. Fakta mengatakan bahwa Kabupaten Sleman belum memiliki Perda yang khusus menangani perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Peta yang menjelaskan persebaran lokasi kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, juga belum ada di Kabupaten

3 Sleman. Program pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam penelitian ini selanjutnya diistilahkan sebagai sawah lestari. Upaya pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian dalam forum PLP2B menggugah segera untuk diberlakukan konsep sawah lestari. Kajian perundangan PLP2B dan turunannya (UU nomor 41 tahun 2009, PP nomor 1 tahun 2011, Permentan nomor 41 tahun 2009 dan nomor 07 tahun 2012, Perda DIY nomor 19 tahun 2001 dan nomor 10 tahun 2011) menghasilkan 4 karakteristik sawah lestari, yaitu luas lahan sawah, jangkauan irigasi, kesesuaian lahan sawah dan alokasi ruang pertanian pangan. Pemetaan sawah lestari secara terestris terbilang tidak mudah dieksekusi, penginderaan jauh untuk pertanian dapat sebagai pilihan dalam mengaplikasikan sawah lestari dengan berbasis wahana satelit sumberdaya. Citra penginderaan jauh dari wahana sistem satelit pasif khususnya satelit Landsat 8 LDCM (Landsat Data Continuity Mission), merupakan satelit sumberdaya beresolusi spasial 30 meter untuk delapan band sensor Operational Band Imager (OLI) kecuali band 8 pankromatik beresolusi spasial 15 meter, dan dua band resolusi 100 meter untuk sensor TIRS (Thermal Infra Red Sensor). Landsat 8 mengorbit pada tanggal 11 Februari 2013 (USGS, 2013a). Penggunaan Landsat 8 relatif baru dalam pemrosesan citra digital, yaitu berkenaan dengan sudah tidak beroperasinya Landsat 7 sejak tahun 2002 dan sudah teruji kemampuannya dalam mendefinisikan objek dengan baik, menyebabkan timbul alternatif citra satelit yaitu Landsat 8. Misi lanjutan Landsat 8 yang menggantikan tugas Landsat 7, belum teruji kemampuannya, terlebih untuk mendeduksi kenampakan objek di lapangan dengan komposit infra merah, dan kapasitas resolusi spasial 11 bit dalam visualisasi objek, sehingga diperlukan kajian kemampuan Landsat 8 lebih lanjut, khususnya pada kenampakan objek lahan pertanian padi sawah. Metode klasifikasi berbasis piksel menggunakan klasifikasi terselia (supervised classification, atau klasifikasi terawasi, atau klasifikasi terkontrol) dengan menerapkan algoritma kemungkinan maksimum (maximum likelihood). Danoedoro (2012) menjelaskan algoritma maximum likelihood merupakan algoritma secara statistik paling mapan dengan menggunakan dasar perhitungan

4 probabilitas, yang diasumsikan bahwa objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi normal (Bayesian). Algoritma maximum likelihood classifier (MLC), menjadi alat eksekusi penggunaan lahan sawah yang berbasis Landsat 8. Lahan sawah sebagai informasi dasar untuk lahan sawah lestari. Lahan sawah diekstrak dari Landsat 8 dan didukung oleh peta RBI terbitan BIG (Badan Informasi Geospasial) dan juga peta lahan baku sawah terbitan Departemen Pertanian. Pemrosesan penginderaan jauh berupa ekstraksi Landsat 8 sebagai dasar pemerolehan lahan sawah, sedangkan pemrosesan SIG sebagai bentuk integrasi yang mensinergikan Peta RBI dan peta lahan baku sawah. Model untuk pemetaan sawah lestari (PSL) belum banyak yang di bawa ke publik. Model ikonik-simbolik-analitik (ISA) merupakan pembuatan model baru yang melakukan modifikasi gabungan dari beberapa model, menurut Marfai (2011), model ikonik itu berupa peta, simbolik berupa persamaan perhitungan model, dan analitik berupa penjelasan analisa model. Penerapan model ISA berupa metode konseptual analitis dengan pendekatan potensial lahan dari karakteristik sawah lestari. Pemrosesan lahan potensial sawah lestari yang diperoleh dari hasil eksekusi metode overlay dari empat karakteristik sawah lestari yang menghasilkan lahan sawah lestari potensial, diperlukan bantuan model pemetaan tingkat kesesuaian atau ranking suitibility map model dari Berry dan Keck (2009). Dukungan model ini, menghasilkan keluaran lahan sawah lestari di Kabupaten Sleman. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang, rumusan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Teknologi penginderaan jauh dapat menyediakan informasi penutup dan penggunaan lahan dengan cepat, masalahnya data Landsat 8 yang relatif baru berkenaan dalam mendeduksi kenampakan objek di lapangan dengan komposit infra merah, dan kapasitas resolusi spasial 11 bit dalam visualisasi objek, apakah dapat mendukung upaya pemetaan sawah dengan kondisi terkini dalam rangka menentukan model pemetaan sawah lestari di Kabupaten Sleman

5 2. Sawah lestari itu penting sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan pangan dan menyelamatkan lahan sawah yang masih ada terutama di Kabupaten Sleman, tetapi data mutakhir sawah lestari belum tersedia sehingga diperlukan metode yang cepat untuk mengetahui kondisi terkini distribusi sawah dan evaluasi secara spasial di mana saja yang dapat dipertahankan sebagai sawah lestari dan mana yang tidak 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengkaji kemampuan Landsat 8 untuk mengidentifikasi 4 parameter sawah lestari di Kabupaten Sleman 2. Menyusun model pemetaan sawah lestari dan melakukan estimasi antara kebutuhan pangan dengan produksi padi pada sawah lestari 1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara ilmiah maupun praktis. Manfaat secara ilmiah adalah sebagai berikut: 1. Memberikan penjelasan ekstraksi Landsat 8 untuk menghasilkan lahan sawah lestari potensial di Kabupaten Sleman 2. Memberikan penjelasan model pemetaan sawah lestari di Kabupaten Sleman. Manfaat praktis adalah sebagai berikut: 1. Instansi pemerintah khususnya badan perencanaan daerah dan dinas pertanian mendapatkan masukan untuk pemetaan sawah lestari 2. Dinas pertanian Kabupaten Sleman dapat mengkaji lahan pertanian sawah lestari potensial di Kabupaten Sleman secara lebih lanjut dengan model pemetaan sawah lestari 3. Memberikan rekomendasi lokasi lahan sawah lestari berdasarkan hasil penelitian ini

6 1.5 KEASLIAN PENELITIAN Sawah lestari merupakan bagian dari program lahan pertanian pangan berkelanjutan yang harus dilindungi dan dilestarikan. Interpretasi citra satelit Landsat 8 menghasilkan sawah lestari potensial, yang dikembangkan menjadi model pemetaan sawah lestari. Sawah lestari belum banyak dikaji sebagai objek penelitian secara mendalam. Metode maximum likelihood classification (MLC) banyak ditemukan pada penelitian serupa yang diterapkan oleh Dungus (1997), Qian, et al. (2007), dan Vohland, et. al. (2007). Pemanfaatan MLC berhasil mengekstraksi informasi penggunaan lahan lahan pertanian sawah di selatan lereng Gunung Merapi yang berbasis citra SPOT dan interpretasi visual foto udara inframerah (Dungus, 1997). Penggunaan lahan hutan yang terklasifikasi delapan kelas hutan dengan tingkat akurasi 87,6% dari hasil integrasi metode MLC dan Linear Spectral Mixture Analysis (Vohland, et. al., 2007). Sisi lain penelitian Qian et. al., (2007) menggunakan MLC sebagai masukan klasifikasi piksel untuk proses segmentasi klasifikasi objek. Qian et al. (2007) melakukan ekstraksi area terbangun pada zona kering dengan membandingkan antara klasifikasi berbasis piksel dengan klasifikasi berbasis obyek, pada citra Landsat ETM+. Penelitian ini dilakukan di kota Shihezi dan di wilayah pertanian divisi 8, di utara zona ekonomi Xinjiang, China. Maximum Likelihood Classifier dipilih sebagai algoritma yang mewakili klasifikasi berbasis piksel, sedangkan untuk klasifikasi berbasis obyek dilakukan dengan menggunakan metode region growing. Hasil penelitian ini menunjukkan metode region growing dapat memberikan akurasi hingga 87% dengan Koefisien Kappa 0,88 dibandingkan dengan MLC yang hanya 71% (0,66). Uktoro (2013) meneliti model sawah lestari dan prediksi perubahannya dari tahun 2006 hingga 2009 berdasarkan citra QuickBird dan ALOS AVNIR-2. Kajian prediksi perubahan sawah lestari dilakukan dengan overlay agar dapat dianalisis terjadinya penyempitan atau penambahan sawah lestari di Kabupaten Klaten. Prediksi perubahan lahan sawah lestari menggunakan cellular automata rantai markov. Pada prediksi ini ada dua skenario cellular automata modifikasi yang

7 digunakan. Skenario pertama bekerja menggunakan parameter kepadatan lahan terbangun, aksesbilitas dan zona nilai lahan. Skenario kedua bekerja mengikuti kesesuaian yang dibangun berdasarkan peta rencana tata ruang wilayah. Hasil penelitian menunjukkan model sawah lestari yang dibangun mempunyai akurasi luasan mencapai 98,5 % dibandingkan dengan data yang ada pada Dinas Pertanian dan Bappeda Kabupaten Klaten. Hasil kedua menunjukkan bahwa terjadi penyempitan lahan sawah lestari selama kurun waktu tahun 2006 hingga 2009 sebesar 24 Ha per tahun. Akurasi prediksi penyempitan lahan sawah lestari pada skenario I adalah 45,68 % dan pada skenario II sebesar 41,37 %. Pembeda penelitian ini dengan membandingkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Tabel 1.1), sehingga keaslian penelitian ini adalah: 1. Metode yang digunakan yaitu, analisis potensial sawah lestari berbasis citra satelit Landsat 8 LDCM belum pernah dilakukan 2. Model pemetaan sawah lestari di Kabupaten Sleman belum pernah dilakukan

8 Pembanding 1. Dungus (1997) 2. Qian, et al. (2007) 3. Vohland, et. al. (2007) 4 Uktoro (2013) 5. Sativa (2015) Lokasi Penelitian Lereng Selatan Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta Kota Shihezi, China Idarwald forest (Rhineland Palatinate, Germany) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Kabupaten Sleman, Yogyakarta Tabel 1.1 Perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan Tujuan Jenis bahan Metode Hasil 1. Mengkaji sejauh mana kemampuan citra digital SPOT Multispektral yang meliputi ketelitian dan kerincian dalam menghasilkan peta penggunaan lahan di lereng selatan Gunung Merapi Yogyakarta 2. Mengetahui ketelitian dan kerincian hasil interpretasi bentuk penggunaan lahan pertanian Menganalisis dan memodelkan pemetaan urban penutup lahan berbasis Landsat ETM+ dengan ekstraksi klasifikasi OBIA dan Maximum Likelihood Classifier (MLC) Citra digital SPOT multispektral, peta topografi, peta administrasi Kabupaten Sleman, peta penggunaan lahan, dan Foto udara inframerah berwarna semu skala 1:30.000 Citra Landsat ETM+ Interpretasi digital, klasifikasi multispektral, dengan maximum likelihood. Interpretasi visual, dengan komposit warna semu Metode segmentasi region growing dan OBIA algoritma nearest neighbour dan MLC Klasifikasi hutan berdasarkan parameter tegakan Landsat 5 TM Klasifikasi multispektral algoritma MLC dan Linear Spectral Mixture Analysis (LSMA) 1. Memetakan lahan sawah lestari tahun 2006 dan 2009 menggunkan citra ALOS AVNIR-2 dan CITRA Quickbird 2. Mengidentifikasi dan mengkaji perubahan lahan sawah lestari 3. Memprediksi perubahan lahan sawah lestari dengan pendekatan Cellular Automata 1. Mengkaji kemampuan Landsat 8 untuk mengidentifikasi 4 parameter sawah lestari di Kabupaten Sleman 2. Menyusun model pemetaan sawah lestari dan melakukan estimasi antara kebutuhan pangan dengan produksi padi pada sawah lestari Peta RBI, Citra Alos 2009, Citra Quickbird 2006, Peta kesesuaian lahan sawah, peta RTRW, Peta Irigasi Citra Landsat 8 LDCM perekaman 30 Agustus 2014, Peta RBI, peta RTRW (peta budi daya peruntukan pertanian tanaman pangan), peta lahan baku sawah, peta jenis tanah, dan peta jaringan irigasi Interpretasi visual dan pendekatan Cellular Automata Klasifikasi terselia algoritma MLC, interpretasi visual, model pemetaan tingkat kesesuaian, model ISA, estimasi kebutuhan pangan dan analisis potensial sawah lestari Klasifikasi penggunaan lahan menggunakan maximum likelihood, menghasilkan peta penggunaan lahan. Citra segmen penutup lahan resolusi sedang (30m). Akurasi region growing 87% dengan Koefisien Kappa 0,88 dibandingkan dengan (MLC) 71% (0,66). 8 kelas hutan dengan tingkat akurasi 87,6% Model prediksi penyempitan lahan sawah lestari Kajian Landsat 8 untuk identifikasi 4 parameter sawah lestari; Peta sawah lestari 1:100.000i, model pemetaan sawah lestari, dan estimasi defisit-surplus antara kebutuhan pangan dengan produksi padi sawah lestari

9 1.6 DAERAH PENELITIAN Letak geografis Kabupaten Sleman (BPS, 2011), yaitu terbentang mulai 110º 13 00 sampai dengan 110º 33 00 Bujur Timur, dan mulai 7º 34 51 sampai dengan 7º 47 03 Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 100-2500 meter di atas permukaan air laut. Jarak terjauh Utara-Selatan kurang lebih 32 km, Timur- Barat kurang lebih 35 km, terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa, dan 1.212 dusun. Batas wilayah Kabupaten Sleman (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Batas wilayah Kabupaten Sleman Sebelah Batas Wilayah Utara Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Timur Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah Selatan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, Provinsi D.I. Yogyakarta Barat Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah Sumber: BPS, 2011 Topografi Kabupaten Sleman (BPS, 2011), bagian Selatan merupakan dataran rendah yang subur, sedang bagian utara sebagian besar merupakan tanah kering yang berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak miring ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. Di lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua buah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Wisata Kaliurang. Beberapa sungai yang mengalir melalui Kabupaten Sleman menuju pantai Selatan antara lain Sungai Progo, Krasak, Sempor, Kuning, Boyong, Winongo, Gendol dan Opak. BPS (2011) menjelaskan berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, hari hujan terbanyak dalam satu bulan adalah 29 Hari. Rata-rata curah hujan tertinggi 100,4 mm. Kecepatan angin maksimum 9.2 m/s dan minimum 0,0 m/s, sementara rata-rata kelembaban nisbi utara tertinggi 96,0% dan terendah 41,0%. Temperatur udara, tertinggi 33,6ºC dan terendah 20,2ºC.

PETA ADMINISTRASI KABUPATEN SLEMAN mu D.I.YOGYAKARTA mu 9136000 9143000 9150000 9157000 9164000 9120000 9150000 KAB. KULON PROGO SAMUDERA HINDIA Lokasi penelitian KAB. KULON PROGO Minggir Moyudan KAB. SLEMAN KOTA JOGJA KAB. BANTUL SKALA1:1000.000 0 10 20 km KAB. GUNUNG KIDUL 400000 425000 450000 475000 mt KAB. MAGELANG Godean Gamping Seyegan Tempel Mlati Sleman Turi KOTA JOGJA Ngaglik Depok Pakem Cangkringan Ngemplak Berbah Kalasan KAB. KLATEN Prambanan 0 1 2 3 4 5 6km LEGENDA: Batas Provinsi Sistem proyeksi Datum Zona SKALA1:100.000 xu xu Batas Kabupaten Batas Kecamatan Jalan Arteri Jalan Kolektor : : : UTM WGS 84 49M Disalin oleh: Denianto Yoga Sativa (12/336331/PGE/948) KAB. BANTUL KAB. GUNUNG KIDUL Sumber: +Peta RBI1:25.000 Kabupaten Sleman tahun 2004 +Peta administrasi Kabupaten Sleman (masuk dalam kumpulan peta RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031) 416000 424000 432000 440000 448000mT 10