III. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

3 METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

3 METODE 3.1 Pakan Uji

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.)

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

METODE Bahan Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Penelitian Rancangan penelitian Persiapan wadah

Pematangan Gonad di kolam tanah

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

III. METODE PENELITIAN

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian. Jadwal Pelaksanaan Minggu Ke Kegiatan Penelitian

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu


3.KUALITAS TELUR IKAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

BAB III BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

Feromon 3. BAHAN DAN METODE

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

III. BAHAN DAN METODE

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

BAB III METODE PENELITIAN

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi )

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

BAB 4. METODE PENELITIAN

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

II. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Balai Budidaya.Ail-

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami (minyak ikan dan minyak jagung) dengan kualitas telur dan larva ikan baung. Hasil percobaan tahap pertama ini digunakan sebagai acuan untuk mengkaji berapa banyak penambahan asam lemak n-6 dan n-3 serta perbandingannya dalam pakan buatan sehingga dapat meningkatkan kualitas telur ikan baung. Di samping itu dikaji juga seberapa besar asam lemak tak n-6 dan n-3 yang diserap oleh telur. Percobaan tahap kedua adalah mengkaji keterkaitan kombinasi hormon E2 dan T4 pada berbagai dosis yang diimplantasi dan menggunakan pakan yang terbaik hasil percobaan tahap pertama dengan kualitas telur dan larva ikan baung. Percobaan tahap kedua ini merupakan percobaan untuk memperoleh dosis yang optimum untuk mempercepat pematangan gonad dan meningkatkan kualitas telur. Fenomena tersebut dapat diindikasikan antara lain pada lama waktu matang, fekunditas, derajat tetas telur dan derajat kelangsungan hidup larva. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Februari 2005 sampai Februari 2006. 3.1 Percobaan Tahap Pertama Percobaan tahap pertama merupakan percobaan untuk mengetahui dosis penambahan minyak ikan dan minyak jagung sebagai sumber asam lemak tak jenuh (n-6 dan n-3) pada pakan induk ikan baung dalam meningkatkan kualitas telur. 3.1.1 Rancangan Perlakuan Pada percobaan tahap pertama digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan jumlah ulangan sebanyak jumlah induk (7 induk betina). Sebagai perlakuan adalah penambahan asam lemak n-6 dan n-3 yang berbeda dalam pakan percobaan (Tabel 4).

3.1.2 Pakan uji Pakan uji yang digunakan ada empat jenis pakan yang berbeda dalam kadar asam lemak n-6 dan n-3. Pakan dibuat dalam bentuk pelet (Lampiran 3) dengan komposisi pakan berdasarkan komposisi pakan buatan untuk ikan patin dengan kadar protein 37.81-38.09% dan rasio energi protein 8,5-9,0 kkal DE/g. Asam lemak tak jenuh n-3 ditambahkan dengan pemberian minyak ikan dan n-6 dengan penambahan minyak jagung. Komposisi pakan utama yang digunakan didasarkan pada komposisi pakan dari percobaan Mokoginta et al. (2000) yang digunakan untuk ikan patin. Selanjutnya pakan tersebut dianalisis proksimat dan kadar asam lemaknya. Komposisi pakan dan proksimat pakan serta asam lemak pakan disajikan pada Tabel 4 dan 5. Pengukuran kadar protein pakan dilakukan dengan menggunakan metode Kjedahl dan pengukuran kadar lemak dilakukan dengan metode Folch et al. (1975) (Takeuchi, 1988). Pengujian kadar asam lemak n-6 dan asam lemak n-3 pakan dilakukan dengan menggunakan Gas Liquid Chromatography (GLC). Tabel 4. Komposisi pakan setiap perlakuan Komponen pakan (%) Tepung ikan Tepung kedelai Pollard Vitamin mix a Choline chloride Mineral mix b Carboxy methyl cellulose Minyak kelapa Minyak jagung Minyak ikan Perlakuan/As. lemak n-6;n-3 (%) A(0.87;0.56) B(1.66;0.78) C(2.00;1.00) D(2.23;1.82) 41.63 41.63 41.63 41.63 18.90 18.90 18.90 18.90 20.45 20.45 20.45 20.45 1.60 1.60 1.60 1.60 0.50 0.50 0.50 0.50 5.87 5.87 5.87 5.87 3.00 3.00 3.00 3.00 8.05 5.05 4.05 2.05 0.00 2.00 2.00 2.00 0.00 1.00 2.00 4.00 a. Per kilogram: Vit. A 200.000 IU; vit D 3 1.000.000 IU; Vit E 40.2 IU; vit K 3 8 g; vit. C 100 g; vit B 1 5 g; vit. B 2 5 g; vit B 3 5 g; vit B 12 0.01 g; Ca pentothenat 11 g; niacin 20 g; biotin 0.06 g; folic acid 1.5 g; choline 230 g. b. Per kilogram: Ca 210 g; P 168 g; Mg 13 g; Na 30 g; S 12 g; Zn 1.25 g; Cu 0.2 g; Mn 0.3 g; Fe 6.7 g; I 0.15 g; Co 0.1 g; Se 8 mg (Takeuchi, 1988). Tabel 5. Komposisi proksimat dan asam lemak n-6 dan n-3 pakan percobaan (% bobot kering) Perlakuan/As. lemak n-6;n-3 (%) A(0.87;0.56) B(1.66;0.78) C(2.00;1.00) D(2.23;1.82)

Komposisi proksimat: Protein Lemak Serat kasar Abu 37.89 14.29 3.47 15.52 38.09 12.29 3.16 15.83 37.94 13.44 4.00 16.05 37.81 14.08 3.80 15.43 Asam lemak: Σ Al. n-6 0.87 1.66 2.00 2.23 Σ Al. n-3 0.56 0.78 1.00 1.82 EPA 0.15 0.21 0.28 0.52 DHA 0.33 0.46 0.59 1.02 Rasio Al. n-6/n-3 2.27 3.50 2.88 1.94 3.1.3 Ikan uji Induk betina dan jantan ikan baung masing-masing sebanyak 28 ekor yang digunakan dalam percobaan ini diperoleh dari hasil pembesaran di Instalasi Riset Budidaya Air Tawar, Cijeruk selama 1,5 tahun dengan bobot tubuh 290-327g. Induk yang digunakan masih dara atau belum pernah memijah. Ikan uji betina ditebar dengan kepadatan 7 ekor pada setiap jaring (2x2x2m) sedangkan untuk jantan disatukan dalam kolam berukuran 10x5m. 3.1.4 Pemeliharaan Induk dan Penetasan Telur Induk-induk ikan baung diaklimatisasi terhadap lingkungan percobaan selama 4 minggu. Pakan diberikan secara at satiation dua kali dalam sehari pada pagi dan sore hari. Monitoring dilakukan terhadap kondisi kesehatan dan respon terhadap pakan. Setelah itu pakan percobaan mulai diberikan. Wadah pemeliharaan menggunakan jaring apung berukuran 2x2x2m sebanyak 4 buah. Induk-induk diberi pakan uji sesuai dengan perlakuan masing-masing sampai induk matang gonad. Dua minggu sekali jaring dibersihkan bersamaan dengan sampling pengecekan perkembangan gonad. Pengukuran bobot induk dilakukan satu bulan sekali. Air yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari air sungai dengan suhu berkisar antara 23-29 C, oksigen 5.22-6.93 ppm, ph 6.16-6.97 dan NH 3 0.060-0.095 ppm.

Evaluasi gonad dari ikan uji yang dipilih secara acak dilakukan secara mikroskopis dengan membedah satu ekor induk ikan dari tiap-tiap perlakuan. Evaluasi gonad ini dilakukan pada awal dan akhir percobaan. Gonad diambil dan ditimbang kemudian dilakukan pembuatan preparat histologi (Lampiran 2). Pengambilan contoh telur dilakukan dengan menggunakan metode kanulasi pada semua induk. Contoh telur diambil minimal 100 butir per ekor kemudian difiksasi dalam larutan Bouin dan formaldehida 4%. Diameter telur diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer okuler dengan pembesaran 40x dan 100x. Induk yang matang gonad ditentukan dengan persentase diameter telur 0.9 mm sebanyak 60-70%. Selain itu dilihat juga keadaan perut dari induk, dipilih induk yang perutnya lebih besar dan lembek. Setelah 98 hari pemeliharaan, pada beberapa perlakuan sudah diperoleh induk matang gonad. Pemijahan dilakukan dengan cara pemijahan buatan yakni dengan menyuntikkan ovaprim pada dosis 0,9 ml/kg induk betina dan 0.5 ml/kg induk jantan. Penyuntikan dilakukan dua kali, penyuntikan pertama ¼ bagian dan penyuntikan kedua ¾ bagian yang dilakukan setelah 6-7 jam dari suntikan pertama. 12-14 jam setelah penyuntikan kedua, induk siap untuk dipijahkan. Untuk induk jantan penyuntikan dilakukan sekali. Setelah induk betina menunjukkan tanda-tanda akan ovulasi, sperma terlebih dahulu disiapkan dengan mengurut bagian perut induk jantan dan sperma yang keluar ditampung dalam spuit kemudian diencerkan dengan larutan fisiologis dan disimpan pada suhu 10 C. Telur dikeluarkan dengan cara pengurutan bagian perut, selanjutnya dilakukan pembuahan buatan. Telur hasil ovulasi induk betina ditetaskan dalam akuarium kaca masing-masing berukuran 15x15x15cm dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi. Air diberi biru metilen dengan dosis 0,05 cc/l untuk mencegah timbulnya jamur. Telur hasil ovulasi dari satu induk diambil sebanyak 100-150 butir diletakkan pada lempengan kaca 10x10cm dan ditempatkan pada satu akuarium. Suhu penetasan berkisar antara 28 29 C dan telur menetas setelah 22 24 jam. Akuarium tempat penetasan telur juga digunakan untuk pemeliharaan larva. Larva yang baru menetas diambil sebanyak 100 ekor kemudian dipelihara selama 2 hari (48

jam) lalu dihitung jumlah larva yang hidup. Data ini digunakan untuk memperoleh derajat kelangsungan hidup larva umur 2 hari. Pengukuran kadar asam lemak pakan dilakukan di awal percobaan, sementara pengukuran kadar asam lemak hati dilakukan di akhir percobaan. Setelah telur diovulasikan dihitung fekunditasnya dengan menggunakan metode sampling berat. Kurang lebih 20% dari seluruh telur yang diovulasikan dari setiap induk betina yang tidak dibuahi dan dibuahi dianalisis kadar asam lemaknya dengan metode Gas Liquid Chromatografi (GLC). Fosfolipid (FL) dan lipid netral (NL) dengan metode yang digunakan oleh Takeuchi (1988). Sisa telur yang dibuahi dipindahkan ke akuarium untuk ditetaskan dan dilakukan pengamatan perkembangan larva. Dari sejumlah larva yang dihasilkan dipisahkan larva yang normal dan yang abnormal dan dihitung jumlahnya untuk memperoleh nilai persentase larva abnormal. Sebanyak 1000 ekor larva yang baru ditetaskan umur 0 jam dan 500 ekor larva umur 24 jam diambil untuk analisis kadar asam lemaknya. 3.1.5 Analisis Data Peubah yang diamati untuk perkembangan kematangan gonad dan respon ovulasi adalah: 1. Diameter telur : seratus butir telur diukur diameternya dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer okuler dengan pembesaran 40 dan 100 kali kemudian dibuat sebaran diameter telur. 2. Perkembangan gonad : perkembangan gonad diamati dengan membuat preparat histologis ovarium dari setiap perlakuan sebanyak satu ekor dan diambil di awal dan akhir penelitian. 3. Fekunditas : fekunditas atau jumlah total telur ditentukan dengan mengukur bobot keseluruhan telur hasil ovulasi tiap induk kemudian diambil 1 g sebanyak tiga kali dan dihitung jumlah telur dalam 1g telur dan dirata-ratakan kemudian dikalikan dengan bobot keseluruhan telur lalu dibagi dengan bobot tubuh induk. 4. Derajat tetas telur

n Derajat tetas telur = 100 F dengan n = Jumlah telur yang menetas F 5. Lama Waktu Matang = Jumlah total telur yang ditetaskan Lama waktu matang = TNKT 60 80 % - T0 TNKT 60 80 % = waktu saat mencapai nilai kematangan telur = 60 80 % (diameter telur 0.9 mm); T0 = waktu pengamatan TKG awal 6. Gonad somatik indeks (GSI) Bobot ovarium GSI = x 100 Bobot tubuh 7. Hepatosomatik Indeks (HSI) Bobot hati HSI = x 100 Bobot tubuh Data lama waktu matang, fekunditas, diameter telur, derajat tetas telur, derajat kelangsungan hidup larva, dan persentase larva abnormal yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika terdapat perbedaan antara perlakuan maka dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1981). Data kadar asam lemak n-6 dan n-3 (hati, telur dan larva), kadar FL dan NL, GSI dan HSI dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. 3.2 PercobaanTahap Kedua Percobaan tahap kedua merupakan percobaan lanjutan. Pakan terbaik yang diperoleh pada percobaan tahap pertama digunakan pada tahap kedua; dan percobaan tahap kedua ini bertujuan untuk mengetahui dosis kombinasi hormon E2 dan T4 yang optimal dalam meningkatkan kualitas telur. 3.2.1 Rancangan Perlakuan

Metode yang digunakan dalam percobaan tahap kedua adalah model eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Percobaan tahap kedua terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan. Kelima perlakuan dibedakan atas dosis kombinasi hormon E2 dan T4 yang diimplant. Perlakuan dosis kombinasi hormon tersebut adalah : Perlakuan A : 0 µg E2 + 0 mg T4 per kg induk (kontrol/pelet kolesterol) Perlakuan B : 600 µg E2 + 0 mg T4 per kg induk Perlakuan C : 400 µg E2 + 10 mg T4 per kg induk Perlakuan D : 200 µg E2 + 50 mg T4 per kg induk Perlakuan E : 0 µg E2 + 100 mg T4 per kg induk 3.2.2 Pakan uji Pakan uji yang digunakan adalah pakan terbaik yang diperoleh pada percobaan tahap pertama yakni pakan perlakuan B (n-6 1.56%; n-3 0.78%). 3.2.3 Ikan uji Induk betina dan jantan ikan baung sebanyak masing-masing 35 ekor digunakan dalam percobaan tahap kedua. Induk diperoleh dari hasil pembesaran di Instalasi Riset Budidaya Air Tawar Cijeruk selama 2 tahun dengan bobot tubuh 393-433g. Induk yang digunakan masih dara atau belum pernah dipijahkan. Ikan uji ditebar dengan kepadatan 7 ekor per jaring. 3.2.4 Implantasi hormon Hormon yang digunakan adalah E2 dan T4 buatan Sigma Chemical Company, USA; dan bubuk kolesterol (5-cholesten-3β-ol) buatan Argent Laboratories Inc, cocoa butter, alcohol 50%, 2-phenoxyethanol dan betadin (Lampiran 3). 3.2.5 Pemeliharaan Induk dan Penetasan Telur Induk ikan baung sebanyak 35 ekor betina dan 35 ekor jantan diaklimatisasi selama 4 minggu. Selama periode aklimatisasi ikan diberi pakan terbaik yang diperoleh pada percobaan tahap pertama. Pakan diberikan secara at satiation dua kali dalam sehari pada

pagi dan sore hari. Pemantauan dilakukan terhadap kondisi kesehatan dan respon terhadap pakan. Wadah pemeliharaan menggunakan jaring apung berukuran 2x2x2m sebanyak 5 buah. Induk diberi pakan yang terbaik dari percobaan tahap pertama. Pakan diberikan sampai induk-induk matang gonad. Induk yang matang gonad mulai diperoleh pada hari ke-28 pemeliharaan. Dua minggu sekali jaring dibersihkan bersamaan dengan sampling pengecekan perkembangan gonad dan pengambilan sampel darah. Pengukuran bobot insuk dilakukan satu bulan sekali. Air yang digunakan dalam percobaan tahap kedua ini sama dengan yang digunakan pada percobaan tahap pertama. Namun suhu air pada percobaan tahap kedua relatif lebih rendah 21-27 C, oksigen 5.14-6.60 ppm, ph 6.90-7 dan NH 3 0.060-0.070 ppm. Evaluasi gonad dari ikan uji yang dipilih secara acak kemudian dilakukan secara mikroskopis dengan membedah satu ekor induk ikan dari tiap-tiap perlakuan. Evaluasi gonad ini dilakukan pada awal dan akhir percobaan. Gonad diambil dan ditimbang, kemudian dibuat preparat histologinya (Lampiran 2). Penyuntikan hormon dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang disebut implanter. Caranya dengan menusuk bagian punggung kanan ikan dengan pisau kecil. Setelah itu alat implant yang berisi hormon ditusukkan ke punggung, dan hormon disuntikkan ke dalam tubuh ikan. Contoh darah diambil setiap 14 hari sebanyak 1,5 ml dengan menggunakan spuit 2,5 ml yang berheparin. Contoh darah diambil pada bagian pangkal ekor kemudian dimasukkan ke dalam tabung polietilen 1,5 ml dan diputar selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan suhu 5 C. Selanjutnya plasma darah diambil dan dimasukkan ke dalam tabung polietilene dan disimpan pada suhu -20 C. Kadar hormon E2 plasma diukur dengan menggunakan kit radioimmunoassay fase padat (Diagnostic Products Corporation, Los Angeles CA). Pengukuran dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan zat radioaktif 125 I (Lampiran 4). Pengambilan contoh telur pada semua induk dilakukan dengan menggunakan metode kanulasi. Contoh telur diambil minimal 100 butir per ekor kemudian difiksasi dalam larutan Bouin dan formaldehid 4%. Diameter telur diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan pembesaran 40x dan 100x.

Induk yang matang gonad ditentukan dengan persentase diameter telur 0.9 mm telah mencapai 60-70%. Selain itu dilihat juga keadaan perut dari induk, yaitu dengan memilih induk yang perutnya lebih besar dan lembek. Induk matang gonad dipijahkan dengan cara pemijahan buatan yakni dengan menyuntikkan ovaprim pada dosis 0,9 ml/kg untuk induk betina dan 0,5 ml/kg untuk induk jantan. Penyuntikan dilakukan dua kali, penyuntikan pertama ¼ bagian dan penyuntikan kedua ¾ bagian dilakukan setelah 6-7 jam setelah suntikan pertama. Untuk induk jantan penyuntikan dilakukan sekali. Setelah induk betina menunjukkan tanda-tanda akan ovulasi, sperma terlebih dahulu disiapkan dengan mengurut bagian perut induk jantan dan sperma yang keluar ditampung dalam spuit kemudian diencerkan dengan larutan fisiologis dan disimpan pada suhu 10 C. Kemudian telur dikeluarkan dengan cara pengurutan bagian perut selanjutnya dilakukan pembuahan buatan. Telur hasil ovulasi induk betina ditetaskan dalam akuarium kaca masing-masing 15x15x15cm dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi. Air diberi biru metilen dengan dosis 0,05 cc/l untuk mencegah timbulnya jamur. Telur hasil ovulasi dari satu induk diletakkan pada lempengan kaca 10x10cm sebanyak 100-150 butir dan ditempatkan pada satu akuarium. Suhu penetasan berkisar antara 28-29 C dan telur menetas setelah 22 24 jam. Akuarium tempat penetasan telur juga digunakan untuk pemeliharaan larva. Larva yang baru menetas diambil sebanyak 100 ekor kemudian dipelihara selama 2 hari (48 jam), lalu dihitung jumlah larva yang hidup. Data ini digunakan untuk memperoleh derajat kelangsungan hidup larva umur 2 hari. Pengukuran kadar asam lemak hati dilakukan di akhir percobaan. Setelah itu telur diovulasi dan dihitung fekunditasnya dengan menggunakan metode sampling berat. Kurang lebih 20% dari seluruh telur yang diovulasikan dari setiap induk betina dianalisis kadar asam lemaknya dengan metode chromatografi. FL dan NL dengan metode yang digunakan oleh Takeuchi (1988) (Lampiran 5). Sisa telur yang dibuahi dipindahkan ke akuarium untuk di tetaskan dan selanjutnya dilakukan pengamatan perkembangan larva. Dari sejumlah larva yang dihasilkan, dipisahkan larva yang normal dan yang abnormal dan dihitung jumlahnya untuk memperoleh nilai persentase larva abnormal. Sebanyak

1000 ekor larva yang baru ditetaskan umur 0 jam dan 500 ekor larva umur 24 jam diambil untuk analisis kadar asam lemaknya. 3.2.6 Analisis Data adalah: Peubah yang diamati untuk perkembangan kematangan gonad dan respon ovulasi 1. Diameter telur: seratus butir telur diukur diameternya dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan pembesaran 40 dan 100 kali kemudian dibuat sebaran diameter telur. 2. Perkembangan gonad: perkembangan gonad diamati dengan membuat preparat histologis ovarium dari setiap perlakuan sebanyak satu ekor dan diambil di awal dan akhir penelitian. 3. Fekunditas: fekunditas atau jumlah total telur ditentukan dengan mengukur bobot keseluruhan telur hasil ovulasi tiap induk kemudian diambil 1 g sebanyak tiga kali dan dihitung jumlah telur dalam 1g telur dan dirata-ratakan kemudian dikalikan dengan bobot keseluruhan telur kemudian dibagi dengan bobot tubuh induk. 4. Derajat tetas telur n Derajat tetas telur = 100 F dengan n = Jumlah telur yang menetas F 5. Lama Waktu Matang = Jumlah total telur yang ditetaskan Lama waktu matang = TNKT 60 80 % - T0 TNKT 60 80 % = waktu saat mencapai nilai kematangan telur = 60 80 % (diameter telur 0.9 mm); T0 = waktu pengamatan TKG awal 6. Gonad somatik indeks (GSI) Bobot ovarium GSI = x 100 Bobot tubuh

7. Hepatosomatik Indeks (HSI) Bobot hati HSI = x 100 Bobot tubuh Data kadar E2 plasma, lama waktu matang, fekunditas, diameter telur, derajat tetas telur, derajat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika terdapat perbedaan antara perlakuan maka dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1981). Analisis kontras polinomial ortogonal diaplikasikan untuk melihat respon setiap variabel terhadap dosis E2 dan T4 yang diimplan. Data kadar asam lemak n-6 dan n-3 (hati, telur dan larva), kadar FL telur, NL telur, GSI, dan HSI dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.