BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

commit to user BAB I PENDAHULUAN

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Dewajati, R. (2003). Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan DAS Kaligarang terhadap Banjir di Kota Semarang. Semarang: Undip. Dinas PU Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

2015 DAMPAK BANJIR CILEUNCANG TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN RANCAEKEK KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Undang-Undang No.7 Tahun 2004). DAS dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses biofisik - hidrologis maupun kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang kompleks (Kementerian Kehutanan, 2012). Kementerian Kehutanan melalui SK.328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan DAS Prioritas dalam RPJM tahun 2010-2014, menyatakan bahwa terdapat 108 DAS tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang masuk dalam prioritas penanganan. Salah satu DAS prioritas tersebut adalah DAS Bogowonto. DAS Bogowonto membentang di wilayah selatan Propinsi Jawa Tengah dan sebagian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan melewati 4 (empat) wilayah administrasi, yaitu: Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Kulonprogo. Terdiri dari 12 sub DAS yaitu Sub DAS Bagelen, Bogowonto Hulu, Bogowonto Tengah, Dekso, Gading, Gesing, Keduren, Kodil, Mongo, Ngasinan, Plamping, dan Semanggung. Sungai utama dalam DAS Bogowonto mempunyai panjang kurang lebih 67 km dengan hulu berada di lereng Gunung Sumbing dan hilir di pesisir selatan Jawa. Pemanfaatan Sungai Bogowonto selama ini adalah sebagai sumber air bersih Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Purworejo, pertanian, pariwisata, dan sarana transportasi tradisional. Fungsi DAS ini untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari keadaan di lapangan bahwa pada musim kemarau debit sungai adalah kecil dan pada musim 1

penghujan debit sungai adalah besar. Menurut Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo (2013), salah satu permasalahan lingkungan yang terjadi di DAS Bogowonto adalah sedimentasi. Permasalahan lingkungan di DAS Bogowonto dalam penelitian ini difokuskan pada sedimentasi di tengah dan hilir. Hal ini disebabkan sedimentasi dapat terjadi sepanjang musim baik musim kemarau maupun musim penghujan, sehingga penelitian tidak terpacu pada waktu atau perubahan musim. Sedimentasi tersebut merupakan rangkaian beberapa kejadian yang diawali dengan perubahan penggunaan lahan karena beberapa faktor, seperti penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaian lahan, peningkatan jumlah penduduk, pengelolaan lahan di daerah hulu yang tidak memperhatikan kaidah konservasi, dan peningkatan kebutuhan lahan pertanian. Perubahan penggunaan lahan ini akan mengurangi jumlah tutupan lahan sehingga berdampak erosi. Akhirnya hasil erosi berupa sedimen akan hanyut terbawa aliran sungai dan mengendap di tengah dan hilir. Sedimentasi merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan pendangkalan sungai dan bahkan penutupan muara (Kusuma, 2012). Sedimentasi di DAS Bogowonto telah diteliti keberadaannya oleh instansi yang membidangi. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Progo Bogowonto Luk Ulo (BPSDA Probolo) tahun 2010 melakukan pemantauan kualitas air dan sedimen dalam tiga tahap pelaksanaan yaitu bulan Maret, Agustus, dan November (BPSDA Probolo, 2010). Hasil pemantauan sedimentasi selengkapnya dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Pemantauan Sedimen oleh Balai PSDA Progo Bogowonto Luk Ulo Lokasi Berat jenis (g/cc) Kandungan sedimen (mg/l) Besar Butiran (%) 23-45 mm 0,002-23 mm Tahap 1 (Maret 2010) Sungai Luk Ulo 2,58 - - - Sungai Bogowonto 2,59 24,8 - - Sungai Progo 2,54 - - - Tahap 2 (Agustus 2010) Sungai Luk Ulo 2,63 114 27,63 72,37 Sungai Bogowonto 2,10 166 17,06 82,94 Sungai Progo 2,77 188 29,36 70,64 Tahap 3 (November 2010) Sungai Luk Ulo 2,56 369 15,91 84,09 Sungai Bogowonto 2,46 1996 0 100 Sungai Progo 2,12 76,8 2,84 97,26 Sumber: BPSDA Probolo dengan modifikasi, 2010 2

Selanjutnya tahun 2012, BPSDA Probolo juga melakukan analisis sedimen di sungai sungai wilayahnya (BPSDA Probolo, 2012). Hasil yang diperoleh yaitu telah terjadi sedimentasi di Sungai Bogowonto. Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2 Kondisi Sungai Wilayah Balai PSDA Progo Bogowonto Luk Ulo DAS/Sungai Desa Kecamatan Kabupaten DAS Bogowonto/ S. Bogowonto Sedimentasi Kanan Kiri Panjang Panjang Ada Tidak Kondisi Kondisi (m) (m) Jenarwetan Ada - - - Terkikis 100 Purwosari Purwodadi Purworejo Ada - Terkikis 150 - - Purwodadi Ada - Terkikis 100 - - Bubutan - - Terkikis 150 - - Sumber: BPSDA Probolo dengan modifikasi, 2012 Menurut Kementerian Pekerjaan Umum, dalam Kepmen PU nomor 37/KPTS/M/2013 tentang Pola Pengelolaan Wilayah Sungai (WS) Serayu Bogowonto, menyebutkan bahwa sedimentasi di DAS Bogowonto mencapai 3.521,55 ton/tahun (Kementerian PU, 2010). Tabel 1.3 Sedimentasi di WS Serayu Opak Sumber: Kementerian PU, 2010 Sedimentasi di DAS Bogowonto juga telah diinformasikan dalam pemberitaan media. Harian Jogja, 11 Februari 2014, menyatakan DAS di Kulonprogo yaitu DAS Serang, Bogowonto, dan Progo kritis yang disebabkan oleh penurunan vegetasi dan sedimentasi. DAS kritis akan mengakibatkan 3

bencana seperti banjir dan longsor apabila tidak segera ditangani (Sabandar, 2014). Selanjutnya Suara Merdeka, 12 Oktober 2012, menyatakan bahwa ratusan hektar lahan pertanian, tambak udang, dan permukiman warga di sekitar hilir Sungai Bogowonto terancam banjir akibat tertutupnya muara (Damaryanti, 2012). Permasalahan yang muncul dalam Focus Group Discussion (FGD) penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Bogowonto Terpadu diantaranya adalah sedimentasi (BPDAS Serayu Opak Progo, 2012). Masyarakat di bagian hulu DAS Bogowonto banyak bertani tanaman kentang tanpa disertai dengan tindakan konservasi. Keadaan ini menyebabkan tanah menjadi mudah tererosi dan tentunya akan diikuti dengan sedimentasi. Permasalahan di DAS Bogowonto hasil FGD dapat dilihat dalam Tabel 1.4. Tabel 1.4 Permasalahan Tiap Sub DAS di DAS Bogowonto No. Nama Sub DAS Permasalahan Lokasi 1. Bagelen - Debit pada musim kemarau kecil - Musim penghujan debit melimpah, Kecamatan Bagelen, Purwodadi, Ngombol menyebabkan banjir - Sedimentasi 2. Bogowonto Menurunnya debit Kecamatan Gebang Tengah 3. Dekso - Debit pada musim kemarau kecil - Musim penghujan debit melimpah, menyebabkan banjir - Rawan longsor 4. Gading - Menurunnya debit pada musim penghujan - Rawan longsor/erosi Kecamatan Purwodadi, Ngombol Kecamatan Loano 5. Gesing Debit pada musim kemarau kering Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Ngombol 6. Keduren - Pada musim penghujan banjir - Musim kemarau kekurangan air Kecamatan Purwodadi, Ngombol 7. Kodil - Pada musim penghujan banjir - Sedimentasi - Musim kemarau kekurangan air Kecamatan Purwodadi, Ngombol 8. Mongo Debit musim kemarau kecil Kecamatan Bener, Loano 9. Ngasinan Debit musim kemarau kecil Kecamatan Bagelen 10. Plamping Debit musim kemarau menurun drastis Kecamatan Bagelen cenderung kering 11. Semanggung - Debit musim kemarau kecil - Sedimentasi Kecamatan Bagelen, Ngombol, Purwodadi Sumber: BPDAS Serayu Opak Progo, 2012 4

Berdasarkan data analisis statistik Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo (2013) menyebutkan bahwa dari total luasan DAS Bogowonto sebesar 59.498,44 Ha sekitar 14,98% dalam kondisi kritis dan 34,58% dalam kondisi agak kritis. Lahan kritis menjadi salah satu indikator suatu DAS mengalami degradasi (Paimin, dkk., 2006). Degradasi lahan erat kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan. Hal ini disebabkan setiap perubahan penggunaan lahan selalu diikuti dengan perubahan penutup lahan. Perubahan penggunaan lahan mengubah tata ruang dan keseimbangannya (Sumaatmadja, 1988). Perencanaan wilayah khususnya tentang pengaturan pemanfaatan lahan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara penggunaan lahan dan kebutuhan lahan. Perencanaan wilayah menghasilkan produk berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang digunakan sebagai pedoman pembangunan terutama terkait dengan pengembangan struktur ruang dan pembentukan pola ruang. Namun demikian produk RTRW yang ada di berbagai daerah selama ini masih jauh dari harapan (Syarifudin, 2013). Penggunaan lahan merupakan aktifitas nyata yang dilakukan oleh manusia dan selalu berkembang seiring meningkatnya kebutuhan (Purwantoro & Hadi, 1996). Perubahan penggunaan lahan akan memberikan dampak, terutama dalam pendekatan DAS adalah tidak berjalannya fungsi alami DAS. Arahan pemanfaatan lahan telah diatur dalam RTRW daerah, khususnya pada rencana pola ruang. Akan tetapi belum tentu hal ini dilaksanakan sepenuhnya, terbukti dengan adanya sedimentasi seperti dijelaskan sebelumnya. Terkait dengan hal tersebut, maka dilakukan penelitian ini dengan judul Kajian Perubahan Penggunaan Lahan DAS Bogowonto terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Rangka Pengendalian Sedimentasi. Diharapkan dengan penelitian ini, dampak yang terjadi dapat dikurangi atau dicegah. 1.2 Perumusan Masalah Aktifitas di DAS seperti perubahan penggunaan lahan akan mengubah ekosistem sehingga mempengaruhi output DAS di hilir seperti sedimen. 5

Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan perbandingan jumlah penduduk dan lahan pertanian tidak seimbang. Keadaan tersebut didukung dengan keterbatasan lapangan pekerjaan mendorong dilakukannya perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara itu karena kendala keterampilan, pengolahan lahan pertanian dilakukan dengan tidak memperhatikan kaidah konservasi. Akhirnya lahan menjadi kritis dan rentan terhadap erosi. Penebangan terhadap pepohonan untuk dijadikan lahan pertanian ataupun lahan terbuka lainnya akan mengurangi vegetasi penutup lahan. Pada saat terjadi hujan maka akan terjadi peningkatan daya pukul curah hujan, limpasan, dan terjadi erosi. Meningkatnya erosi terutama di daerah hulu pada akhirnya akan meningkatkan muatan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai menuju hilir. Terakumulasinya sedimen (sedimentasi) akan menimbulkan masalah terutama di daerah hilir. Pada saat musim penghujan, sungai tidak dapat menampung debit aliran yang besar sehingga meluap dan menggenangi daerah di sekitarnya. Sedimentasi juga dapat menyebabkan tertutupnya muara sungai sehingga dapat menimbulkan banjir pada saat debit besar datang. Banjir akan merugikan masyarakat sekitar karena merusak pertanian tambak dan udang. Permasalahan di DAS Bogowonto tersebut disebabkan oleh adanya degradasi lahan yang semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Degradasi lahan berhubungan erat dengan perubahan penggunaan lahan. Menurut (Sumaatmadja, 1988), perubahan penggunaan lahan akan mengubah tata ruang dan keseimbangannya. Perencanaan wilayah khususnya tentang pengaturan pemanfaatan lahan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan. Daerah administrasi dalam DAS Bogowonto telah membuat perencanaan wilayah tersebut dalam bentuk RTRW, terutama pada bagian rencana pola ruang. Akan tetapi arahan tersebut belum diterapkan sepenuhnya, sehingga dapat menimbulkan dampak sedimentasi yang dapat merugikan masyarakat. Berdasarkan penjelasan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan di DAS Bogowonto? 6

2. Bagaimana perubahan penggunaan lahan di DAS Bogowonto terhadap RTRW? 3. Bagaimana dampak perubahan penggunaan lahan terhadap index lindung lingkungan dan sedimentasi? 4. Bagaimana rekomendasi arahan fungsi penggunaan lahan yang tepat untuk pengendalian sedimentasi di DAS Bogowonto? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasar pertanyaan dalam rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan penelitian ini, antara lain: 1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan di DAS Bogowonto. 2. Mengevaluasi perubahan penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW. 3. Mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap index lindung lingkungan dan sedimentasi. 4. Memberikan rekomendasi arahan fungsi penggunaan lahan yang tepat untuk pengendalian sedimentasi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis penelitian yaitu dapat menjelaskan hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan sedimentasi dalam lingkup DAS. Manfaat praktis penelitian yaitu dapat memperoleh informasi terkait penggunaan lahan, dinamika perubahan yang terjadi, dan dampak sedimentasi yang ditimbulkan sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman para pengambil kebijakan dalam me-review RTRW khususnya rencana pola ruang. 7