KENYAMANAN TERMAL PENGGUNA RUANG TUNGGU DI STASIUN JAKARTA KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

PENGARUH LUASAN BUKAAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SISWA PADA BANGUNAN SD NEGERI SUDIRMAN 1 KOTA MAKASSAR

STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT

Pengaruh Bukaan terhadap Kenyamanan Termal Siswa pada Bangunan SMP N 206 Jakarta Barat

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

STUDI KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN MASJID JAMI AL-MUBAROK KABUPATEN TANGERANG

NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang)

PMV (PREDICTED MEAN VOTE) SEBAGAI THERMAL INDEX

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

Seminar Nasional IENACO ISSN:

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

PENELITIAN KENYAMANAN TERMIS DI JAKARTA SEBAGAI ACUAN SUHU NYAMAN MANUSIA INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG

KAJIAN KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH PADA GEDUNG SEKOLAH C LANTAI 2 POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

EFEKTIVITAS VENTILASI BAWAH TERHADAP KENYAMANAN DAN PMV (PREDICTED MEAN VOTE) PADA GEREJA KATEDRAL, SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kenyamanan dan Lingkungan Termal pada Ruang Kuliah dengan Ventilasi Alami (Studi Kasus: Kampus II Fakultas Teknik Unhas Gowa)

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014)

PREDIKSI KENYAMANAN TERMAL DENGAN PMV DI SMK 1 WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG SEKOLAH SMA NEGERI DI KOTA PADANG

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

PENGARUH KECEPATAN ALIRAN UDARA TERHADAP TIGKAT KENYAMANAN TERMAL DI RUANG KULIAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

ZONA NYAMAN BERAKTIFITAS IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG

PENGARUH KECEPATAN ALIRAN UDARA TERHADAP TIGKAT KENYAMANAN TERMAL DI RUANG KULIAH

Artikel dalam buku Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia, PT Raja Grafindo

Seminar Nasional IENACO ISSN:

Preferensi Pejalan Kaki terkait Kondisi Lingkungan untuk Menciptakan Kenyamanan Termal di Jalan Rajawali Surabaya

ASPEK KENYAMANAN TERMAL RUANG BELAJAR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH UMUM di WILAYAH KEC.MANDAU

PMV (PREDICTED MEAN VOTE) SEBAGAI THERMAL INDEX

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DIATAS PANTAI TROPIS LEMBAB Studi Kasus Rumah Atas Pantai Desa Kima Bajo, Kabupaten Minahasa Utara

TINGKAT KENYAMANAN TERMAL BAGI PENGGUNA TAMAN DI JAKARTA (STUDI KASUS : TAMAN SITU LEMBANG DAN TAMAN SUROPATI, JAKARTA)

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL SISWA DI DALAM RUANG KELAS (STUDI KASUS SD INPRES TAMALANREA IV MAKASSAR)

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS ANDALAS TUGAS AKHIR. Oleh : DEWI RAHMADANI NO BP

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS MAHASISWA (STUDI KASUS RUANG KELAS 303 JURUSAN TEKNIK MESIN UNS)

Evaluasi Kenyamanan Termal pada Ruang Kelas Pondok Pesantren Daar el-huda di Kabupaten Tangerang

PERSEPSI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG LUAR PADA RUANG PUBLIK (STUDI KASUS : TAMAN KOTA I GUSTI NGURAH MADE AGUNG)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Kenyamanan Termal Ruang Kelas Sekolah Dasar di Kota Makassar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

APLIKASI PENGUKURAN VENTILASI ALAMI

Pemaknaan Istilah- Istilah Kualitas Kenyamanan Thermal Ruang Dalam Kaitan Dengan Variabel Iklim Ruang

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

KENYAMANAN TERMAL ADAPTIF PADA RUMAH TRADISIONAL SAO PU U DI KAMPUNG WOGO, NUSA TENGGARA TIMUR

KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH DENGAN PENGKONDISIAN BUATAN. THERMAL COMFORT Of LECTURE ROOM WITH ARTIFICIAL CONDITIONING

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo

Investigasi Ventilasi Gaya-Angin Rumah Tradisional Indonesia dengan Simulasi CFD

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PENGARUH KERAPATAN BANGUNAN PADA KARAKTERISTIK TERMAL RUMAH TINGGAL KAMPUNG NAGA TERHADAP KENYAMANAN PENGHUNI

Evaluasi Desain Asrama Siswa dalam Aspek Kenyamanan Termal pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) SMA Negeri Olahraga (SMANOR) Jawa Timur

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

Kenyamanan Termal pada Ruang (Muhammad Nur Fajri Alfata, Agung Murti Nugroho, Sri Nastiti Ekasiwi)

Evaluasi Kenyamanan Termal Ruang Kuliah (Studi Kasus : Ruang Kuliah 303 Jurusan Teknik Mesin UNS) Skripsi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENGARUH KARAKTERISTIK VENTILASI DAN LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SMPN DI JAKARTA SELATAN

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil simulasi dan analisis yang dilakukan terhadap Model

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANGAN KELAS DI SDN BERDASARKAN INDEKS PMV DAN PPD SKRIPSI OLEH MELIANA

PENGARUH PEMASANGAN EXHAUST FAN DI RUANG KELAS 3.8 FAKULTAS TEKNIK UNTIRTA TERHADAP KENYAMANAN THERMAL YANG DIHASILKAN

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

KINERJA PENERAPAN MODEL JENDELA ADAPTIF PADA BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA DI MALANG JURNAL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

STUDI KENYAMANAN TERMAL ADAPTIF RUMAH TINGGAL DI KOTA MALANG Studi Kasus : Perumahan Sawojajar 1- Kota Malang

BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang

Kenyamanan Termal Ruang Kelas di Sekolah Tingkat SMA Banjarmasin Timur

PENGARUH BENTUK ATAP TERHADAP KARAKTERISTIK THERMAL PADA RUMAH TINGGAL TIGA LANTAI

KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH TEPI SUNGAI Studi Kasus Rumah Tepi Sungai Kahayan Di Kota Palangka Raya

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

REDESAIN RUSUNAWA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO DENGAN PENDEKATAN KENYAMANAN TERMAL

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

KINERJA TERMAL RUMAH TRADISIONAL UMA KBUBU THERMAL PERFORMANCE OF TRADITIONAL HOUSE UMA KBUBU

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL

BAB V KESIMPULAN UMUM

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, RUMUS INDEKS KETIDAKNYAMANAN SUATU WILAYAH. Sugiasih 1

Optimalisasi Kualitas Kenyamanan Thermal di Ruang Kantor dan Aula Islamic Centre UIN SUSKA Riau

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM VENTILASI DALAM MENINGKATKAN KENYAMANAN TERMAL PEKERJA DI RUANGAN FORMULASI PT XYZ

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari. Abstrak

PENGARUH RONGGA PADA DINDING BATAKO TERHADAP SUHU RUANG DALAM

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN)

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

Rumus Indeks Ketidaknyamanan Suatu Wilayah

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

KAJIAN BUKAAN TERHADAP PENDINGINAN ALAMI RUANGAN PADA BANGUNAN KOLONIAL DI MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pengetahuan, standar dan teori yang berkaitan sebagai berikut:

Transkripsi:

KENYAMANAN TERMAL PENGGUNA RUANG TUNGGU DI STASIUN JAKARTA KOTA Jermias Sarmento dan Tri Harso Karyono Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail: jermias_s@yahoo.com ABSTRACT The research aims to determine a thermal comfort of users in a waiting room at the Jakarta Kota Station, the type of research is using a quantitative method which intends to determine the thermal comfort of users in a waiting room. instrument of the reseach is using thermometer, hygrometer, anemometer, a questionnaire. Data analysis was done after the data obtained from the instruments above, then from the data calculating that what a temperature someone feel comfortable, uncomfortable and very comfortable, then the factors that affect thermal comfort thermal sensation of someone makes a person become different result,it's indicate that the thermal sensation of thermal comfort refers to the metabolic rate can be assessed by variables that include activities, resistance clothing, air temperature, air humidity measurements. Based estimator predicts that the average temperature in Jakarta Kota station waiting room hot and the lowest temperature at the Jakarta Kota Station in the morning is warm. thermal comfort at the time of the reseach it was 20% of the 150 respondents who feel comfortable and 80% of 150 respondents who feel that the Jakarta Kota Station hot it means that the temperature of the Jakarta Kota Station waiting room is uncomfotable. Key Words: Thermal Comfort, Temperature, Jakarta Kota Station Waiting Room. ABSTRAK Penelitian yang bertujuan mengetahui kenyamanan termal para pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota,Jenis penelitian ini kuantitatif yang bermaksud mengetahui kenyamanan termal pengguna ruang tunggu. Alat yang digunakan adalah termometer, hygrometer, anemometer, kuisioner. Analisa data dilakukan setelah data didapat dari alat-alat diatas,kemudian dari data tersebut dihitung pada suhu berapakah seseorang akan merasa nyaman, tidak nyaman dan sangat nyaman,kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal seseorang membuat sensasi termal seseorang menjadi berbedabeda,hasilnya menunjukkan bahwa sensasi termal kenyamanan termal mengacu pada tingkat metabolisme yang dapat dinilai dengan variabel yang meliputi kegiatan, ketahanan pakaian, suhu udara, kelembaban udara.adapun Berdasarkan pengukuran estimator memprediksi bahwa suhu rata-rata pada ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota panas dan suhu terendah pada Stasiun kota yaitu pada pagi hari hangat. Kenyamanan termal pada saat penelitian adalah 20% dari 150 responden yang merasa nyaman dan 80% dari 150 responden di ruang tunggu Stasiun Jakarta kota yang merasa Panas artinya suhu dalam ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota tidak nyaman. Kata Kunci : Kenyaman Termal, Suhu, Ruang Tunggu Stasiun Jakarta Kota.

1 LATAR BELAKANG Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat pada masalah kenyamanan termal penghuni bangunan telah menghasilkan banyak studi termal pada berbagai jenis bangunan. Penelitian dilakukan di berbagai negara dengan kondisi iklim yang berbeda-beda, diantaranya studi tentang sistem ventilasi yang dilakukan oleh Lazzerini dkk. (1991); Warden (2004); Howell et al. (2004), Manz dan Frank (2005); Kunzel et al. (2005); Nugroho (2006); Roonak et al. (2009). Ada banyak studi tentang berbagai cara untuk mengevaluasi kenyamanan termal untuk mengetahui apakah lingkungan termal cocok untuk hidup nyaman. Kriteria desain tertentu untuk kenyamanan termal telah mempengaruhi desain bangunan dan sistem kontrol atau tindakan adaptif sebagaimana dalam penelitian Brager dan Dear (2000); ASHRAE (2004). ASHRAE 55 dan ISO 7730 (ISO 1994) dapat mengidentifikasi pengukuran fisik dan memverifikasi variabel termal dalam jangkauan kenyamanan seperti parameter termal dalam ruangan. Menurut Lee dan Chang (2000), pada umumnya lebih dari 90% orang lebih banyak beraktivitas di dalam sebuah ruangan. Kenyamanan di dalam sebuah ruangan akan bisa di atasi dengan upaya menyelidiki kecepatan udara di dalam rungan sehingga bisa mengatur kecepatan udara dalam ruangan sesuai dengan tingkat kenyamanan pengguna ruang pada umumnya (Gosselin dan Chen, 2008). Menurut Fanger (1982), kenyamanan termal mengacu pada tingkat metabolisme yang dapat dinilai dengan variabel yang meliputi kegiatan, ketahanan pakaian, suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan aliran udara, dan intensitas cahaya. Dua kelompok variabel yaitu (1) fisiologis pribadi meliputi kegiatan/aktivitas dan tahanan panas pakaian, dan 2) variabel iklim yang meliputi suhu udara, kecepatan udara, kelembaban relatif dan suhu radiasi membantu untuk mendefinisikan harapan kenyamanan termal (Humphreys & Nicol, 2002). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang sangat penting, karena menyangkut kondisi suhu ruangan yang nyaman. Seperti diketahui, manusia merasakan panas atau dingin merupakan wujud dari sensor perasa pada kulit terhadap stimuli suhu di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan informasi rangsangan kepada otak, dimana otak akan memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi untuk mempertahankan suhu sekitar 37ºC. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik. Dalam kaitannya dengan bangunan, kenyamanan didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi yang menyenangkan bagi pengguna bangunan. Manusia dikatakan nyaman secara termal ketika ia tidak dapat meyatakan apakah ia menghendaki perubahan suhu yang lebih panas atau lebih dingin dalam suatu ruangan. Sementara itu, Standard Amerika (ASHRAE 55-1992) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai perasaan dalam pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termalnya. Dalam standard ini juga disyaratkan bahwa suatu kondisi dinyatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90 persen responden yang diukur menyatakan nyaman secara termal. 2.2 Beberapa Pendekatan Kenyamanan Termal Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal umumnya menggunakan variabel sebagai berikut: 1) Variabel personal meliputi variabel: Rate metabolisme yang diwujudkan dalam variabel aktivitas; dan Rate insulasi pakaian yang diwujudkan dalam variabel cara berpakaian; 2) Variabel iklim ruang meliputi: Suhu udara; Suhu radiasi rata-rata; Kelembaban; Pergerakan udara atau kecepatan angin. Berdasarkan hal tersebut, maka pemaknaan tentang kualitas kenyamanan termal akan berkaitan dengan empat variabel tersebut.

2.3 Kenyamanan Termal di Wilayah yang Beriklim Tropis Lembab Wilayah yang mempunyai iklim tropis lembab umumnya ditandai dengan suhu udara tinggi dan kelembaban udara yang relatif tinggi pula. Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan bagian negara yang beriklim tropis lembab, dengan posisi antara 1 sampai 11º Lintang Utara. Suhu rata-rata tahunan mencapai 26-27º C dan suhu siang hari tertinggi mencapai 34º C sedangkan kelembaban relatif antara 70 90 % (Sabarinah dan Ahmad, 2006. Sementara itu di Indonesia pada daerah-daerah tertentu (Surabaya-Indonesia misalnya) suhu udara maksimal dapat mencapai 36,4º C dengan kelembaban mencapai 85 % (Wijaya, 2007). 2.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kenyaman Termal 2.4.1 Faktor-Faktor Iklim Yang Berpengaruh Terhadap Kenyamanan Termal 2.4.1.1 Suhu Udara/Suhu Tabung Kering (Dry Bulb Temperature, DBT) Suhu udara merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi nyaman (termal) manusia. Lanjut Hoppe (1988), memperihatkan bahwa suhu manusia (yang dijadikan samper percobaan) naik ketika suhu ruang (dimana manusia ini berada) dinaikkan hingga sekitar 21 C. Kenaikan lebih lanjut pada suhu ruang tidak menyebabkan suhu kulit naik, namun menyebabkan kulit berkeringat. 2.4.1.2 Kelembaban Udara Relative (Relative Humidity, RH) Secara umum pengaruh kelembaban terhadap iklim ruang (dalam bangunan) tidaklah sebesar pengaruh suhu udara (T a ), atau suhu radiasi rata rata (T mrt ). Pada kondisi dimana T a = T mrt = 20 C dan kecepatan angin, Va = 0.05 m/s, kenaikkan RH dari 30% hingga sekitar 75% hanya akan meningkatkan suhu rata-rata kulit (T sk ), sebesar 1 C. Pada kondisi nyata, manusia dari daerah beriklim kering kemungkinan besar akan menderita apabila berkunjung ke daerah beriklim lembab. 2.4.1.3 Kecepatan Udara (Angin) Pengaruh kecepatan angin pada kenyamanan termal berbeda jika kita bandingkan dengan faktor-faktor iklim lain yang sudah diuraikan diatas. Semakin besar nilai kecepatan angin (udara) akan berpengaruh terhadap semakin rendahnya suhu kulit rata-rata (T sk ). Ketika kecepatan udara meningkat dari 0,00 m/s menjadi 0,002 m/s, nilai T sk akan turun sekitar 2 C. Meskipun demikian, hal ini hanya berlaku pada lingkungan dimana suhu udara berada dibawah suhu kulit. Jika suhu udara lebih tinggi dibanding suhu kulit, efek dari aliran udara akan sama dengan faktor-faktor iklim yang lain, dimana peningkatan kecepatan angin akan menaikkan suhu kulit. 2.4.2 Faktor Faktor Individu yang Berpengaruh Terhadap Kenyamanan Termal 2.4.2.1 Jenis aktifitas/laju metabolisme (Metabolic Rate) Jenis aktifitas berpengaruh pada laju metabolisme tubuh manusia. Laju metabolisme pada tubuh manusia bervariasi tergantung dari jenis aktifitas yang dilakukannya. Laju metabolisme dinyatakan dalam satuan met (metabolic rate atau laju metabolisme), yang didefinisikan sebagai laju metabolisme tubuh per satuan luas tubuh manusia dalam keadaan istirahat (duduk dan diam); 1 met setara dengan 50 kcal/h.m 2 2.4.3 Jenis/Tahanan Panas Pakaian (Clothing Insulation, clo) Jenis pakaian yang dikenakan oleh seseorang akan berpengaruh pada pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan di sekitarnya, sehingga akan menentukan tingkat kenyamanan dari orang yang bersangkutan. Karena panas yang ditimbulkan tubuh harus dibuang ke lingkungan di sekitarnya dalam rangka mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan pada sekitar 37 C, pakaian yang dikenakan oleh seseorang akan menghambat pelepasan panas dari tubuh ke lingkungan di sekitarnya.

2.5 Pengukuran Tingkat Kenyamanan Termal Salah satu persoalan yang perlu dipecahkan dalam ilmu kenyamanan termal adalah bagaimana kenyamanan dapat diukur secara kuantitatif. Bagaimana menyatakan kaitan antara sensasi termal manusia terhadap stimuli termal dari lingkungan sekitarnya. Bagaimana memperlihatkan atau membedakan bahwa ruang A lebih nyaman secara termal dibanding ruang B misalnya. Ada dua persoalan penting yang perlu digaris bawahi: pertama, bagaimana menyatakan sensai yang dirasakan oleh manusia terhadap lingkungan termalnya melalui ukuran atau satuan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif, kedua, bagaimana mengukur variabel-variabel yang dapat mewakili sensasi termal untuk kemudian dapat digabungkan menjadi satu nilai yang dapat mewakili secara menyeluruh kondisi lingkungan termal (atau ruang) tertentu. 2.5.1 Sensasi Termal (Suhu) Sensasi muncul sebagai suatu reaksi dri stimuli. Manusia merasakan sensai termal, misalnya panas atau dingin, merupakan suatu bentuk reaksi terhadap stimuli termal lingkungan atau udara di sekitar tubuhnya.sensasi yang dirasakan seseorang tidak dapat diperkirakan atau diprediksi secara sederhana akibat stimuli dari suhu udara atau faktor iklim yang lain eperti halnya kelembaban dan kecepatan angin. McIntyre (1980), menyatakan bahwa hampir tidak mungkin untuk memprediksi sensasi termal secara akurat meskipun kita mengandaikan bahwa seluruh informasi atau variabel yang berpengaruh terhadap sensasi ini tersedia. Untuk dapat memahami secara kuantitatif, secara termal manusia terhadap stimuli yang diterimanya seperti halnya terhadap faktor iklim (suhu udara, lembaban, dsb.), sensasi tersebut harus dapat diekspresikan atau dinyatakan dalam angka atau skala. Skala Bedford Nilai Humphreys & Nicol Nilai Skala ASHREA Nilai Much too warm 7 Much too warm 7 Very Hot +3 Sangat panas Sangat panas Panas Sekali Too warm 6 Too warm 6 Warm +2 Terlalu panas Terlalu panas panas Comfortably warm 5 Comfortably warm 5 Slightly warm +1 Hangat nyaman Hangat nyaman Hangat Comfotable 4 Neither cool nor warm 4 Neutral 0 Nyaman Tidak dingin atau panas Netral Comfortbly cool 3 Comfortbly cool 3 Slightly cool -1 Dingin-nyaman Dingin-nyaman Sejuk Too cool 2 Too cool 2 Cool -2 Terlalu dingin Terlalu dingin dingin Much too cool 1 Much too cool 1 Very Cold -3 Sangat dingin Sangat dingin Dingin Sekali Tabel 1. Skala Pengukuran Sensasi Termal;Sumber : Mclntre 1980

2.5.2 Ukuran (index) untuk Kenyamanan Termal Dalam kenyataan sangatlah tidak mungkin untuk menyatakan respon manusia terhadap lingkungan termal sebagai fungsi salah satu faktor iklim saja, misalnya suhu udara atau kelambaban atau yang lainnya. Respon manusia terhadap lingkungan termal merupakan akumulasi efek dari beberapa faktor yang berpengaruh secara simultan, yakni suhu udara, sahu radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin, laju metabolisme (jenis aktifitas) dan jenis pakaian yang dikenakan oleh seseorang. 2.5.2.1 Suhu udara Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kenyamanan manusia adalah suhu udara. Meskipun suhu udara tidak dikategorikan sebagai index termal, namun dalam kebutuhan praktis sehari-hari suhu udara sering sekali dikaitkan atau digunakan memperkirakan tingkat kenyamanan. Suhu udara rendah diperkirakan akan memberikan sensasi termal dingin sementara suhu udara tinggi diperkirakan akan memberikan efek panas pada tubuh manusia. 2.5.2.2 PMV dan PPD dari Fanger Standar Internasional untuk Kenyamanan Termal (ISO 7730-1994) merekomendasikan penggunaan index yang dicetuskan oleh professor Fanger, yakni Prediksi Sensasi TermalRata-Rata (Predicted Mean Vote, PMV) dan Prediksi Prosentase Ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebagai index atau parameter untuk indikasi sejauh mana suatu kumpulan manusia merasa nyaman atau tidak nyaman secara termal (suhu). PMV akan memberikan prediksi terhadap sensasi termal rata-rata dari sekelompok manusia yang menggunakan pakaian sejenis, aktifitas serupa dan berada pada suatu ruang tertantu. Sedangkan PPD akan memberikan prediksi terhadap prosentase ketidaknyamanan sekelompok manusia yang berada pada ruang tertentu (menggunakan pakaian dan melakukan aktifitas sejenis). 2.6 Penelitian Kenyamanan Termal di Indonesia Penelitian kenyamanan termal yang lain dilakukan oleh Tri Harso Karyono pada tahun 1993 di Jakarta melibatkan 596 responden yang terdiri dari karyawan dan karyawati yang bekerja di tujuh bangunan kantor menghasilkan suhu nyaman para responden yakni 26,4ºC T a atau 26,7ºC T o. 2.7 Kenyamanan Termal Dalam Bangunan Temperatur nyaman bagi manusia merupakan fungsi dari temperatur udara luar ratarata dan temperatur rata-rata dalam bangunan (Humphreys, Nicol, Auliciems dalam Karyono, 2000). Sedangkan menurut Sugini (2005), Standart effective temperature (SET) merupakan suatu indeks termal yang menggambarkan kondisi sensasi termal terkait dengan faktor iklim yang pasti dari air temperature (Ta), mean radiant temperature (MRT), relative humidity (RH), wind velocity (V), yang berpengaruh pada manusia dengan suatu level tertentu yang dipengaruhi pakaian serta sedang melakukan aktivitas tertentu yang menghasilkan metabolisme tubuh. Teori Fanger dalam Basaria (2005), kenyamanan termal yang dapat dirasakan manusia merupakan fungsi dari factor iklim serta dua factor individu yaitu jenis aktifitas yang berkaitan dengan metabolism tubuh serta jenis pakaian yang digunakan. Sedangkan menurut Szokolay dalam Manual of Tripical and Building dalam Basaria (2005), menyebutkan kenyamanan tergantung pada variable iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembababn udara, dan kecepatan angin) dan beberapa factor individual/subyektif seperti pakaian, aktimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit. Menurut Humpheys dan nicol dalam basaria (2005), kenyamanan suhu juga dipengaruhi oleh adaptasi dari masing-masing individu terhadap suhu luar disekitarnya.

PENGARANG TEMPAT KELOMPOK MANUSIA ASHARE USA Selatan ( 30 o LU) India (tanpa ac) RAO Calcutta ( 22 o LU) Malaysia (tanpa ac) WEBB Singaura Khatulistiwa Cina (tanpa ac) MOM Jakarta ( 6 o LS) Indonesia (tanpa ac) ELLIS Singapur Khatulistiwa Eropa (tanpa ac) BATAS KENYAMANAN 20.5 o C - 24.5 o C TE 20 o C 24.5 o C TE 25 o C 27 o C TE 20 o C 26 o C TE 22 o C 26 o C TE Tabel 2. Batas Kenyamanan Sumber : Bangunan Tropis, Georg. Lipppsmeier 3 METODE PENELITIAN 3.1 Intrumentasi Ini adalah alat-alat yang digunakan untuk pengukuran dalam penelitian ini: Gambar 1.Termometer Termometer digunakan untuk mengukur suhu udara dari bangunan pasar puri indah. Gambar 2.. Anemometer Anemometer kegunaanya untuk mengukur kecepatan udara

Gambar 3. Hygrometer Hygrometer kegunaanya untuk mengukur tingkat kelembapan udara sekitar bangunan maupun diluar bangunan. Ketiga alat di atas adalah alat yang untuk mengetahui suhu udara ruangan, kecepatan angin dan kelembanpan dari dalam dan luar bangunan pasar puri indah.namun sebelum digunakan untuk penelitian, ketiga alat ini diuji keakuratannya dengan cara membedakan satu alat dengan yang lain terutama alat yang manual dengan digital, karena alat pengukur manual lebih tinggi keakuratannya dari pada alat digital. Selain itu bisa melakukan pengujian alat dengan saling membedakan alat dengan sesama peneliti kenyamanan termal. Pengukuran dilakukan di tengah-tengah ruangan yang ditentukan agar didapat data suhu pengukuran yang seimbang dan valid. Langkah langkah pengukuran lapangan : 1. Mengukur faktor yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal seperti : suhu udara, kecepatan udara, kelembaban udara, pengukuran tersebut dilakukan di tengah-tengah ruangan yang telah ditentukan. 2. Pengukuran tersebut diiringi dengan pembagian kuisioner terhadap responden untuk mengetahui skala termal yang dirasakan responden. 3. Pencatatan hasil pengukuran di satukan dengan kuisiioner responden agar tidak terpisah. 4. Setiap waktu yang berbeda pengukuran dilakukan terus menerus sampai batas waktu pengukuran di hari itu. 5. Membuat sketsa denah pada gedung stasiun Jakarta kota sesuai dengan ukuran. 6. Mendokumentasi langkah-langkah penelitian ini lewat foto dan lain-lain. 3.2 Kuisioner Pada survei ini menggunakan kuisioner yang diberikan pada pengguna pasar dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Retan waktu antara pukul 07.30-14.00. 2. Responden dipilih secara acak (latar belakang,usia,jenis kelamin,dll).responden berasal dari seluruh pengguna pasar yaitu pembeli dan pedagang. 3. Responden berasal dari pengguna stasiun kereta api yang menunggu di ruang tunggu zona dalam. 4. Responden dalam keadaan relax atau tenang sehingga angka metabolik rate adalah 1,2 Met.

5. Responden tidak memakai jenis baju yang tebal seperti sweater sehingga angka tahanan pakaian adalah 0,6 clo. 4 HASIL PENGUKURAN KENYAMANAN TERMAL 4.1 Distribusi Sensasi termal dari Responden Distribusi sensasi termal dari 150 responden yang berada pada ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota yang terdiri dari 80 responden pria dan 70 responden wanita dengan pengukuran dan persepsi dari responden yang tergambarkan dalam grafik sensasi termal secara keseluruhan sebagai berikut : Gambar 4. Presentase Hasil PengukuranSensasi Termal Keseluruhan Sensasi termal hangat (+1) ada 19 responden 12,67 %.Responden yang memberikan pilihan (+2) panas berjumlah 75 orang dengan presentase 50,00%. Responden yang mengatakan (+3) panas sekali berjumlah 26 orang dengan presentase 17,33%. Dengan hasil diatas menunjukkan bahwa pilihan yang tertinggi adalah pada area (+2) atau panas sesuai dengan suhu yang diukur pada waktu itu kisaran 30-33,9 o C. Dan hal itu jelas bahwa ruang tunggu di bangunan stasiun Jakarta kota banyak orang merasa tidak nyaman artinya sebayak 80% merasa tidak nyaman dan mengharapkan suhu dalam ruang dapat diturunkan. 4.2 Suhu Nyaman Dan Rentang Nyaman Gambar di bawah memperlihatkan garis regresi linier dari sensasi termal responden terhadap suhu (suhu udara dan suhu operasi).

3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 25-0,5 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 y = 0.392x - 10.81 R² = 0.408 R = 0.64 Batas nyaman =27,6 Batas Bawah = 28,83 Batas Atas =26,3 Series1 Linear (Series1) -1-1,5-2 -2,5-3 Gambar 5. Regresi Linear Sensasi Termal Hasil Penelitian Terhadap Suhu Udara, Ta Dari hasil data yang dihasilkan memperlihatkan bahwa suhu nyaman/netral = 0, dimana responden akan merasa nyaman, dicapai pada angka 27,6 C suhu udara (Ta). Sedangkan rentang suhu nyaman antara -0,5 dan +0,5, dimana responden merasa batas atas atau batas dimana seseorang merasa sangat nyaman dicapai 26,3 C suhu udara (Ta). sedangakan 28,83ºC suhu udara (Ta) merupakan batas nyaman sesorang Suhu udara Batas bawah Suhu nyaman Batas atas 26,3 C 27,6 C 28,83 C Persamaan Regresi y = 0,392x - 10,81 Tabel 3. Suhu Nyaman/Netral dan Batas Suhu Nyaman Hasil Penelitian 4.3 Kenyamanan Termal Untuk Laki-laki dan Perempuan Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini, ada 150 orang. Terdiri dari 80 orang adalah laki-laki dan sisanya 70 orang adalah perempuan. Dari jumlah responden inilah dianalisa apakah kedua kelompok tersebut memilih suhu netral (nyaman) yang berbeda. Tabel 4 memperlihatkan distribusi sensasi termal yang dipilih oleh kedua kelompok responden tersebut (laki-laki dan perempuan). Dalam tabel tersebut terlihat bahwa 30 orang yang terdiri dari 17 (11,33%) responden perempuan dan 13 (8,67%) responden laki-laki memberikan pilihan sensasi termal netral atau 0. Lalu 10 (6,67%) responden laki-laki dan 9 (6,00%) responden perempuan menyatakan hangat/agak panas (+1), selanjutnya 39 (26,00%) responden laki-laki dan 36 (24,00%) responden perempuan menyatakan panas (+2), sementara sisanya, 18 (12,00%) responden laki-laki dan 8 (5,33%) responden perempuan menyatakan panas sekali (+3). Hal ini secara garis besar memberikan indikasi bahwa responden laki-laki rata-rata merasa lebih panas dibandingkan responden perempuan.

Jenis Dingin Dingin Sejuk Nyaman Hangat Panas Panas Jumlah Kelamin Sekali Sekali Responden -3-2 -1 0 1 2 3 Laki-laki 0 0 0 13 10 39 18 80 Perempuan 0 0 0 17 9 36 8 70 Ta Tabel 4. Distribusi Sensasi Termal Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Dingin Dingin Sejuk Nyaman Hangat Panas Panas Jumlah Kelamin Sekali Sekali Responden -3-2 -1 0 1 2 3 Laki-laki 0 0 0 8,67% 6,67% 26,0% 12,0% 53,33% Perempuan 0 0 0 11,33% 6,00% 24,0% 5,33% 46,67% Tabel 5. Distribusi Sensasi Termal Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa suhu nyaman responden perempuan adalah 28,5 o C suhu udara (T a ), sementara suhu nyaman responden laki-laki adalah 27,2 o C suhu udara (T a ). Suhu nyaman responden perempuan adalah 1,3 o C lebih tinggi dibanding responden laki-laki. Suhu udara (Laki-laki) Suhu udara (Perempuan) Batas bawah 25,8 C 27,5 C Suhu nyaman 27,2 C 28,5 C Batas atas 28,3 C 29,7 C Persamaan Regresi y = 0,392x - 10,65 y=0,425x - 12,10 Korelasi R² = 0,448 R² = 0,438 Tabel 6.Rentang suhu nyaman laki-laki dan perempuan

4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 25-0,5 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35-1 -1,5 y = 0,393x - 10,65 R² = 0,4482 Series1 Linear (Series1) Gambar 6. Regresi Linear Sensasi Termal laki- laki Hasil Penelitian Terhadap Suhu Udara, Ta Grafik diatas menunjukkan bahwa banyaknya responden yang merasa tidak nyaman, hal tersebut dapat terlihat dari gambar grafik regresi linier sensasi termal diatas yang menunjukan bahwa sebagian besar dari responden laki-laki ini merasa panas. hal tersebut dapat pula dilihat dari tabel 6 tentang distribusi termal berdasarkan jenis kelamin yang menunjukan 67orang (83,75%) dari 80 orang (100%) responden laki-laki yang menyatakan tidak nyaman karena panas dan menginginkan suhu ruangan diturunkan menjadi lebih rendah sedangkan 13 orang (16,25%) responden lainya menyatakan netral atau merasa nyaman dan menginginkan suhu dalam ruangan tetap.sehingga memang dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari responden laki-laki merasa tidak nyaman berada di ruang tunggu stasiun. 3,5 3 2,5 2 1,5 y = 0,4255x - 12,105 R² = 0,4387 Series1 Linear (Series1) 1 0,5 0 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35-0,5-1 Gambar 7. Regresi Linear Sensasi Termal perempuan Hasil Penelitian Terhadap Suhu Udara, Ta Grafik di atas menunjukkan sebagian besar responden perempuan memilih sensasi termal yang panas,dapat terlihat dari gambar grafik regresi linier sensasi termal diatas yang menunjukan bahwa sebagian besar dari responden perempuan ini merasa panas. hal tersebut dapat pula dilihat dari tabel 6 tentang distribusi termal berdasarkan jenis kelamin yang menunjukan 53 orang (75,7%) dari 70 orang (100%) responden perempuan yang menyatakan tidak nyaman karena panas dan menginginkan suhu ruangan diturunkan menjadi lebih rendah sedangkan 17 orang (24,3%) responden lainya menyatakan netral atau merasa nyaman dan menginginkan suhu dalam ruangan tetap.

4.4 Estimasi Prediksi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Stasiun Jakarta Kota Untuk dapat mengetahui lebih lanjut hal yang menjadi penyebab dari kenyamanan termal bangunan stasiun jakarta kota dan keterkaitanya dengan faktor-faktor iklim(suhu udara,kelembapan udara dan kecepatan udara) dan faktor individu (jenis aktifitas/laju metabolisme dan ketahanan pakaian).hubungan antara faktor-faktor tersebut yang kemudian untuk memprediksi sensasi termal rata-rata (Predicted Mean Vote,PMV) dan prediksi presentase ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebagai index atau parameter untuk indikasi sejauh mana suatu kumpulan manusia merasa nyaman atau tidak nyaman secara termal (suhu). Gambar 8. Hasil estimasi dari suhu yang paling tinggi Hasil estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu yang paling tinggi pada penelelitian, sesuai dengan standar internasional (ISO 7730-1994), menghasilkan hasil estimasi prediksi sensasi termal rata-rata (predicted mean vote,pmv) sebesar +2,96 yang artinya sangat panas dan presentase ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebesar 98,93% yang artinya pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota dalam kondisi faktor-faktor kenyamanan termal pada gambar 8 merasa sangat panas dan tidak nyaman. Gambar 9. Hasil estimasi dari suhu rata-rata Hasil prediksi Pada estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu ratarata, sesuai dengan standar internasional (ISO 7730-1994), menghasilkan hasil estimasi prediksi sensasi termal rata-rata (predicted mean vote,pmv) sebesar +2,30 yang artinya panas dan presentase ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebesar

88,93% yang artinya pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota dalam kondisi faktor-faktor kenyamanan termal rata-rata pada gambar 9 merasa panas tidak nyaman. Gambar 10. Hasil estimasi dari suhu yang paling rendah Hasil estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu yang paling rendah pada penelelitian, sesuai dengan standar internasional (ISO 7730-1994), menghasilkan hasil estimasi prediksi (predicted mean vote,pmv) sebesar +0,98/Neral ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebesar 25,26% yang artinya pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota dalam kondisi faktor-faktor kenyamanan termal pada gambar 10 merasa hangat. 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil dari pengukuran dan quisioner di ruang tunggu Stasiun adalah dari 150 responden secara keseluruhan sebanyak 120 orang (80%) yang merasa tidak nyaman dengan kondisi termal di lokasi dan mengharapkan suhu di turunkan sedangkan hanya 30 orang (20%) yang menyatakan nyaman,dengan perbedaan hasil penelitian yang demikian dapat di simpulkan bahwa ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota panas. 2. Suhu nyaman atau netral sebesar 27,6 C. 3. Rentang suhu nyaman responden dicapai 26,3 C (Ta) hingga 28,8 C 4. Dari hasil penelitian 44,6% responden pria menyatakan panas,sedangakan 35,33% responden perempuan yang menyatakan tidak nyaman.suhu nyaman laki-laki dan perempuan pada penelitian ini pun berbeda,laki-laki nyaman di suhu 27,2 C sedangkan perempuan nyaman di suhu 28,1 C. artinya Dikaitkan dengan hasli penelitian Boothby yang di kutip Mclntrye(1980),bahwa laju metabolisme pria lebih tinggi di bandingkan dan hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. 5. Dari hasil estimasi yang mengguanakan software thermal comfort estimator untuk mengukur PMV (prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (presentase ketidaknyamanan) suhu rata-rata, dapat di simpulkan bahwa ketika suhu ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota 31,9 C,kelembaban udara 64%, kecepatan suhu 0,2, tahanan pakain 0,6 clo dengan aktifitas responden 1,2 Met, maka diperoleh nilai PMV +2,30 dan PPD 88,9% pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota panas. 6. Dari hasil estimasi yang mengguanakan software thermal comfort estimator untuk mengukur PMV (prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (presentase ketidaknyamanan) suhu tertinggi, dapat di simpulkan bahwa ketika suhu ruang

tunggu Stasiun Jakarta Kota 34,2 C,kelembaban udara 52%, kecepatan suhu 0,2, tahanan pakain 0,6 clo dengan aktifitas responden 1,2 Met, maka diperoleh nilai PMV +2,96 dan PPD 98,93% pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota merasa panas. 7. Dari hasil estimasi yang mengguanakan software thermal comfort estimator untuk mengukur PMV (prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (presentase ketidaknyamanan) suhu terendah, dapat di simpulkan bahwa ketika suhu ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota 28,2 C,kelembaban udara 70%, kecepatan suhu 0,5, tahanan pakain 0,6 clo dengan aktifitas responden 1,2 Met, maka diperoleh nilai PMV +0,98 dan PPD 25,26% pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota merasa nyaman. 8. Perbandingan hasil PMV dengan AMV pada kasus menghitung suhu nyaman ratarata, PMV suhu nyaman rata-ratanya adalah +2,30 sedangkan pada AMV +1,7 kedua metode tersebut menjadi bertolak belakang karena pada PMV sensasi termal hanya di prediksi namun pada AMV sensasi termal langsung di jawab oleh responden. 5.2 Saran Untuk kepentingan pengabdian di bidang arsitektur, terutama di bidang teknologi bangunan dan kenyamanan termal, maka dari hasil penelitian dapat direkomendasikan beberapa hal yaitu : 1. Sirkulasi orang yang di tata dengan baik sehingga tidak terjadi kepadatan yang kemudian akan menghalangi masuknya angin dan membuat udara menjadi tidak nyaman. 2. Di harapkan setiap membangun sebuah bangunan yang memiliki tingkat aktifitas yang padat seperti pada stasiun atau bangunan-bangunan lain berbeda namun dengan tingkat aktifitas yang kurang lebihnya sama harus di lakukan riset terlebih dahulu sehingga dapan menjadi bahan pertimbangan untuk membangun bangunan Stasiun dengan kualitas tarmal yang baik. 3. Menambahkan ruang terbuka hijau pada Luar Stasiun Jakarta Kota dan menambahkan vegetasi untuk mengurangi udara panas yang masuk kedalam bangunan. 4. Mengatur sistem sirkulasi orang dan perletakan ruang dengan baik dan benar. 6 REFERENSI ANSI/ASHRAE 55-1992, ASHRAE Standard Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy, ASHRAE, 1981, USA ASHRAE Handbook of Fundamental, Chapter 8: Physiological Principles, Comfort, and Health, ASHRAE, USA. 1989. Douglas, James.(2002), Building Adaptation, Butterworth-Heinemann, Edinburgh, UK. Fanger, P.O., Thermal Comfort Analysis and Applications in Environmental Engineering, Danish Technical Press, Copenhagen, 1970. Farida, Ida (2013), Jurnal Penelitian Kenyamanan Termal Mahasiswa Arsitektur Universitas Mercu Buana di Ruang Kelas Perkuliahan, Mercu Buana Jakarta, Indonesia. Givoni,Man, Climate and architecture, 2nd ed., Applied Science Publisher Ltd., London.1976. ISO, International Standard 7730-1994, Moderate Thermal Environments-Determination of the PMV and PPD Indices and Specification of the Conditions for Thermal Comfort, ISO, Geneva, 1994. Lee, S.C. dan M.Chang. 2000. Indoor and Outdoor Air Quality Investigation at Schools in Hong Kong. PERGAMON Journal, Chemosphere 41:09-113. Cheng, M., R.Hwang dan T.Lin. 2008. Field Experiments on Thermal Comfort Requirements for Campus Dormitories in Taiwan. Published by SAGE, Indoor built environ (17)3: 191-202.

Karyono, T.H., Discrepancy between Actual and Predicted Thermal Votes on the Indonesian Workers in Jakarta, International Workers in Jakarta, International Journal of Ambient Energy, April, UK. 1996. Karyono, T.H., Higher PMV causes Higher Energy Consumption in Air-conditioned Buildings: A case study in Jakarta, Indonesia, in Standard for Thermal Comfort: Indoor air temperatures for the 21st century, edited by F. Nicol, M. Humphreys, O. Sykes and S. Roaf, E&FN Spon, London, 1995. Karyono, T.H., Report on thermal comfort and building energy studies in Jakarta-Indonesia, Building and Environment, vol. 35, pp. 77-90, UK. 2000. Karyono, T.H., Termal Comfort and Energy Studies in Multi Storey Office Buildings in Jakarta- Indonesia, PhD Thesis, school of Architecture Studies, University of Sheffield, UK. 1996. Karyono, T.H., Thermal Comfort for the Indonesian Workers in Jakarta, Building Research and Information, Vol. 23 No 6, November/December, 1995, pp.317-323, U.K. 1995. Lippsmeier, Georg.(1994), Tropenbau Building in the tropics, Bangunan Tropis (terj.), jakarta : Erlangg Triswanti, Yenny (2013), Jurnal Penelitian Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pengguna Pasar Puri Indah,Jakarta,Indonesia.