Ringkasan. Kata Kunci: Ubi Kayu, Tiwul Instan, Peningkatan Pendapatan

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN Upaya Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Di Desa Salam, Patuk, Gunung Kidul

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

NASKAH PUBLIKASI PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M)

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBERDAYAAN KOPERASI INSAN FATHONAH MELALUI PRODUKSI ANEKA OLAHAN KETELA. Oleh : Edy Legowo. Abstrak

INDUSTRI KERIPIK SINGKONG

3. METODOLOGI PENELITIAN

DIVERSIFIKASI OLAHAN BUAH SIRSAK BAGI KELOMPOK PEREMPUAN DI DESA BALE ABSTRAK

IbM PENGUSAHA KERIPIK SINGKONG RUMAH TANGGA

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM TOKOL (PENTOL BROKOLI) SEBAGAI JAJANAN KAYA GIZI BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN

OLEH: YULFINA HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumenep. Usaha ini terletak di jalan Monumen Kuda sakti No. 97 RT.

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

Teknologi Pengolahan Hasil Ubi Jalar dan Ubi Kayu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS OMSET RATUSAN JUTA OPAK KUCAI PEDAS MANIS DWI PRI HASTINA D3 TI-2A

Analisa Mekanisme Pembuatan Pisang Sale di Desa Bandar Tinggi

Bahan Ajar Keaksaraan Usaha Mandiri Tema Pertanian

Mengemas Laba Usaha Kacang Mete Di Musim Lebaran

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Pengabdian Masyarakat

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar

ALTERNATIF PENANGANAN PASCA PANEN CABAI MERAH YANA MELIMPAH

IPTEKS BAGI MASYARAKAT ( I b M) PADA KELOMPOK TANI BUDIDAYA JAMUR KONSUMSI SUBUR MAKMUR DESA PARONGPONG KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB VI DINAMIKA PROSES MERENCANAKAN TINDAKAN DAN AKSI PERUBAHAN

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DALAM PEMBUATAN KERIPIK REBUNG UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI MASYARAKAT DI DUSUN PANJANG KECAMATAN TANAH TUMBUH

T E M P E 1. PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

KEBON BINATANG (Kerupuk Puli Bentuk Obat Nyamuk Buatan Tangan Sendiri) ABSTRAK

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. digunakan yaitu, wajan, kompor, pisau, pengaduk, gilingan daging dan siler.

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jajanan pasar Indonesia yang ada di tanah air kita merupakan ciri khas budaya

Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran

TEKNOLOGI PEMBUATAN KRISTAL JAHE Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN

BAB II DATA DAN ANALISA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PEMBUATAN KARAK NON-BORAKS DI DESA TAWANG SARI, BOYOLALI. Oleh : Asri Laksmi Riani 1), Machmuroch 2)

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

INOVASI PRODUK USAHA OLAHAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA JUAL LELE

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PADA PENGUSAHA TIWUL AYU BERBAHAN DASAR TEPUNG KETELA POHON DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN KABUPATEN WONOGIRI

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

BAB I PENDAHULUAN. makanan tradisional yang sangat beragam. Makanan tradisional Indonesia

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

IBM KELOMPOK PENGUSAHA TERASI DI DESA KRAMAT BUNGAH KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

PELUANG USAHA JAMUR KRIUK

PROSES PEMBUATAN PAKAN

BAB V AKSI MEWUJUDKAN KEMBALI HARAPAN MASYARAKAT NELAYAN

TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

Permasalahan bila padi tidak segera dikeringkan ialah : 1. Secara teknis apabila gabah tidak segera dikeringkan akan terjadi kerusakan pada butir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

TEKNOLOGI PENGOLAHAN CABE MERAH. Oleh: Gusti Setiavani, STP

Transkripsi:

Pemanfaatan Ubi Kayu Sebagai Bahan Tiwul Instant Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Ibu Rumah Tangga Petani Ubi Kayu Di Kecamatan Dau Kabupaten Malang Oleh : Gumoyo Mumpuni 1, Harun Rasyid 2 Ringkasan Ubi kayu dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan. Apabila ubi kayu dijual dalam bentuk segar maka harga jual setiap kilogramnya rendah sekali yaitu antara Rp 300 Rp 500 setiap kilogramnya. Ubi kayu dalam waktu satu minggu sudah mulai rusak (menjadi buki) jika tidak segera diolah. Untuk itu maka perlu dilakukan pengolahan ubi kayu menjadi produk tiwul instant. Nilai Ekonomi Ubi kayu Rendah apabila dipasarkan dalam bentuk segar, yaitu hanya Rp 300,/kg - sampai Rp 500,-/kg di Daerah Kecamatan Dau, apalagi pada saat panen raya harganya lebih Rendah lagi. Untuk meningkatkan nilai ekonomi maka ubi kayu harus diolah menjadi produk olahan, yaitu dijadikan makanan yang bernama Tiwul Instant dimana harga dari tiwul instant adalah : Rp 5000/kg. Sehingga dengan dilakukan pengolahan maka akan menciptakan nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan bagi pengolahnya. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Landung Sari Kecamatan Dau Kabupaten Malang, dengan pertimbangan daerah ini banyak menghasilkan ubi kayu tetapi belum dilakukan pengolahan.. Kata Kunci: Ubi Kayu, Tiwul Instan, Peningkatan Pendapatan 1 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu daerah penyumbang produksi ubi kayu di Indonesia adalah Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Kecamatan Dau Kabupaten Malang merupakan daerah lahan tegal yang potensi tanamannya adalah ubi kayu. Adapun Produksi Ubi kayu Di kecamatan Dau bisa dilihat Pada Tabel 1. Tabel 1. Poduksi Ubi Kayu Tahun 1999-2002 Di Kecamatan Dau Kabupaten Malang Tahun Produksi (Ton) 1999 1.371 2000 1.222 2001 3.943 2002 2.645 Sumber : Data Base Agribisnis Dinas Pertanian, Kab Malang (2003) Ubi kayu dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan. Apabila ubi kayu dijual dalam bentuk segar maka harga jual setiap kilogramnya rendah sekali yaitu antara Rp 300 Rp 500 setiap kilogramnya. Ubi kayu dalam waktu satu minggu sudah mulai rusak (menjadi buki) jika tidak segera diolah. Untuk itu maka perlu dilakukan pengolahan ubi kayu menjadi produk tiwul instant. Produk tiwul instant di Kecamatan Dau Kabupaten Malang ada peluang untuk berkembang. Hal ini karena kecamatan Dau 1

secara fisik memiliki lahan tegal yang luas tegal, dimana lahan tegal biasanya cocoknya ditanami ubi kayu, sehingga produk ubi kayunya besar (tabel 1). Selain itu secara teknologi, teknologi pengolahan tiwul instant ini memeuhi kriteria diterimanya suatu teknologi oleh masyarakat. Dimana teknologi pengolahan tiwul instant ini secara teknologi mudah dikerjakan sehingga siapa saja bisa melakukan. Selain itu teknologi tiwul instant ini secara ekonomi menguntungkan. Dikatakan menguntungkan karena dengan membuat tiwul instant dari ubi kayu sebanyak 10 kg, maka total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 21.600,- dan hasil penjualan produksinya (penerimaannya) adalah sebesar Rp 35.000,-. Sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 13.400,- (Suprapti, 2002). Sedangkan secara sosial, teknologi tiwul instant diterima oleh masyarakat karena tidak bertentangan dengan budaya masyarakat. Pengolahan tiwul instant atau agroindustri tiwul instant yaitu industri yang mengolah ketela pohon menjadi Tiwul Instant. Caranya yaitu ketela pohon dikupas. Kemudian dibelah menjadi 4 bagian. Setelah itu dicuci an dijemur sampai kering. Selanjutnya ditumbuk dan dimasak dengan ditambahi berbagai bahan seperti gula merah dan garam serta air. Selanjutnya dimasak sampai matang setelah itu dijemur sampai kering. Akhirnya siap untuk dikemas dan tiwul instant siap untuk dipasarkan. Selain menyerap tenaga kerja, agroindustri tiwul instant mampu meningkatkan nilai tambah, dan juga meningkatkan pendapatan bagi yang mengerjakan. Namun sayangnya masyarakat di Kecamatan Dau belum tahu atanu belum bisa membuatnya. Untuk itu perlu sekali dilakukan penyuluhan dan pelatihan mengenai Pemanfaatan Ubi Kayu Sebagai Bahan Tiwul Instant Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Ibu-Ibu Rumah Tangga Petani Ubi Kayu di Kecamatan Dau Kabupaten Malang. 2. Identifikasi Dan Perumusan Masalah Nilai Ekonomi Ubi kayu Rendah apabila dipasarkan dalam bentuk segar, yaitu hanya Rp 300,/kg - sampai Rp 500,-/kg di Daerah Kecamatan Dau, apalagi pada saat panen raya harganya lebih Rendah lagi. Untuk meningkatkan nilai ekonomi maka ubi kayu harus diolah menjadi produk olahan, yaitu dijadikan makanan yang bernama Tiwul Instant dimana harga dari tiwul instant adalah : Rp 5000/kg. Sehingga dengan dilakukan pengolahan maka akan menciptakan nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan bagi pengolahnya. Pada umumnya petani dan keluarganya terutama ibu- ibu rumah tangga petani belum mengetahui bahwa teknis yang tepat untuk megolah ubi kayu yang bisa mendatangkan keuntungan. 2

Oleh sebab itu maka perlu diperkenalkan cara pembuatan dan penerapannya pada ibu-ibu rumah tangga petani serta diperlihatkan hasilnya. 3. Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan ini adalah : 1. Untuk memberikan pengetahuan pada ibu- ibu rumah tangga pada umumnya dan ibu-ibu rumah tangga petani ubi kayu pada khususnya mengenai cara membuat tiwul instant 2. Untuk memberikan pelatihan pada ibu- ibu rumah tangga cara membuat tiwul instant 3. Untuk memberikan pengetahuan mengenai cara mengemas dan memasarkan tiwul Instant. 4. Manfaat Kegiatan 1. Ibu-ibu rumah tangga di desa terutama ibu rumah tangga petani ubi kayu dapat mengetahui dan menerpakan cara memproduksi tiwul instant. 2. Ibu-ibu ramah tangga di desa terutama ibu rumah tangga petani ubi kayu dapat meningkatkan pendapatan keluarganya dengan melakukan pengolahan ubi kayu menjadi tiwul instant. 3. Ibu-ibu rumah tangga di desa terutama ibu rumah tangga petani ubi kayu dapat menyerap tenaga kerja di desa dengan membuat usaha pengolahan tiwul instant. 5. Analisis Ekonomi Pembuatan Tiwul Instant Analisis ekonomi diperlukan antara lain untuk melihat sejauh mana suatu kegiatan produksi dapat memberikan hasil (nilai tambah) bagi produsennya. Analisis ekonomi yang disajikan kali ini, hanyalah merupakan suatu contoh penghitungan analisis dari satu kegiatan produksi, tanpa memperhitungkan biaya yang digunakan untuk pengadaan peralatan produksi. a. Biaya Produksi Tiwul Instant Biaya produksi tiwul Instant adalah biaya yang harus dikeluarkan terlebih dahulu untuk membeli bahan baku dan bahanbahan pendukungnya, yaitu sebagai berikut : 1. Ubi kayu 10 kg = Rp 5.000,- 2. Gula merah 2,1 kg = Rp 8.400,- 3. Garam secukupnya = Rp 200,- 4. Minyak Tanah 1 liter = Rp 1.000,- 5. Plastik pengemas =Rp 1.000,- 6. Tenaga kerja 1 orang =Rp 6.000,- ----------------------------+ Jumlah = Rp 21.600,- 3

b. Hasil Penjualan (Penerimaan) Hasil penjualan dari pengolahan tiwul insatan adalah merupakan hasil perkalian antara hasil produksi tiwul instant dikalilakan dengan harga tiwul instant setiap kilogramnya. Produksi tiwul instant = 7 kg Harga jual = Rp 5.000,-/kg Nilai penjualannya = 7 kg x Rp 5.000,- = Rp 35.000,- c. Keuntungan Adapun keuntungan yang diperoleh dari hasil pengolahan tiwul insatan adalah hasil penjualan dikurangi dengan biaya. Keuntungan = Hasil penjualan biaya produksi = Rp 35.000,- (-) Rp 21.600,- = Rp 13.400,- Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam satu kali proses produksi pengolahan tiwul instant yaitu ubi kayu sebanyak 10 kg dikeluarkan biaya sebesar Rp 21.600, diperoleh hasil penjualan sebanyak Rp 35.000,-. Dan memperoleh keuntungan sebesar Rp 13.500,-. Jadi jika memproduksi tiwul instant dari 100 kg ubi kayu maka biayanya adalah Rp 216.00,-, hasil penjualannya Rp 350.000,- dan keuntungannya adallah Rp 135.000,-. B. MATERI DAN METODE PELAKSANAAN 1. Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka konsep berfikir dalam kegiatan ini adalah : Memerlukan: - biaya - Tenaga kerja Ubi Kayu - Produksi banyak - Mudah busuk - Kurang diminati - Harga rendah Pengolahan Tiwul Instant - Harga Tinggi - Lebih diminati konsumen - Menciptakan Nilai Tambah - Serap tenaga kerja - Meningkatkan pendapatan Gambar 1. Kerangka Berfikir Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tiwul Instant Dari gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut: Di Kecamatan Dau kabupaten Malang produksi ketela pohon tinggi mangingat daerahnya merupakan sebagaian daerah lahan tegal.. Ubi kayu jika dijual dalam keadaan segar 4

harganya rendah. Untuk dikonsumsi langsung dalam bentuk segar ubi kayu kurang diminati konsumen. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan pengolahan. Dalam pengolahan ubi kayu menjadi Tiwul Instant memerlukan biaya dan tenaga kerja. Meskipun demikian dengan melakukan pengolahan maka akan tercipta nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan bagi pengolahnya. Setelah menjadi tiwul instant maka harganya menjadi lebih tinggi dan produknya lebih diminati konsumen. Agar ibu-ibu rumah tangga petani mau memproduksi tiwul instant maka perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan pada ibu-ibu rumah tangga petani ubi kayu mangenai cara pengolahan tiwul istant. Dengan dilakukan penyuluhan dan pelatihan pengolahan tiwul instant diharapkan mereka mau dan mampu memproduksi tiwul instant. 2) Teknis Pengabdian a. Pemberitahuan dan Meminta ijin serta petunjuk kepada Kepala Desa dan aparat desa agar kegiatan bisa berjalan lancar. b. Menentukan waktu dan tempat kegiatan bersama khalayak sasaran. c. Memberikan penyuluhan dan pelatihan tentang bahan dan alat-alat yang disiapkan dalam pengolahan tiwul instant. d. Memberikan penyuluhan dan pelatihan tentang cara pembuatan dan pengemasan tiwul instant. e. Melakukan evaluasi hasil penyuluhan dan pelatihan. f. Memberikan solusi pemecahan masalah yang dihadapi pengolah tiwul instant. 2. Metode Kegiatan 1) Tempat dan waktu Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Landung Sari Kecamatan Dau Kabupaten Malang, dengan pertimbangan daerah ini banyak menghasilkan ubi kayu tetapi belum dilakukan pengolahan.. Adapun waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan ini yaitu selama 8 bulan. 3. Rancangan Evaluasi Cara Evaluasi Respon kegiatan Pengetahuan Waktu Indikator Tolok Ukur Keberhasilan Saat Jumlah Lebih 50% dilakukan kehadiran ibu-ibu rumah penyuluhan tangga petani dan ubi kayu hadir pelatihan dalam Saat dilakukan Alat dan bahan yang penyuluhan Lebih dari 50% peserta 5

Kemampuan / ketrampilan Adanya Wirausaha baru penyuluhan dan pelatihan pengolahan tiwul instant Saat dilakukan penyuluhan dan pelatihan Satu bulan setelah pelatihan dibutuhkan dan tata cara pegolahan Kemampuan dalam pengolahan Jumlah wirausaha baru pelatihan mengetahui alat dan bahan yang dibutuhkan serta mengatahui cara pembuatan tiwul instant. Lebih dari 50% peserta pelatihan yang hadir mampu membuat dan mengemas tiwul instant Lebih dari 10% peserta pelatihan membuka usaha pengolahan tiwul instant baik secara individual maupun kelompok C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Respon kegiatan Masyarakat di desa Landungsari yang ibu-ibu rumah tangganya dan juga warga petaninya banyak ternyata sangat merespon sekali kegiatan ini, yang berupa pelatihan pembuatan tiwul instant. Pengabdian dilakukan di RW 9 Desa Landung sari Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Dari 35 ibu rumah tangga yang diundang, saat dilakukan penyuluhan dan pelatihan yang hadir ada 34 ibu rumah tangga. Ini berarti respon kegiatannya bagus, karena jika dilihat dari tingkat kehadirannya, tingkat kehadirannya sudah lebih dari 50% bahkan mendekati 100%, tepatnya yaitu tingkat kehadirannya ada 97,14%. Ini merupakan hal yang menggambirakan dan membahagiakan. 2. Pengetahuan Untuk memberi pengetahuan dan pelatihan tentang pembuatan tiwul instant, dilakukan dengan cara mereka diberi catatan dan contohnya mengenai bahan dan alatnya serta cara pembuatannya. Selain diberi catatan, juga diterangkan langsung di papan. Selain itu mereka juga langsung diperkenalkan dengan alat-alat dan bahannya. Setelah itu mereka langsung 6

diajari cara pembuatannya dengan melakukan praktek pembuatannya. Pada waktu diberi penyuluhan, dari 34 peserta yang hadir, ternyata mereka tingkat pengetahuannya jadi bertambah. Terbukti pada waktu penyuluhan, kami menanyakan pada peserta mengenai alat dan bahannya serta cara pengerjaanya 100% peserta mengetahui. Selain mereka mengetahui, mereka juga mampu menganalogikan. Kemampuan pengetahuan yang bertambah, dapat juga dilihat dari pertanyaanpertanyaan yang mereka ajukan pada penyuluh. Pertanyaan pertanyaan yang mereka ajukan pada pemberi penyuluhan adalah bolehkah gula merah diganti gula putih?. Kemudian mereka juga menanyakan sekitar berapa lama daya tahan tiwul instant, padahal tiwul instant yang diajarkan tanpa menggunakan bahan pengawet. Berikut ini pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh peserta penyuluhan kepada penyuluh mengenai pembuatan tiwul instant : 1. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan ubi kayu? Seandainya terung ungunya tidak direndam dulu, boleh apa tidak?. 2. Jika tidak ada gula merah bolehkan diganti gula putih? 3. Seandainya jumlah gula merah ditambah atau dikurangi apa boleh dan bagaimana pengaruhnya terhadap tiwul instant yang dibuat? 4. Bagaimana cara memilih ubi kayu yang akan dijadikan bahan tiwul instant? 5. Bagaimana cara membuat tepungnya, gapleknya itu ditumbuk apa digilingkan di pasar, dan hasilnya yang lebih bagus yang mana? 6. Berapa lama sebaiknya mengukus tiwulnya supaya memiliki daya tahan yang lama? 7. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan tiwul supaya bisa menjadi tiwul instant? 8. Air yang digunaka untuk menguleni tepung gaplek, yang bagus air panas apa air dingin? 9. Api yang digunakan untuk memasak tiwul, yang bagus dari api kompor minyak, apa dari kayu bakar, apa dari kompor gas? 10. Mengeringkan tiwul instant boleh pakai oven apa tidak? 11. Jika mengeringkan tiwul instantnya di bawah sinar matahari, paling cepat berapa hari? 12. Api yang digunakan untuk memasak tiwul, api yang besar apa api yang kecil? 7

13. Kapan tiwul instantnya boleh dimasukkan ke dalam bahan pembungkus / pengemas? 14. Untuk memasak tiwul instant kembali berapa banyak air yang digunakan untuk dipercikkan ke tiwul instant? 15. Berapa lama sebaiknya kita mengukus tiwul instant yang sudah jadi yang akan siap kita makan, 5 menit apa 10 menit apa 15 menit apa setengah jam? Demikian itulah pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan pada penyuluh. Pertanyaan pertanyyan tersebut menunjukkan mereka ada perhatian dan mengetahui apa yang disuluhkan. Pertanyaan sebayak 15 tersebut berasal dari 13 peserta dari 34 peserta yang hadir. Hal ini menunjukkan keinginan tahu mereka besar dan mereka mampu menganalogikan. Jadi yang aktif bertanya ada 38,24%. 3. Kemampuan dan Ketrampilan Pada waktu penyuluhan, peserta diwajibkan untuk mempraktekkan langsung. Bahan-bahan dan alat selain penyuluh membawakan, ternyata mereka juga membawa. Sehingga para peserta semua aktif mempraktekkan/ dengan dibina atau didampingi penyuluh. Dari pengawasan dapat diketahui bahwa 100% peserta mampu dan terampil membuat tiwul instant. Kemampuan dan ketrampilan mereka dalam membuat tiwul instant karena ternyata mereka biasa membuat tiwul. Karena tiwul instant sama halnya dengan tiwul biasa. Cara pembuatan tiwul instant dengan tiwul biasa sama saja. Hanya saja untuk menjadi instant tersebut maka tiwul biasa tersebut harus dikeringkan dibawah sinar matahari sampai benar-benar kering. Setelah kering maka jadilah tiwul instant dan siap dibungkus untuk dijual. Adapun cara untuk memakan tiwul instant tadi yaitu dengan cara tiwul instat diperciki dengan air panas dan diamkan 5 sampai 10 menit. Setelah itu tiwul dikukus 5 samapi 10 menit. Selanjutnya tiwul instant siap untuk dimakan. Dikatakan tiwul instant karena konsumen yang membeli tiwul instant, jika sewaktu-waktu ingin memakan tiwul instant maka tinggal mengukus sekitar 5 10 menit saja. Cepat saji inilah yang dikatakan instant. Peserta cepat sekali mampu membuat tiwul instant karena dari dahulu mereka sudah biasa membut tiwul, tetapi bukan tiwul instant. Tiwul instan dengan tiwul yang mereka buat sama saja caranya hanya saja tinggal dikeringkan dan siap dikemas. Jika ingin makan maka harus dikukus lagi. 8

4. Wirausaha Tiwul Instant Dari hasil pemantauan satu bulan setelah penyuluhan praktek pembuatan tiwul instant, ternyata ada 3 individual yang ingin membuat tiwul instant. Selain itu ada 2 kelompok yang ingin membuat tiwul instant untuk menambah penghasilan keluarga. 2 kelompok tersebut yang satu kelompok terdiri dari tiga orang, sedang yang satu kelompok lagi terdiri dari dua orang. Jadi dari dua kelompok dan dari 3 individual tersebut total peserta yang mencoba usaha ada 8 orang, yaitu yang 5 orang bergabung, sedang yang 3 orang tidak bergabung. Sehingga yang mencoba menjadai wirausaha ada 22,86% dari 35 peserta yang diundang pelatihan. Dari dua kelmpok tersebut ternyata tidak ada yang bisa kontinyu bahkan mereka berhenti, karena banyak kendala yang mereka hadapi. Kendalanya yaitu waktu untuk membuat ubi kayu menjadi gaplek sebagai bahan tiwul instant, waktunya terlalu lama, yaitu hampir satu minggu. Apalagi jika ada banyak hujan, maka membutuhkan waktu yang lebih lama lagi sehingga ubi kayu tidak segera mengering. Kendala yang paling penting lagi menurut mereka adalah pada waktu mengeringkan tiwul instant. Tiwul yang sudah jadi dan sedang dijemur untuk dijadikan tiwul instant. Apabila membuatnya dimusim hujan menurut mereka maka tiwul instant jadinya akan buruk bahkan berjamur, karena tiwulnya tidak kering-kering. Apalagi jika tiba-tiba hujan datang, dan tiwul instantnya belum diangkat dari tempat penjemuran, maka tiwul instant akan basah kena hujan dan akhirnya tidak bisa menjadi tiwul instant. Kendala lainnya yaitu peralatan pembuatan tiwul instant yang masih sederhana yaitu hanya ditumbuk gapleknya sehingga lama waktunya. Jika iginn ditumbuk ditempat penggilingan maka harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Mereka tidak mau kehilangan biaya untuk membayar transporatasi penggilingan. Kendala lainnya yaitu alat pengemasnya masih belum punya. Mereka hanya mengemas di plastik, dan kemudian dilekatkan dengan api, ternyata hasilnya bungkusan tiwul instant banyak yang belum lekat sehingga udara cepat masuk, dan tiwul instant cepat rusak. Selain itu mereka juga bingung memasarkannya. Mereka belum punya alat transportasi untuk memasarkan. Mereka tidak mau membayar kendaraan transportasi untuk memasarkan tiwul instant. Dan yang terpenting ternyata mereka takut bersaing dengan para produsen pembuat tiwul instant. Pada waktu mereka mencoba memasarkan di pasar dinoyo, ternyata di 9

pasar dinoyo sudah banyak tiwul instant yang berasal dari daerah lain. Hal ini membuat mereka sangat takut. Mereka yakin tiwul instantnya tidak akan laku. Sehingga belum ditawarkan, oleh mereka dibawa pulang kembali untuk dimakan sendiri. Jadi untuk menjadi wirausaha baru di bidang tiwul instant masih 0%, tetapi yang mencoba menjadi wairausaha tiwul instant ada 22,86%. Mudah-mudahan mereka tidak putus asa dan mudah-mudahan mereka berhasil. Dampak positif adanya pelatihan pembuatan tiwul instant yaitu adanya penganekaragaman pangan. Banyak keluarga yang membuat tiwul instant tidak untuk dijual tetapi untuk dimakan keluarga sendiri, sehingga keluarga tersebut tidak harus mengeluarkan biaya untuk membeli makanan. Terutama keluarga petani, dengan adanya pelatihan pembuatan tiwul instant ini, kini mereka pada waktu panen ubi kayu, mereka bisa membuat tiwul instant yang banyak. Tiwul intant yang bayak tersebut bisa dimakan oleh keluarga mereka setiap saat. D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penyuluhan dan evaluasi, maka dapat disimpulkan: a) Respon masyarakat untuk kegiatan pembuatan tiwul instant sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya tingkat kehadiran yang tinggi, yaitu dari 35 peserta yang diundang, yang hadir ada 34 peserta, jadi tingkat kehadirannya ada 97%. b) Pengetahuan peserta dengan adanya penyuluhan pelatihan pembuatan tiwul instant jadi bertambah. Dari peserta yang hadir, akhirnya 100% peserta mengetahui bahan, alat, dan cara pembuatan tiwul instant. Dari peserta yang hadir, yang aktif bertanya dan mampu menganalogikan ada 13 peserta, jadi ada 37%, peserta mampu menganalogikan. c) Dari hasil evaluasi keterampilan ternyata 100% peserta terampil membuat tiwul instant, karena membuat tiwul instant sama caranya dengan membuat tiwul biasa. Dimana tiwul merupakan makanan tradisional yang sudah biasa mereka buat sejak dulu. d) Dari hasil evaluasi satu bulan setelah penyuluhan ternyata dari 35 peserta hanya ada 8 peserta yang mencoba membuat tiwul instant untuk dijual. Jadi bisa dikatakan ada 22,86% yang mencoba menjadi wirausaha tiwul instant. Tetapi sayangnya mereka berhenti karena takut bersaing dengan daerah lain. 10

2. Saran Berdasarkan hasil evaluasi pembuatan tiwul instant maka saran yang diajukan adalah : a) Sebaiknya pihak lembaga pengabdian masyarakat UMM, maupun lembaga lain, maupun lembaga pemerintah, memberikan peluang lagi bagi penyuluh untuk melakukan pelatihan lebih lanjut mengenai memenangkan persaingan dalam pemasaran tiwul instant. b) Sebaiknya pemerintah, UMM, maupun badan pemberi kredit mau mamberi bantuan modal untuk membeli peralatan pembuatan tiwul instant termasuk membeli alat pengemas. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2000. Kebijakan Pengolahan dan Pemasaran Agribisnis. Badan Litbang Departemen Pertanian. Jakarta. Anonymous, 2003. Data Base Agribisnis. Dinas Pertanian Kabupaten Malang, Malang.. Amin, A. 1997. Pola Kemitraan Sebagai Upaya Memantapkan Agribisnis dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Makalah disampaikan pada seminar Pormasepi fakultas Pertanian, UMM, Malang. Masyrofi, 1995. Agroindustri Emping Mlinjo di Desa Siraman Blitar Jawa Timur : Tinjauan Aspek Ekonomi, Jurnal Universitas Brawijaya, Volume 6, No 1, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya Malang, hal : 88-101. Mc.Corriston S. and I.M.Sheldon, 1997. Vertical Restraints and Competition Policy in the US and UK Food Marketing System, Agribussiness, Vol. 13, pp 237-252. Rukmana Rahmat, 1997. Budidaya Ubi Kayu dan Pasca Panen. Kanisius, Jakarta. Sanyoto, 1993. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Asgroindustri Sebagai Sektor Unggulan. Seminar Agribisnis Fakultas Pertanian, UMM, Malang. Semaoen, M.I., 1997. Tantangan dan Kendala Pembangunan Berkelanjutan Menjelang Era Pasar Bebas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ekonomi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Semaoen, MI dan Kiptiyah, 1997. Pengembangan Agribisnis. Seminar HMJ Agribisnis Fakultas. Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Setyawan, 1998. Peranan Agroindustri dalam Proses Pembangunan Pertanian. Jurnal Pangan, No 24 Vol VI, Bulog, Jakarta. Suprapti Lies, 2002. Teknologi Pengolahan Pangan : Pemanfaatan Ubi Kayu. Kanisius, Yogyakarta. 11

Lampiran 1 Gambaran Teknologi Yang Diterapkan Teknologi Pembuatan Tiwul Instant Berbahan Dasar Ubi Kayu Ubi Kayu Dikupas dan Dicuci Dibelah Menjadi 4 Bagian Dijemur Sampai kering ( Menjadi Gaplek ) Digiling Sampai Halus (Menjadi Tepung) Lampiran 2 Biaya Produksi, Penerimaan, dan Keuntungan Pengolahan Tiwul Instant Dengan Bahan Baku Ubi Kayu Sebanyak 100 kg Biaya Produksi 1. Ubi kayu 100 kg = Rp 50.000,- 2. Gula merah 21 kg = Rp 84.000,- 3. Garam secukupnya = Rp 2.000,- 4. Minyak Tanah 10 liter = Rp 10.000,- 5. Plastik pengemas =Rp 10.000,- 6. Tenaga kerja 10 orang =Rp 60.000,- ----------------------------+ Jumlah = Rp 216.000,- Diayak dan Disaring (Menghilangkan SisaTepung Yang Belum halus) Dicampur Air Dan Gula ( 1 kg tepung ubi kayu : 3 Ons Gula Merah : Air secukupnya) Hasil Penjualan (Penerimaan) Produksi tiwul instant = 7 0 kg Harga jual = Rp 5.000,-/kg Nilai penjualannya = 70 kg x Rp 5.000,- = Rp 350.000,- Dikukus (Sekitar 1 Jam) Dikeringkan (Dijemur) Dikemas Dalam Plastik Dijual Keuntungan Keuntungan = Hasil penjualan biaya produksi = Rp 350.000,- _ Rp 216.000,- = Rp 134.000,- Jadi keuntungan dari usaha tiwul instant dari 100 kg ubi kayu adalah Rp 134.000,-. 12

13