BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB I PENDAHULUAN. manusia, terutama bagi yang bermata pencaharian sebagai petani. Perkembangan

DINAMIKA HARGA LAHAN DI SEKITAR WILAYAH PERGURUAN TINGGI DI KECAMATAN JATINANGOR

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI D PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 11 TAHUN 1992 TENTANG

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

PENGARUH KEGIATAN PERGURUAN TINGGI TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN (Studi Kasus: Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor)

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Permintaan akan lahan setiap tahunnya semakin meningkat, hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambar Proses Pembuatan Kursi Sofa

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

TES DIAGNOSTIK SUPER INTENSIF SBMPTN 2016 SOSIOLOGI SEJARAH GEOGRAFI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

Focussed Group Discussion Oktober 2016

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

Perencanaan Partisipatif di Kawasan Jatinangor: Advokasi bersama Warga. Teti A Argo Kamis, 17 Maret 2016 ITB Kampus Jatinangor

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 437/P/SK/HT/2010

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

INFO LENGKAP IPDN 2013

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini

Kuota Daya Tampung JALUR NASIONAL

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

PENDAHULUAN Latar Belakang

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB III TINJAUAN WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km.

KAMPUS ITB JATINANGOR Ruang Multimedia, 17 Desember 2015

A. SEJARAH DAN HARI JADI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

Refleksi Forum Jatinangor (Catatan warga Pegiat di ForJat)

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh perkembangan kondisi sosial politik serta kebijakan pemerintah,

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN unit, sementara di tahun 2011 meningkat menjadi unit. Sedangkan

TATA LOKA VOLUME 18 NOMOR 1, FEBRUARI 2016, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP-ISSN P ISSN E ISSN

JUMLAH MAHASISWA UNIVERSITAS MULAWARMAN SEMESTER GANJIL 2010/2011

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. kemarau.kebutuhan ini baik untuk mengairi ladang atau untuk mencukupi

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. i ii iii. vi viii BAB I

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

Transkripsi:

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bagian ini akan memaparkan perkembangan KPT Jatinangor yang meliputi kebijaksanaan pembangunan KPT Jatinangor, sejarah perkembangan kampus, dan perkembangan kampus dan sivitas akademika; serta perkembangan Kecamatan Jatinangor sendiri yang meliputi karakteristik kependudukan dan guna lahan. 3.1 Perkembangan KPT Jatinangor Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai kebijaksanaan pembangunan KPT Jatinangor, sejarah perkembangan kampus, perkembangan kampus dan mahasiswanya. 3.1.1 Kebijaksanaan Pembangunan KPT Jatinangor Penetapan Jatinangor sebagai Kawasan Pendidikan Tinggi merupakan kebijaksanaan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan lahan pendidikan tinggi yang ada di Kota Bandung. Keterbatasan lahan di Kota Bandung telah mendorong dicarinya lahan kosong di luar Kota Bandung yang dapat digunakan untuk pembangunan kampus perguruan tinggi. Pada tahun 1981, Kota Bandung merupakan kota yang berpenduduk 1.507.166 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata pada tahun 1980 adalah 17.206 jiwa/km 2. Pada saat itu, Kota Bandung mempunyai lima fungsi utama yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan lokal dan regional, perindustrian, pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta pariwisata dan kebudayaan. Kelima fungsi ini mempengaruhi perkembangan Kota Bandung dan kegiatan yang ada di dalamnya. Pada tahun 1982/1983, di Kota Bandung telah terdapat 40 perguruan tinggi baik Akademi, Institut, Universitas, maupun Sekolah Tinggi. Jumlah sivitas akademika (mahasiswa, dosen, dan pegawai administrasi) meningkat dari tahun 40

41 ke tahun. Peningkatan jumlah sivitas akademika tersebut dan adanya keterbatasan lahan di Kota Bandung menyebabkan Pemerintah Daerah mengambil keputusan untuk memindahkan sebagian aktivitas pendidikan tinggi yang ada di Kota Bandung ke wilayah Jatinangor. Jatinangor ditetapkan sebagai kawasan pendidikan sesuai dengan kebijaksanaan relokasi beberapa perguruan tinggi dari Bandung yang dimulai sejak tahun 1982, yang meliputi empat kampus yaitu Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Winaya Mukti (UNWIM), dan Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN). Kebijaksanaan tersebut didasari oleh: - Adanya kebijaksanaan dalam konteks pengembangan Wilayah Bandung Metropolitan Area tahun 1996 yang ingin mengurangi beban fungsi Pendidikan Tinggi Kota Bandung - Adanya ketersediaan lahan bekas perkebunan karet yang tidak produktif lagi yang dapat dimanfaatkan sebagai kompleks perguruan tinggi, yang terletak sekitar 23 km ke arah timur dari Kota Bandung Penetapan Kawasan Jatinangor sebagai suatu Kawasan Pendidikan Tinggi bukan merupakan hasil penetapan lokasi yang paling menguntungkan, tetapi hanya atas dasar karena adanya lahan kosong yang tidak produktif lagi. Jadi, tidak ada potensi khusus yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan lokasi tersebut (Fakta dan Analisis RUTR KPT Jatinangor Tahun 2000-2010). Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 593/SK.83-PKL/89, wilayah Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor seluas 564 ha terdiri dari 10 desa dengan 2 desa sebelah barat masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung, yaitu Desa Cileunyi Wetan dan Cileunyi Kulon, dan 8 desa berada pada wilayah administrasi Kabupaten Sumedang, yaitu Desa Cilayung, Cileles, Hegarmanah, Jatiroke, Cikeruh, Sayang, Cibeusi, dan Cipacing. Kedudukan dan orientasi KPT Jatinangor terhadap kota-kota lain adalah sebagai berikut: - Arah Utara : berbatasan langsung dengan kawasan hijau pada kaki Gunung Manglayang dengan jarak 4,2 Km.

42 - Arah Barat : berjarak 23 Km dari Km 0 Bandung ke arah timur Kota Bandung. - Arah Timur : berjarak 22 Km dari Kota Sumedang dan 5,5 Km dari Kota Tanjungsari. - Arah Selatan : berbatasan langsung dengan Kota Rancaekek di sebelah selatan dengan jarak 2,6 Km dari pusat kota Rancaekek. Lokasi dari empat universitas yang tergabung di dalam Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut.

7 1 0 2 5 2 0 1 3 1 6 0 4 3 2 1 0 0 BRIMOB 2 3 1 GI PLN 0 (KLS 2) 0 2 PERHUTANI PERHUTANI PL 40Z1 TUGAS AKHIR Desa Cilayung GAMBAR 3.1 PETA KAWASAN PERGURUAN TINGGI Desa Cileles Legenda Batas Desa UNPAD IKOPIN IPDN UNWIM Desa Hegarmanah Desa Jatiroke Batas Kecamatan Jalan Arteri Jalan Tol Desa Cibeusi Desa Cikeruh Kawasan Perguruan Tinggi Desa Cipacing Desa Jatimukti Desa Cisempur Desa Sayang Desa Mekargalih Desa Cintamulya Sumber: Bappeda Kab. Sumedang U B T 0 0,5 1 1,5 2 Km S KECAMATAN JATINANGOR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung 2007

44 3.1.2 Sejarah Perkembangan Kampus 1. Universitas Padjajaran (UNPAD) Universitas Padjajaran mulai mengembangkan fasilitas pendidikannya di Jatinangor sejak tahun 1982. Pada tahun 1987 Fakultas Pertanian dan Peternakan memulai aktivitas kegiatannya di Jatinangor, kemudian dilanjutkan dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada tahun 1993 dan secara bertahap fakultas lainnya mulai memindahkan aktivitasnya ke Jatinangor. Selain Fakultas Hukum dan Ekonomi UNPAD yang tetap melaksanakan kegiatan perkuliahan di kampus yang terletak di Jalan Dipati Ukur Bandung, fakultas dan jurusan UNPAD yang berlokasi di kampus Jatinangor adalah: - Fakultas Kedokteran: Program Studi Pendidikan Dokter (Sarjana dan Profesi) dan Program Studi Ilmu Keperawatan - Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam - Fakultas Pertanian: Jurusan Agronomi, Ilmu Tanah, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Teknologi Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, dan Jurusan Perikanan. - FISIP: Jurusan Ilmu Administrasi, Ilmu Hubungan Internasional, Kesejahteraan Sosial, Ilmu Pemerintahan, dan Antropologi Sosial. - Fakultas Sastra: Sastra Indonesia, Sastra Daerah, Sejarah, Sastra Inggris, Sastra Perancis, Sastra Jepang, Sastra Rusia, Sastra Jerman, dan Sastra Arab. - Fakultas Psikologi: Program Studi dan Profesi Psikologi. - Fakultas Peternakan: Program Studi Produksi Ternak, Program Kelas Khusus Fakultas Peternakan. - Fakultas Ilmu Komunikasi: Program Studi Ilmu Komunikasi (Jurusan Jurnalistik, Hubungan Masyarakat, dan Manajemen Komunikasi), Program Studi Ilmu Kepustakaan (Jurusan Perpustakaan). - Fakultas Kedokteran Gigi: Program Sarjana Kedokteran Gigi dan Keprofesian Dokter Gigi.

45 2. Universitas Winaya Mukti (UNWIM) Dengan tujuan mencerdaskan kebutuhan bangsa dan untuk mengisi kebutuhan ahli di bidangnya, sejak tahun 1965 Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan tinggi, yakni: - Akademi Pertanian Tanjungsari (APT) pada tanggal 14 Juli 1965. - Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPU) pada tanggal 18 Oktober 1965. - Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) pada tanggal 14 Oktober 1966. - Akademi Industri dan Niaga (AIN) pada tanggal 15 Februari 1967. Universitas Winaya Mukti (UNWIM) didirikan pada tahun 1990 oleh Yayasan Pendidikan Tinggi Winaya Mukti, kemudian pada tanggal 25 Maret 1991 UNWIM mendapatkan pengukuhan dari Mendikbud berdasarkan SK No. 014/a/0/1991. UNWIM merupakan gabungan dari beberapa akademi dan sekolah tinggi yang didirikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat yaitu Sekolah Tinggi Pertanian Tanjungsari (STPT) menjadi Fakultas Pertanian, Sekolah Tinggi Teknik Pekerjaan Umum (STTPU) yang kemudian melebur menjadi Fakultas Teknik, Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) menjadi Fakultas Kehutanan, serta Akademi Industri dan Niaga (AIN) yang menjadi Fakultas Ekonomi. 3. Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) yang terletak di Jalan Raya Bandung Sumedang KM 20,5 Jatinangor adalah kelanjutan dan perubahan bentuk dari Akademi Koperasi (AKOP) 12 Juli Bandung yang telah berdiri sejak tahun 1964. IKOPIN didirikan pada tanggal 7 Mei 1982 dan memperoleh status terdaftar dengan SK Mendikbud RI No. 0133/O/1984, saat ini dikelola oleh Yayasan Pendidikan Koperasi. IKOPIN menyelenggarakan pendidikan jenjang D3 dan S1 dengan fakultas dan jurusan sebagai berikut: - Fakultas Manajemen Keuangan: Jurusan Manajemen Perbankan, Manajemen Keuangan, dan Manajemen Perbelanjaan.

46 - Fakultas Manajemen Sumber Daya Manusia: Jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia dan Manajemen Penyuluhan. - Fakultas Manajemen Produksi dan Pemasaran: Manajemen Produksi dan Manajemen Pemasaran. 4. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) didirikan berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 42 tahun 1992. Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mempersiapkan kader inti pemerintahan di lingkungan Depdagri melalui IPDN, yang sebelumnya sempat bernama Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) dan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Pada tahun 2005, pemerintah melalui Depdagri memutuskan untuk melebur STPDN dan IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri/IPDN (Keppres No. 87 Tahun 2004 Tentang Penggabungan STPDN dan IIP). Namun, sebagai akibat berbagai kasus yang dialami oleh IPDN sejak tahun 2003, pada tahun 2007 Mendagri melarang pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengirimkan siswanya ke IPDN (Surat Edaran Mendagri No. 892.22/803/SJ). IPDN dinyatakan tidak diperbolehkan menerima mahasiswa baru sampai dengan dilakukannya pembenahan internal yang dibutuhkan. Berbagai kasus yang dialami oleh IPDN sejak tahun 2003 juga menyebabkan sejak tahun tersebut seluruh mahasiswa IPDN diharuskan untuk tinggal di barak. Sebelumnya, mahasiswa tingkat akhir IPDN masih diperbolehkan untuk tinggal di luar barak.

47 3.2 Perkembangan Kampus dan Mahasiswanya Luas perguruan tinggi yang ada di KPT Jatinangor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. TABEL III.1 LUAS PERGURUAN TINGGI DI JATINANGOR No Perguruan Tinggi Luas (Ha) 1 Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) 280 2 Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) 28 3 Universitas Winaya Mukti (UNWIM) 51 4 Universitas Padjajaran (UNPAD) 175 TOTAL 534 Sumber : Laporan Analisis Revisi RUTR Kecamatan Jatinangor Tahun 2003 Sementara perkembangan jumlah mahasiswa di Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. TABEL III.2 PERKEMBANGAN JUMLAH MAHASISWA DI JATINANGOR TAHUN 1982 2006 TAHUN IKOPIN UNPAD STPDN UNWIM TOTAL 1982 355 0 0 0 355 1983 712 0 0 0 712 1984 1.895 0 0 0 1.895 1985 2.445 0 0 0 2.445 1986 2.978 0 0 0 2.978 1987 3.231 5.795 0 0 9.026 1988 3.523 5.137 0 0 8.660 1989 3.893 6.095 487 0 10.475 1990 4.242 5.482 977 0 10.701 1991 4.493 6.304 1.910 7.229 19.936 1992 4.553 9.541 2.717 5.880 22.691 1993 4.984 9.649 3.135 7.492 25.260 1994 5.042 10.474 3.261 8.888 27.665 1995 5.164 14.389 2.998 7.176 29.727 1996 5.343 15.813 2.817 7.504 31.477

48 TAHUN IKOPIN UNPAD STPDN UNWIM TOTAL 1997 5.500 17.250 2.800 7.116 32.666 1998 3.181 25.553 2.480 7.274 38.488 1999 3.464 24.612 2.489 7.765 38.330 2000 3.084 27.163 2.853 7.265 40.365 2001 2.488 28.349 3.026 5.208 39.071 2002 1.412 27.427 3.571 3.431 35.841 2003 1.522 28.148 3.917 3.901 37.566 2004 1.073 -* -* 2.915 32.414 2005 1.396 -* -* 2.077 31.798 2006 862 28.466 -* -* 29.328 Ket : *) Tidak ada data Sumber : - RUTR KPT Jatinangor 2000-2012 - Kopertis Wilayah IV Jawa Barat - Biro Akademik Masing-Masing Universitas Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah total mahasiswa yang ada di Jatinangor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun peningkatan tersebut sebagian besar disumbangkan oleh mahasiswa UNPAD, seiring dengan pemindahan fakultas yang dilakukan universitas tersebut secara bertahap. Grafik perkembangan mahasiswa setiap kampus dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai berikut.

49 GAMBAR 3.2 GRAFIK PERKEMBANGAN MAHASISWA SETIAP KAMPUS Sumber: Tabel III.2 Dari Gambar 3.2 tersebut dapat dilihat bahwa UNWIM justru mengalami penurunan jumlah mahasiswa setelah tahun 2000. Pada tahun 2000, jumlah mahasiswa UNWIM adalah 7.265 atau sekitar 18 % dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT. Pada tahun 2003, jumlah mahasiswa UNWIM tersebut mengalami penurunan 46,3% dari tahun 2000 menjadi 3.901 orang, atau sekitar 10,38% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT. IKOPIN juga mengalami penurunan jumlah mahasiswa setelah tahun 1997. Pada tahun 1997, jumlah mahasiswa IKOPIN adalah sebesar 5.500 orang atau 16,84% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT. Pada tahun 2000, jumlah tersebut mengalami penurunan 43,93 % dari tahun 1997 menjadi 3.084 orang atau sekitar 7,64% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT. Pada tahun 2003, jumlah mahasiswa IKOPIN mengalami penurunan lagi sebesar 48,12% dari tahun 2000 menjadi 1.600 orang, atau sekitar 4,26% dari jumlah keseluruhan mahasiswa KPT.

50 3.3 Perkembangan Kecamatan Jatinangor Jatinangor merupakan kecamatan yang terletak paling barat dari Kabupaten Sumedang. Berdasarkan Perda Kabupaten Sumedang No. 51 Tahun 2000, secara administrasi Kecamatan Jatinangor terdiri dari 12 desa, yaitu Desa Cilayung, Cileles, Hegarmanah, Jatiroke, Cikeruh, Sayang, Cibeusi, Cipacing, Cintamulya, Jatimukti, Cisempur, dan Mekargalih. Sebagian besar wilayah Kecamatan Jatinangor merupakan bagian dari Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor. Oleh karena itu, dalam sistem perwilayahan regional, Kecamatan Jatinangor memiliki kedudukan sebagai berikut (Laporan Analisis Revisi RUTR Kecamatan Jatinangor 2003): - Berdasarkan hierarki kota Struktur Tata Ruang Jawa Barat, Kawasan Jatinangor diklasifikasikan sebagai kota menengah dengan hierarki II A, yaitu dengan fungsi perumahan, pusat perdagangan dan jasa, koleksi dan distribusi dengan skala pelayanan interregional, pendidikan, dan pariwisata. - Dalam sistem perkotaan Bandung Raya, Jatinangor ditetapkan sebagai kota dengan hierarki I A, yaitu kota yang dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan (counter magnet) di sekitar Bandung, dengan fungsi utama sebagai pusat pendidikan tinggi. - Berdasarkan konsep Bandung Metropolitan Area (BMA), Jatinangor ditetapkan sebagai salah satu wilayah pengembangan dengan fungsi kawasan pendidikan tinggi dan perumahan. Pertimbangan utama dalam menentukan fungsi wilayah tersebut adalah keberadaan pendidikan tinggi di Jatinangor yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai pusat pengembangan kawasan perkotaan di masa yang akan datang. Selain berfungsi sebagai kawasan pendidikan, di Kecamatan Jatinangor juga terdapat kegiatan industri sedang dan besar yang bergerak dalam bidang tekstil dan garmen. Kegiatan industri ini sebagian besar terkonsentrasi di bagian selatan dan berorientasi Jalan Raya Bandung Garut, dengan lahan yang digunakan sekitar 62 Ha. Namun, terdapat keterbatasan pengembangan kegiatan industri di kecamatan ini karena adanya kebijaksanaan yang melarang

51 pembangunan industri baru di dalam area radius 5 km dari Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor. 3.2.1 Karakteristik Kependudukan Kecamatan Jatinangor Perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Jatinangor pada kurun waktu 1977-1998 mencapai laju pertumbuhan sebesar 4,45 persen per tahun (Nurcahyo, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Jatinangor mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan berada jauh di atas laju pertumbuhan Kabupaten Sumedang yaitu 1,26 persen per tahun untuk kurun waktu yang sama. Sementara perkembangan jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Jatinangor untuk kurun waktu 2005 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. TABEL III.3 JUMLAH PENDUDUK PER DESA DI KECAMATAN JATINANGOR TAHUN 2005 (JIWA) No Desa Luas (Km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/ Km 2 ) 1 Cipacing 1,79 9.261 5.174 2 Sayang 2,32 5.617 2.421 3 Mekargalih 1,20 4.333 3.611 4 Cintamulya 1,34 5.518 4.118 5 Cisempur 1,60 3.998 2.499 6 Jatimukti 1,90 4.416 2.324 7 Jatiroke 2,09 4.258 2.037 8 Hegarmanah 3,31 7.516 2.271 9 Cikeruh 2,13 8.595 4.035 10 Cibeusi 1,84 6.336 3.443 11 Cileles 3,20 4.274 1.336 12 Cilayung 3,48 4.279 1.230 TOTAL 26,20 68.401 2.610 Sumber : Monografi Kecamatan Jatinangor 2005 Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa Desa Cipacing, Desa Cintamulya, Desa Cikeruh, dan Desa Cibeusi merupakan desa-desa dengan jumlah penduduk

52 yang paling padat di Kecamatan Jatinangor. Desa Cipacing dan Cintamulya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi karena aktivitas industri yang dimilikinya, sementara Desa Cikeruh dan Cibeusi memiliki kepadatan penduduk yang tinggi karena kedua desa tersebut merupakan pusat tempat tinggal mahasiswa di Kecamatan Jatinangor. 3.2.2 Karakteristik Guna Lahan Kecamatan Jatinangor Berikut ini dapat dilihat perkembangan guna lahan di Kecamatan Jatinangor pada tahun 1981, 1991, dan 1999. TABEL III.5 PERBANDINGAN PROPORSI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN JATINANGOR TAHUN 1981, 1991, DAN 1999 1981 1991 1999 No Penggunaan Lahan Luas Luas Luas (Ha) % (Ha) % (Ha) % 1 Tanah Sawah/Lahan Basah 760,85 29,67 700,33 26,93 100,50 3,84 2 Lahan Kering 1075,25 41,04 767,66 29,36 130,00 4,96 3 Permukiman 257,81 9,84 390,38 14,90 1530,81 58,43 4 Perkantoran 21,22 0,18 3,41 0,13 7,76 0,30 5 Perkebunan dan Hutan 493,08 18,82 131,52 5,02 88,52 3,38 6 Perdagangan -* -* 14,93 0,57 2,41 0,09 7 Industri -* -* 34,06 1,30 63,52 2,42 8 Pendidikan Tinggi -* -* 550,45 21,01 528,00 20,15 9 Lainnya 11,79 0,45 27,25 1,04 168,48 6,43 10 TOTAL 2620 100 2620 100 2620 100 Sumber : Kompilasi Data Revisi RUTR Kec Jatinangor 2003 Ket : -* = tidak ada klasifikasinya Sementara penggunaan lahan di Kecamatan Jatinangor pada tahun 2005 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

53 TABEL III.6 PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN JATINANGOR TAHUN 2005 (HA) No Penggunaan Luas (Ha) % 1 Sawah Irigasi Teknis 227 8,66 2 Sawah Irigasi Setengah Teknis 19 0,73 3 Sawah Tadah Hujan 62 2,37 4 Pekarangan 1212 46,26 5 Ladang 609 23,24 6 Perkebunan dan Hutan 279 10,65 9 Lain-lain 212 8,09 TOTAL 2620 100 Sumber : Potensi Desa Kecamatan Cikeruh Tahun 2005 Ket : Tidak dapat dibandingkan dengan data pada Tabel III.5 karena perbedaan sumber yang mengakibatkan perbedaan klasifikasi Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa guna lahan yang menurun secara drastis adalah guna lahan tanah sawah/lahan basah, lahan kering, dan perkebunan. Sementara guna lahan yang meningkat secara tajam adalah permukiman. Proporsi guna lahan permukiman pada tahun 1999 mencapai kenaikan sebesar 493% jika dibandingkan tahun 1981. Dapat disimpulkan bahwa sejak penetapan KPT, yaitu kurun waktu setelah tahun 1980-1981, terjadi konversi guna lahan yang signifikan dari guna lahan kawasan tak terbangun (yang meliputi tanah sawah/lahan basah, lahan kering, dan perkebunan) menjadi guna lahan kawasan terbangun terutama permukiman.