BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

TINJAUAN PUSTAKA. ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk. persimpangan (

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 10 (Sepuluh)

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN 17 AGUSTUS JALAN BABE PALAR KOTA MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA SIMPANG IR. H. JUANDA- DIPATIUKUR BERDASARKAN MKJI 1997 ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS

Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan. Ir. Sri Utami, MT

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

PERENCANAAN ULANG GEOMETRIK PADA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Kisaran Meulaboh)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA)

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA ABEPURA DI JAYAPURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

ANALISIS KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Jalan Kemuda 3 Jalan Padma Jalan Seroja Jalan Kemuda)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk membantu kelancaran pergerakan lalulintas di lokasi tersebut.

Waktu hilang total : LTI = 18 KONDISI LAPANGAN. Tipe Lingku ngan Jalan. Hambatan Samping Tinggi/ren dah. Belok kiri langsung Ya/Tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik-titik pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KINERJA LALU LINTAS PERSIMPANGAN LENGAN EMPAT BERSIGNAL (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN WALANDA MARAMIS MANADO)

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA)

STUDI PENGARUH ADANYA PAGAR PEMBATAS TROTOAR PADA SIMPANG JL.PASIR KALIKI JL.PADJAJARAN, BANDUNG ABSTRAK

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

TUGAS AKHIR RICKY ZEFRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan

THE PERFORMANCE ANALYSIS OF A SIGNALIZED JUNCTION (Case Study:Jalan Teuku Umar Barat Jalan Gunung Salak)

DAFTAR PUSTAKA. Research Board. Report No. 123; Vermont South, Victoria, Australia. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

ANALISIS PANJANG ANTRIAN SIMPANG BERSINYAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI (STUDI KASUS SIMPANG JALAN AFFANDI YOGYAKARTA)

KINERJA LALU LINTAS JALAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL EMPAT LENGAN PATUNG KUDA PAAL DUA MANADO. Johanis E. Lolong ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung)

BAB III LANDASAN TEORI

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : SIMPANG EMPAT BERSINYAL DEMANGAN) ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.5, April 2013 ( ) ISSN:

PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Surakarta (57102) 2), 3) Alumni Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Surakarta

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA. 1. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jendral

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Perencanaan dan Manajemen Lalu-lintas Penulis mencoba menjabarkan beberapa definisi dari perencanaan dan manajemen. Perencanaan atau planning dalam bahasa Inggris ada yang mendefinisikan: Planning is done by human beings for human beings. it is futureoriented and optimistic 1. Perencanaan adalah program yang menyangkut berbagai tindakan yang menuju kesejahteraan umum 2. Definisi ini memang sangat sederhana, namun tidak demikian halnya dengan usaha menyusun rencanan itu sendiri. Perencanaan mencakup suatu proses yang sangat berbelit, berisi kaitan antara suatu segi kehidupan dengan segi lainnya. Untuk menyederhanakan dan mempersempit persoalan, biasanya yang dikupas hanya segi fisik, sosial dan ekonomi. Merencanakan berarti memilih dan menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan dating yang diperlukan untuk mencapai sasaran 3. Sedangkan menurut yang teretera di MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) perencanaan adalah penentuan rencana geometrik detail dan parameter pengontrol lalu-lintas dari suatu fasilitas jalan baru atau yang ditingkatkan berdasarkan kebutuhan arus lalulintas yang diketahui 4. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai 1 Khisty, Jotin C., & Lall, Kent B (Transportation Engineering An Introduction 2 nd ed.: Prentice Hall. 1990), hal : 449 2 Warpani, S (Merencanakan Sisitem Perangkutan: Institut Teknologi Bandung 1990), hal: 85 3 Soeharto, Iman (Manajemen Proyek :Erlangga 1995), hal 18 4 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 1-10 2-1

2-2 sasaran organisasi (perusahaan) yang telah ditentukan 5. Manajemen lalu-lintas meliputi kegiatan 6 : Perencanaan, adalah suatu kegiatan yang meliputi : Inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan lalu-lintas Penetapan tingkat pelayanan lalu-lintas Penetapan pemecahan permasalahan lalu-lintas Penyusunan rencana dan program pelaksanaan dan perwujudannya Pengaturan, adalah suatu kegiatan yang meliputi : Kegiatan penetapan kebijaksanaan pada ruas jalan tertentu. Pengawasan, adalah suatu kegiatan yang meliputi : Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu-lintas, serta tindakan korektif terhadap pelaksanaan lalu-lintas. Pengendalian lalu-lintas, adalah suatu kegiatan yang meliputi : Pemberian arah dan petunjuk dalam kebijaksanaan lalu-lintas serta pemberian bimbingan masyarakat dalam pelaksanaan lalu lintas. 2.2 Persimpangan Bersinyal Persimpangan adalah lokasi/daerah dimana dua atau lebih jalan, bergabung atau berpotongan/bersilangan 7. Karena itu akan timbul konflik antar sesama pemakai jalan. Berikut ini macam-macam konflik yang akan terjadi dipersimpangan, jenis dan jumlah titik konflik yang potensial terjadi tergantung kepada jumlah kaki simpang/pergerakan yang ada 8 : 5 Soeharto, Iman (Manajemen Proyek :Erlangga 1995), hal 17 6 H. AR, Priyo (Sosialisasi Disiplin Berlalu-lintas : Elsaf Dasamasa 1997), hal 3 7 Sulaksono, S (Catatan Kuliah Rekayasa Jalan : Institut Teknologi Bandung 2001), hal: 83 8 Sulaksono, S (Catatan Kuliah Rekayasa Jalan : Institut Teknologi Bandung 2001), hal: 84

2-3 1. Memencar (diverging) 2. Merapat ( (merging) 3. Menyilang (crossing) 4. Menjalin (weaving) Diverging Merging Crossing Weaving Gambar 2.1 Jenis Konflik Lalu-lintas Maka tujuan utama perancangan simpang adalah sebagai berikut 9 : 1. Mengurangi jumlah titik konflik 2. Mengurangi jumlah konflik 3. Memprioritaskan pergerakan pada jalan utama/mayor (jalan yang memeliki fungsi/kelas lebih tinggi) 4. Mengontrol kecepatan 5. Menyediakan daerah perlindungan (refuge area) 6. Menyediakan tempat untuk peralatan kontrol lalu-lintas 7. Menyediakan dimensi/kapasitas yang sesuai Sinyal lalu-lintas pertama di dunia dipasang pada tahun 1868 di Westminter, tetapi lampu gasnya meledak. Pada tahun 1918 sinyal lalu-lintas manual yang pertama di pasang di New York dan pada tahun 1925 dipasang di Piccadilly, London. Sinyal lalu-lintas yang otomatis mulai dipasang di United kingdom (Inggris) pada tahun 1926 di Wolverhamptom. 9 Sulaksono, S (Catatan Kuliah Rekayasa Jalan : Institut Teknologi Bandung 2001), hal: 85

2-4 Tipe simpang menggunakan lampu lalu-lintas (bersinyal), lampu lalu-lintas adalah alat pemberi isyarat lalu-lintas berfungsi untuk mengatur lalu-lintas kendaraan dan atau pejalan. Pada umumnya sinyal lalu-lintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut ini 10 : Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu-lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu-lintas puncak. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalu-lintas dengan alasan keselamatan lalu-lintas umumnya diperlukan bila kecepatan kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/atau jarak pandang terhadap gerakan lalu-lintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan oleh bangunan-bangunan atau tumbuh-tumbuhan yang dekat pada sudut-sudut simpang. Untuk mempermudah menyebrangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan minor. Dalam satu cycle time dimana signal timing harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut 11 : 1. Cycle Time Maximum 120 detik untuk persimpangan dua fase 200 detik untuk persimpangan lebih dari dua fase 2. Urutan Warna Lampu Pembakuan urutan warna lampu dan maknanya adalah sebagai berikut: 10 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-26 11 Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan (Traffic Management, Pengaturan Persimpangan Sederhana Dengan Lampu : PUSLITBANG JALAN 1993), hal: 11

2-5 Merah : Berarti berhenti Merah/kuning : Masih berarti berhenti tetapi menganjurkan siap untuk jalan Hijau Kuning : Jalan setelah aman untuk melakukannya : Berhenti kecuali dalam keadaan berbahaya/terpaksa 3. Tanda Waktu Hijau Tanda waktu hijau minimum yang diperagakan tidak kurang dari 5 detik 4. Tanda Waktu Merah Pada keadaan dimana tanda waktu merah di setiap fase diperagakan (all red), dianjurkan minimum tidak kurang dari 3 detik 5. Tanda Waktu Kuning Waktu kuning yang mempunyai fungsi memberikan peringatan kepada pengemudi mendekati kaki persimpangan, bahwa fase akan berakhir. Waktu tersebut terdiri atas beberapa ketentuan tergantung kecepatan rencana, adalah sebagai berikut: 6. Waktu Antar Hijau Tabel 2.1 Lama Waktu Lampu Kuning Kecepatan (Km/Jam) Waktu (Detik) 30-50 3 50 60 4 60-80 5 Waktu antar hijau (Intergreen Periode) melibatkan dua periode waktu: Waktu kuning Waktu dimana setiap fase memperagakan merah (All Red)

2-6 2.3 Lalu-lintas Lalu lintas (traffic) adalah kegiatan lalu-lalang atau gerak kendaraan, orang, atau hewan di jalanan 12. Dalam hal arus lalu-lintas perhitungan di lakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri Q LT, lurus Q ST dan belok kanan (Q RT ) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan: Tabel 2.2 Ekivalen Kendaraan Penumpang Jenis Kendaraan Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor emp untuk tipe pendekat: Terlindung Terlawan 1,0 1,0 1,3 1,3 0,2 0,4 Q== Q LV + Q HV x emp HV + Q MC x emp MC (2.1) Dimana: Q Q LV Q HV Q MC = Arus lalu-lintas (kend/jam) = Arus kendaraan berat (kend/jam) = Arus kendaraan ringan (kend/jam) = Arus sepeda motor (kend/jam) 12 Warpani, S (Pengelolaan Lalu-lintas dan Angkutan Jalan : Institut Teknologi Bandung 2002), hal: 1

2-7 2.4 Kapasitas Jalan Kapasitas jalan adalah arus lalu-lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu 13. Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut: C = S x g/c (2.2) Di mana: C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau) G = Waktu hijau (det) C = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama). Permasalahan yang utama pada permasalahan pengelolaan lalu-lintas adalah kapasitas jaringan jalan sudah mendekati kejenuhan atau malah sudah terlampaui, artinya sediaan (kapasitas= C) lebih kecil dari permintaan (volume lalu-lintas= V). 2.5 Pendekat dan Perlengkapan Jalan Pendekat adalah daerah dari suatu lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti 14. Berikut ini tipe-tipe pendekat: 13 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-7 14 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-8

2-8 Gambar 2.2 Tipe Pendekat Tipe pendekat Keterangan Contoh pola-pola pendekat Terlindung P Arus berangkat tanpa konflik dengan lalu lintas dan arah berlawanan Jalan satu Arah Jalan satu Arah Simpang T Jalan dua arah, gerakan belok kanan terbatas Jalan dua arah, fase sinyal terpisah untuk masing-masing arah Terlindung O Arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dan arah berlawanan Jalan dua arah, arus berangkat dari arah-arah berlawanan dalam fase yang sama. semua belok kanan tidak terbatas Pengaturan lalu-lintas meliputi kegiatan penetapan kebijakan lalu-lintas pada jaringan atau ruas jalan tertentu. Wujud pengaturan ini dapat bersifat langsung dilakukan oleh petugas (Polisi Lalu-lintas, dan atau Dinas Lalu-lintas dan Angkutan Jalan) atau dengan alat perlengkapan jalan berupa pulau lalu-lintas, marka dan lain sebagainya: Rambu Lalu-lintas Dimaksud dengan rambu disini adalah rambu lalu-lintas (traffic sign), yaitu tanda atau perlengkapan yang dipasang di sisi atau di atas jalan, yang berupa papan

2-9 petunjuk atau patok dan penghalang, berguna untuk mengatur lalu-lintas agar berjalan lancar dan aman 15. Macam-macam rambu : Perintah, yakni bentuk pengaturan yang jelas dan tegas tanpa ada penafsiran yang lain yang wajib dilaksanakan oleh pengguna jalan. Bentuk umumnya adalah lingkaran (untuk perintah yang berupa simbol), atau persegi empat (terutama untuk perintah yang berupa tulisan/kalimat). Warna dasar biru dengan tulisan/simbol putih atau merah dan hitam Larangan, yaitu bentuk pengaturan yang dengan tegas melarang para pengguna jalan untuk melakukan hal-hal tertentu, tidak ada pilihan kecuali tidak boleh dilakukan. Rambu ini berbentuk lingkaran atau segi delapan dengan warna dasar merah atau putih dan warna simbol/tulisan hitam atau merah. Peringatan, menunjukan kemungkinan adanya bahaya di jalan yang akan dilalui. Bentuk umumnya adalah segi tiga atau persegi empat yang dipasang diagonal dengan warna dasar kuning/oranye dan tulisan/simbol berwarna hitam. Anjuran, yaitu bentuk pengaturan yang bersifat mengimbau, boleh dilakukan atau tidak. Petunjuk, yakni memberi petunjuk mengenai jurusan, keadaan jalan, situasi, kota berikutnya, keberadaan fasilitas, dan lain-lain. Rambu petunjuk berbentuk persegi panjang. Marka Jalan Marka jalan adalah tanda berupa garis, gambar, anak panah dan lambang pada permukaan jalan yang berfungsi mengarahkan arus lalu-lintas dan membatasi 15 H. AR, Priyo (Sosialisasi Disiplin Berlalu-lintas : Elsaf Dasamasa 1997), hal 64

2-10 daerah kepentingan lalu-lintas 16. adapun posisi marka jalan adalah membujur, melintang, serong dan lambang 17. Pulau Lalu-lintas Bangunan kelengkapan jalan berupa pulau lalu-lintas adalah upaya memaksa untuk mengarahkan dan memisahkan arus lalu-lintas, pulau lalu-lintas biasanya dibangun pada peresimpangan sebidang, dan kadang-kadang dilengkapi dengan bundaran di tengah-tengah persimpangan 18. Median Median sebagai pemisah arus lalu-lintas berlawanan arah pada jalan-jalan dengan volume lalu-lintas tinggi 19. Jalur dan Lajur Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu-lintas kendaraan sedangkan lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup satu kendaraan bermotor berjalan, selain sepeda motor 20. 2.6 Arus Jenuh (Saturation Flow) Arus jenuh adalah besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau) 21. S = S o x F 1 x F 2 x F 3 x F 4 x x F n (2.3) 16 Sulaksono, S (Catatan Kuliah Rekayasa Jalan : Institut Teknologi Bandung 2001), hal: 90 17 Warpani, S (Pengelolaan Lalu-lintas dan Angkutan Jalan : : Institut Teknologi Bandung 2002), hal : 95 18 Warpani, S (Pengelolaan Lalu-lintas dan Angkutan Jalan : Institut Teknologi Bandung 2002), hal : 98 19 Sukirman, Sulvia (Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan : Nova 1999), hal : 36 20 Warpani, S (Pengelolaan Lalu-lintas dan Angkutan Jalan : Institut Teknologi Bandung 2002), hal : 98 21 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-7

2-11 Untuk pendekat tipe P (Arus Terlindung) S o = 600 x W e (2.4) Di mana : W e = lebar efektif (m) Untuk pendekat tipe O (Arus Berangkat Terlawan) S o ditentukan dari gambar dibawah ini yang yang dibagi dalam kelompok: Untuk pendekat tanpa lajur belok kanan terpisah Untuk pendekat lajur belok-kanan terpisah Gambar dibawah ini untuk mendapat nilai arus jenuh pada keadaan dimana lebar pendekat lebih besar dan lebih kecil daripada W e sesungguhnya, apabila lebar W e sesungguhnya tidak terdapat gambar, maka dihitung dengan interpolasi.

Gambar 2.3 S O Untuk Pendekat-pendekat Tipe O Tanpa Lajur Belok Kanan Terpisah 2-12

Gambar 2.4 S O Untuk Pendekat-pendekat Tipe O Lajur Belok Kanan Terpisah 2-13

2-14 Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini: Ukuran kota (city size, jumlah penduduk) Tabel 2.3 FaktorPenyesuaian Ukuran Kota (F CS ) Penduduk kota (Juta Jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS ) > 3,0 1,05 1,0 3.0 1,00 0,5 1,0 0,94 0,1 0,5 0,83 < 0,1 0,82 Hambatan Samping (side friction) Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Untuk Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak Bermotor (F sf ) Lingkungan jalan Hambatan samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Komersial (COM) Permukiman (RES) Akses Terbatas (RA) Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi/Sedang/Rendah Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung 0,93 0,93 0,94 0,94 0,95 0,95 0,96 0,96 0,97 0,97 0,98 0,98 1,00 1,00 0,88 0,91 0,89 0,92 0,90 0,93 0,91 0,94 0,92 0,95 0,93 960, 0,95 0,98 0,84 0,88 0,85 0,89 0,86 0,90 0,86 0,92 0,87 0,93 0,88 0,94 0,90 0,95 0,79 0,87 0,80 0,88 0,81 0,89 0,81 0,89 0,82 0,90 0,83 0,91 0,85 0,93 0,74 0,85 0,75 0,86 0,76 0,87 0,78 0,86 0,79 0,87 0,80 0,88 0,80 0,90 0,70 0,81 0,71 0,82 0,72 0,83 0,72 0,84 0,73 0,85 0,74 0,86 0,75 0,88 Kelandaian (Geometry) Parkir (Park) Gerakan Membelok (Right Turn, % belok kanan dan Left Turn, % belok kiri).

2-15 2.7 Waktu Siklus (Cycle Time) Waktu siklus adalah waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal 22. Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali tetap dilakukan berdasarkan metoda Webster (1996) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. C = (1,5 x LTI + 5 ) / (1-ΣFR crit ) (2.5) Di mana: C LTI FR = Waktu siklus sinyal (detik) = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S) FR crit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal (perbandingan arus dengan saturation flow) ΣFR crit =Rasio arus simpang = jumlah FR crit dari semua fase pada siklus tersebut 2.8 Waktu Hijau (Green) Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat (det) 23. g i = (c ua LTI) x PR i (2.6) Di mana: g i c ua LTI = Tampilan waktu hijau pada fase i (det) = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det) = Waktu hilang total per siklus PR i = Rasio fase FR crit / Σ(FR crit ) 22 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-9 23 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-9

2-16 2.9 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu-lintas terhadap kapasitas (per-jam) 24. DS = Q/C (2.7) Di mana: DS Q C = Derajat kejenuhan = Arus lalu-lintas = Kapasitas 2.10 Panjang Antrian Antrian adalah jumlah kendaraan dalam suatu pendekat (kend; smp), jadi panjang antrian adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat (m) 25. Jumlah rata-rata antrian smp (satuan mobil penumpang) pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp (satuan mobil penumpang) yang tersisia dari fase hijau sebelumnya (NQ 1 ) ditambah jumlah smp (satuan mobil penumpang) yang datang selama fase merah (NQ 2 ). NQ = NQ 1 + NQ 2 (2.8) 2 8 x ( DS 0,25) NQ1 = 0,25 xc x ( DS 1) + ( DS 1) + (2.8) C Jika DS > 0,5; selain itu NQ 1 = 0 NQ 2 1 GR Q = c x x (2.10) 1 GR x DS 3600 Dimana: NQ 1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya 24 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-7 25 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-7

2-17 NQ 2 DS GR c C = Jumlah smp yang datang selame fase merah = derajat kejenuhan = Rasio hijau = waktu siklus (det) = Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S x GR) Q masuk = Arus lalu-lintas pada tempat masuk diluar LTOR (smp/jam) 2.11 Angka Henti dan Rasio Kendaraaan Henti Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk terhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang 26. NQ NS = 0,9 x x3600 Q x c (2.11) Dimana : c = waktu siklus (det) Q = arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau Rasio kendaraam henti ( ρ SV ), yaitu rasio kendaraan yang harus terhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang 27. ρ SV = min (NS,1) Dimana NS adalah henti dari suatu pendekat 2.12 Tundaan (Delay) Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui satu simpang 28. Tundaan terdiri dari 26 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-15 27 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-15

2-18 Tundaan Lalu-lintas (DT) dan Tundaan Geometri (DG). DT (Tundaan Lalu-lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksi lalu-lintas yang bertentengan. DG (tundaan Geometri) adalah disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok disimpangan dan/atau yang terhenti oleh lampu merah 29. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai: D j = DT j + DG j (2.12) Dimana: Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DTj = Tundaan llu lintas rata-rata untuk pendekat (det/smp) DGj = Tundaan geometri rata-rata unruk pendekatj (det/smp) Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut (didasarkan pada Akcelik 1988): 2 0,5 x (1 GR) NQ1 x3600 DT = c x + (2.13) (1 GR x DS) C Dimana: Dtj GR Ds C = Tundaan lalu-lintas rata-rata pendekat j (det/smp) = Rasio hijau (g/c) = Derajat kejenuhan = Kapasitas (smp/jam) NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut: 28 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-7 29 Direktorat Jenderal Bina Marga (Manual Kapasitas Jalan Indonesia : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997), hal: 2-16

2-19 DGj = (1-p sv ) x p T x 6 + (p sv x 4) (2.14) Dimana: DG j =Tundaaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) ρsv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat ρt = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat Nilai normal 6 detik untuk kendaraan berbelok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan: Kecepatan = 40 km/jam Kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam Percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det 2 Kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulan hanya tunaan percepatan 2.13 Sekilas Tentang Program KAJI (Kapasitas Jalan Indonesia) Paket program KAJI (Kapasitas Jalan Indonesia) merupakan implementasi metode perhitungan pada proyek Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Program ini berisi metode analisis kapasitas dan performa jalan dengan fasilitas lalu-lintas yang berbeda dengan masukan data geometrik dan volume lalu-lintas. Pada pengejaan skripsi ini hampir semua pengolahan data menggunakan bantuan perangkat lunak KAJI (Kapasitas Jalan Indonesia), diantaranya: Geometri, pengaturan lalu-lintas dan Lingkungan Arus lalu-lintas Waktu antar hijau dan waktu hilang Penentuan waktu sinyal dan kapasitas Panjang antrian, jumlah kendaraan henti dan tundaan

2-20 Untuk menjalankan program ini diperlukan personal computer (PC) dengan kemampuan minimum prosesor 386 dengan memory 640 KB dan memakai system operasi MS DOS 3 atau versi sesudahnya, 1 MB harddisk yang kosong untuk menginstalasi program ini di disk drive.