MEKANISME PATOGENESIS PADA BABESIA CANIS. Vidya Irawan, DVM, M.Sc 1

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Parasit

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

Respon imun adaptif : Respon humoral

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

DERAJAT PARASITEMIA MENCIT GALUR

1 Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

TINJAUAN PUSTAKA. Anjing (Canis familiaris)

BAB VI PEMBAHASAN. Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK. kontrol mengalami kenaikan. Hal ini dapat kita lihat pada grafik berikut ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

TUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIK

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

infeksi bakteri : Borrelia spp. vektor : louse (kutu) dan tick (sengkenit)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pasien anjing di RSH-IPB Momo. Kronis 1-8.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Proses Penularan Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PE DAHULUA. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di

DEFINISI KASUS MALARIA

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

STUDI IMUNOSTIMULAN EKSTRAK TOMAT PADA INFEKSI PLASMODIUM BERGHEI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

MEKANISME PATOGENESIS PADA BABESIA CANIS Vidya Irawan, DVM, M.Sc 1 1 Post Graduate Student of Veterinary Science, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Babesiosis canine merupakan penyakit yang disebabkan oleh Babesia canin (subfilum: apicomplexa, order: piroplasmida, genus: babesia, spesies Babesia canine) yang diperantai oleh caplak (tick-borne) yaitu caplak-anjing coklat Rhipicephalus sanguineus sebagai vektor utama (Shaw et al., 2001) pada hopses yaitu famili canidae, baik liar maupun yang telah terdomestifikasi dengan karakteristik demam, depresi, dan anemia (Kuttler, 1988). Siklus hidup Babesia canine Gambar 1. Siklus Hidup Babesia canine

Siklus hidup Babesia canine pada hospes anjing dimulai saat caplak yang mengandung Babesia menghisap darah anjing. Dari saliva caplak ditularkan sporozoid yang masuk ke peredaran darah hospes dan menginfeksi eritrosit. Di dalam eritrosit, sporozoid berkembang menjadi tropozoid, kemudian menginfeksi eritrosit lain dan menjadi merozoid serta pre-gametosit. Apabila ada caplak yang menghisap darah anjing yang telah terinfeksi babesia, stadium pre-gametosit dapat masuk ke dalam tubuh caplak dan berada di epitel usus caplak. Pada usus caplak ini terjadi gametogoni (diferensiasi gamet dan pembentukan zigot). Kemudian menjadi kinate yang yang dapat ditransmisi secara trans-stadial maupun transovarial. Pembentukan stadium infektif babesia ini terjadi di glandula saliva caplak sebagai sporozoid (Cahuvin et al., 2009). Manifestasi klinis akibat infeksi Babesia Infeksi babesia pada anjing menunjukan gejala klinis seperti deman dan anemia, dan depresi. Adanya infeksi babesia di peredaran darah khususnya pada eritrosit akan memacu respon imun dari hospes seperti peningkatan sitokin yang menimbulkan demam. Selain itu, sitokin yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan sel dan eritrosit menjadi pecah. Perkembangan protozoa ini di eritrosit juga menyebabkan eitrosit menjadi pecah sehingga terjadi anemia. Berdasarkan grafik dibawah oleh Schetters et al. (2009) menunjukkan adanya hubungan antara infeksi babesia (dengan dosis 10 2, 10 4, 10 6 ) pada anjing dengan gambaran parasitemia, kenaikan temperature tubuh, PCV, WBC, dan platelet dibandingkan dengan kontrol (tanpa infeksi babesia). Infeksi babesia menunjukkan gambaran parasitemia yang tinggi yang menandakan keberadaan parasit di dalam darah (A).Adanya infeksi babesia menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh (B), terjadi penurunan PCV (C), WBC (D), dan platelet (E).

A B C D E Mekanisme Respon Imun Hospes terhadap Babesia Babesia merupakan parasit intraeritrosit, masuknya babesia melalui gigitan caplak ke tubuh anjing memicu respon imun pada hospes (anjing). Infeksi babesia di intraeritrosit di peredaran darah menimbulkan respon imun yang sifatnya sistemik. Caplak yang menghisap darah akan meneyabbakan molekul saliva dan babesia (sporozoid) masuk ke peredaran darah. Saliva maupun babesia akan memicu sel makrofag sebagai antigen presenting cell (APC) yang akan menangkap dan memproses antigen untuk disampaikan ke sel limfosit T. sel Th2 akan mengeluarkan sitokin untuk mengaktifkan sel-sel lain, termasuk sel B untuk menghasilkan antibodi terhadap babesia (gambar 2) (Shaw et al., 2001). Gambar 2. Respon imun terhadap Babesia.

Makrofag selain sebagai APC, ia juga menghasilkan NO yang sifatnya toksik sehingga dapat menyebabkan kematian pada sel. NO disekresikan akibat aktivasi makrofag oleh IFN-γ. Interferon dapat dihasilkan oleh sen NK yang teraktivasi oleh sitokin sepert IL-12 dan IL-8. Mekanisme ini terjadi pada kejadian akut yang lebih memacu aktivitas respon imun bawaan. Sedangkan pada kejadian kronis, terdapat aktivitas T-reg yang mengahsilkan IL-10 dan IL-4 yang mendepres aktivitas makrofag. Namun adanya stimulus dari IFN-γ dapat memicu terbentuknya IgG2 dari respon Th1. Selain itu Th2 akan menghasilkan IL4 yang dapat memacu IgG1untuk melawan infeksi babesia di dalam eritrosit (gambar 3). IgG memiliki peranan melawan infeksi babesia melalui antibody-dependent celluler cytotoxin (ADCC) misalnya bersama NK (Chauvun et al., 2009). Gambar 3. Gambaran respon imun saat kejadian akut maupun kronis (Chauvun et al., 2009). Sitokin yang dihasilkan seperti TNF, IL-1, IL-6, dan IFN-γ untuk melawan infeksi babesia yang bersifat sistemik menimbulkan efek sebagai pirogen yang akan memicu peningkatan suhu tubuh (demam) dengan tujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan mikroorganisme sehingga dapat membantu efektifitas kerja respon imun seluler dalam mengeleminasi babesia.

Gambar 4. Peranan sitokin dalam menimbulkan demam (Janeway, 2005). Sitokin yang dihasilkan akibat infeksi yang sitemik selain berperan dalam manisfestasi demam, pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan mitokondria. Kerusakan pada mitolondria akan menyebabkan jaringan mengalami anoreksia. Selain itu semakin banyak infeksi babesia pada eritrosit dapat menyebabkan peningkatan ekpresi molekul adhesi yang memicu penempelan eritrosit di pembuluh darah dan dapat menyebabkan obstruksi yang menimbulkan gejala klinis seperti anemia, peningkatan tekanan darah, kerusakan organ vital, hewan menjadi depresi, dan menyebabkan kematian (Krause et al., 2007). Gambar 5. Pengaruh sitokin terhadap kerusakan mitokondria dan gejala klinis yang terlihat akibat infeksi babesia (Krause et al., 2007). Strategi Babesia Menghindar dari Respon Imun Hospes Babesia dalam menghadapi respon imun hospes juga mengembangkan strategi agar dapat terhindar dari respon imun sehingga terjadi infeksi yang

persisten. Dalam mengahdapi sistem imun, bebasia memiliki antigen yang berperan agar ia terhindar dari sistem imun yaitu antigen variation and cytoadherence (VESA) dan antigenic polymorphism (Chauvun et al., 2009). VESA merupakan antigen yang multigenik dari babesia yang akan diekpresikan pada permukaan eritrosit. Antigen ini menyebabkan penempelan eritrosit pada pembuluh darah. Meski di ekpresikan pada permukaan eritrosit, namun karena sifat antigen ini cepat berubah (variatif) sehingga dapat lolos dari sistem imun hospes (Chauvun et al., 2009). Antigen polymorfic merupakan antigen yang babesia yang berperan dalam inisiasi penempelan babesia pada permukaan eritrosit. Antigen ini juga bersifat multigenik sehingga terjadi polimorfik antigen di permukaan sel yang menyebabkan parasit dapat lolos dari sistem imun hospes (Chauvun et al., 2009). DAFTAR PUSTAKA Cahuvin, A., Moreau, E., Bonnet, S., Plantard, O., dan Malandrin, L., 2009.Babesia and its hosts: adaptation to long-lasting interactions as a way to achieve efficient. Vet. Res. 40:37. Krause, P.J., Daily, J., Telford, S.R., Vannier, E., Lantos, P., dan Spielman, A.,2007. Shared features in the pathobiology of babesiosis and malaria. Trends in Parasitology 23(12): 605-610. Kuttler, K.L., 1988. Worldwide impact of babesiosis. In: Ristic, M. (Ed.), Babesiosis of Domestic Animals and Man. CRC Press, Boca Raton, pp. 1 22. Shaw, S.E., Day, M.J., Birtles, R.J., dan Breitshwerdt, E.B., 2001. Tick-borne infectious diseases of dogs. Trends in Parasitilogy. 17(2): 74-80. Schetters, Th.P.M., Kleuskens, J.A.G.M.., Crommert a, J. Van De., Leeuw, P.W.J. De., Finizio, A-L.., dan Gorenflot, A., 2009. Systemic inflammatory responses in dogs experimentally infected with Babesia canis; a haematological study. Veterinary Parasitology 162: 7 15.