OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMASI UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA DI SISTEM JAWA BALI

BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN

Kajian Potensi Kerugian Akibat Penggunaan BBM pada PLTG dan PLTGU di Sistem Jawa Bali

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI ANALISIS PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I PADA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK JAWA BALI TESIS

Optimalisasi Penjadwalan Pembangkit Listrik di Sistem Sorong

OPTIMASI ECONOMIC DISPATCH PEMBANGKIT SISTEM 150 KV JAWA TIMUR MENGGUNAKAN METODE MERIT ORDER

UNIVERSITAS INDONESIA METODE KOEFISIEN ENERGI UNTUK PERAMALAN BEBAN LISTRIK JANGKA PENDEK PADA JARINGAN JAWA-MADURA-BALI

OPTIMASI PENJADWALAN UNIT PEMBANGKIT THERMAL DENGAN DINAMICS PROGRAMMING

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

METODE KOEFISIEN ENERGI UNTUK PERAMALAN BEBAN JANGKA PENDEK PADA JARINGAN JAWA MADURA BALI

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

ANALISIS PERENCANAAN KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN TESIS

Optimasi Operasi Pembangkit Termis Dengan Metode Pemrograman Dinamik di Sub-Regional Bali

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

ANALISA ALIRAN DAYA OPTIMAL PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI

PLN Dari 1973 Sampai 2005

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( X Print) B 1

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

NOTULEN RAPAT RENCANA ALOKASI ENERGI FEBRUARI No HASIL RAPAT Ditindak lanjuti oleh 1 Informasi pengantar

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Gambar 3.1 Sistem Tenaga Listrik Jawa Bali

STUDI PERHITUNGAN PEMBEBANAN EKONOMIS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP DI PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Besar kecilnya beban serta perubahannya

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia

ISSN : NO

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN

Evaluasi Operasi Pembangkitan Tenaga Listrik Pada PT. Cikarang Listrindo Menggunakan Metode Lagrange Multipliers

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

2.1 PEMBATASAN MASALAH

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP STUDI KASUS PT. PLN PEMBANGKITAN TANJUNG JATI

Jurnal Media Elektro, Vol. 1, No. 1, April 2012 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

Dynamic Economic Dispatch Menggunakan Pendekatan Penelusuran Ke Depan

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga GAS Batubara di Kabupaten Sintang

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN PADA OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN JAWA-MADURA-BALI DENGAN OPSI NUKLIR

PT LEYAND INTERNATIONAL Tbk PUBLIC EXPOSE. KAMIS, 25 Juni 2015 Hall B, Panin Building Lt. 4 Jakarta

BAB II KERANGKA TEORI

ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 2003

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

ANALISIS KEANDALAN SISTEM 150 KV DI WILAYAH JAWA TIMUR

Kajian Potensi Kerugian Akibat Penggunaan BBM pada PLTG dan PLTGU di Sistem Jawa Bali

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI KEANDALAN PLTP YANG MEMASOK SUBSISTEM 150 KV JAWA BARAT PADA TAHUN 2019

Operasi Ekonomis Melalui Pengaturan Frekwensi Sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM TENAGA LISTRIK

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

Kata kunci: Penjadwalan Ekonomis, Fuzzy Logic, Algoritma Genetika

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

PENJADWALAN OPERASI PEMBANGKIT PLTG GUNUNG MEGANG BERDASARKAN BIAYA BAHAN BAKAR. Yusro Hakimah*)

Disampaikan pada: Komunikasi Nasional Jogjakarta, 5 Desember 2007 Persero) Electricity For A Better Life

Sistem Tenaga Listrik. 4 sks

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

KOORDINASI HIDRO THERMAL UNIT PEMBANGKITAN JAWA BALI MENGGUNAKAN METODE DYNAMIC PROGRAMMING

1 BAB I PENDAHULUAN. energi yang memproduksi minyak bumi dan produksi sampingan berupa gas alam

dan bertempat di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin Sibolga digunakan adalah laptop, kalkulator, buku panduan perhitungan NPHR dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEANDALAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PLN REGION 3 TAHUN

PENGELOLAAN PERSEDIAAN BBM DI TANGKI TIMBUN MILIK PT. INDONESIA POWER

OPTIMASI SISTEM HIDROTERMIS JAWA-BALI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANDOM UNIT OUTAGE

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

OPTIMASI PEMBAGIAN BEBAN PADA SEKTOR PEMBANGKITAN PEKANBARU PLTD/G TELUK LEMBU PADA BUS 20 kv DENGAN METODE NEWTON

Intensitas pemakaian energi adalah parameter yang menyatakan besarnya pemakaian energi untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

STUDI OPTIMASI OPERASI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DENGAN METODE PEMROGRAMAN DINAMIK. Ahmad Rosyid Idris 1

BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, & SARAN

Prediksi Beban Listrik Pulau Bali Dengan Menggunakan Metode Backpropagasi

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

IMPLEMENTASI METODA TAGUCHI UNTUK ECONOMIC DISPATCH PADA SISTEM IEEE 26 BUS

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Scheduling Energi Pembangkitan di PT. PJB Unit Pembangkitan Brantas PLTA Siman

ANALISA KEANDALAN SISTEM TENAGA LISTRIK JAKARTA DAN BANTEN PERIODE TAHUN

KONSUMSI BBM UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA; KECENDERUNGAN, PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA. Zainal Arifin

Transkripsi:

OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI *Retno Handayani dan **Suparno Program Pascasarjana Magister Manajemen Teknologi ITS Bidang Keahlian Manajemen Industri *Email: retno_handay@yahoo.com **Email: suparno@ie.its.ac.id ABSTRAK Kebutuhan listrik yang selalu berubah setiap saat, dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar gas, batubara, minyak, air dan panas bumi. Pembangkit listrik berbahan bakar panas bumi, air, gas dan batubara sebagai base load (pemikul beban dasar), merupakan pembangkit yang dioperasikan terlebih dahulu. Pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM) berfungsi sebagai follower (pemikul beban menengah dan beban puncak), merupakan pembangkit yang dioperasikan sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan harga minyak bumi berpengaruh terhadap peningkatan biaya produksi, sehingga untuk menekan biaya produksi tersebut dilakukan penambahan pasokan gas dan PLTU berbahan bakar batubara. Metode optimasi yang digunakan adalah metode LaGrange dimana fungsi obyektif yaitu meminimalkan biaya bahan bakar dalam satuan waktu per jam selama 1 tahun dan fungsi kendala yaitu beban system Jawa Bali selama 1 tahun yang dicacah per jam. Jumlah mesin pembangkit listrik dan transmisi yang beroperasi di Jawa Bali sangat banyak, maka untuk mengoptimalkan produksi masing-masing pembangkit dan simulasi penjadwalannya diperlukan program komputer, yaitu Prosym. Hasil simulasi adalah rencana produksi energy dan biaya produksi per KWh tiap mesin pembangkit selama 1 tahun. Dari hasil pengolahan data tersebut, maka akan menurunkan pemakaian bahan bakar minyak sebesar 4,8 juta KL dan menurunkan biaya bahan bakar total sejawa Bali sebesar Rp 45 T serta merubah pola operasi pembebanan mesin pembangkit. Kata kunci: pembebanan PLTU batubara, optimasi, biaya produksi, metode koefisien, program Prosym. PENDAHULUAN Ada 3 macam pola operasi yang di terapkan oleh P3B dalam mengatur operasi unit pembangkitan yang ada di Sistem Jawa Bali terkait dengan bervariasinya jenis pembangkit dan jenis bahan bakar yang digunakan. Ketiga 1

macam operasi tersebut adalah pola operasi base load, pola operasi medium load dan pola operasi peak load yang dijelaskan oleh Marsudi (1990). Pola operasi base load menggunakan unit pembangkit dengan biaya produksi (Rp/KWh) paling murah dan secara teknik mempunyai ramping rate relatif kecil sehingga lambat dalam merespon perubahan demand. Untuk kondisi saat ini pola operasi base load diberlakukan pada unit pembangkit waduk kecil atau Run of River (PLTA dasar), PLTP, PLTG/PLTGU berbahan bakar gas dan PLTU berbahan bakar batubara. Pola operasi medium load menggunakan unit pembangkit dengan biaya operasi (Rp/KWh) agak murah (sedikit lebih mahal dibanding unit pembangkit base load), dimana unit pembangkit ini dioperasikan setelah pembangkit base load beroperasi maksimal dan kebutuhan listrik belum terpenuhi. Hal ini diterapkan pada pembangkit jenis PLTGU dan PLTU yang berbahan bakar minyak (BBM). Pola operasi peak load menggunakan unit pembangkit dengan biaya opersi (Rp/KWh) paling mahal. Unit pembangkit yang beroperasi dengan pola medium load dan peak load dikatakan sebagai pembangkit load follower. Pembangkit load follower adalah pembangkit yang beroperasi mengikuti kebutuhan konsumen atau load demand di sistem Jawa Bali yang berubah secara real time. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga BBM yang mengakibatkan meningkatnya biaya produksi PLN. Hal ini terjadi karena masih banyak unit pembangkit yang beroperasi dengan bahan bakar minyak (BBM). Akibat adanya kenaikan harga BBM tersebut, prosentase biaya produksi menjadi sebesar 70% dari biaya produksi unit pembangkit berbahan bahan bakar minyak. Biaya bahan bakar merupakan biaya yang terbesar yaitu sekitar 60% dari biaya produksi. Salah satu solusi untuk mengurangi atau menekan biaya produksi adalah penambahan pasokan gas, sehingga dapat menggantikan unit pembangkit berbahan bakar minyak menjadi berbahan bakar gas, dan penambahan unit pembangkit PLTU batubara. Realisasi pertumbuhan energi listrik di Jawa Bali pada tahun 2007 sampai 2009 adalah sebesar 4% sampai 5%. Untuk rencana optimalisasi produksi energy 2010 diasumsikan pertumbuhan energy sebesar 5%, yang merupakan prakiraan kebutuhan listrik di Jawa Bali. Pertumbuhan ini diambil dari RJPP (Rencana Jangka panjang Perusahaan) PLN dengan skenario terkecil. METODA Teknik mengevaluasi pilihan dalam rencana pemasokan listrik di Indonesia dan konsep dasar metodologi optimasi pengembangan sistem pembangkit tenaga listrik telah dijelaskan oleh Zuhal (1995). Perencanaan beban sistem di Jawa Bali ini adalah sebagai fungsi kendala dari proses optimasi. Suatu cara atau metode untuk membentuk model beban 2

perencanaan selama 1 tahun dengan produksi MWH dan Load Factor (LF) sistem dijelaskan oleh Adji dan Wahyudi (2000). Adapun metode prakiraan beban adalah pola operasi pembangkit yang dipengaruhi oleh urutan biaya produksi pembangkit (dari yang paling murah). Stoll (1990) dalam bukunya Load Demand Forecasting Electricity menjelaskan tentang proses perencanaan kebutuhan listrik. Pembentukan kurva tahunan merupakan suatu kurva yang dibentuk oleh beban puncak mingguan selama 1 tahun yang terdiri dari 52 beban puncak mingguan. Definisi beban puncak adalah beban tertinggi yang dihasilkan oleh unit pembangkit dalam memenuhi kebutuhan daya di sistem Jawa Bali. Adapun rumus untuk beban puncak adalah: Energi (MWh) Beban puncak (MW) = (1) LF x 8760 Energi (MWh) sudah ditentukan berdasar pertumbuhan energi 5% terhadap tahun lalu, dan LF (Load Faktor) dalam hal ini adalah target yang sudah ditentukan sebesar 80 %. Prakiraan beban puncak mingguan menggunakan Metode Koefisien. Metode ini dipakai untuk memperkirakan beban harian dari suatu sistem tenaga listrik. Koefisien beban puncak tahunan dapat dibuat dengan cara membandingkan beban puncak setiap minggunya (1 sampai dengan 52) terhadap beban terbesarnya (pmax) pada periode yang sama. Rumus perbandingannya adalah sebagai berikut: p 11 p 12 p 152 t 11 = t 12 =...... t 152 = (2) p 1max p 1max p 1max t 11 = adalah koefisien minggu pertama.. p 11 = adalah beban puncak minggu pertama pada tahun pertama p 1max = adalah beban tetinggi pada periode tahun pertama. Model untuk menghitung perencanaan tenaga listrik menggunakan metode LaGrange multiplier dijelaskan oleh Marsudi (1990). Perencanaan unit commit atau siap operasi dibuat oleh unit yang bisa on line setiap jam, perencanaan unit yang beroperasi ditentukan kebutuhan beban sistem. Jika persamaan input-output unit pembangkit termis dinyatakan secara pendekatan dengan menggunakan persamaan kuadrat, maka nilai incremental cost menjadi fungsi linier (garis lurus). Formulasi program Linier dengan tujuan meminimalkan biaya produksi sebagai fungsi obyektif adalah: 3

Meminimalkan n m Z = f j (P Tj ).Δt i (3) i = 1 j=1 Notasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: Z = nilai biaya operasi listrik minimal f j (P Tj ) = biaya bahan bakar unit termal ke j P Tj = beban unit termal ke j m = jumlah unit termal j = indeks nomor unit-unit pembangkit Δt i = 1 jam i = indeks nomor selang waktu n = jumlah waktu Persamaan kendala beban sistem yaitu P B + P L P H P T = 0 (4) Dimana : P B = beban system P L = daya yang hilang sebagai rugi-rugi P H = daya yang dibangkitkan ole subsistem hidro = daya yang dibangkitkan oleh subsistem termal P T Karena persamaan fungsi obyektif dinyatakan oleh persamaan (3) merupakan persamaan energi, maka persamaan kendala (4) perlu diubah menjadi persamaan energi n n n m n m P B Δt i + P L. Δt i P Hj. Δt i P Tj. Δt i = 0 (5) i = 1 i = 1 i= 1 j=1 i = 1 j=1 Persamaan kendala ketersediaan jumlah air pada PLTA Kendala ini adalah persamaan yang dipakai untuk subsistem hidro selama periode optimasi, hal ini dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: n m q(p Hj ).Δt i Q = 0 (6) i=1 j=1 dimana : q (P Hj ) = jumlah air per satuan waktu yang mengalir melalui unit hidro ke j sebagai fungsi beban unit hidro ke j P Hj = energi unit hidro ke j Q = jumlah air yang tersedia untuk subsistem hidro m = jumlah mesin pembangkit hidro selanjutnya dengan memperhatikan persamaan (4), (5) dan (6), disusun persamaan LaGrange sebagai berikut: 4

n m termal n n n m hidro L = f j (P Tj ). Δt i + λ ( P B Δt i + P L. Δt i P Hj. Δ t i i = 1 j=1 i = 1 i = 1 i = 1 j=1 n m termal n m hidro - P Tj. Δt i ) + γ P Hj. Δt i - Q (7) i = 1 j=1 i= 1 j=1 dimana λ dan γ adalah pengali LaGrange. Sebagai variabel keputusan dalam perhitungan ini adalah produksi pada masing-masing mesin pembangkit yang dinyatakan sebagai berikut: X ij adalah: produksi listrik (MWh) pada jam ke i dari pembangkit ke j Sedangkan fungsi biaya bahan bakar yang dinyatakan dalam f j (P Tj ): f j (P Tj ) = SFC. harga BB. X ij. Sehingga fungsi obyektif adalah: 168 182 Z = f j (P Tj ). Δt i (8) i = 1 j=1 168 182 Z = SFC. harga BB. X ij. Δt i (9) i = 1 j=1 dimana i = 1, 2, 3,... s/d 168 (periode waktu satu minggu) j = 1, 2, 3,... s/d 182 (jumlah mesin pembangkit) Produksi (X ij ) = daya mampu (P) dikali periode waktu (jam) Volume Bahan Bakar = produksi dikali SFC Biaya bahan bakar (f j (P Tj ) = volume dikali harga bahan bakar (harga asumsi) SFC( specification fuel consumption) yaitu satuan untuk menghitung volume (Lt/KWh, Kg/KWh, MMBTU/KWh) Harga bahan bakar = harga asumsi bahan bakar Rp/ Lt, Rp/Kg, Rp/MMBTU MMBTU = satuan energi panas British Thermal Unit. Proses penjadwalan unit pembangkit yang beroperasi menggunakan pembebanan merit loading. Merit loading yaitu pembebanan menurut urutan unit pembangkit dengan biaya produksi (Rp/KWh) termurah. HASIL DAN DISKUSI Jumlah mesin pembangkit listrik yang beroperasi di Jawa Bali sebesar 182, maka untuk mengoptimalkan produksi masing-masing pembangkit dan simulasi penjadwalannya diperlukan program komputer, yaitu Prosym. 5

Dari data rencana penambahan gas dan PLTU batubara tahun 2010 dan hasil perhitungan untuk perencanaan produksi listrik tahun 2010, maka dijelaskan rencana alokasi produksi listrik (GWh) dan volume pada pembangkit berbahan bakar BBM. Hal ini disajikan pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Data realisasi produksi dan volume pemakaian bahan bakar periode rencana 2010 Jenis Bahan Bakar Rencana 2010 tanpa Optimasi Rencana 2010 Produksi Volume Harga Produksi Volume Harga GWh KL/BBTU/Ton Rpx1000 GWh KL/BBTU/Ton Rpx1000 HSD PLTD 512.40 182,465.64 2,106,565,813.80 449.06 159,910.27 1,846,164,020.97 PLTG 4,502.93 1,603,493.16 18,512,328,493.40 1,132.05 403,123.01 4,654,055,092.73 PLTGU 10,121.80 3,604,372.98 41,612,486,054.10 4,696.51 1,672,427.21 19,308,172,151.00 PLTGU (Swasta) - - - - Sub Total 15,137.13 5,390,331.78 62,231,380,361.30 6,277.62 2,235,460.48 25,808,391,264.69 MFO - - PLTU 8,359.67 2,204,444.98 17,664,217,616.73 2,017.67 532,059.58 4,263,393,406.53 Sub Total 8,359.67 2,204,444.98 17,664,217,616.73 2,017.67 532,059.58 4,263,393,406.53 Total BBM 23,496.80 7,594,776.76 79,895,597,978.03 8,295.29 2,767,520.06 30,071,784,671.22 Gas - - PLTG 2,888.13 23,653.82 81,676.64 1,361.04 11,146.92 38,490.31 PLTGU 23,672.11 193,874.56 669,448.87 27,270.23 223,343.18 771,204.01 PLTU - - 672.00 5,503.68 19,004.21 PLTG (Swasta) 1,100.60 9,013.91 31,125.05 981.96 8,042.25 27,769.90 PLTGU (Swasta) - - - Sub Total 27,660.84 226,542.30 782,250.55 30,285.23 248,036.03 856,468.42 LNG - - PLTGU - - - Sub Total - - - Batubara - - PLTU (PLN) 43,728.06 22,030,196.63 16,522,647,471.00 58,974.00 29,711,101.20 22,283,325,900.00 PLTU (Swasta) 22,708.66 11,440,625.33 8,580,468,999.05 21,124.90 10,642,724.62 7,982,043,465.00 Sub Total 66,436.72 33,470,821.96 25,103,116,470.05 80,098.90 40,353,825.82 30,265,369,365.00 Panas Bumi - - PLTP (PLN) 2,822.05 2,822,047.00-2,777.60 2,777,600.00 PLTP (Swasta) 5,574.36 5,574,357.60-5,719.95 5,719,950.00 Sub Total 8,396.40 8,396,404.60 8,497.55 8,497,550.00 PLTA 6,111.54-5,142.00 PLTA swasta 1,015.66-799.00 Sub Total 7,127.20-5,941.00 - - T O T A L 133,117.97 104,999,496,698.64 133,117.97 60,338,010,504.64 Dari tabel 1 disampaikan bahwa secara total produksi energi listrik di Jawa Bali dengan pertumbuhan 5 %, diperoleh alokasi produksi energi untuk tahun 2010 sebesar 133.177,87 GWh. Sedangkan produksi energi listrik setelah penambahan pasokan gas dan energi dari PLTU batubara serta dilakukan optimasi, didapat hasil rencana produksi energi untuk pembangkit berbahan bakar minyak (HSD dan MFO) mengalami penurunan, yaitu sebesar 23.496 GWh menjadi 8.295,29 GWh. Demikian pula volume pemakaian bahan bakar minyak (HSD dan MFO) bila dibandingkan adanya penambahan pasokan energi dan gas serta dilakukan optimasi, terjadi penurunan dari sebesar 7.594.776,76 KL menjadi sebesar 2.767.520,06 KL. 6

Pada tabel 2 menjelaskan deviasi pemakaian bahan bakar dan biaya bahan bakar per pembangkit sesuai bahan bakar antara saat dilakukan optimasi dan tidak, sebagai berikut: Tabel 2. Data deviasi produksi dan volume tahun 2010 bila dilakukan optimasi dan tidak dilakukan optimasi Produksi Volume Harga GWh KL/BBTU/Ton Rpx1000 HSD (8,859.51) (3,154,871.29) (36,422,989,096.61) MFO (6,342.00) (1,672,385.40) (13,400,824,210.20) Total BBM (15,201.51) (4,827,256.69) (49,823,813,306.81) COAL 13,662.18 6,883,003.86 5,162,252,894.95 GAS 2,743.03 22,465.40 77,573.02 GEOT (44.45) HYDRO (969.54) Total (216.66) (44,661,482,838.85) Penambahan pasokan gas dan penambahan PLTU batubara serta dilakukan optimasi, menurunkan alokasi produksi energi pembangkit berbahan bakar HSD dan MFO sebesar 15.201,51 GWh dan menurunkan volume bahan bakar sebesar 4,8 Juta KL serta penghematan biaya bahan bakar minyak sebesar Rp 49 T Maka dibawah ini disampaikan data urutan pengoperasian unit pembangkit berdasar biaya produksi per energy yang dihasilkan (Rp/KWh). Pembangkit yang berbahan bakar gas akan mendapat priorias beroperasi lebih dulu, bila dibandingkan dengan pembangkit yang berbahan bakar batubara. Hal ini menandakan bahwa karena gas ada kontrak TOP (take or pay), dimana perusahaan pembangkit harus mengambil atau menyerap gas dengan nilai yang sudah ditentukan dalam kontrak, Rp/Kwh 300 250 200 150 100 50 - Mkrng Rep (LNG) Mtwr Blok 1 (Gas) Mtwar PMT (Gas) Clegon (Gas) Gresik Blok 1-3 (Gas) Grati Blok 1(Gas) Priok Blok 1-2 (Gas) Srlaya 5-7 (BB) Jati B 1-2 (BB) Srlya Baru (BB) Piton Baru (BB) Piton 7-8 (PEC) Piton 5-6 (JP) Srlaya 1-4 (BB) Paiton (BB) Lbhan (BB) Jabar Sel (BB) Jabar Utara (BB) Rmbang (BB) Jatim Sel (BB) Gambar 1. Grafik urutan pembebanan pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batubara tahun 2010 KESIMPULAN Hasil perhitungan dan analisa perhitungan rencana biaya produksi (Rp/KWh) unit pembangkit di sistem Jawa Bali, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: 7

1. Penambahan pasokan gas yang menggantikan bahan bakar minyak dan penambahan PLTU berbahan bakar batubara akan menurunkan volume pemakaian minyak dari sebesar 7.594.776 KL menjadi 2.767.520 KL. Penurunan pemakaian bahan bakar minyak sebesar 4,8 juta KL. Penurunkan biaya produksi pembangkit listrik yang beroperasi di Jawa Bali dari Rp 105 T menjadi Rp 60 T, sehingga terjadi penurunan sebesar Rp 45 T.. 2. Dengan bertambahnya pasokan gas yang menggantikan bahan bakar minyak, maka akan merubah pola operasi proses pembebanan unit pembangkit (merit order), yaitu dari pola operasi medium atau peak load menjadi base load DAFTAR PUSTAKA Adji dan Wahyudi, (2000), Metode Perencanaan Pembebanan dengan Produksi MWh dan LF, PT PLN P3B Jakarta.. Anwar N, (2002), Analisa Sistem Dan Penelitian Operasional, MMT Program Pasca Sarjana ITS. Baye R. M, (2006), Managerial Economic and Business Strategy, andsixith Edition, Mc. Graw-Hill. Chiang Lee Chin, (2007), The impact of energy consumption on economic growth: Evidence from linear and non linearmodels in Taiwan, pp Energy 2282-2294. Hiller, and Lieberman, (2005), Operations Research, the McGraw- Hill Companies. Marsudi, D, (1990), Operasi Sistem Tenaga Listrik, Balai Penerbit & Humas ISTN. P3B, (2000), Panduan Perencanaan Operasi Pembangkit, PT PLN P3B Jakarta. P3B, (2008), Laporan Pengusahaan Tahun 2008, PT PLN P3B Jakarta. Stoll, H, (1990), Least-Cost Electric Utility Planning, System Development & Engineering Department General Electric Company, Schenectady New York. Stoft, S, (2003), Power System Economics, Designing Market for Electricity, IEEE Press. Web oc.its.id, (2007), Operasi Optimum Sistem Tenaga. Zuhal, (1995), Ketenagalistrikan Indonesia, PT Ganesca Prima Jakarta. 8