JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-96

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN:

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT

I. PENDAHULUAN. V m V f

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-44

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-102

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Uji Densitas dan Porositas pada Batuan dengan Menggunakan Neraca O Houss dan Neraca Pegas

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

Sidang Tugas Akhir. Sintesis MMCs Cu/Al 2 O 3 Melalui Proses Metalurgi Serbuk dengan Variasi Fraksi Volum Al 2 O 3 dan Temperatur Sintering

PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING PADA KOMPOSIT Al-Mg-Si TERHADAP KEKUATAN DENGAN TEKNIK METALURGI SERBUK

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

Tinjauan Pustaka. Gambar 1.Proses Deep Drawing pada Pembuatan Kelongsong Peluru

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak. Abstract

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Variasi tekanan dalam proses metalurgi serbuk dan pengaruhnya pada modulus elastisitas bahan komposit Al-SiC

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

PENGARUH KADAR CLAY PADA KOMPOSIT SERBUK AL-SI/CLAY

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

Studi Sifat Mekanik Komposit Isotropik Al/SiO 2 Hasil Fabrikasi dengan Metalurgi Serbuk

PROSES MANUFACTURING

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KOMPOSISI SERAT KELAPA TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN KOEFISIEN GESEK BAHAN KOPLING GESEK KENDARAAN

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

BAB II KERANGKA TEORI

BAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

Preparasi Sampel. Dari rumus, didapat Massa(gram) Fraksi Volum komposit Cu-Al 2 O 3

Bab III Metodologi Penelitian

PEMANFAATAN PARTIKEL TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI BAHAN PENGUAT PADA KOMPOSIT RESIN POLIESTER

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT)2 2014

PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME, TEMPERATUR CURING DAN POST-CURING TERHADAP KARAKTERISTIK TEKAN KOMPOSIT EPOXY - HOLLOW GLASS MICROSPHERES IM30K

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

PENGARUH KOMPOSISI SERAT KELAPA TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN KOEFISIEN GESEK BAHAN KOPLING GESEK KENDARAAN

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

Oleh : Ridwan Sunarya Pembimbing : Dr. Widyastuti S.Si, M.Si Ir. Lilis Mariani, M.Eng. (LAPAN)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

ANALISIS PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT POLIESTER DENGAN FILLER ALAMI SERABUT KELAPA MERAH

PENGARUH KOMPOSISI SERAT KELAPA TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN KOEFISIEN GESEK BAHAN KOPLING CLUTCH KENDARAAN PADA KONDISI KERING DAN PEMBASAHAN OLI

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

BAB II DASAR TEORI. dari sebuah komposit yang berfungsi sebagai media transfer beban ke penguat,

BAB II STUDI LITERATUR

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

PENGARUH TEMPERATUR ATOMISASI SEMPROT UDARA TERHADAP UKURAN, BENTUK DAN KEKERASAN HASIL COR ULANG SERBUK TIMAH PUTIH.

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN. densitas ; pengujian densitas sesaat setelah dikeluarkan dari cetakan (initial

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP POROSITAS PADA CETAKAN LOGAM DENGAN BAHAN ALUMINIUM BEKAS

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern.

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0) dengan Menambahkan TiC

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

Studi Pengaruh Penambahan Tembaga Pada Porositas Aluminium

PENGARUH TEKANAN INJEKSI PADA PENGECORAN CETAK TEKANAN TINGGI TERHADAP KEKERASAN MATERIAL ADC 12

Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag)

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Kevin Yoga Pradana Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (14) ISSN: 2337-3539 (21-9271 Print) F-96 Pengaruh Komposisi Cu dan Variasi Tekanan Kompaksi Terhadap Densitas dan Kekerasan pada Komposit -Cu untuk Proyektil Peluru dengan Proses Metalurgi Serbuk Gita Novian Hermana dan idyastuti Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: wiwid@mat-eng.its.ac.id Abstrak Dalam penggunaanya peluru memiliki beberapa bagian yaitu proyektil (bullet), kelongsong (bullet base), mesiu (propellant), dan pematik (rim). Proyektil menjadi penting karena proyektil adalah bagian yang menuju sasaran untuk menembus atau melumpuhkan. Bagian proyektil pada umumnya terbuat dari material yang berat jenisnya relatif tinggi, sehingga mampu menghasilkan peluru yang memiliki momentum yang besar dan jangkauan yang lebih jauh. Tungsten dipilih sebagai pengganti timbal karena tungsten memiliki densitas lebih besar dari timbal dan juga tidak memiliki sifat racun terhadap manusia. Proses pembuatannya melalui proses metalurgi serbuk dengan komposisi tembaga sebanyak,, wt% dan tekanan kompaksi sebesar 0, 0, dan 600 MPa. Kemudian dilakukan sintering pada temperatur 900 o C selama 1 jam. Hasil terbaik didapatkan pada -wt%cu dengan nilai green density dan sinter density sebesar 12,09 g/cm 3 dan 14,14 g/cm 3 serta memiliki kekerasan, compressive strength, dan modulus elastisitas sebesar 32 HRB, 2,89 MPa dan 55,68 GPa. P Kata Kunci Proyektil, metalurgi serbuk, -Cu I. PENDAHULUAN royektil merupakan bagian peluru yang menuju sasaran untuk menembus atau melumpuhkan. Proyektil terdiri dari beberapa bagian yaitu ujung (nose), jaket, dan inti (core). Proyektil dioptimalkan untuk meminimalkan waktu pergerakan, dispersi minimum, energi kinetik maksimum, dan membatasi jangkauan maksimum. Sifat proyektil yang berat didesain untuk meminimalkan gesekan dengan udara. Bagian inti dari proyektil pada umumnya terbuat material yang berat jenisnya relatif lebih tinggi, sehingga mampu menghasilkan peluru yang memiliki momentum yang besar dan jangkauan yang lebih jauh. Proses manufaktur proyektil biasanya menggunakan metode casting, rolling, maupun deep drawing. Timbal telah menjadi bahan untuk peluru selama berabadabad dan di pilih untuk aplikasi tersebut karena rapat, mudah dibentuk, dan ketersediaannya luas [1]. Peluru yang mengandung timbal (Pb) menyebabkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan. Masalah kesehatan tersebut timbul karena adanya debu dari timbal yang terhirup setelah peluru tersebut ditembakkan. Terhadap lingkungannya, timbal hasil dari proyektil yang telah ditembakkan terakumulasi dalam tanah dan dapat larut ke dalam permukaan air dan air dalam tanah [2]. Untuk menggantikan posisi timbal sebagai material peluru, sekarang mulai dikembangkan penggunaan tungsten atau dikenal juga dengan istilah Green Bullet. Dengan sifat mekanik yang superior dan sifat thermal dan listrik yang sangat baik, komposit tungsten-tembaga (-Cu) adalah salah satu material yang menjanjikan untuk aplikasi militer seperti, amunisi, dan armor penetrator [3]. Tungsten () mulai digunakan untuk menggantikan posisi timbal (Pb) karena tungsten lebih berat daripada timbal, dengan densitas 0,697 pounds/inch 3 (berlawanan dengan timbal yang memiliki berat 0,479 pounds/inch 3 ), serta stabil pada temperatur tinggi. Penggunaan tungsten sebagai peluru menawarkan beberapa keuntungan teoritis, yaitu tungsten tidak bersifat racun pada manusia, jadi debu hasil dari penekanan core peluru tungsten lebih aman dibandingkan core peluru timbal konvensional [4]. Material pengganti timbal (Pb) untuk peluru seperti tungsten () memiliki densitas antara 7,7 gr/cc hingga 18 gr/cc, dan akan lebih baik lagi jika densitas antara 8,5-15 gr/cc. Tetapi sebaiknya densitas yang dimiliki mendekati timbal sekitar 10 hingga 13 gr/cc, 10,5-12 gr/cc, dan akan lebih baik jika densitas yang dimiliki adalah sekitar 11,1-11,3 gr/cc [5]. Material komposit merupakan kombinasi makroskopik dari dua atau lebih material yang tidak saling melarutkan satu sama lain [6]. Dalam merancang material komposit, para ilmuwan dan insinyur mengkombinasikan beberapa logam, keramik, dan polimer. Kebanyakan komposit diciptakan untuk meningkatkan kekakuan, ketangguhan, dan kekuatan pada temperatur tinggi [7]. Pemilihan suatu material tentunya akan mengikuti tujuan dari penggunaan material tersebut, sehingga dapat menentukan sifat apa yang akan diperlukan dari material komposit tersebut. Komponen penyusun suatu komposit pada umumnya mempunyai peranan sebagai matriks yaitu bagian dari material komposit yang memberikan bentuk terhadap material komposit tersebut dan mengikat komponen lain yang berfungsi sebagai penguat. Penguat yaitu komponen material komposit yang berfungsi sebagai penguat pada material komposit tersebut [8]. Fraksi volume, fraksi berat, dan modulus elastisitas komposit dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini [7].

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (14) ISSN: 2337-3539 (21-9271 Print) F-97 Vf = Vf Vc ρf = mf mc ; Vm = Vm Vc Vm ρm = Vm Dengan, Vf = mf mm ; Vm = ρf.vc ρm.vm (1) (2) (3) m f = V f. ρf.v c ; m m = V m.ρm.v c (4) di mana: V m = Fraksi volume matrik V f = Fraksi volume penguat V c = Fraksi volume komposit m f = Massa penguat (gr) m m = Massa matrik (gr) m c = Massa komposit (gr) Besarnya porositas pada komposit dapat diketahui dari densitas teoritik dan densitas sinter pada komposit tersebut. Perhitungannya dapat menggunakan persamaan berikut: Φ = 1 (ρs/ρt) (5) di mana; Φ = Porositas ρs = Sinter Density (gr/cm 3 ) ρt = densitas teoritik (gr/cm 3 ) Metalurgi serbuk merupakan proses pembuatan benda komersial dengan menggunakan serbuk sebagai material awal sebelum proses pembentukan. Prinsip dalam pembentukan serbuk adalah memadatkan serbuk logam menjadi serbuk yang diinginkan kemudian memanaskannya di bawah temperatur lelehnya. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transformasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Pemanasan dalam pembuatan serbuk dikenal dengan sinter yang menghasilkan ikatan partikel yang halus, sehingga kekuatan dan sifat fisisnya meningkat [9]. Proses kompaksi membuat serbuk menjadi suatu komponen dengan menggunakan cetakan tertentu. Tekanan yang diberikan saat proses kompaksi digunakan untuk memberikan kepadatan yang tinggi. Dengan semakin naiknya tekanan yang diberikan maka densitas serbuk akan naik dan porositas menurun. Setelah proses kompaksi selesai dilakukan diharapkan mendapatkan densitas yang homogen tetapi hal tersebut sangat sulit didapatkan karena adanya gesekan antara partikel dengan partikel maupun partikel dengan dinding cetakan [10]. Untuk meminimalisir terjadinya gesekan tersebut maka perlu ditambahkan zinc stearate sebagai lubricant. Proses selanjutnya adalah sintering yaitu perlakuan panas yang mengakibatkan terjadinya mekanisme terjadinya ikatan antar partikel menjadi susunan struktur yang kohern pada temperatur di bawah temperatur lebur melalui transport massa dalam skala atomik yang terjadi pada permukaan partikel [11]. II. METODE PENELITIAN A. Persiapan Bahan Pengayakan serbuk timbal () untuk mendapatkan ukuran serbuk yang sama yaitu 4µm. Serbuk tembaga (Cu) yang digunakan berukuran 12µm menggunakan alat sieving. Selanjutnya serbuk ditimbang menggunakan neraca analitik berdasarkan komposisi masing-masing yaitu,, dan wt% Cu sedangkan untuk sebesar 80, 70,dan 60wt%. B. Proses Percobaan Pencampuran serbuk dan Cu dilakukan menggunakan etanol untuk mencegah oksidasi pada serbuk atau dikenal dengan nama wet mixing. Proses pencampuran tersebut dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer selama menit. Setelah itu dilakukan proses kompaksi dengan memberikan zinc stearate pada dies untuk mengurangi gesekan antara serbuk dengan serbuk maupun serbuk dengan dinding dies. Kompaksi dilakukan dengan variasi tekanan 0, 0, dan 600 MPa. Pengukuran densitas setelah kompaksi (green density) dilakukan dengan menimbang massa sampel, mengukur tinggi serta diameter sampel untuk mendapatkan volume sampel. Proses sintering dilakukan pada temperatur dan waktu tahan yang konstan yaitu 900 O C selama 1 jam menggunakan horizontal furnace. Temperatur dan waktu tahan diatur terlebih dahulu setelah sampel sudah dimasukkan dalam furnace. Pada penggunaan furnace ini pengambilan sampel harus dilakukan hingga temperatur furnace mencapai temperatur kamar. Sinter density merupakan densitas setelah proses sintering yang dilakukan dengan menimbang massa sampel pada kondisi kering dan di dalam fluida sehingga didapatkan pengurangan massa kemudian sampel dikeringkan. C. Preparasi Sampel Pengujian Preparasi sampel dilakukan pada beberapa sampel untuk pengujian. Pengujian XRD dan SEM menggunakan 9 buah sampel untuk masing-masing variabel. Sampel yang berbentuk silinder dengan diameter 14 mm dan tinggi 14 mm dipotong secara melintang untuk mengetahui persebaran filler pada matrik dan porositas. Sampel yang dilakukan uji SEM dan XRD permukaannya harus rata sedangkan untuk pengujian SEM harus halus, oleh karena itu dilakukan grinding. D. Pengujian Sampel Pengujian terhadap sampel dilakukan dengan uji densitas, XRD, SEM, dan pengujian hardness. Sampel untuk uji densitas berdiameter 14 mm dan tinggi 14 mm. Pengujian SEM dan XRD menggunakan alat PAN Analytical. Pengujian tekan dilakukan pada sampel yang memiliki tinggi dan diameter 14 mm. Pengujian ini dilakukan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) dengan cara pembebanan hingga sampel mengalami kerusakan. III. HASIL DAN DISKUSI A. Karakteristik Serbuk Serbuk tungsten () dengan ukuran 2-6 μm digunakan pada penelitian. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (a),

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (14) ISSN: 2337-3539 (21-9271 Print) F-98 (a) (b) Gambar 1. Pengamatan bentuk partikel menggunakan SEM pada serbuk (a).tungsten. (b). Tembaga. Komposisi Cu (wt%) Tabel. 1 Hubungan antara Tekanan Kompaksi terhadap green density (g/cm 3 ) pada -Cu Tekanan Kompaksi (Mpa) 0 0 600 10,82 11,45 12,09 9,92 10,44 11,09 9,48 9,93 10,56 serbuk Tungsten tersebut memiliki bentuk poligonal. Sedangkan serbuk tembaga yang digunakan berukuran 12 μm dengan bentuk irregular dan sponge seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (b). B. Pengaruh Variasi Komposisi Cu dan Tekanan Kompaksi -Cu terhadap Densitas Kompaksi merupakan proses pemampatan serbuk menjadi green compact sehingga densitas setelah proses kompaksi dinamakan green density. Pada proses kompaksi, terjadi deformasi elastis pada serbuk yang saling bersentuhan dan menyebabkan partikel dapat bergeser melewati partikel yang lainnya dan terjadi penyusunan partikel. Jika tekanan yang diberikan lebih tinggi lagi maka tidak terjadi lagi penyusunan partikel sehingga diperoleh bentuk yang lebih padat [11]. Tabel 1 menunjukkan green density tertinggi pada saat tekanan kompaksi 600 MPa dengan penambahan %wt Cu pada komposit -Cu. Kenaikan green density sebanding dengan variasi peningkatan tekanan. Semakin tinggi tekanan kompaksi maka semakin tinggi pula green density [10]. Hal itu terjadi pada masing-masing penambahan Cu yang berbeda, semakin banyak penambahan Cu maka green density pada komposit lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan Cu yang bertindak sebagai filler memiliki densitas lebih rendah yaitu 8,96 g/cm 3 daripada yang mempunyai densitas sebesar 19,3 g/cm 3. Pada proses sintering terdapat interaksi antar permukaan sehingga kerapatan yang dihasilkan memiliki perbedaan daripada setelah kompaksi. Kerapatan yang didapatkan tersebut dinamakan sinter density. Sinter density dapat diketahui dengan menggunakan prinsip Archimedes yaitu dengan melakukan pengukuran massa sampel dalam keadaan kering dengan massa sampel saat berada pada fluida, dalam penelitian ini fluida yang digunakan adalah air. Tabel 2 Hubungan antara Komposisi Cu Terhadap Sinter Density (g/cm 3 ) pada -Cu Komposisi Cu (wt%) Intensitas Tekanan Kompaksi (Mpa) 0 0 600 11,39 13,34 14,14 10,84 11,89 12,53 10,11 10,59 11,59 Cu Cu Cu 60 90 Sudut (2 theta) -% Cu 0 MPa -% Cu 0 MPa -% Cu 0 MPa Gambar 2. Grafik Analisa XRD sampel -,, dan wt%cu dengan Tekanan Kompaksi 0 MPa Sinter density optimal terjadi pada sampel wt% Cu yang dilakukan kompaksi dengan tekanan sebesar 600 MPa yaitu sebesar 14,14 g/cm 3. Sinter density juga semakin meningkat dengan semakin meningkatnya tekanan kompaksi. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi tekanan kompaksi mengakibatkan jarak interaksi antar partikel lebih dekat sehingga memperbesar interlocking antar partikel [10]. Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada komposit -Cu. Peak pada hasil XRD menunjukkan peak dan Cu, tidak terdapat senyawa lain yang terbentuk berdasarkan analisa tersebut. Hasil dari XRD ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan perbandingan kurva hasil XRD seperti pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa peak tertinggi pertama yang berkisar 2θ antara,1074 O,2841 O sedangkan nilai 2θ mendekati puncak kurva tertinggi ICDDPDF 00-004-0806 dan 01-089-3659 untuk tungsten saat 2θ sebesar,2841 O dan,1074 O, sedangkan untuk Cu nilai 2θ yang berkisar antara 43.1457 O 43.3384 O yang nilainya mendekati ICDDPDF 01-071-4611 dan 01-071-3761. C. Pengaruh Komposisi Cu dan Tekanan Kompaksi terhadap Porositas Porositas mengindikasikan adanya kekosongan setelah proses sintering pada beberapa daerah tertentu. Nilai porositas berbanding terbalik dengan nilai sinter density. Semakin tinggi nilai sinter density maka porositas semakin rendah.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (14) ISSN: 2337-3539 (21-9271 Print) F-99 25 15 10 5 0 Gambar 3. Pengaruh tekanan kompaksi dan komposisi Cu terhadap porositas pada -Cu Gambar 4. Pengamatan porositas menggunakan SEM pada bagian melintang sampel -wt% Cu,Tekanan Kompaksi 600 MPa dengan perbesaran 25.000x. (a) 0 0 (c) Gambar 5. Pengamatan porositas dengan menggunakan SEM pada bagian melintang sampel wt% Cu dengan tekanan kompaksi (a) 0 MPa (b) 0 MPa dan (c) 600 MPa pada perbesaran 1000x Setelah proses sintering terjadi pengurangan porositas sehingga menghasilkan material yang lebih tinggi kerapatannya dibandingkan sebelum dilakukan sintering. Hal ini menunjukkan bahwa sinter density berhubungan dengan 600 (b) banyaknya porositas yang terjadi setelah proses sintering. Nilai porositas akan semakin kecil dengan semakin tinggi tekanan kompaksi. Tekanan kompaksi yang lebih tinggi menyebabkan interaksi gesekan antar partikel lebih tinggi sehingga mengurangi porositas. Porositas berpengaruh terhadap sifat mekanik, adanya porositas dapat menurunkan sifat mekanik karena porositas dapat mengakibatkan konsentrasi tegangan sehingga mudah untuk berdeformasi plastis. Gambar 4 menunjukkan adanya porositas setelah dilakukan sintering. Porositas ini disebabkan karena adanya rongga saat kompaksi yang menyebabkan adanya gas yang terjebak di antara partikel saat proses sintering. Morfologi hasil pembuatan komposit -Cu berdasarkan pengamatan SEM menunjukkan bahwa porositas pada tekanan 600 MPa lebih sedikit bila dibandingkan dengan tekanan 0 maupun 0 MPa. Dengan bertambahnya tekanan kompaksi maka porositas berangsur-angsur semakin menurun. Saat penekanan pada proses kompaksi,serbuk akan saling mengunci (interlocking). Semakin tinggi gaya yang diberikan maka kontak antar permukaan semakin luas. Persebaran penguat pada matrik juga dipengaruhi ukuran butir. Semakin kecil ukuran butir maka gaya gesek antar partikel semakin besar dan luas permukaan kontak antar partikel lebih banyak saat dilakukan kompaksi sehingga akan menaikkan ikatan antar partikel saat difusi pada proses sintering. Difusi atom merupakan proses perpindahan atom pada zat padat akibat adanya kenaikan temperatur. Difusi terjadi karena partikel berpindah secara acak dari area yang memiliki konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Besarnya laju difusi berkaitan dengan besarnya energi bebas yang dimiliki oleh suatu material. Berdasarkan variasi tekanan kompaksi pada penelitian ini, akan mempengaruhi laju difusi atomik saat proses sintering. Sampel yang diberikan tekanan kompaksi lebih tinggi akan menyimpan energi bebas yang lebih tinggi sehingga laju difusi atomik akan lebih cepat terjadi dengan adanya energi yang masih tersimpan [11]. D. Pengaruh Komposisi Cu dan Tekanan Kompaksi terhadap Sifat Mekanik Pada aplikasi peluru, sangat bagus digunakan karena memiliki densitas yang tinggi. Tetapi murni kurang cocok digunakan karena sangat getas. Selain itu murni memerlukan temperatur sintering yang tinggi. Untuk memperbaiki sifat mekaniknya maka dipadukan dengan unsur lain [12]. Oleh karena itu untuk menambahkan keuletan pada tungsten ditambahkan tembaga. Sifat mekanik komposit -Cu selain kekerasan dapat diketahui berdasarkan hasil pengujian tekan (compressive test). Uji tekan merupakan pengujian untuk mendapatkan sifat mekanik suatu material selain uji tarik. Pengujian ini dilakukan karena dimensi sampel yang kecil sehingga lebih cenderung untuk dilakukan uji tekan daripada uji tarik.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (14) ISSN: 2337-3539 (21-9271 Print) F-100 250 0 Interface - Interface -Cu 150 100 Porositas 50 0 0 600 (a) (b) Gambar 6. Hubungan tekanan kompaksi dan komposisi penambahan Cu terhadap Compressive Strength. Interface -Cu HRB 10 0 0 600 Gambar 7. Hubungan tekanan kompaksi dan komposisi penambahan Cu terhadap Kekerasan Compressive strength yang dihasilkan dari komposit -Cu berbanding lurus dengan tekanan kompaksi dan berbanding terbalik dengan penambahan Cu. Compressive strength paling tinggi diperoleh saat penambahan Cu sebanyak wt% yang dikompaksi dengan tekanan 600 MPa yaitu 2,89 MPa. Hal tersebut berbanding lurus dengan porositasnya. Semakin banyak porositas maka compressive strength akan semakin kecil karena porositas merupakan tempat terjadinya konsentrasi tegangan. Selain kekuatan tekan perlu dilakukan pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan ditunjukkan pada Gambar 7. Pada pengujian kekerasan menggunakan metode Rockwell B. Indentor yang digunakan berupa bola baja berdiameter 1/16 dan beban utama 100 kg. Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan nilai kekerasan -Cu optimal pada saat wt % Cu dengan tekanan kompaksi 600 MPa. Tetapi kekerasan cenderung berkurang dengan bertambahnya komposisi Cu karena Cu memiliki sifat yang lebih lunak daripada [13]. Kekerasan paling tinggi terjadi pada komposisi -wt%cu dengan tekanan kompaksi 600 MPa sebesar 32 HRB selanjutnya komposisi -wt%cu dengan tekanan kompaksi sebesar 600 MPa yaitu mempunyai kekerasan sebesar 25 HRB. Sedangkan kekerasan paling rendah saat komposisi wt%cu dengan tekanan kompaksi 0 MPa yakni sebesar 12 HRB dan paling rendah kedua saat komposisi wt%cu dengan tekanan kompaksi 0 MPa yakni sebesar 14 HRB. (c) Gambar 8. Hasil pengamatan SEM pada bagian interface komposit -wt% Cu P= 0 MP dengan perbesaran (a) 10.000x (b) 25.000x (c) 50.000x E. Analisa Antar Muka pada Komposit -Cu Komposit merupakan material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material yang berbeda yang tercampur secara makroskopik untuk menghasilkan material dengan sifat yang diinginkan. Perbedaan dari dua material itu akan menyebabkan daerah batasan. Daerah batasan atau yang dikenal dengan istilah interface (daerah antar muka) merupakan daerah yang mengidentifikasi ikatan antar matrik dan filler, setelah proses sintering. Pada Gambar 8 menunjukkan interface dari hasil SEM -wt% Cu dengan tekanan kompaksi 600 MPa. Pada gambar tersebut tampak bahwa pada interface juga terlihat adanya rongga. Rongga tersebut merupakan porositas seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8 (c). Selain adanya daerah batasan antara matrik dengan filler juga terdapat daerah antar muka antara serbuk dengan serbuk seperti yang ditunjukkan Gambar 8 (a) dan (b). Persyaratan dasar kekuatan komposit terletak pada kekuatan antar muka matrik dan filler. Ikatan antar muka inilah yang menjadi jembatan transmisi tegangan luar yang diberikan dari matrik menuju partikel filler. Jika ikatan antarmuka terjadi dengan baik maka transmisi tegangan ini dapat berlangsung dengan baik pula [11]. IV. KESIMPULAN Pada variasi komposisi penambahan Cu sebesar,,dan wt% dengan variasi tekanan kompaksi 0,0, dan 600 MPa, didapatkan nilai green density dan sinter density paling tinggi pada -wt% dengan tekanan kompaksi 600 MPa sebesar 12,09 g/cm 3 dan 14,14 g/cm 3. Pada variasi komposisi penambahan Cu sebesar,,dan wt% dengan variasi tekanan kompaksi 0,0, dan 600 MPa, didapatkan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (14) ISSN: 2337-3539 (21-9271 Print) F-101 nilai kekerasan dan compressive strength paling tinggi pada -wt% dengan tekanan kompaksi 600 MPa sebesar 32 HRB dan 2,89 MPa. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. idyastuti,s.si., M.Si. atas dukungan dan motivasinya, serta kedua orang tua tercinta yang telah membuat penulis semangat mengerjakan penelitian ini, serta teman-teman yang sering membantu dalam penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Fryxell, Glen. E, dan Applegate. R. L, From Ingot to Target: A Cast Bullet Guide for Handgunners. USA (11). [2] Mravic. B, Lead-Free Bullet, United States Patent 5,399,187, March 21, (1995) [3] Chen. P, Shen. Q, Luo. G, Li. M., Zhang. L, The mechanical properties of Cu composite by activated sintering. Int. Journal of Refractory Metals and Hard Materials 36 (13): 2 224 [4] Corbin. D. R, Using Tungsten Powder in Small Arms Projectiles. USA: Corbin Manufacturing & Supply, Inc (1998). [5] Amick. D. D, Methods for Producing Medium-Density Articles from High-Density Tungsten Alloy, United States Patent 6,447,715 B1, September 10 (02). [6] Kaw. A. K, Mechanics of Composite Materials Second Edition. New York: Taylor & Francis Group (06). [7] Callister.. D, Materials Science and Engineering: An Introduction. USA: John iley & Sons, Inc (07). [8] Ruwaida. Arfina. F, Sintesis MMCs Cu-Al 2 O 3 Melalui Proses Metalurgi Serbuk dengan Variasi Fraksi Volum Al 2 O 3 dan Temperatur Sintering, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (10). [9] Jones.. D, Fundamental Principles of Powder Metallurgy, Edward Aronold. London (1960). [10] German. R. M, Powder Metallurgy Science. USA : Metal powder Industries Federation (1998). [11] Setyowati. Vuri. A, Pengaruh Komposisi Sn dan Variasi Tekanan Kompaksi Terhadap Densitas dan Modulus Elastisitas Pada MMC Pb- Sn untuk Core Proyektil Peluru dengan Proses Metalurgi Serbuk, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (12). [12] Kock et al, Powder Comprising Coated Tungsten Grains, United States Patent 4,498,395, February 12, (1985) [13] Upadhyaya. A, Ghosh. C, Effect of Coating and Activators on Sintering of -Cu Alloys, Powder Metallurgy Progress Vol 2 (02) 98-110