PERTANIAN DALAM KONTEKS TATAGUNA LAHAN 1

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PEMANTAPAN AGRIBISNIS 1

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

PELINGKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 1

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KETERLANJUTAN PERTANIAN DI INDONESIA DALAM CERAPAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN Tejoyuwono Notohadiningrat

WAWASAN PERTANIAN DALAM PEMBENTUKAN PERILAKU MANAJERIAL 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

SUMBANGAN PIKIRAN UNTUK SIDANG PLENO IV KONSULTASI TRANSMIGRASI 1

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REVITALISASI PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sustainabilitas Pembangunan Sektor Pertanian: Inovasi Teknologi atau Inovasi Sosial Kelembagaan BAB VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN AGENDA KE DEPAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

RASIONALISASI PENGGUNAAN SUMBERDAYA AIR DI INDONESIA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

PERANAN PENDIDIKAN TINGGI PERTANIAN DALAM MEMBENTUK INSAN PEMBANGUNAN 1

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PROBOLINGGO

II. ARAH, MASA DEPAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PENGEMBANGAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN LOSARI, KABUPATEN CIREBON. Dukat Staf Pengajar Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

Penyuluhan dalam Konteks Pertanian Berwawasan Konservasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

Transkripsi:

PERTANIAN DALAM KONTEKS TATAGUNA LAHAN 1 Tejoyuwono Notohadiprawiro Pertanian Sebagai Industri Jarang orang mencerapi pertanian sebagai suatu industri. Padahal pertanian memenuhi kriterium pokok suatu industri, yaitu suatu kegiatan menghasilkan suatu barang berguna dengan proses yang diatur atau dikendalikan manusia. Makin maju pertanian, berarti makin banyak proses yang diatur atau dikendalikan dan pengaturan atau pengendaliannya makin cermat, sifat keindustrian pertanian makin nyata. Sifat keindustrian pertanian ladang kurang menonjol, sedang sifat keindustrian budidaya rumahkaca sangat menonjol. Disamping ciri-ciri kesamaan dengan industri pertanian, pertanian sebagai industri memiliki ciri-ciri khas yang tidak ada pada industri lain. Ciri-ciri khas tersebut ialah penggunaan energi dasar berupa pancaran matahari untuk mengolah bahan-bahan dari sumberdaya alam lewat proses hayati menjadi panenan biomassa berguna. Proses hayati dilangsungkan dengan tanaman dan ternak. Rekayasa ekologi dan genetik diterapkan untuk membudidayakan tumbuhan menjadi tanaman dan membudidayakan hewan menjadi ternak, dengan tujuan meningkatkan produktivitas menurut ukuran jumlah, mutu, dan kepastian. Sumberdaya alam yang dilibatkan ialah tanah dan air. Untuk meningkatkan daya guna tanah diterapkan rekayasa hayati, kimia dan fisik. Rekayasa fisik diterapkan untuk meningkatkan daya guna air. Pada akhirnya berbagai upaya pengelolaan tanaman, ternak, tanah dan air secara interaktif berkesudahan memperbaiki efektivitas dan efisiensi penggunaan energi pancar matahari. Untuk memahami hakekat pertanian dan kedudukannya dalam tata guna lahan, kegiatan pertanian perlu dipilahkan menjadi dua tahap yang membentuk satu kesatuan jajaran produksi. Kegiatan pertama adalah tahap prapanen sampai dengan panen, yang boleh disebut tahap hulu. Kegiatan kedua yang merupakan kelanjutan kegiatan pertama adalah tahap pascapanen, yang boleh disebut tahap hilir. Tahap hulu menghasilkan bahan dasar yang diolah dalam tahap hilir, maka tahap hulu menjadi prasyarat bagi kelangsungan 1 Seminar dan Pertemuan Wilayah III. Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia Telaah Kritis Awal Pelita VI : Kebijakan Tataguna Lahan di Indonesia. Yogyakarta, 8-9 Agustus 1994. 1

tahap hilir. Sebaliknya, tahap hilir berperan sebagai faktor pengatur (conditionig factor) pelaksanaan tahap hulu karena menentukan persyaratan jumlah, mutu dan kepastian pasokan bahan dasar. Kekeliruan cerapan mengakibatkan bahwa istilah agroindustri digunakan mengunjukkan kegiatan mengolah hasil panen dengan proses pabrik. Maka agroindustri dinyatakan sebagai kegiatan mendukung kegiatan pertanian, untuk menjadikan pertanian suatu kegiatan komersial. Padahal keseluruhan kegaitan pertanian, mulai dari tahap hulu sampai dengan tahap hilir adalah agroindustri. Tahap hilir bukan pendukung tahap hulu, melainkan kelanjutan terpadu tahap hulu. Maka pembangunan dan pengembangan agroindustri harus mencakup tahap hulu dan hilir sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pembangunan dan pengembangan agroindustri adalah pembangunan dan pengembangan pertanian seutuhnya, bukan sekedar mendirikan pabrik-pabrik pengolah hasil panen pertanian. Pengaturan penggunaan lahan yang tidak mengenal pewilayahan menurut kriteria kemampuan dan kesesuaian lahan, baik antar bentuk penggunaan sektoral maupun antar ragam penggunaan dalam sektor pertanian sendiri, dan pemaksaan petani menerima suatu paket teknologi produksi seragam yang tidak menghiraukan asas agroekosistem, adalah tindakan-tindakan yang menghambat pengembangan agroindustri. Kebijakan semacam itu bertentangan dengan konsep efektivitas dan efisiensi proses dalam menggunakan masukan dan menghasilkan keluaran yang menjadi rujukan setiap industri, termasuk agroindustri. Struktur Geografi Pertanian Pertanian hidup dari pemanfaatan sebaik-baiknya sumberdaya alam dan energi pancar matahari yang tersedia diseluruh wilayah suatu negara. Oleh karena faktor-faktor produksi pokok tanah, air dan energi pancar matahari tidak mungkin diangkut, dikumpulkan dan dipasokan ke tempat-tempat usaha yang diinginkan, kegiatan pertanian tidak mungkin dipusatkan di beberapa tempat saja dengan menempati luasan lahan sempit semacam yang terjadi pada industri tanpertanian.industri tanpertanian dapat dipusatkan di beberapa tempat yang memiliki keunggulan dalam hal prasarana, sehingga dengan demikian dapat bekerja dengan satuan-satuan produksi berjumlah terbatas. Pertanian harus 2

melakukan kegiatan produksi yang memencar luas sekali dan karena itu harus bekerja dengan satuan-satuan produksi berjumlah banyak sekali. Sebagai konsekuensi struktur geografinya, organisasi dan perencanaan pertanian harus benar-benar memperhitungkan keanekaan besar yang terdapat dari wilayah ke wilayah dalam suatu negara. Setiap kombinasi tanah, air, energi pancar matahari, dan komponen lahan lain yang berbeda memerlukan penanganan yang berbeda untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kerja yang diinginkan. Suatu kombinasi sejumlah komponen lahan mengujudkan suatu kawasan pertanian tertentu yang terbedakan satu dengan yang lain berdasarkan perbedaan kemungkinan produksi dan perbedaan potensi berkembang. Kemungkinan produksi berkenaan dengan ragam penggunaan lahan yang lebih sesuai, misalnya padi sawah, jagung, tebu, karet, ternak, dsb. Potensi berkembang berkenaan dengan tanggapan lahan terhadap masukan teknologi yang lebih baik, atau terkeloaan lahan bagi perolehan dayaguna yang lebih bermaslahat. Terbawa oleh struktur geografi pertanian, pada dasarnya tidak ada satupun satuan produksi pertanian, bahkan tidak ada satu pun usahatani, yang benar-benar identik dengan yang lain sekalipun mengusahakan pertanaman atau ternak yang sama. Maka alih teknologi dalam pertanian tidak semudah yang yang terjadi dalam industri tanpertanian. Teknologi pertanian harus dikembangkan setempat. Teknologi pertanian Jawa tidak dapat begitu saja diterapkan di pulau-pulau lain, apalagi teknologi pertanian yang diimpor dari negara lain. Dalam pertanian, swasembada teknologi diperlukan secara mutlak dan untuk ini pengenalan watak dan perilaku lahan setempat secara baik menjadi prasyarat pokok. Karena pertanian diselenggarakan terpencar luas dan menyatu dengan lingkungan alam, pertanian selalu merupakan bagian dari kehidupan pedesaan. Maka programprogram pertanian selalu bermakna penting bagi program-program pedesaan. Pembangunan dan pengembangan pertanian yang terarah baik melicinkan upaya meningkatkankesejahteraan pedesaan. Pertanian Dan Tata Guna Lahan Tata guna lahan dapat diartikan pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan dan program tata keruangan untuk memperoleh manfaat total sebaik-baiknya secara berkelanjutan dari daya dukung tiap bagian lahan yang tersediakan. Dengan kata lain, tiap macam penggunaan lahan ditempatkan pada bagian lahan yang sepadan dalam mendukung 3

secara berkelanjutan macam penggunaan bersangkutan. Sepadan menyiratkan kemampuan dan kesesuaian yang setara. Kemampuan lahan berkenaan dengan daya lahan menanggung dampak biofisik. Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai menurut macam pengelolaan yang diisyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah degradasi lahan selama digunakan. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan, kemampuan lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan. Lahan yang berkemampuan lebih besar berkemungkinan rusak lebih kecil pada penggunaan yang lebih intensif. Kemampuan lahan menjadi kriterium keselamatan lahan. Kesesuaian lahan berkenaan dengan kecocokan lahan untuk penggunaan khusus menurut konotasi ekonomi. Mutu lahan ini dinilai menurut pengelolaan khas yang diperlukan untuk mendapatkan nisbah yang lebih baik antara manfaat yang dapat diperoleh dan korbanan yang harus diberikan. Makin rumit pengelolaan khas yang diperlukan, kesesuaian lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan. Kesesuian lahan menjadi kriterium kemanfaatan lahan. Pertimbangan kemampuan lahan bersama dengan kesesuaian lahan menghasilkan penilaian kelayakan lahan yang merupakan ungkapan daya dukung lahan. Dalam kaitannya dengan pertanian, penilaian mutu lahan dapat digunakan menginventarisasi lahan berdasarkan potensi tumbuh (growth potential). Lahan dipilahkan menjadi wilayah-wilayah potensi tumbuh segera (PTS), potensi tumbuh masadepan (PTM), dan potensi tumbuh rendah (PTR). Wilayah PTS dicirikan oleh tanah, iklim dan ketersediaan air yang baik, teknologi baru telah siap diterapkan, dan telah memilki prasarana baik. Wilayah PTM mempunyai lahan yang secara potensial baik namun memerlukan penciptaan teknologi baru untuk pengelolaannya, dan memerlukan pembenahan prasarana yang ada, yang untuk penyiapannya masih memerlukan waktu. Wilayah PTR terdiri atas lahan-lahan berkelayakan rendah yang faktor-faktor pembatasnya sulit dihilangkan dan/atau prasarana yang diperlukan terobosan teknologi besar yang belum dapat diramalkan akan dapat diciptakan pada masa mendatang. Kalaupun dapat diciptakan, teknologi tersebut diragukan kemungkinan dapat diterapkannya menurut pertimbangan ekonomi dan lingkungan. Wilayah PTS menjadi prioritas bagi pengembangan pertanian dan wilayah PTM menjadi cadangan bagi pengembangan pertanian lebih lanjut. Wilayah PTR dikeluarkan dari rencana pembangunan pertanian dan disediakan bagi keperluan tanpertanian. 4

Tataguna lahan menyiratkan asas-asas (1) kelangsungan interaksi optimum a 2 ntara intensitas kegiatan penggunaan lahan dan watak lahan, yang menentukan kelayakan lahan, (2) penempatan sejumlah maksimum ragam penggunaan lahan yang takdeterioatif dan kompatibel, (3) keterlanjutan fungsi sumberdaya lahan, dan (4) keuntungan bagi perorangan dan masyarakat yang berimbang. Dalam konteks tataguna lahan, pertanian harus dicerapi : 1. Sebagai suatu industri dan karena itu dalam pengalokasian lahan menggunakan kriteria industri pada umumnya berkenaan dengan penyediaan prasarana, pemasokan bahan dasar dan sarana produksi, penyaluran barang keluaran, dan tataniaga komoditas yang dihasilkan. 2. Secara holistik sebagai suatu keterpaduan berbagai bentuk penggunaan lahan, mulai dari bercocok tanam dan memelihara ternak sampai dengan mengolah hasil panen secara pabrik menjadi berbagai barang jadi. 3. Secara geografi dalam arti kata pengalokasian lahan harus dapat memberikan peluang memancarkan pertanian seluas-luasnya agar dapat memanfaatkan sebaik-baiknya setiap keunggulan yang dimiliki sumber daya tanah, iklim, dan air ditempat mereka berada. 4. Sebagai suatu kegiatan yang berpangkalan dalam kawasan pedesaan. Maka dari itu tataguna lahan untuk pertanian harus dapat menciptakan keadaan dan suasana yang kondusif bagi penyejahteraan kehidupan pedesaan. Dengan demikian pertanian dapat berfungsi mengimbangkan kehidupan pedesaan dengan kehidupan perkotaan, dan selanjutnya dapat ikut berperan mencegah berlangsungnya urbanisasi patogenik. Oleh karena pertanian merupakan kegiatan penggunaan lahan yang paling bergantung pada keadaan alam dan memerlukan pemencaran usaha secara luas maka pertanian perlu diberi prioritas tinggi dalam tataguna lahan. Pemberian prioritas ini mencakup pula penyediaan lahan bagi pendirian pabrik-pabrik pengolah hasil panen pertanian menurut pertimbangan kelancaran arus hubungan antara tahap hulu dan tahap hilir. 5