BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR

KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. magnet permanen generator dan lain-lain. Kebutuhan magnet di Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT)

Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI

KARAKTERISASI LIMBAH HASIL PEMURNIAN Fe 3 O 4 DARI BAHAN BAKU LOKAL PASIR BESI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Jurnal Riset Sains dan Teknologi e-issn:

Pembuatan Nanozeolit dari Zeolit Alam Secara Top Down Menggunakan High Energy Milling dan Aplikasinya untuk Penyerapan Ion Fe 3+

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

Sintesis Nanopartikel MnO 2 dengan Metode Elektrolisa Larutan KMnO 4

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

BAB III METODE PENELITIAN

SMP kelas 7 - FISIKA BAB 2. Klasifikasi BendaLatihan Soal 2.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah

PERBANDINGAN ANTARA PENAMBAHAN BENTONIT DAN PENAMBAHAN CMC TERHADAP HASIL PROSES PELETASI PASIR BESI

KAJIAN PARTIKEL NANO DARI ARANG BAMBU DENGAN PENUMBUK BOLA BAJA UKURAN 5/32 INCHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL MAGNETIT (Fe 3 O 4 ) BERBASIS BATUAN BESI. Skripsi. Program Studi Fisika. Jurusan Fisika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

LATIHAN UJIAN NASIONAL

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

PENGGUNAAN KARBONDIOKSIDA SUPERKRITIS UNTUK PEMBUATAN KOMPOSIT OBAT KETOPROFEN POLIETILEN GLIKOL 6000

Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond. Jl. Tamansari No. 1 Bandung

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

Muatan Listrik dan Hukum Coulomb

JURNAL ILMU BERBAGI. Mengenal Nanosains. Murni Handayani. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN H 2 SO 4 PADA SINTESIS TONER TERHADAP BENTUK, UKURAN PARTIKEL DAN SUSEPTIBILITAS MAGNETIK

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Molekul, Vol. 10. No. 2. November 2015: SINTESIS DAN KARAKTERISASI PIGMEN WARNA HITAM, MERAH DAN KUNING BERBAHAN DASAR PASIR BESI

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

H? H 2 O? 9/23/2015 KIMIA TEKNIK KIMIA TEKNIK KIMIA TEKNIK. Teori Atom. Pengertian : Unsur? Senyawa? Teori Atom. Teori Atom

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 1. ATOM, ION DAN MOLEKULLatihan soal 1.1. Dalton. Thomson. Rutherford. Bohr

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

HALAMAN JUDUL PRODUKSI NANOPARTIKEL ARANG BAMBU WULUNG MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING MODEL SHAKER MILL TESIS

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partikel adalah unsur butir (dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi; materi yang sangat kecil, seperti butir pasir, elektron, atom, atau molekul; zarah (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut beberapa sumber, partikel dapat dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan ukurannya, yaitu partikel makroskopis, partikel mikroskopis, dan partikel sub-atom. Partikel makroskopis pada umumnya digunakan untuk partikel-partikel yang lebih besar dari atom dan molekul, contohnya adalah debu dan pasir. Partikel mikroskopis pada umumnya digunakan untuk partikel-partikel yang memiliki ukuran sama dengan atom hingga molekul, seperti karbondioksida dan nanopartikel. Partikel sub-atom digunakan untuk partikel-partikel yang lebih kecil dari atom, seperti proton, neutron, dan elektron. Partikel-partikel hasil sintesis manusia telah banyak membantu perkembangan peradaban manusia. Partikel-partikel buatan ini membantu perkembangan teknologi, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, serta telah membantu menjaga kestabilan lingkungan manusia. Selain itu, banyak juga terdapat partikel-partikel yang tidak diinginkan dalam suatu sistem, seperti emisi dalam pembakaran, unsur-unsur pengotor dalam sebuah logam, dan sebagainya (Particle Engineering Research Center, 2010). Untuk itu, perlu terus dilakukan penelitian tentang partikel agar dapat ditemukan metode baru yang lebih baik dalam membuat partikel yang berguna bagi kehidupan. Partikel makroskopis merupakan kumpulan dari beberapa jenis atom atau molekul yang berikatan satu sama lain, sehingga dalam sebuah partikel akan terdapat beragam jenis unsur. Tidak semua unsur yang berada di dalam sebuah partikel berguna untuk teknologi yang akan dibuat, atau bahkan unsur-unsur tersebut menghambat perkembangan teknologi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode untuk mengeluarkan unsur-unsur yang tidak diinginkan (pengotor) tersebut. 1

Salah satu metode pemurnian yang dapat dilakukan adalah dengan menggiling partikel-partikel makroskopis sehingga menjadi kumpulan partikel mikroskopis. Partikel mikroskopis yang hanya mengandung satu jenis unsur atau molekul tersebut dapat dipisahkan sesuai dengan unsurnya masing-masing dan dijadikan kembali menjadi partikel makroskopis. Partikel yang terbentuk akan menjadi lebih murni. Semakin kecil partikel dapat digiling, partikel pengotor yang akan dipisahkan juga menjadi semakin banyak. Dengan kata lain, tujuan milling adalah untuk mendapatkan partikel-partikel yang berukuran mendekati nano atau nanopartikel itu sendiri. Nanopartikel adalah partikel ultrafine dengan panjang lebih besar dari 0,001 mikrometer (1 nanometer) dan lebih kecil dari 0,1 mikrometer (100 nanometer) (American Society for Testing and Materials). Secara umum, nanopartikel juga dikenal sebagai kumpulan atom-atom yang berikatan satu sama lain dengan diameter struktur kurang dari 100 nm (Nordlund, 2005). Nanopartikel memiliki ukuran yang sangat kecil bahkan tidak kasat mata, namun memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan kita. Nanopartikel membuat kerja obat-obatan semakin efektif, telepon genggam serta laptop berukuran semakin kecil dan semakin efisien, mobil semakin ramah lingkungan, dan sebagainya. Nanopartikel dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekitar kita. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang kaya akan bahan tambang. Beraneka bahan tambang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri (Setiawan dkk., 2013). Bahan tambang ini tidak tersebar merata di seluruh Indonesia (Setiawan dkk., 2013). Beberapa daerah hanya memiliki potensi tambang beberapa jenis mineral, contohnya Yogyakarta hanya memiliki potensi tambang pasir besi dan mangan (Setiawan dkk., 2013). Daerah pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta, memiliki potensi pasir besi sebesar 33,6 juta ton Fe dengan produksi direncanakan 500.000 ton per tahun dan umur tambang diperkirakan sampai usia 25 tahun (Yunianto, 2009). Daerah penyebaran pertambangan pasir besi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1. 2

Selain untuk dijadikan pig iron, pasir besi di daerah ini dapat juga dimanfaatkan untuk membuat nanopartikel besi oksida. Gambar 1.1. Potensi dan sebaran pasir besi di Indonesia (Tekmira, 2011) Nanopartikel besi oksida adalah partikel besi oksida dengan diameter antara 1 dan 100 nanometer. Besi oksida terdapat di alam dalam berbagai bentuk. Bentuk yang paling umum adalah magnetit (Fe 3 O 4 ), maghemite (γ-fe 2 O 3 ), dan hematit (α-fe 2 O 3 ) (Xu dkk., 2012; Cornel dan Schwertmann, 1996; Chan dan Ellis, 2004). Partikel besi oksida dapat diusahakan sampai ukuran mendekati nano agar dapat diperoleh besi dengan kemurnian konsentrat yang tinggi. Nanopartikel besi oksida banyak diteliti karena karakteristik magnetik yang dimilikinya serta potensi aplikasinya di berbagai bidang. Selain itu, nanopartikel besi oksida dengan toksisitas rendah, chemical inertness, dan biokompatibilitas yang baik menunjukkan bahwa partikel ini memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi material bioteknologi (Xu dkk., 2012; Huang dkk., 2003; Roco, 2003; Gupta dan Gupta, 2005). Melihat peran nanopartikel besi oksida yang begitu penting, diperlukan sebuah upaya riset untuk menghasilkan partikel besi oksida berukuran mendekati nano atau nanopartikel itu sendiri secara efektif dan efisien. 3

Nanopartikel memiliki luas permukaan yang besar karena ukuran geometri yang kecil. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkan nanopartikel menjadi sangat reaktif dan mudah berikatan satu sama lain membentuk partikel yang lebih besar (Schulenburg, 2008) hingga menjadi ukuran makro. Untuk mendapatkan nanopartikel, dapat melalui metode bottom-up dan top-down. Metode bottom-up adalah cara membentuk nanopartikel dengan penyusunan atom-atom atau molekul-molekul terkecil. Metode ini pada umumnya digunakan oleh alam untuk membentuk nanopartikel (Schulenburg, 2008). Metode top-down adalah cara membentuk nanopartikel dengan peralatan mekanik, pada umumnya dengan proses milling. Pada prosesnya, material diberikan energi secara terus menerus sehingga ukuran partikel material akan tereduksi hingga ukuran nano (Castro dan Mitchell, 2002). Ada beberapa variabel yang harus diperhatikan untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan, seperti: jenis penggiling, durasi milling, suhu penggiling, jenis material yang akan digiling, jumlah dan jenis material media penggiling, rasio massa media penggiling dan serbuk, serta frekuensinya (Balaz, 2008). Pada penelitian ini, akan digunakan tipe penggiling jenis ball mill dan media penggiling berupa bola baja. Mekanisme milling ball mill dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Mekanisme milling ball mill Penelitian yang dilakukan oleh Can dkk. (2010) menunjukkan bahwa semakin lama durasi milling, ukuran partikel yang sudah tereduksi akan semakin bertambah besar. Durasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang 4

diinginkan bervariasi tergantung kepada tipe penggiling, intensitas milling, rasio massa bola:serbuk, serta suhu milling (Suryanarayana, 2001). Semakin besar rasio, durasi yang dibutuhkan untuk milling semakin sedikit karena intensitas tumbukan akan semakin meningkat. Suhu milling juga akan meningkat akibat peningkatan intensitas tumbukan bola (Suryanarayana, 2001). Ada kemungkinan peningkatan suhu ini akan mengakibatkan cold welding dan bertambahnya ukuran partikel. Pengaruh yang sama juga ditunjukkan akibat variasi ukuran bola baja. Semakin besar ukuran, energi tumbukan yang akan terjadi juga semakin besar. Meskipun kebanyakan peneliti hanya menggunakan satu ukuran bola untuk tiap penelitian, Gavrilov dkk. (1995) memberikan prediksi bahwa energi tumbukan tertinggi akan diperoleh ketika variasi ukuran bola dilakukan untuk tiap penelitian (Suryanarayana, 2001). Kecepatan putaran penggiling berbanding lurus dengan energi yang akan dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan putaran, energi yang akan dihasilkan juga semakin besar. Kecepatan putaran penggiling jenis ball mill dibatasi oleh kecepatan kritis. Ketika kecepatan putaran diatas kecepatan kritis, bola-bola baja akan bergerak mengelilingi permukaan dalam penggiling dan tidak akan memberikan beban kejut kepada serbuk (Suryanarayana, 2001). Oleh karena itu, perlu diketahui kecepatan yang paling optimal untuk dapat menghasilkan energi tumbukan terbesar. Ringkasan latar belakang yang dapat ditarik berdasarkan uraian di atas adalah adanya potensi untuk menghasilkan partikel mendekati ukuran nano atau nanopartikel (partikel mikroskopis) besi oksida dari pasir pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta, melalui metode top-down yang menggunakan ball mill. Untuk mengetahui proses yang paling optimal dalam menghasilkan partikel besi oksida berdasarkan ukuran dan kemurnian partikel, akan dilakukan variasi terhadap durasi milling dan ukuran bola baja. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 5

1. Bagaimana pengaruh variabel ukuran media milling pada alat ball mill terhadap kandungan besi oksida dari pasir pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta? 2. Bagaimana pengaruh variabel durasi milling pada alat ball mill terhadap kandungan besi oksida dari pasir pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta? 3. Bagaimana pengaruh proses milling dengan alat ball mill terhadap reduksi ukuran partikel? 1.3 Batasan Masalah Batasan-batasan yang dipakai untuk membatasi rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: 1. Metode top-down dengan ball mill akan digunakan untuk menghasilkan partikel yang mendekati ukuran nano besi oksida dari pasir besi pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta. 2. Ukuran material mentah adalah 210 mikrometer (mesh ukuran 70). 3. Kecepatan putaran ball mill adalah 75% dari kecepatan kritis. 4. Durasi milling adalah 2, 6, dan 10 jam. 5. Rasio massa bola baja:serbuk adalah 10:1. 6. Ukuran bola baja yang akan digunakan adalah 4,76, 6,35, dan 7,93 mm. 7. Temperatur milling adalah temperatur kamar. 8. Ukuran diameter partikel akan ditentukan dengan alat Scanning Electron Microscopy (SEM). 9. Komposisi besi oksida yang dihasilkan akan ditentukan dengan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh ukuran bola baja pada proses milling terhadap kandungan besi oksida dari pasir pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta. 6

2. Mengetahui pengaruh durasi milling terhadap kandungan besi oksida dari pasir pantai selatan Kulonprogo, Yogyakarta. 3. Mengetahui pengaruh milling terhadap ukuran partikel besi oksida. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memanfaatkan pasir besi pantai selatan Kulonprogo untuk hal lain selain dibuat menjadi pig iron. Selain itu, untuk mengetahui proses yang paling optimal dalam menghasilkan partikel besi oksida yang mendekati ukuran nano serta pengaruhnya terhadap perubahan kandungan besi dari pasir besi. 1.6 Hipotesis Penelitian Semakin besar bola baja yang digunakan, gaya impact yang akan diperoleh semakin besar. Semakin besar gaya impact dan semakin lama durasi milling, partikel yang akan dihasilkan semakin kecil. Semakin kecil partikel yang dapat dihasilkan, semakin murni pasir besi yang dapat dihasilkan. Ilustrasi pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.3. Sebelum milling Setelah milling Ket: A= Besi oksida B= Pengotor Gambar 1.3. Ilustrasi pemisahan besi oksida dan pengotor 7