BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

dokumen-dokumen yang mirip
Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

GAMBARAN SANITASI DASAR PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN POHE KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO TAHUN 2012

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

limboto barat dengan luas wilayah 480 Ha, Luas wilayah ini terdiri dari pemukiman seluas 82,5 Ha, Persawahan 329,5 Ha, Perkebunan 26,0 Ha,

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2015 yaitu di Filipina 14,6 %, Timor Leste 15,2%, Kamboja 14,6%, Peru 16 %, dan Kolombia 14,6 % (Pinzón-Rondón, 2015).

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo pada bulan 30 Mei 13 Juni Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNA AIR SUMUR DENGAN KELUHAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN KUALITAS AIR SUMUR PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA DUMAI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PHBS TATANAN RUMAH TANGGA TERHADAP DIARE BALITA DI KELURAHAN GANDUS PALEMBANG

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar Bali Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA PARDEDE ONAN KECAMATAN BALIGE TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan salah satu dari gangguan kesehatan yang lazim. dan Indonesia (Ramaiah, 2007:11). Penyakit diare merupakan masalah

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE DI KELURAHAN GOGAGOMAN KECAMATAN KOTAMOBAGU BARAT TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dihuni. Kualitas lingkungan dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-spek

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAXA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat


NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

PENGARUH JARAK ANTARA SUMUR DENGAN SUNGAI TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR GALI DI DESA TALUMOPATU KECAMATAN MOOTILANGO KABUPATEN GORONTALO

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA LEYANGAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan.

STUDI SANITASI DASAR PADA PENDERITA DIARE DI PULAU KODINGARENG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR

PENGARUH PHBS TATANAN RUMAH TANGGA TERHADAP DIARE BALITA DI KELURAHAN GANDUS PALEMBANG ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei penjelasan atau explanatory research yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

TINJAUAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMELIHARAAN JAMBAN KELUARGA DI GAMPONG LAM ILIE MESJID KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kel.Wumialo, Kel.Dulalowo Timur, Kel.Dulalowo, Kel.Liluwo, Kel.Pulubala dan

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

BAB IV HASIL FAKTOR IBU DALAM MERAWAT ANAK BALITA DENGAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti. mencakup kepemilikan jamban sebagai dari kebutuhan setiap anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. secara adil serta merata (Depkes RI, 2009). Masalah penyehatan lingkungan

Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkang Tahun 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU IBU DENGAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA DI SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. pokok untuk sedini mungkin diatasi (Notoatmodjo, 2003). Pada masa

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

PENDAHULUAN. Ridha Hidayat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FREKUENSI TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAJAH I KABUPATEN DEMAK

Alumni Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT PADA ANAK DI KELURAHAN PABBUNDUKANG KECAMATAN PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue (DBD), Sanitasi lingkungan rumah, Faktor risiko

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Luas Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kelurahan Lekobalo, dan Kelurahan Pilolodaa. Letak geografis wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu terletak 1 0 Lintang Utara dan 123 0 Bujur Timur dengan batas Wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kab. Gorontalo 2) Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Buladu Kecamatan Buladu Kota Gorontalo 3) Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Batudaa Pantai Kecamatan Batudaa Pantai Kab. Gorontalo 4) Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Batudaa Kecamatan Batudaa Kab. Gorontalo 4.1.2 Demografi Angka Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa adalah 1801 per km 2 dengan jumlah penduduk 9718 jiwa dengan luas wilayah 4,48 Ha. Sesuai hasil survey perumahan yang dilaksanakan di wilayah kerja 33

Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Tahun 2012 jumlah rumah 1640 buah, jumlah KK 2408 KK, jumlah jiwa 9628 jiwa, dan jumlah anak balita 734 jiwa Adapun dapat dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan masing masing kelurahan antara lain : Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Tahun 2012 Kelurahan Jumlah Dembe I Lekobalo Pilolodaa Total Penduduk n % n % n % n % KK 1022 42,4 890 37,0 495 20,6 2408 100 Jiwa 4105 42,6 3604 37,5 1919 19,9 9628 100 Anak Balita 319 43,5 260 35,4 155 21,1 734 100 Sumber : Puskesmas Pilolodaa Tahun 2012 4.2 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 23 hari dari tanggal 17 April sampai dengan 9 Mei 2012. Sampel penelitian berjumlah 259 anak balita yang berasal dari tiga kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa yaitu Pilolodaa sebanyak 55 anak balita (21,3%), Lekobalo sebanyak 92 anak balita (35,5%) dan Dembe I sebanyak 112 anak balita (43,2%). Distribusi sampel ini disesuaikan dengan jumlah anak balita yang ada disetiap kelurahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Sampel tiap Kelurahan = Jumlah Sampel Jumlah Anak Balita x jumlah anak balita tiap kelurahan Sementara untuk proses pengambilan sampel disetiap kelurahan dilakukan secara acak dengan cara melihat daftar nama anak balita yang ada disetiap kelurahan dan kemudian langsung menentukan nama-nama anak balita yang 34

nantinya akan dijadikan sampel. Apabila respondennya tidak sedang berada ditempat, maka sampelnya diganti dengan anak balita yang berdekatan dengan rumah sampel tersebut. 4.2.1 Hasil Anlisis Univariat Analisis univariat atau analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan dan melihat distribusi dari lokasi tempat tinggal sampel, jenis kelamin sampel, umur responden, umur sampel, sarana penyediaan air bersih, jenis jamban keluarga dan kejadian diare. Analis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel. 1) Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur responden dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok umur <20 tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan >35 tahun. Distribusi umur respondennya bisa dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur (Tahun) Jumlah n % <20 3 1,1 20-24 44 17,0 25-29 80 30,9 30-34 72 27,8 >35 60 23,2 Total 259 100 Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden paling banyak berumur 25-29 tahun yaitu sebanyak 80 responden (30,9%) dan paling sedikit berumur <20 tahun yaitu sebanyak 3 responden (1,1%) 35

2) Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin di bawah ini. Distribusi dari jenis kelamin sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah n % Laki-laki 119 45,9 Perempuan 140 54,1 Total 259 100 Dari hasil analisis didapatkan bahwa sampel yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 119 anak balita (45,9%) dan perempuan sebanyak 140 anak balita (54,1%). Jadi dapat disimpulkan jumlah sampel balita yang berjenis kelamin lakilaki lebih sedikit dibandingkan jumlah sampel yang berjenis kelamin perempuan. 3) Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Sampel dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok umur 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan dan 47-59 bulan. Distribusi umur sampelnya dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Umur (Bulan) Jumlah n % 12-23 71 27,4 24-35 61 23,5 36-47 70 27,1 48-59 57 22,0 Total 259 100 36

Dari hasil analisis didapatkan bahwa sampel paling banyak berumur 12-23 bulan yaitu sebanyak 71 anak balita (27%) dan paling sedikit berumur 48-59 bulan yaitu sebanyak 57 anak balita (22%) 4) Sarana Penyediaan Air Bersih Dalam variabel sarana penyediaan air bersih, sarana penyediaan air bersih dikatakan memenuhi syarat apabila sumber air bersihnya berasal dari PDAM dan dikatakan tidak memenuhi syarat apabila sumber air bersihnya bukan berasal dari PDAM. Distribusi sarana penyediaan air bersih dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Distribusi Sarana Penyediaan Air Bersih Sarana PAB Jumlah n % Memenuhi Syarat 109 42,1 Tidak Memenuhi Syarat 150 57,9 Total 259 100 Dari hasil analisis didapatkan bahwa sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 109 (42,1%) dan sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 150 (57,9%). 5) Distribusi Jenis Jamban Keluarga Dalam variabel jenis jamban keluarga, jamban keluarga dikatakan memenuhi syarat apabila jamban mempunyai tangki septic atau jamban leher angsa dan dikatakan tidak memenuhi syarat apabila jamban tidak mempunyai tangki septic. Distribusi jenis jamban keluarga dapat dilihat pada tabel 4.6. 37

Tabel 4.6 Distribusi Jenis Jamban Keluarga Dari hasil analisis didapatkan bahwa jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat sebanyak 122 (122%) dan jenis jamban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 137 (52,9%). 6) Distribusi Kejadian Diare Dalam variabel kejadian diare, sampel dikatakan diare apabila sampel pernah menderita diare dalam kurun waktu satu tahun terakhir pada saat penelitian dan dikatakan tidak diare apabila sampel tidak pernah menderita diare dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Distribusi kejadian diarenya dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Distribusi Kejadian Diare Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa sampel yang tidak menderita diare sebanyak 156 sampel (60,2%) dan sampel yang menderita diare sebanyak 103 sampel (39,8%). Jenis JAGA Jumlah n % Memenuhi Syarat 122 47,1 Tidak Memenuhi Syarat 137 52,9 Total 259 100 Kejadian Diare Jumlah n % Tidak Diare 156 60,2 Diare 103 39,8 Total 259 100 38

7) Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Responden tabel 4.8 Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Responden disajikan pada Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Responden Kejadian Diare Umur Total Responden Diare Tidak Diare n % n % n % <20 2 66,7 1 33,3 3 100 20-24 18 40,9 26 59,1 44 100 25-29 29 36,3 51 63,7 80 100 30-34 27 37,5 45 62,5 72 100 >34 27 45,0 33 55,0 60 100 Jumlah 103 39,8 156 60,2 259 100 Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase responden yang anak balitanya paling banyak menderita diare adalah responden yang berumur < 20 tahun (66,7%) dan paling sedikit adalah responden yang berumur 25-29 tahun (37,5%). 8) Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Sampel 4.9. Distribusi kejadian diare berdasarkan umur sampel disajikan pada tabel Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Sampel Kejadian Diare Umur Total Diare Tidak Diare Balita n % n % n % 12-23 25 35,2 46 64,8 71 100 24-35 31 50,8 30 49,2 61 100 36-47 27 38,6 43 61,4 70 100 48-59 20 35,1 37 64,9 57 100 Jumlah 103 39,8 156 60,2 259 100 39

Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase sampel yang paling banyak menderita diare adalah sampel yang berumur 24-35 bulan (50,8%) dan yang paling sedikit menderita diare adalah sampel yang berumur 48-59 bulan (35,1%). 9) Distribusi kejadian diare berdasarkan jenis kelamin 4.10. Distribusi kejadian diare berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel Tabel 4.10 Distribusi kejadian diare berdasarkan jenis kelamin Kejadian Diare Jenis Total Diare Tidak Diare Kelamin n % n % n % Laki-Laki 48 40,3 71 59,7 119 100 Perempuan 55 39,3 85 60,7 140 100 Jumlah 103 39,8 156 60,2 259 100 Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase sampel yang berjenis kelamin laki-laki yang menderita diare sebanyak 40,3% dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 39,3%. Jadi dapat dismpulkan bahwa sampel berjenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita diare dibandingkan perempuan. 4.2.2 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara sarana penyediaan air bersih dan jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Analisis data secara statistik dilakukan dengan uji Chi square, dengan menggunakan bantuan program SPSS. Ha diterima atau dikatakan ada hubungan jika nilai p value α (0,05) 40

1) Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita disajikan pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Gorontalo Tahun 2012 Sarana Penyediaan Air Bersih Kejadian Diare Total χ 2 Diare Tidak Diare p value n % n % n % 71 47,3 79 52,7 150 100 8,516 Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat 32 29,4 77 70,6 109 100 Jumlah 103 39,8 156 60,2 259 100 0,005 Dari hasil analisis hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tidak memenuhi syarat sarana penyediaan air bersih maka kejadian diare semakin tinggi dimana kejadian diare yang terjadi pada sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebesar 47,3 % dibanding sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat 29,4 %. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,005 (p 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita. 41

2) Hubungan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Hubungan jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita disajikan pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Hubungan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Gorontalo Tahun 2012 Jenis Jamban Keluarga Kejadian Diare Total Diare Tidak Diare n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat 70 51,1 67 48,9 137 100 Memenuhi Syarat 33 27,0 89 73,0 122 100 Jumlah 103 39,8 156 60,2 259 100 χ p value 15,577 0,000 Dari hasil analisis hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tidak memenuhi syarat jenis jamban keluarga maka kejadian diare semakin tinggi dimana kejadian diare yang terjadi pada jenis jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat sebesar 51,1 % % dibanding jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat 27,0 %.. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000 (p 0,05) Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita. 4.3 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara sarana penyediaan air bersih dan jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Sampel pada penelitian ini berjumlah 259 sampel yang tersebar di tiga 42

kelurahan (Pilolodaa 55 sampel, Lekobalao 92 sampel, dan Dembe I 112 sampel). Jumlah sampel balita yang berkelamin kelamin laki-laki sebanyak 119 anak balita (45,9%) dan perempuan sebanyak 140 anak balita (54,1%) dimana sebagian besar dari sampel (27,4%) berusia antara 12-23 bulan dan untuk responden sebagian besar (30,9%) berusia antara 25-29 tahun. Dalam kaitannya dengan kejadian diare, responden yang anak balitanya paling banyak menderita diare adalah responden yang berumur < 20 tahun (66,7%) dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur 25-29 tahun (37,5%). Hal ini dikarenakan responden yang berumur < 20 tahun masih terlalu muda untuk mengurus anak, dimana pada umur seperti itu kebiasaan seseorang untuk main-main masih sangat tinggi sehingga kadangkala anak mereka kurang diperhatikan. Sementara umur 25-29 tahun merupakan umur yang sudah matang dalam hal mengurus anak. Untuk sampel yang paling banyak menderita diare adalah sampel yang berumur 24-35 bulan (50,8%) dan yang paling sedikit menderita diare adalah sampel yang berumur 48-59 bulan (35,1%). Untuk jenis kelamin sampel, sampel berjenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita diare (40,3%) dibandingkan sampel berjenis kelamin perempuan (39,3%). Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih aktif dari anak perempuan sehingga anak laki-laki sangat besar kemungkinannya terkontaminasi dengan kuman patogen penyebab diare pada saat mereka sedang bermain 43

4.3.1 Hubungan Antara Sarana Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita. Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa sarana penyediaan air bersih yang digunakan ada hubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,005 (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang menggunakan sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 109 (42,1%) dan responden yang menggunakan sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 150(57,9%). Sebagian besar resopnden masih menggunakan air yang berasal dari sumur untuk keperluan sehari-hari dan bahkan pada sebagian responden yang tinggal di pinggir danau Limboto untuk keperluan sehari-harinya mereka menggunakan air yang berasal dari danau tersebut. Pengaruh penyediaan air bersih terhadap kejadian diare yaitu dikarenakan pada penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kemungkinan untuk terjadi kontaminasi dengan kuman patogen sangat besar sehingga apabila dikonsumsi akan menyebabkan kejadian diare. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan 44

tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Data yang diperoleh didapatkan responden yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak 79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar responden selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare. Disamping itu diperoleh sebanyak 32 responden (29,4%) yang sarana penyediaan air bersih memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini dikarenakan sebagian responden masih ada yang menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah terbuka dan masih banyak pula yang jarak jamban keluarga dengan sumber air bersihnya kurang dari 10 meter sehingga besar kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare. Dapat disimpulkan bahwa sarana penyediaan air bersih merupakan salah satu faktor dan ada faktor yang lain, ketika faktor lain dapat dimaksimalkan akan mengurangi risiko kejadian diare dan begitu juga sebaliknya jika faktor lain tersebut tidak dapat dimaksimalkan akan menjadi faktor risiko kejadian diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) tentang hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi dengan kejadian diare pada balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air minum 45

dengan kejadian diare pada anak balita dengan nilai p=0,001(p<0,05). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Muchtar (2011) tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Anggrek Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p=0,000 (p<0,05). 4.3.2 Hubungan Antara Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita. Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa jenis jamban keluarga yang digunakan ada hubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang menggunakan jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat sebanyak 122 (47,1%) dan jenis jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat sebanyak 137 (52,9%). Sebagian besar responden masih banyak menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat seperti jamban cemplung dan jamban empang, disamping itu juga masih banyak masyarakat yang tidak memiliki jamban sehingga untuk buang air besar mereka melakukannya di danau dan kebun. Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa syarat pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut, tidak mengotori air 46

permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, tidak menimbulkan bau, dan lain-lain. Pengaruh jamban keluarga terhadap kejadian diare adalah pembuangan kotoran yang tidak maksimal dapat mengotori tanah dimana tanah dapat menjadi media penyebaran bakteri yang terdapat pada kotoran, mengotori air yang juga dapat menyebarkan bakteri terlebih air banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Selain itu kotoran juga dapat dijangkau oleh kecoa, lalat dan binatang lainnya yang juga dapat menyebarkan bakteri. Bakteri yang menyebar dan masuk ke tubuh manusia akan memberikan dampak, salah satunya menyebabkan diare. Pemanfaatan jenis jamban kelurga yang memenuhi syarat akan menghindarkan dari semua hal tersebut sehingga meminimalkan risiko diare. Wibowo (dalam wulandary. 2009) menjelaskan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. Data yang diperoleh juga didapatkan ada responden yang jenis jamban keluarga tidak memenuhi syarat namun tidak menyebabkan diare sebanyak 67 responden (48,9%), hal ini dikarenakan walaupun jamban mereka merupakan jenis jamban yang tidak memenuhi syarat namun sebagian besar dari bangunan jamban mereka tertutup dan memiliki atap sehingga binatang atau serangga yang biasanya dapat menyebarkan bakteri tidak dapat menjangkau kotoran tersebut. Sebaliknya sebanyak 33 responden (27%) yang jenis jamban kelurganya 47

memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini dikarenakan walaupun jenis jambannya memenuhi syarat, namun ada sebagian responden yang bangunan jambannya tidak memiliki atap sehingga dapat dijangkau oleh binatang atau serangga yang dapat menyebarkan bakteri penyebab kejadian diare. Disamping itu juga masih banyak responden yang di dalam jambannya tidak memiliki alat pembersih, membersihkan jamban lebih dari seminggu sekali dan bahkan ada responden yang tidak menggunakan air bersih setelah buang air besar sehingga kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare sangat besar. Sama halnya dengan sarana penyediaan air bersih, dapat disimpulkan bahwa jenis jamban keluarga merupakan salah satu faktor dan ada faktor yang lain, ketika faktor lain dapat dimaksimalkan akan mengurangi risiko kejadian diare dan begitu juga sebaliknya jika faktor lain tersebut tidak dapat dimaksimalkan akan menjadi faktor risiko kejadian diare Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) tentang hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi dengan kejadian diare pada balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis tempat pembuangan tinja dengan kejadian diare pada anak balita dengan nilai p=0,001(p<0,05). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Muchtar (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p=0,007 (p<0,05). 48