IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET

dokumen-dokumen yang mirip
Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

PENENTUAN WAKTU ONSET SUDDEN COMMENCEMENT KOMPONEN H GEOMAGNET DI BIAK

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

Diterima 18 April 2016, Direvisi 23 Juni 2016, Disetujui 28 Juni 2016 ABSTRACT

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

ARUS CINCIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MEDAN GEOMAGNET DI WILAYAH INDONESIA (RING CURRENT AND IT'S EFFECT ON THE GEOMAGETIC FIELD IN INDONESIA REGION)

PENGEMBANGAN SOFTWARE DETEKSI OTOMATIS SUDDEN COMMENCEMENT BADAI GEOMAGNET NEAR REAL TIME

METODE PENGUKURAN ARUS GIC PADA TRANSFORMATOR JARINGAN LISTRIK

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

Diterima 11 Januari 2016, Direvisi 9 Juni 2016, Disetujui 24 Juni 2016 ABSTRACT

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB II LANDASAN TEORITIS

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

PREDIKSI TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET LOKAL D(T) MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATISTIK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

BAB III METODE PENELITIAN

ANCAMAN BADAI MATAHARI

RESPONS SINTILASI SINYAL GPS SAAT BADAI GEOMAGNET Dl LINTANG RENDAH

IDENTIFIKASI MODEL INDEKS K GEOMAGNET BERDASARKAN SIFAT STOKASTIK

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI INDEKS K GEOMAGNET ANTARA STASIUN BIAK DENGAN MAGNETOMETER DIGITAL DAN STASIUN TANGERANG DENGAN MAGNETOMETER ANALOG

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

Pembinaan Teknis (Bintek) Pengolahan dan Interpretasi Data Geomagnet Bandung, Mei 2015

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pemisahan Sinyal Noise Pada Pengolahan Data Medan Magnet Bumi Menggunakan Transformasi Wavelet

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI BIAK

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

Diterima 11 Agustus 2017; Direvisi 10 Januari 2018; Disetujui 10 Januari 2018 ABSTRACT

COMPONENT VARIANTION PREDICTION)

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

PENGOLAHAN SINYAL GEOMAGNETIK SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI DI REGIONAL JEPANG

PENENTUAN ONSET PULSAMAGNETIK PI2 DI LINTANG RENDAH

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

VARIASI LAPISAN E DAN F IONOSFER DI ATAS KOTOTABANG

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Pengukuran dan Pengolahan Data Komponen Iklim di Makassar

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Nizam Ahmad 1 dan Neflia Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 6 Maret 2014; Disetujui 14 Mei 2014 ABSTRACT

ANALISIS DAMPAK FLARE TIPE X SEPTEMBER 2014 TERHADAP SISTEM NAVIGASI DAN POSISI BERBASIS SATELIT DARI PENGAMATAN GISTM KUPANG

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

Transkripsi:

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 275 hal. 275-283 IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET Anwar Santoso Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN Bandung Jl. Dr. Djundjunan No. 133 Bandung 40173 Email : anwar@bdg.lapan.go.id INTISARI Dalam kegiatan prediksi badai geomagnet, masalah utama yang menjadi perhatian utama adalah kondisi geo-effectiveness. Pada makalah ini, kita diskusikan tentang pentingnya komponen denistas angin surya (Nsw) sebagai salah satu faktor pengendali terbentuknya badai geomagnet selain komponen kecepatan angin surya (Vsw) yang terjadi bersamaan dengan arah selatan medan magnet antar planet (Interplanetary Magnetic Field). Dengan menggunakan data Nsw dan Bz IMF kita dapatkan parameter P yang merepresentasikan sebuah faktor fitting antara nilai maksimum Nsw dan minimum Bz. Melalu persamaan Khabarova (2007) kita peroleh persamaan yang menghubungkan antara P dengan indeks Dst maksimum saat badai geomagnet yaitu Dst = 3,915P 36,898 dengan harga korelasi sebesar 85,47%. Artinya, bahwa komponen Nsw patut dipertimbangkan sebagai faktor koreksi untuk penyempurnaan hasil prediksi badai geomagnet. Kata kunci: badai geomagnet, indeks Dst, faktor geo-effectiveness, komponen angin surya I. PENDAHULUAN Keberhasilan peramalan badai geomagnet merupakan tujuan utama penelitian / pemantauan cuaca antariksa. Pada peristiwa flare dipancarkan radiasi EM dan partikel-partikel bermuatan melalui permukaan matahari. Energi dan partikel-partikel bermuatan tersebut terbawa serta oleh angin surya (angin surya) menjelajah ke seluruh ruang antar planet di jagad raya. Pada saat terjadi tumbukan dengan magnetosfer bumi maka terjadi transfer energi dan momentum ke dalam magnetosfer melalui mekanisme rekoneksi yang selanjutnya memicu timbulnya perubahan karakteristik magnetosfer. Perubahan karakteristik magnetosfer tersebut akan menghasilkan perubahan arus listrik di dalam magnetosfer dan juga ionosfer yang selanjutnya mengakibatkan aktivitas magnetik di permukaan bumi akan mengalami peningkatan. Peningkatan ini akan membangkitkan terjadinya gangguan magnetik yaitu substorm magnetosferik (magnetospheric substorm) yang dapat teramati pada seluruh stasiun pengamat medan magnet bumi di daerah lintang tinggi dan badai magnetik (magnetic storm) yang dapat teramati secara global pada seluruh stasiun pengamat medan magnet bumi di daerah lintang ekuator, rendah menengah bahkan lintang lintang tinggi. Ilustrasi terjadinya tumbukan antara angin surya dan magnetosfer bumi yang memicu perubahan sistem arus di magnetosfer sehingga menyebabkan badai geomagnet, ditunjukkan seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Skema interaksi Magnetosfer Bumi-angin surya & IMF (a) Bz (+); (b) Bz (-) yang menyebabkan perubahan geometri medan magnet bumi dari konfigurasi dipol simetri yaitu geometri menyerupai ekor (Kivelson & Russell, 1995).

276 Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet Indeks yang umum digunakan untuk menyatakan intensitas badai geomagnet adalah indeks Dst dalam satuan nt. Indeks ini diperoleh dari superposisi komponen H dari stasiun Kakioka (Jepang), Hermanus (Afrika Selatan), Honolulu (USA) dan San Juan (Brasil). Selain menyatakan intensitas badai gemagnet, indeks Dst juga menggambarkan kondisi arus cincin (ring current). Energi arus cincin terinjeksi ke dalam magnetosfer melalui mekanisme rekoneksi antara IMF (Interplanetary Magnetic Filed) dan medan magnetosferik. Rekoneksi terjadi ketika IMF cenderung mengarah ke selatan (IMF Bz (-)). Energi arus cincin yang masuk magnetosfer saat rekoneksi dipertimbangkan sebanding dengan parameter VBs, dimana V adalah komponen kecepatan angin surya dan Bs adalah IMF arah selatan (lihat Gambar 1). Oleh karena itu, peramalan badai geomagnet dilakukan dengan mempertimbangkan parameter VBz (Burton et al., 1975; Ballatore & Gonzales, 2003). Dalam kegiatan peramalan badai geomagnet, metode peramalan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas (Khabarova, 2007; Gopalswamy et al., 2005; Gonzales et al., 1994, 1999; Crooker, 2000) yaitu (i) kelas pendek, sekitar 1 jam-an menggunakan data satelit, (ii) kelas sedang-medium, sekitar 1-4 hari, dan (iii) kelas panjang, > 7 hari termasuk didalamnya adalah prediksi intensitas siklus matahari. Ragam bentuk model peramalan dan akurasinya sangat bergantung pada durasi waktu sinyal peringatan yang akan diramalkanya. Peramalan jangka pendek dilakukan berdasarkan informasi dari satelit yang terletak diantara bumi-matahari dan model-model statistika berbeda terkait kondisi plasma diantara bumi-matahari. Umumnya, hasil peramalan jangka pendek mempunyai tingkat akurasi yang bagus, yaitu > 90%. Akan tetapi, waktu siaga hasil peramalan jangka pendek relatif sempit sehingga terlalu pendek untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh badai geomagnet. Peramalan jangka sedang adalah yang paling berharga untuk tujuan praktis. Metode-metode realisasi mereka utamanya didasarkan atas pendekatan struktur geoeffective bumi. Umumnya, hasil peramalan jangka sedang mempunyai tingkat akurasi yang relatif masih bagus, yaitu ~ 75%. Sedangkan, peramalan jangka panjang, mencoba untuk memprediksi cuaca antariksa dan situasi geomagnet secara umum relatif jauh ke depan, menggunakan pengamatan matahari dan model statitika berbeda. Untuk kasus peramalan jangka panjang, tidak ada kebenaran pasti tentang akurasi hasil peramalannya. Umumnya hasil peramalannya digunakan untuk kalangan akademik yang terkait. Beberapa model yang dikembangkan berbasis parameter VBs dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar model yang telah dikembangkan berdasarkan parameter VBs (Maltsev, 2003). Pembangunan sistem prediksi badai geomagnet berdasarkan pada struktur geoeffective diakui sebagai sebuah metode yang sukses, dan keefektifannya diperbaiki melalui hasil penyelidikan kondisi angin surya sebelum dan sesudah onset badai geomagnet pada intensitas yang berbeda-beda. Pertanyaannya Apakah kejadian badai geomagnet selalu dibangkitkan oleh Vsw tinggi pada saat Bz(-) besar dan lama? Jawabannya tidak selalu. Badai geomagnet kadang kala terjadi ketika densitas angin surya (Nsw) kuat dan kecepatan angin surya (Vsw) relative lemah bersamaan dengan IMF Bz(-) lama dan tinggi, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.

Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet 277 Dst (nt) Dst (nt) Vsw (km) Vsw (km) Waktu (UT) Waktu (UT) Gambar 2. Contoh Dampak Perilaku Vsw pada Akurasi Model Badai Geomagnet Berbasis VBs. [Ket. Gambar : absis adalah fungsi waktu (UT) dan ordinat-kiri adalah amplitudo (nt) serta ordinatkanan adalah komponen kecepatan angin surya (Vsw) dalam km] Dalam makalah ini dibahas bagaimana kondisi (perilaku) IMF Bz dan angin surya sebelum badai geomagnet terhadap badai geomagnet yang ditimbulkannya (terutama ketika komponen kecepatan angin surya (Vsw) tidak terlalu tinggi tetapi komponen densitas angin surya (Nsw) tinggi pada saat Bz(-) besar dan lama. II. DATA DAN METODE PENELITIAN Untuk mendukung analisis permasalahan digunakan indeks Dst beberapa hari sebelum dan sesudah kejadian badai geomagnet, komponen tekanan, kecepatan dan densitas angin surya (Psw, Vsw, Nsw), data flare dan CME serta komponen Bz IMF tahun 1996-2001. Data indeks Dst diperoleh dari, komponen angin surya dan IMF diperoleh dari website http://omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx1.html. Sedangkan data flare dan CME diperoleh dari http://umtof.umd.edu/pm/figs.html dan http://cdaw.gsfc.nasa.gov/cme_list/). Pertama dilakukan identifikasi badai geomagnet menggunakan indeks Dst dan data CME. Hasil identifikasi kemudian ditabulasikan. Selanjutnya, dilakukan identifikasi dan analisis terhadap pola densitas dan kecepatan angin surya (Nsw dan Vsw) serta IMF Bz pada saat kejadian badai geomagnet. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil indetifikasi terhadap indeks Dst dari tahun 1996 sampai dengan 2001, diperoleh 61 kejadian badai geomagnet kuat (Dst ~ -100 nt), seperti ditunjukkan pada Tabel 2 Tabel 2. Daftar kejadian badai geomagnet yang teridentifikasi di sepanjang tahun 1996 s/d 2001 Waktu Badai Geomagnet

278 Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet III.1. Hasil Indentifikasi terhadap Perilaku IMF Bz sebelum dan saat Badai Geomagnet Identifikasi terhadap indeks Dst, flare dan CME diperoleh 6 kejadian badai geomagnet yang diawali dengan kejadian solar energetic particle (SEP) kuat, seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Table 3. Daftar 6 kejadian CME kuat yang membangkitkan badai geomagnet (http://umtof.umd.edu/pm/figs.html) No Tanggal SEP Kelas Flare Jenis CME Harga Dst min 1 14-07-2000 X5.7 F hallo -301 (15-07) 2 8-11-2000 M7.4 Ada -96 (6-11) 3 29-03-2001 X6.7 F hallo -371 (31-03) 4 24-09-2001 X2.6 Hallo -102 (25-09) 5 4-11-2001 X1.0 Ada -292 (6-11) 6 22-11-2001 M9.9 F hallo - 182 (24-11) III.1.1 Kasus Badai Geomagnet 15 Juli 2000 (Bastille Day) Badai geomagnet tanggal 15 Juli 2000 dengan onset SSC terjadi pada pukul 14.37 UT (berdasarkan data komponen H stasiun Biak) dibangkitkan oleh kejadian CME (full hallo, kecepatan 1674km/s) yang diikuti oleh flare kelas X5.7 (22 o N; 7 o W) tanggal 14 Juli 2000 dengan onset flare pukul 10.03 UT dan puncaknya pukul 10.24 UT yang diikuti semburan proton dan peningkatan fluks partikel berenergi, seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Beberapa jam sebelum IPS terjadi (tepatnya 452 menit), IMF Bz mulai mengarah ke selatan dengan intensitas ± - 8 nt. Setelah itu, IMF Bz dominant mengarah ke selatan dengan intensitas maksimum -60 nt pada pukul 14.37 UT tanggal 15 Juli 2000 (tepatnya 28 jam 12 menit setelah onset flare). Dampak dari flare ini adalah sebuah badai geomagnet yang ditandai dengan Sudden Commencement (SC). Badai geomagnet ini menyebabkan terdepresinya komponen H stasiun Biak sampai harga maksimum -322.7 nt pukul 21.52 UT, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 3. (Atas) Karakteristik fluks proton dalam berbagai tingkat energi (>10MeV; >50MeV dan >100MeV). (Bawah) Fluks X-ray pada 2 panjang gelombang yaitu 0.5-4 Α dan 1-8 Α tanggal 13-15 Juli 2000 (http://cdaw.gsfc.nasa.gov/cme_list/). Komponen H Biak, Bz dan By IMF Tanggal 15 Juli 2000 UT 60 120 100 50 80 60 40 40 20 30 0 20-20 -40 10-60 -80 0-100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24-120 -10-140 -160-20 -180-200 -30-220 -40-240 -260-50 -280-300 -60-320 -340-70 -360 nt ByGSM BzGSM HBIK Gambar 4. Pola IMF By(GSM), IMF Bz(GSM) dan komponen H Biak tanggal 15 Juli 2000. Keterangan : garis vertikal ; (merah) adalah tengah hari waktu lokal, (biru) onset orientasi IMF arah ke selatan sebelum IPS dan (hijau) IPS atau onset SC komponen H stasiun Biak

Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet 279 III.1.2 Kasus Badai Geomagnet 10 Nopember 2000 Kejadian badai geomagnet tanggal 10 Nopember 2000 dibangkitkan oleh keberadaan CME hallo parsial yang diikuti oleh flare berurutan dengan intensitas masing-masing adalah M1.5, M2.9 dan M7.4 tanggal 8 Nopember 2000. Flare terbesar kelas M7.4, terjadi bersamaan dengan daerah aktif area 9213 (10oN; 22oW) yang onsetnya terjadi pada 22.42 UT dan puncaknya terjadinya pada pukul 23.28 UT (Kecepatan 1738km/s tercatat oleh GOES-8) yang diikuti semburan proton dan fluks partikel berenergi, seperti terlihat pada Gambar 5. Kecepatan angkut flare untuk kasus ini sebesar 1040km/s diperkirakan mampu menyebabkan badai geomagnet yang sangat besar. Namun kenyataanya, pengaruh depresinya pada komponen H stasiun Biak hanya sebesar -116.9 nt pukul 11.20 UT tanggal 10 Nopember 2000. Hal ini dikarenakan beberapa jam sebelum IPS, IMF Bz tidak menunjukkan orientasi yang cenderung ke selatan dan baru setelah IPS, arah IMF Bz dominan ke selatan dengan instensitas rata-rata hanya sebesar -11 nt, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 5. (Atas) Fluks X-ray pada 2 panjang gelombang yaitu 0.5-4 Α dan 1-8 Α. (Atas) Karakteristik fluks proton dalam berbagai tingkat energi (47-65 kev; 112-187 kev; 0.31-0.58 MeV; 0.76-1.22 MeV; 1.06-1.91 MeV dan 1.99-6.03 MeV) tanggal 8-10 Nopember 2000 (http://cdaw.gsfc.nasa.gov/cme_list/). Pola IMF By(GSM), IMF Bz(GSM) dan HBIK taanggal 10 Nopember 2000 40 150 30 100 nt 20 50 10 0 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-50 -10 By GSM Bz GSM HBIK -20-100 -30 UT -150 Gambar 6. Pola IMF By(GSM), IMF Bz(GSM) dan komponen H Biak menitan tanggal 10 Nopember 2000. Keterangan : garis vertikal ; (merah) adalah tengah hari waktu lokal, (biru) onset orientasi IMF arah ke selatan sebelum IPS dan (hijau) IPS atau onset SSC komponen H stasiun Biak

280 Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet Telaah terhadap Gambar 4 dan Gambar 6 tampak bahwa perilaku IMF Bz sebelum onset (shock impact) berperan terhadap pembentukan dan intensitas badai geomagnet. Pada Gambar 4 (Kasus badai geomagnet 15 Juli 2000), kondisi IMF sebelum onset badai geomagnet cenderung mengarah ke selatan dengan intensitas rata-rata > -5 nt selama 395 menit membangkitkan badai geomagnet dengan intensitas Dst = -301 nt. Sedangkan pada Gambar 6 (kasus badai geomagnet tanggal 10 Nopember 2000), kondisi IMF sebelum onset badai geomagnet cenderung berfluktuatif bahkan cenderung mengarah ke utara pada 40 menit sebelum onset sehingga badai geomagnet yang dibangkitkannya relatif kecil dibandingkan pada kejadian tanggal 15 Juli 2000 walaupun dengan kelas flare yang relatif cukup besar. Secara keseluruhan hasil identifikasi terhadap perilaku IMF, ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Ringkasan hasil investigasi dampak perilaku IMF Bz terhadap keberadaan badai geomagnet tahun 2000-2001 (http://umtof.umd.edu/pm/figs.html). Kejadian Kelas Flare ASC Dst min Bz min BzD CME - Flare 14-07-2000 (Ada CME) X5.7 (22N7W) 118-301 (15/7) -59,5-395 8-11-2000 (Ada CME) M7.4 (6N18W) 50-96 (10/11) -14,6 +40 29-03-2001 (Ada CME) X1.7 (14N12W) 185-371 (31/3) -48,1-90 24-09-2001 (Ada CME) X2.6 (16S23E) 56-102 (26/09) -22,3-40* 4-11-2001 (Ada CME) X1.0 (06N18W) 65-292 (6/11) -72-339 22-11-2001 (Ada CME) X1.0 (06N18W) 65-182 (25/11) -47,8-17 Keterangan : M, X adalah notasi untuk kelas flare; Dst min, menunjukkan depresi maksimum pada indeks Dst; Bz min, menunjukkan harga Bz minimum; ASC menunjukkan harga amplitudo SC saat interplanetary shock (IPS); dan BzD, lama waktu dari onset Bz mulai mengarah ke selatan sampai Interplanetary shock (IPS). Tanda (+ dan ), tanda +/- berarti bahwa orientasi Bz mulai mengarah ke selatan beberapa menit setelah dan sebelum IPS serta tanda * menyatakan orientasi IMF Bz berfluktuasi sebelum IPS III.2. Hasil Identifikasi Kondisi Angin Surya Sebelum Onset Badai Geomagnet Hasil identifikasi terhadap pola densitas dan kecepatan angin surya (Nsw dan Vsw) pada saat bertepatan dengan kejadian badai geomagnet telah diperoleh 19 kejadian dominasi densitas angin surya atas kecepatan angin surya yang menyebabkan peristiwa badai geomagnet kuat (< -100 nt) dari total 59 kejadian badai geomagnet kuat sepanjang tahun 1996-2001, seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Contoh ploting komponen angin surya dan IMF hasil identifikasi di atas dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Beberapa contoh hasil identifikasi pola komponen angin surya (NPVsw) dan Bz(-) IMF pada saat badai geomagnet 1996-2001. No Waktu Kejadian Tensitas Keterangan No Waktu Kejadian Tensitas Keterangan 1 13 Jan 1996-102.5 No Data 25 22 Sep 1999-198 Nsw = Vsw 2 23 Okt 1996-100.5 Nsw dominan 26 22 Okt 1999-255 Nsw = Vsw 3 10 Jan 1997-95 Vsw sdkt lbh dominan 27 6 Apr 2000-297 Nsw = Vsw 4 27 Peb 1997-101 Vsw = Nsw, Psw sdkt > 28 17 Mei 2000-101 Nsw = Vsw 5 17 Apr 1997-100 Nsw = Vsw, Psw sdkt > 29 24 Mei 2000-165 Nsw = Psw > Vsw 6 21 Apr 1997-105 Nsw dominan 30 8 Jun 2000-100 Nsw = Vsw 7 15 Mei 1997-145 Nsw = Vsw, Psw > 31 15 Jul 2000-330 Vsw sdkt > Nsw 8 3 Sept 1997-115 Vsw sdkt lbh dominan 32 20 Jul 2000-100 Nsw sdkt > Vsw 9 1 Okt 1997-102 No Data 33 12 Agt 2000-252 Vsw = Nsw 10 11 Okt 1997-123 Nsw dominan 34 17 Sep 2000-212 Vsw = Nsw 11 7 Nop 1997-110 Nsw = Vsw, Psw sdkt > 35 5 Okt 2000-187 Vsw = Nsw 12 22 Nop 1997-112 Nsw = Vsw, Vsw sdkt > 36 14 Okt 2000-115 Nsw sdkt > Vsw 13 18 Peb 1998-103 Nsw dominan 37 29 Okt 2000-145 N sdk > Vsw 14 10 Mar 1998-156 No Data 38 6 Nop 2000-168 Vsw = Nsw < Psw 15 21 Mar 1998-106 Nsw sdkt > Vsw 39 29 Nop 2000-117 Nsw = Psw > Vsw 16 4 Mei 1998-208 Vsw = Psw > Nsw 40 11 Jan 2000-100 Nsw = Psw > Vsw 17 26 Jun 1998-109 Nsw = Psw > Vsw 41 23 Jan 2000-102 Nsw = Psw = Vsw 18 6 Agt 1998-154 Nsw = Psw sdkt > Vsw 42 12 Peb 2000-143 Nsw = Psw = Vsw >= 19 27 Agt 1998-160 Nsw = Vsw 43 3 Okt 2001-167 Nsw = Psw > V sw 20 25 Sep 1998-265 Nsw = Vsw 44 21 Okt 2001-198 Nsw = Psw = V sw 21 19 Okt 1998-145 Nsw = Psw sdkt > Vsw 45 28 Okt 2001-172 Vsw > Psw = Nsw 22 9 Nop 1998-167 Nsw = Psw > Vsw 46 6 Nop 2001-300 No Data 23 13 Nop 1998-169 Nsw > Vsw 47 24 Nop 2001-234 Nsw = Psw > Vsw 24 13 Jan 1999-170 Nsw > Vsw 48 20 Mar 2001-151 Vsw = Psw > Nsw

Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet 281 Untuk lebih jelasnya ke-19 kejadian dominasi densitas angin surya (Nsw) atas kecepatan angin surya (Vsw) yang menyebabkan peristiwa badai geomagnet kuat (< -100 nt) ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 7. 20-27 Oktober 1996 19-23 April 1997 9-13 oktober 1997 15-20 Pebruari 1998 19-23 Maret 1998 4-28 Juni 1998 17-21 Oktober 1998 6-11 Nopember 1998 11-15 Nopember 1998 11-15 Januari 1999 22-26 Mei 2000 18-22 Juli 2000 12-16 Oktober 2000 26-31 Oktober 2000 27 Nop 1 Des 2000 9-13 Januari 2000 1-5 Oktober 2001 22-26 Nopember 2001 9-13 April 2001 Gambar 7. Grafik Pola angin surya (N,V,P), Bz IMF dan Indeks Dst tahun 1999-2001 (http://omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx1.html) yang menunjukkan dominasi Nsw sebagai pemicu badai geomagnet bersamaan dengan kondisi IMF arah selatan kuat dan lama.

282 Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet Dari Gambar 7 di atas, terlihat dengan jelas bahwa ke-19 kejadian badai geomagnet tersebut dominan dipengaruhi oleh kenaikan komponen densitas angin surya (Nsw) dibandingkan dengan komponen kecepatan angin surya (Vsw). Intensitas badai geomagnet yang ditimbulkan oleh dominasi densitas angin surya (Nsw) relatif kuat berkisar antara -100 nt s/d -289 nt. Badai geomagnet terkuat sepanjang tahun 1996 s/d 2001 yang dominan dipengaruhi oleh kemunculan densitas angin surya (Nsw) adalah -289 nt yaitu pada tanggal 11 April 2001. Ketika tekanan dinamik angin surya praktis dikendalikan oleh densitas angin surya (Khabarova et al., 2006), maka faktor naiknya densitas angin surya yang berkombinasi dengan Bz(-) IMF baik dengan atau tanpa jedah adalah pemicu / penuntun munculnya faktor geoeffective kuat. Penyelidikan terhadap 19 kasus badai geomagnet yang bersamaan dengan kenaikan densitas angin surya dan Bz(-) IMF telah menunjukkan bahwa badai geomagnet mulai terjadi bahkan ketika jedah waktu antara Nsw dan Bz(-) berlansung beberapa jam (Khabarova, 2007), seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Dengan kenyataan ini, bisa dikatakan bahwa komponen densitas angin surya (Nsw) patut untuk dipertimbangkan dalam kegiatan peramalan badai geomagnet (geomagnetic storm forecasting) sebagai komponen yang melengkapi faktor geoeffectiveness. Oleh karena itu, diperlukan suatu faktor koreksi dengan basis Nsw sehingga akurasi prediksi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tabel 6. Distribusi Nilai Nsw, IMF Bz(-) dan waktu tundah (jedah) Nsw-Bz(-) terhadap kemunculan badai geomagnet. No Start-End N Maks (1/cm 3 ) MinBz (nt) Delay (dt) (Jam) MinDst (nt) P (Parameter Fiting ) 1 23 Okt 1996 13-11 5-105 -19.0623 2 21 Apr 1997 30.5-9.5 6-107 -23.0277 3 11 Okt 1997 30.2-10.3 3-123 -19.8184 4 21 Mar 1998 25.2-12.4 3-85 -12.0948 5 6 Agt 1998 39.5-19.3 5-138 -33.3535 6 9 Nop 1998 12.2-19.7 7-142 -28.9412 7 13 Nop 1998 17.1-17.6 4-131 -25.8704 8 13 Jan 1999 20.6-14.6 2-112 -21.0187 9 22 Sep 1999 46-15.8 9-173 -36.147 10 22 Okt 1999 18.2-30.7 9-237 -43.4984 11 20 Apr 2000 29.7-12.8 4-102 -23.6995 12 24 Mei 2000 30.8-19.2 0-147 -19.2 13 20 Juli 2000 8.2-7.9 10-93 -16.9554 14 14 Okt 2000 9-11.5 3-105 -16.6962 15 29 Okt 2000 39.3-17.1 4-127 -29.6379 16 29 Nop 2000 17.1-10.3 1-119 -14.4352 17 11 Apr 2001 24.7-20.5 5-147 -31.6131 18 3 Okt 2001 8-20.9 1-166 -23.7284 19 24 Nop 2001 43.9-27.8 4-221 -41.0514 III.3. Analisis Geoeffectiveness Sebagai Faktor Koreksi Akurasi Prediksi Badai Geomagnet Untuk keperluan forecasting atau prediction, kolaborasi Nsw dan Bz(-) IMF yang memicu kemunculan badai geomagnet (walaupun dengan harga Vsw (kecepatan) minimum saat itu) diperhitungkan dalam setiap kegiatan forecasting dan prediction. Oleh karena itu diperkenalkan harga parameter fitting antara maksimum Nsw dan minimum Bz yang dilambangkan dengan huruf P Fit, yang dirumuskan sebagai berikut (Khabarova, 2007), P Fit = minbz - N Maks dt (1) Dimana dt adalah selisih waktu (jam) dari puncak Nsw sampai Bz minimum. Dari persamaan (1), terlihat bahwa harga Dst minimum pada saat badai geomagnet terkait dengan besarnya selisih kekuatan Nmaks dan Bz minimum atau dengan kata lain terkoreksi oleh parameter P Fit (Khabarova, 2007). Untuk mengetahui hubungan antara parameter P Fit dengan Dst minimum maka dilakukan ploting, hasilnya seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Dari Gambar 8 diperoleh bahwa korelasi antara Dst dengan parameter P adalah sebesar 85.47%. Hasil ini mempertegas bukti bahwa faktor koreksi densitas angin surya patut dipertimbangkan dalam setiap kegiatan forecast atau prediksi agar diperoleh hasil forecast atau prediksi yang relatif lebih bagus.

Anwar Santoso / Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet 283 Pola Korelasi Antara Parameter P Terhadap Dst Minimum DstMin = 3.9157P) - 36.898 0 R 2 = 0.7305-50 -40-30 -20-10 0-50 nt -100-150 Dst-P Linear (Dst-P) -200 P=Bzmin-(NswdT)^0.5-250 Gambar 8. Pola korelasi antara Dst minimum terhadap P (Bzmin- dt N sw ) sebagai faktor koreksi. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa densitas angin surya (Nsw) juga berperan penting terhadap keberadaan badai geomagnet. Oleh karenanya, densitas angin surya layak dipertimbangkan dalam kegiatan peramalan badai geomagnet sebagai salah satu komponen sebagai faktor geoeffectiveness. Hal ini dibuktikan dengan tingginya korelasi antara Dst dengan parameter P Fit sebagai fungsi Nsw maksimum dengan harga korelasi sebesar 85.47%. V. DAFTAR PUSTAKA Burton, R. K., R. L. McPherron, and C. T. Russel, 1975, An empirical relationship between interplanetary conditions and Dst, J. Geophys. Res. 80, 4204-4214 P. Ballatore and W. D. Gonzales, 2003, On the estimates of the ring current injection and decay, Earth Planets Space, 55, 427-435 N. U. Crooker, 2000, Solar and Heliospheric geoeffective disturbances, J. Atm. Terr. Phys., 88, 529-562 N. Gopalswamy, S. Yashiro, G. Michalek et al., 2005, Solar Source the Largest Geomagnetic Storm of cycle 23, Geophys. Res. Lett., 32 (12), L12S09, DOI:10.1029/2004GL021639/ W. D. Gonzales et al., 1994, What is Geomagnetic Storm, J. Geophys. Res. 99, NA4, pp. 5771-5792. O. V. Khabarova, 2007, Current Problems of Magnetic Storm Prediction and Possible Ways of Their Solving, Sun and Geosphere, 2 (1), 32-27, ISSN 1819-0839. W. D. Gonzales et al., 1999, Interplanetary Origin of Geomagnetic Stroms, Space Sci. Rev., 88, pp. 529-562. Kivelson M. G., and Russell C. T., Introduce of Plasma Physics, Prentice-Hall, 1995. N. U. Crooker, 2000, Solar and Heliospheric Geoeffective Disturbances, J. Atm. Sol. Terr., 62, pp. 1071-1085. http://umtof.umd.edu/pm/figs.html, pusat data aktivitas matahari, kejadian X-ray, flare dll. http://cdaw.gsfc.nasa.gov/cme_list/, pusat data geomagnet dunia.. http://omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx1.html.