III KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

Pembahasan Materi #2

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP SISTEM INFORMASI

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Pengertian Supply Chain Management

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Supply Chain Management Systems

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan kemajuan ekonomi dewasa ini. memacu pertumbuhan industri di segala bidang, termasuk industri hasil

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pembahasan Materi #4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

III KERANGKA PEMIKIRAN

Deskripsi Mata Kuliah

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

Pembahasan Materi #5

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik

Pembahasan Materi #8

MAKALAH E BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Pembahasan Materi #1

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT. Rantai Suplai /pasok adalah nama lain untuk menyebutkan seluruh proses bisnis

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. adalah perusahaan yang memiliki model bisnis waralaba (franchise). Menurut Karamoy berpendapat lain dan menyatakan bahwa: Waralaba

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan

Addr : : Contact No :

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi telah memaksa industri consumer products untuk menyediakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

Copyright Rani Rumita

BAB I PENDAHULUAN. setiap perusahaan adalah memperoleh keuntungan maksimum. memberikan pelayanan yang baik serta kepuasan kepada pelanggan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. adalah Supply Chain Management. Maka dari itu sistem management dalam. memaksimalkan di dalam pengiriman produk ke distributor.

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Rantai Pasok Menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk sampai ke tangan pelanggan. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya terdiri dari rangkaian supplier (pemasok), pabrik, distributor, toko atau ritel serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada suatu rantai pasok, ada tiga macam aliran yang harus dikelola mulai dari hulu (sisi dimana barang masih berbentuk mentah) hingga ke hilir (sisi dimana barang sudah berbentuk produk akhir yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir). Tiga macam aliran tersebut yaitu aliran material, informasi, dan uang. Struktur rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 3. Supplier Manufaktur Pusat Distribusi Wholesaler Retailer End Customer Aliran produk Aliran biaya Aliran informasi Gambar 3. Struktur Rantai Pasok Sumber : Anatan & Ellitan 2008 Namun, struktur rantai pasok menurut Pujawan (2005) berbeda dengan gambar di atas. Aliran informasi tidak hanya bergerak dari supplier ke end customer, tetapi juga bergerak dari end customer ke supplier sehingga aliran informasi bergerak dua arah timbal balik sepanjang rantai. Menurut Wibisono (2009), rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaring yang menghubungkan berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama yaitu mengadakan

pengadaan barang (procurement) atau menyalurkan (distribution) barang tersebut secara efisien dan efektif sehingga akan tercipta nilai tambah bagi produk tersebut. Rantai pasok merupakan logistic network yang menghubungkan suatu mata rantai antara lain suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, dan customers. Rantai pasok memandang konsep manajemen logistik yang dipandang lebih luas dimulai dari barang dasar sampai barang jadi kemudian dipakai oleh konsumen akhir yang merupakan sasaran dari mata rantai penyediaan barang 7. Rantai pasok dikelola oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha untuk mendekatkan diri dengan konsumen, memberikan kepastian adanya tautan dengan pasar. Kedua, semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu rantai pasok merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas mereka. Dalam rantai pasok, semua pemangku kepentingan memiliki peran bukan hanya perusahaan seperti pemasok saja. Tiga level pelaku utama dalam rantai pasok meliputi level aktor atau pelaku tunggal, level rantai pasok, dan level politik atau komunitas yang memiliki peran dalam kegiatan operasional suatu rantai pasok. Sebuah rantai pasok sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut saluran yang terdiri dari pemasok, manufaktur, pusat distribusi, gudang, dan retail yang bekerja memenuhi kebutuhan konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008). Rantai pasok tercipta karena setiap pelaku usaha pada umumnya sulit menciptakan produk dari bahan mentah hingga barang jadi yang dikonsumsi konsumen. Hal tersebut akan membutuhkan biaya investasi dan produksi yang sangat banyak serta pengelolaannya menjadi tidak efisien dan efektif mengingat kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Proses produksi barang membutuhkan tahapan yang tidak sedikit dalam menciptakan nilai tambah sementara konsep just in time sangat dituntut konsumen dalam pendistribusian produk pada saat ini. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha bergabung membentuk rantai pasok dalam mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen akhir. Setiap anggota dalam rantai pasok memiliki peran yang berbeda-beda 7 Wibisono, Agus. 2009. Konsep Supply Chain Management. http://aguswibisono.com/ 2009/konsep-manajemen-supply-chain/ [6 Januari 2012]

dalam penciptaan nilai tambah sehingga saling membutuhkan untuk memproduksi barang yang lebih berkualitas. Pada saat ini, persaingan yang biasa dihadapi perusahaan secara individual atau dapat dikenal dengan istilah single alone competition sudah berubah menjadi network competition, yaitu persaingan antar jaringan-jaringan perusahaan. Perubahan ini terjadi dilatarbelakangi adanya perubahan lingkungan bisnis yang cepat, yaitu tuntutan konsumen yang semakin kritis, timbulnya kesadaran tentang aspek sosial dan lingkungan serta infrastruktur dan teknologi semakin canggih (Indrajit & Djokopranoto 2006 ; Anatan & Ellitan 2008). Network competition dihadapi oleh kumpulan perusahaan yang berada di dalam sebuah rantai pasok. Selain konsep persaingan berubah, bentuk rantai pasok juga mengalami perubahan. Sebelumnya, rantai pasok berbentuk lurus (linier supply chain). Perusahaan hanya bermitra dengan satu pemasok dan satu distributor. Kini, kepastian pasokan input dan pasar tidak dapat dijamin lagi melalui bermitra dengan hanya satu perusahaan karena adanya tuntutan konsumen yang menginginkan produk lebih berkualitas, murah, dan cepat. Untuk meminimalkan risiko ketidakpastian pasokan dan pasar, bentuk rantai pasok berubah menjadi jaringan (network supply chain) dimana sebuah perusahaan bermitra dengan lebih dari satu pemasok dan lebih dari satu distributor sehingga proses bisnis yang terjadi lebih fleksibel dan tidak kaku. Rantai pasok yang berjaring akan dapat memperluas pasar karena jangkauan pemasaran atau aliran produk mengalir ke konsumen di berbagai tempat. Sedangkan rantai pasok yang berbentuk lurus hanya dapat mengalirkan produk ke satu ritel setempat sehingga kurang menguntungkan perusahaan yang terlibat. Namun, terdapat tantangan bagi network supply chain yaitu mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh aliran yang mengalir sepanjang rantai pasok di setiap anggota rantai pasok. 3.1.2. Manajemen Rantai Pasok 3.1.2.1. Konsep Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Manajemen rantai pasok adalah koordinasi strategik dan sistematis antar perusahaan-perusahaan dalam

memasok bahan baku, memproduksi barang-barang, dan mengirimkannya kepada konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008). Chopra & Meindl (2004) berpendapat bahwa manajemen rantai pasok mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total. Manajemen rantai pasok merupakan konsep yang semakin penting pada era perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, penggerak informasi menjadi penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya. Setiap konsep manajemen dibuat dalam rangka membantu manajer dalam proses pengambilan keputusan. Begitu juga dengan manajemen dalam mengelola rantai pasok, penerapan manajemen rantai pasok memiliki beberapa tujuan. Panggabean (2009) mengemukakan tujuan penerapan manajemen rantai pasok, yaitu mempermudah penentuan lokasi atas dasar pertimbangan aktivitas dan biaya dalam rangka memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier atau pabrik hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan serta mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, dan barang jadi. Menurut Chopra dan Meindl (2004), proses bisnis di dalam rantai dapat dilihat dari dua pandangan. Kedua pandangan tersebut adalah cycle view dan push or pull view. Cycle view menjelaskan bahwa terdapat beberapa siklus dimana setiap siklusnya terjadi di antara dua anggota rantai pasok berhadapan. Push or pull view menjelaskan bahwa terdapat dua kategori pandangan tergantung pada tindakan anggota rantai pasok dalam merespon pesanan (permintaan) konsumen atau sebagai tindakan antisipasi dari permintaan konsumen. Proses pull (tarik) merupakan proses merespon permintaan konsumen, sedangkan proses push (dorong) merupakan proses yang dilakukan anggota rantai pasok sebagai antisipasi terhadap permintaan konsumen. Terdapat empat siklus proses di dalam cycle view dapat dilihat pada Gambar 4. Siklus procurement merupakan siklus pemesanan bahan baku dari anggota rantai pasok paling awal. Siklus manufacturing merupakan siklus pengolahan bahan baku menjadi produk jadi (finished good). Siklus replenishment

merupakan siklus pengisian produk kembali yang dibeli dari anggota rantai pasok sebelumnya. Siklus ini dilakukan karena adanya tambahan produk yang diminta lebih dari pesanan seharusnya oleh konsumen atau dapat dikatakan sebagai tindakan antisipasi produsen atas permintaan yang tidak terduga. Siklus customer order merupakan siklus pemesanan oleh konsumen. Gambar 4. Siklus Proses dalam Cycle View Rantai Pasok Sumber : Chopra dan Meindl 2004 Menurut Lambert et. al (2001), proses bisnis dalam manajemen rantai pasok terdiri atas delapan bagian yang meliputi: manajemen hubungan pelanggan, manajemen pelayanan pelanggan, manajemen permintaan, pemenuhan pesanan, manajemen aliran manufaktur, manajemen hubungan pemasok, pengembangan dan komersialisasi produk, dan manajemen pengembalian (return management). Proses-proses bisnis tersebut dan pentingnya aliran informasi dalam manajemen rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Manajemen Rantai Pasok sebagai Integrasi dan Pengaturan Proses Bisnis di Sepanjang Rantai Pasok Sumber : Lambert et. al 2001 Terdapat beberapa dimensi dalam area cakupan manajemen rantai pasok yang harus dijaga, dikelola, dan diintegrasikan serta contoh praktik integratifnya. Dimensi tersebut diantaranya yaitu (Anatan & Ellitan 2008) : 1) Dimensi pergerakan barang, meliputi packaging customization, common containers, dan vendor management inventory. 2) Dimensi perencanaan dan kontrol, meliputi joint activity atau planning dan multilevel supply control. 3) Dimensi organisasi, meliputi partnership, quasi firm, virtual firm, dan just in time. 4) Dimensi pergerakan informasi, meliputi sharing production plan, Electronic Data Interchange, dan internet. Manajemen rantai pasok berbeda dengan rantai pasok. Rantai pasok merupakan jaringan fisik atau wadah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke konsumen akhir sedangkan manajemen rantai pasok adalah konsep, pemikiran, metode, alat atau pendekatan pengelolaan rantai pasok. Perlu ditekankan bahwa

manajemen rantai pasok merupakan pendekatan yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir karena memiliki prinsip 3C, yakni Coordination, Collaborative, dan Cooperation antar seluruh anggota dalam sebuah rantai pasok. Adapun ilustrasi sederhana mengenai ruang lingkup manajemen rantai pasok dapat terlihat pada Gambar 6. Supply Chain Strategy Logistics Supply Chain Planning Product Life Cycle Management Supply Chain Management Supply Chain Enterprise Applications Procurement Asset Management Gambar 6. Ruang Lingkup Manajemen Rantai Pasok Sederhana Sumber : Arvietrida 2010 8 3.1.2.2. Prinsip dan Fungsi Manajemen Rantai Pasok Dalam manajemen rantai pasok terdapat enam prinsip dasar kunci dalam pengusahaan rantai pasok yang optimal. Enam prinsip tersebut, yaitu (Collins & Dunne 2002, diacu dalam Lestari 2009): 1) Fokus terhadap konsumen dan pelanggan Seiring banyaknya pelaku usaha yang bersaing, manajemen rantai pasok berubah menjadi pull system, yaitu konsumen sebagai penentu keputusan yang dibuat perusahaan (Indrajit & Djokopranoto 2006 ; Anatan & Ellitan 2008). Mengerti kebutuhan konsumen dan bagaimana pemasok bekerja adalah sesuatu hal yang sangat mendasar dan penting dalam rantai pasok 8 Arvietrida, Niniet Indah. 2010. Mengenal Supply Chain Management. http://arvietrida.wordpress.com/2010/09/11/mengenal-ilmu-supply-chain-management/ [6 Januari 2012].

karena tujuan akhir pengelolaan rantai pasok adalah memenuhi kepuasan konsumen akhir yang menuntut produk yang better, cheaper, dan faster. 2) Menciptakan dan menyebarkan nilai Penciptaan nilai merupakan hal yang sangat mendasar untuk kepuasan konsumen. Di dalam mengatur sebuah rantai pasok, pembagian nilai setiap anggota yang terlibat di dalamnya harus sesuai dengan ukuran setiap nilai yang diciptakan atau ditambah oleh setiap anggota. Nilai tersebut akan dapat tercipta jika setiap anggota dapat berinovasi dan menggunakan teknologi yang dapat membuat produksi bertambah efisien dan efektif. 3) Mengimplementasikan quality system management yang efektif Menurut Indrajit & Djokopranoto (2006), mutu tidak lagi hanya sesuai spesifikasi, tetapi segala sesuatu di luar harga yang dikehendaki oleh pelanggan, seperti waktu penyerahan, kendala memenuhi janji, bentuk atau estetika dan ketahanan produk, keamanan produk, layanan purnajual, dan sebagainya. 4) Membangun sistem komunikasi yang terbuka Informasi yang akurat dan dapat dipercaya merupakan pondasi utama dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang terbuka merupakan awal mula terjadinya hubungan yang baik di antara anggotaanggota yang ada. Komunikasi juga dapat dijadikan sebagai referensi dalam menciptakan nilai tambah. 5) Menjamin atau memastikan sistem logistik yang efektif dan efisien Manajemen logistik meliputi proses penanganan, penyimpanan, dan transportasi produk. Manajemen rantai pasok merupakan konsep pengembangan dari manajemen logistik dimana penerapannya berbeda antara keduanya. Manajemen rantai pasok memperhatikan logistik dari pemasok hingga konsumen akhir di dalam rantai pasok, sedangkan manajemen logistik hanya memperhatikan kondisi logistik di perusahaan masing-masing setiap anggota rantai pasok (internal). 6) Membangun hubungan yang baik dengan anggota rantai pasok Hubungan (relationship marketing) yang baik sangat dibutuhkan dalam mensukseskan kerja sama di dalam rantai pasok. Setiap anggota di dalam

rantai pasok hendaknya saling terbuka dan jujur atas informasi yang terdapat di dalamnya. Hal ini dilakukan agar informasi yang mereka dapatkan tidak mengandung salah paham atau terjadi miscommunication sehingga hubungan di antaranya akan tetap terjaga baik. Menurut Ma arif dan Tanjung (2003), fungsi yang dilakukan dalam manajemen rantai pasok adalah : 1) Perkiraan permintaan Pada dasarnya manajemen rantai pasok adalah rantai pasok dari produsen ke konsumen, maka permintaan konsumen menjadi acuan untuk proses ke produsen (belakang). Artinya, permintaan konsumen harus diketahui. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah kesalahan perkiraan atau peramalan. 2) Menyeleksi pemasok Pemasok yang digunakan haruslah pemasok yang dipercaya. Oleh karena itu, kegiatan memilih pemasok merupakan kegiatan awal yang krusial. 3) Memesan bahan baku Begitu diketahui berapa perkiraan permintaan, dilakukan pemesanan bahan baku. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah penundaan pesanan. 4) Pengendalian persediaan Persediaan harus dikendalikan agar tidak memboroskan anggaran keuangan atau biaya produksi. Intinya adalah bagaimana melakukan pengadaan sehingga biaya persediaan menjadi minimal. 5) Penjadwalan produksi Setelah bahan baku dipesan, penjadwalan produksi mulai dilakukan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kerusakan mesin yang menyebabkan produksi telah dijadwalkan tertunda. 6) Pengapalan dan pengiriman Pengapalan dan pengiriman menjadi penting ketika barang-barang yang diangkut bersifat cepar rusak. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah keterlambatan pengiriman. 7) Manajemen informasi

Informasi harus dikelola dengan baik sehingga informasi yang dikumpulkan merupakan informasi yang benar. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah penyampaian informasi yang salah. 8) Manajemen mutu Mutu bahan baku yang diperoleh dari pemasok hendaknya dengan mutu yang terbaik. Seringkali mutu yang dikirim pemasok tidak sama dengan yang sesuai dengan kesepakatan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kualitas produk yang tidak sesuai standar. 9) Pelayanan konsumen Fungsi manajemen rantai pasok yaitu untuk melayani konsumen yang terlihat dari berapa banyak barang yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Produsen akan memproduksi sesuai dengan keinginan konsumen. 3.1.2.3. Pemain Utama Manajemen Rantai Pasok Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), hubungan antara pemain utama dalam manajemen rantai pasok yang mempunyai kepentingan sama, yaitu: 1) Rantai 1 : Pemasok Jaringan bermula dari rantai ini, yang merupakan sumber penyedia bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok bisa banyak atau sedikit. 2) Rantai 1-2 : Pemasok - Manufaktur Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua yaitu manufaktur atau pabrik. Manufaktur melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan atau menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak pemasok, manufaktur, dan tempat transit merupakan target penghematan. Penghematan sebesar 40-60 persen dapat diperoleh dengan menggunakan konsep kemitraan dengan pemasok. 3) Rantai 1-2-3 : Pemasok - Manufaktur - Distributor

Dalam rantai ini terjadi kegiatan penyaluran barang jadi yang dihasilkan oleh perusahaan. Berbagai cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, misalkan melalui distributor. Barang dari pabrik melalui gudang disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pedagang besar akan menyalurkan barang dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer atau ritel. 4) Rantai 1-2-3-4 : Pemasok - Manufaktur - Distributor - Ritel Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini dapat dilakukan penghematan dalam bentuk persediaan dan biaya gudang, yaitu dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer. 5) Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok - Manufaktur - Distributor Ritel Konsumen Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli atau pengguna barang. Contoh pengecer adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, supermarket. Mata rantai pasok baru benarbenar berhenti setelah barang berada pada pembeli akhir yang merupakan pemakai terakhir karena pembeli belum tentu pengguna terakhir. 3.1.3. Efisiensi Pemasaran Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa megurangi kepuasan konsumen. Menurut Kohls dan Uhl (2002), pendekatan yang digunakan dalam menilai efisiensi pemasaran ada dua pendekatan, yaitu : (1) efisiensi operasional dan (2) efisiensi harga. Efisiensi operasional sering disebut sebagai efisiensi produksi, diukur dengan membandingkan output pemasaran terhadap input pemasaran yang

diasumsikan output tidak mengalami perubahan. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi operasional biasanya dapat diukur dari margin pemasaran, analisis farmer s share, analisis rasio keuntungan terhadap biaya serta analisis fungsi pemasaran, kelembagaan, dan analisis SCP (Structure, Conduct, Performance). Efisiensi harga digunakan untuk mendekati efisiensi distribusi dengan asumsi output-input dalam bentuk fisik adalah konstan. Menurut Kohls dan Uhl (2002), efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga komoditi yang sama pada tingkat pasar yang berbeda. Efisiensi pemasaran dapat terjadi apabila : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedianya fasilitas fisik tataniaga, (4) adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi 1989). Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator margin pemasaran dan farmer s share. 3.1.3.1. Margin Pemasaran Margin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen atau petani. Adanya perbedaan harga disebabkan adanya perbedaan nilai dari jasa-jasa yang telah dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran. Jasa-jasa yang dilakukan setiap lembaga pemasaran merupakan pengeluaran yang disebut sebagai biaya pemasaran. Namun, dalam margin pemasaran tidak hanya terdapat biaya pemasaran saja, terdapat pula keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga pemasaran satu dengan lembaga pemasaran lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar pula perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau semakin besar pula margin pemasaran.

Margin Pemasaran Pr Pf P Sr Sf Keterangan : Df : Demand di tingkat petani Dr : Demand di tingkat pengecer Sf : Supply di tingkat petani Sr : Supply di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat pengecer Qrf : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Margin pemasaran : Pr Pf : Margin pemasaran Qrf Df Dr Q Gambar 7. Kurva Margin Pemasaran Sumber : Dahl dan Hammond 1977 Besarnya margin pemasaran pada sebuah saluran dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Rendahnya biaya pemasaran belum tentu dapat mencerminkan bahwa pemasaran sudah efisien, tergantung dengan indikator lainnya. Dari kurva margin pemasaran, dapat dilihat nilai margin pemasaran. Nilai margin pemasaran (value of marketing margin) merupakan perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Tinggi rendahnya margin pemasaran sering digunakan sebagai salah satu kriteria penilaian apakah kegiatan pemasaran sudah efisien atau belum. 3.1.3.2. Farmer s Share Farmer s share menurut Kohls dan Uhl (2002) adalah persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar oleh konsumen sebagai imbalan atas jasa usahatani yang dilakukan dalam menghasilkan produk. Besarnya farmer s share dipengaruhi oleh banyaknya fungsi pemasaran yang dilakukan petani. Farmer s share dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai efisiensi

pemasaran suatu komoditi. Farmer s share yang tinggi menunjukkan bahwa bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen tinggi, tetapi belum tentu menunjukkan bahwa sebuah pemasaran komoditi efisien, tergantung juga pada indikator lainnya. Farmer s share dapat dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan produsen atau petani dalam memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Bagian yang diterima oleh petani atau besarnya farmer s share ditunjukkan dalam bentuk persentase. 3.1.4. Konsep Nilai Tambah Menurut Coltrain, Barton, dan Boland (2000), nilai tambah adalah menambah nilai produk dengan mengubah tempat, waktu, dan bentuk menjadi lebih menarik perhatian konsumen dalam pasar. Terdapat dua upaya dalam menciptakan nilai tambah, yaitu inovasi dan koordinasi. Kegiatan inovasi merupakan aktivitas yang memperbaiki proses yang ada, prosedur, produk, dan pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru dengan menggunakan atau memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada. Sedangkan pengertian dari koordinasi merupakan harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem. Hal tersebut merupakan peluang dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan informasi dalam produksi pertanian untuk menciptakan imbalan yang nyata dan meningkatkan nilai produk dalam setiap tahap proses produksi pertanian. Konsep nilai tambah bukan hanya terbatas pada fisik produk, tetapi juga pelayanan (service) yang diciptakan (Boadu 2003). Menurut Darius (2011), secara ekonomis, peningkatan nilai tambah suatu barang dapat dilakukan melalui perubahan bentuk (form utility), perubahan tempat (place utility), perubahan waktu (time utility), dan perubahan kepemilikan (position utility). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut 9 : 1. Melalui perubahan bentuk (form utility), suatu produk akan mempunyai nilai tambah ketika barang tersebut mengalami perubahan bentuk. 2. Melalui perubahan tempat (place utility), suatu barang akan memperoleh nilai tambah apabila barang tersebut mengalami perpindahan tempat. 9 Darius. 2011. Nilai Tambah. http://berusahatani.blogspot.com/2011/03/nilai-tambah.html [13 Januari 2012]

3. Melalui perubahan waktu (time utility), suatu barang akan memperoleh nilai tambah ketika dipergunakan pada waktu yang berbeda. 4. Melalui perubahan kepemilikan (position utility), barang akan memperoleh nilai tambah ketika kepemilikan akan barang tersebut berpindah dari satu pihak ke pihak yang lain. Nilai tambah digunakan bukan hanya sebagai kata benda atau kata sifat, melainkan merupakan proses mengkombinasikan dan memodifikasi aktivitas, proses, dan produk. Memberikan nilai tambah pada produk bertujuan untuk menjadi penciri yang membedakan produk sendiri dengan produk kompetitor lainnya sehingga terdapat nilai lebih yang diperoleh konsumen dan terciptalah keunggulan kompetitif. Boadu (2003) membuat konsep tipologi peluang inisiatif nilai tambah berdasarkan dimensi yang dikemukakan Coltrain, Barton, dan Boland (2000) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tipologi Peluang Inisiatif Nilai Tambah DIMENSI INOVASI KOORDINASI Waktu Kecepatan Just in time Lokasi Kenyamanan Efisiensi Produk/Jasa Bentuk Logistik Proses.Metode Teknologi Aliansi strategis Informasi Keamanan, etika Sistem informasi Insentif Motivator Transparan Sumber : Boadu 2003 Konsep nilai tambah juga berarti perolehan sebuah pelaku usaha (perusahaan) atau balas jasa atas usahanya mengatur pemakaian input seoptimal mungkin dalam produksi yang dilakukan. Menurut Boadu (2003), Nilai tambah merupakan selisih nilai output dan nilai input. Nilai input yang dimaksud adalah input intermediate (Blokland et al 1997 ; Balk 2002 ; Brunton & Trickett 2007 ; Katwal et al 2007 ; Cohan & Costa 2009). Disadari bahwa terdapat sistem inputoutput dalam setiap perusahaan. Perusahaan mengkonsumsi input untuk melancarkan kegiatan produksi dan kemudian menghasilkan output. Menurut Balk (2002), hal-hal yang dikategorikan sebagai input adalah : (1) input modal seperti bangunan, mesin, dan peralatan ; (2) input tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang dipekerjakan dalam kegiatan produksi perusahaan ; (3) input

energy seperti gas, listrik, dan air ; (4) input material yang diproses dalam kegiatan produksi serta (5) service input yang digunakan untuk mengantisipasi proses produksi seperti service peralatan dan lainnya. Setiap input dan output memiliki nilai dan harga. Dari pendekatan input-output, dapat diketahui seberapa optimal sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksi melalui nilai tambah yang diperoleh perusahaan. Konsep nilai tambah biasa digunakan untuk mengukur pendapatan nasional setelah perusahaan-perusahaan dikumpulkan atau diagregatkan. 3.1.5. Konsep Persediaan Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), sediaan merupakan sumber daya ekonomi yang perlu diadakan dan disimpan untuk menunjang penyelesaian pengerjaan suatu produk. Sumber daya ekonomi tersebut dapat berupa kapasitas produksi, tenaga kerja, tenaga ahli, modal kerja, waktu yang tersedia, dan bahan baku serta bahan penolong. Namun pada saat ini, sediaan dibatasi pada material, produk sedang dalam proses pengerjaan, dan barang jadi. Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw material), produk jadi (finish product), komponen rakitan (component), bahan pembantu (substance material), dan barang sedang dalam proses (working in process inventory). Persediaan sangat penting untuk diperhatikan bagi pengelolaan produk pertanian karena selain karakteristiknya yang mudah rusak, tidak tahan lama, dan membutuhkan ruang yang banyak, biaya persediaan diketahui mendapat pangsa yang paling besar di dalam total biaya produksi. Jika persediaan tidak dikelola dengan benar, maka kerugian yang ditanggung perusahaan menjadi sangat besar dengan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi. Persediaan tidak disarankan dalam jumlah banyak maupun sedikit karena dapat mempengaruhi biaya dan penjadwalan produksi. Oleh karena itu, pengendalian persediaan yang tepat harus mampu dilakukan perusahaan. Sistem pengendalian persediaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, jadwal pemesanan untuk menambah persediaan dan berapa besar pesanan harus

diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu (Panggabean 2009). Tujuan pengendalian persediaan menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), antara lain : 1) Memelihara independensi operasi. Apabila sediaan material yang diperlukan ditahan pada pusat kegiatan pengerjaan, dan jika pengerjaan yang dilaksanakan pusat kegiatan produksi tersebut tidak membutuhkan material yang bersangkutan segera maka akan terjadi fleksibilitas pada pusat kegiatan produksi. Fleksibilitas terjadi karena sistem mempunyai sediaan yang cukup untuk menjamin keberlangsungan proses produksi. 2) Memenuhi tingkat permintaan yang bervariasi. Volume permintaan tidak dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Volume permintaan dapat saja melebihi perkiraan karena keberhasilan aktivitas promosi atau dapat saja kurang dari perkiraan karena adanya persaingan yang ketat. Oleh karena volume permintaan berfluktuasi, perusahaan perlu mengendalikan persediaan, apakah membutuhkan persediaan pengaman atau tidak. 3) Menerima manfaat ekonomi atas pemesanan bahan dalam jumlah tertentu. Apabila dilakukan pemesanan dalam jumlah tertentu, biasanya perusahaan pemasok akan memberikan potongan harga. Frekuensi pemesanan juga berkurang sehingga biaya pun berkurang. 4) Menyediakan suatu perlindungan terhadap variasi dalam waktu penyerahan bahan baku. Penyerahan bahan baku oleh pemasok dapat tertunda karena suatu hal. Agar tidak mengganggu jadwal produksi, maka perlu mempersiapkan sediaan pengaman (safety stock) yang cukup sehingga produksi pun lancar. 5) Menunjang fleksibilitas penjadwalan produksi. Sehubungan dengan adanya fluktuasi atas permintaan maka perusahaan perlu mengatur penjadwalan produksi yang bervariasi atau volume keluaran produksi yang bervariasi. Untuk menunjang terwujudnya fleksibilitas dalam penjadwalan produksi, manajemen perlu mengatur jumlah persediaan yang perlu dikendalikan.

Pengendalian persediaan dibagi menjadi dua, yaitu pengendalian persediaan independen dan pengendalian persediaan dependen. Pengendalian persediaan independen berkaitan dengan pengendalian persediaan dalam bentuk produk akhir (finish product). Permintaan terhadap persediaan bersifat independen atau tidak terikat pada produk lainnya dan dapat diestimasi. Permintaan independen mencerminkan respon pasar atas keluaran akhir atau output sebuah perusahaan. Pengendalian persediaan dependen adalah persediaan yang terikat kepada target keluaran akhir yang akan diproduksi. Kebutuhan terhadap setiap jenis bahan atau komponen ditentukan melalui penentuan jumlah keluaran akhir yang dibutuhkan oleh pasar. Apabila target keluaran produk akhir sudah terdefinisikan maka jumlah item komponen atau bahan baku yang dibutuhkan dapat diketahui dengan pasti. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Isu lingkungan menjadi perhatian hangat pada saat ini, yaitu peningkatan gas rumah kaca yang membuat produksi produk pertanian terutama padi berfluktuasi melalui berubahnya cuaca yang tidak menentu. Kesuburan tanah berkurang akibat pemakaian bahan kimia sintetis yang terlalu berlebihan sehingga produksi tidak optimal. Pemakaian bahan kimia sintetis yang berlebihan membuat ketidakseimbangan ekologis, dimulai dari kondisi tanah menjadi kurang sehat sampai punahnya beberapa spesies. Untuk mengantisipasi kejadian yang lebih berbahaya lagi, berkembanglah konsep pertanian organik. Pertanian padi organik menghasilkan beras organik yang lebih aman dan sehat dibandingkan beras dari hasil pertanian konvensional. Perkembangannya juga didukung dengan adanya perubahan gaya hidup konsumen menjadi back to nature sehingga kesehatan pribadi dan lingkungan terjaga. Hal tersebut membuat pelaku-pelaku usaha mulai memproduksi beras organik sehingga timbullah persaingan. Konsep manajemen rantai pasok di dalam jaringan rantai pasok perlu diterapkan karena untuk memenangi persaingan pada era ini, persaingan tidak lagi dihadapi pelaku usaha (perusahaan) secara individu saja tetapi persaingan harus dihadapi bersama oleh pelaku usaha di dalam rantai pasoknya.

Rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm berbentuk jaringan (network supply chain). Tani Sejahtera Farm berperan sebagai produsen, distributor dan bermitra dengan petani serta menjual beras organik di dalam rantai pasoknya. Badan usaha ini bermitra dengan petani sebagai produsen dan bermitra dengan ritel yang menyampaikan produknya hingga ke tangan konsumen akhir. Rantai pasok ini kurang terkoordinasi dan kurang terintegrasi dalam mengalirkan produk, finansial, dan informasi sehingga dirasakan kurang efisien dan efektif dalam memproduksi beras organik. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidakmampuan rantai pasok dalam memenuhi permintaan dari konsumen akhir. Berawal dari permasalahan tersebut, dibutuhkan penelitian mengenai analisis rantai pasok dan pengendalian persediaan beras organik Tani Sejahtera Farm. Penelitian ini dimulai dari analisis rantai pasok beras organik secara deskriptif dengan menggunakan kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking). Elemen kinerja rantai pasok dalam kerangka FSCN dianalisis dengan pendekatan efisiensi pemasaran menggunakan alat margin pemasaran dan farmer s share serta pendekatan efisiensi pengelolaan asset menggunakan alat inventory turnover, inventory days of supply, dan cash to cash cycle time. Setelah kondisi rantai pasok beras organik terdeskripsi dengan jelas, dilakukanlah analisis nilai tambah untuk mengetahui apakah rantai pasok ini dapat mencapai tujuan memaksimalkan nilai tambah atau belum dan seberapa besar nilai tambah yang diperoleh rantai pasok beras organik keseluruhan. Garis putus-putus dalam Gambar 8 menggambarkan bahwa analisis rantai pasok dan nilai tambah berada dalam satu lingkup yang sama, yaitu seluruh anggota rantai pasok beras organik. Setelah itu, dilakukan analisis pengendalian persediaan beras organik pada Tani Sejahtera Farm. Analisis ini dimulai dari analisis kondisi permintaan yang dihadapi dan kebijakan pengisian kembali persediaan mana yang diterapkan badan usaha ini. Setelah diketahui keduanya, barulah dapat ditentukan model pengendalian persediaan yang sesuai sebagai alat analisis pengendalian persediaan sehingga dapat dianalisis dan dihasilkan ukuran pengendalian persediaan yang tepat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat Tani Sejahtera Farm serta anggota rantai pasoknya memproduksi beras organik secara efektif dan efisien sehingga tujuan akhir rantai pasok tercapai, yaitu memenuhi kepuasan konsumen

dan pendapatan anggota rantai pasok meningkat. Kerangka operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Peningkatan gas rumah kaca dari sawah serta tren masyarakat menjadi back to nature Pertanian Padi Organik Persaingan antar rantai pasok beras organik Rantai Pasok Beras Organik Tani Sejahtera Farm Analisis Rantai Pasok: 1) Sasaran Rantai 2) Struktur Rantai Pasok 3) Manajemen Rantai Pasok 4) Sumber Daya Rantai 5) Proses Rantai Bisnis 6) Kinerja Rantai Pasok Efisiensi Pemasaran - Margin Pemasaran - Farmer s Share Efisiensi Pengelolaan Asset - Inventory Turnover - Inventory Days of Supply - Cash to Cash Cycle Time Analisis nilai tambah anggota rantai pasok Analisis Pengendalian Persediaan Tani Sejahtera Farm : Kondisi demand dan kebijakan persediaan Model pengendalian persediaan tepat Efisiensi dan Efektivitas Rantai Pasok Beras Organik Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian