3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Metode Kerja

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

Morphometric and Meristic Character of Mangrove Crab (Scylla serrata) in Mangrove Ecosystem at West Sentosa Village, Medan Belawan Subdistrict

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

ARTIKEL ILMIAH. STUDI POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI ITIK KECAMATAN SADU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

3. METODE PENELITIAN

3.3 Pengumpulan Data Primer

ANALISA VARIASI KARAKTER MORFOMETRIK DAN MERISTIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN INDONESIA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

3. METODE PENELITIAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepiting Bakau Genus Scylla Klasifikasi dan identifikasi kepiting bakau

MATERI DAN METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIDARATKAN DI TPI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

RANCANG BANGUN BUBU LIPAT UNTUK MENANGKAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DIDIN KOMARUDIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

STRUKTUR POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla Serrata) DIPERAIRAN TELUK KOTANIA DUSUN WAEL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK

3. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepiting Bakau Klasifikasi kepiting bakau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bioekologi Kepiting Bakau (Scylla Serrata dan Scylla Oceanica) Di Kawasan Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

2. METODOLOGI PENELITIAN

RINGKASAN. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satusatunya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Parameter Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

JENIS KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN LABUHAN BAHARI BELAWAN MEDAN. Putri March F. Hia, Boedi Hendrarto, Haeruddin*)

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

STUDI PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal, 1775) DI PERAIRAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT IQRA PUTRA SANUR

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

ANALISIS BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) DI PERAIRAN SUKOLILO, PANTAI TIMUR SURABAYA

A. Kerangka Pemikiran Restoran fast food yang banyak bermunculan di kota Bogor saat ini memicu persaingan antar restoran fast food tersebut di kota

HUBUNGAN LEBAR KARAPAS DAN BERAT KEPITING BAKAU (Scylla spp) HASIL TANGKAPAN DI DESA KAHYAPU PULAU ENGGANO PROVINSI BENGKULU

III. METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp) DI EKOSISTEM PESISIR KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Menurut Kanna (2002) kepiting bakau (S. serrata) berdasarkan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama 11 bulan yaitu mulai dari bulan Juli 2008 hingga bulan Mei 2009. Kepiting bakau yang diteliti merupakan kepiting bakau yang telah ditangkap oleh nelayan di masing-masing lokasi pengambilan sampel dengan menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana (PCAS), dimana jumlah sampel yang diambil sesuai dengan yang ada pada saat itu tanpa melihat spesiesnya. Menurut Boer (2001), teknik pengacakan dapat mengurangi faktor subjektivitas pelaksana percobaan dalam memilih dan mengatur perlakuan atau ulangan pada satuan percobaan. Lokasi pengambilan sampel yang dicakup berjumlah 14 lokasi, yaitu Pidie (Nangroe Aceh Darussalam), Tanjung Jabung Timur (Jambi), Bintan (Kep. Riau), Cilamaya (Karawang), Blanakan (Subang), Gebang dan Ambulu (Cirebon), Mataram (Nusa Tenggara Barat), Pontianak dan Samarinda (Kalimantan), Maros dan Teluk Bone (Sulawesi), Jayapura dan Teluk Bintuni (Irian Jaya). Lokasi pengambilan sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Pengukuran karakter morfometrik dan meristik dilakukan secara in situ dan di laboratorium. Sampel kepiting bakau dimasukkan ke dalam ice box dan selanjutnya di bawa ke Laboratorium Biologi Makro I (BIMA I), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan merupakan data primer. 3.2. Metode Kerja Sampel kepiting bakau diambil dengan cara membeli langsung dari nelayan yang menangkap kepiting bakau di sekitar perairan mangrove pada masing-masing lokasi penelitian. Alat yang digunakan pada saat menangkap kepiting bakau ialah pancing, bubu, dan jaring. Kepiting bakau yang diambil mewakili berbagai ukuran kepiting bakau jantan dan betina dan dianalisis di Laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Sampel kepiting bakau yang terkumpul akan diukur secara mofometrik, yang meliputi 10 karakter utama seperti yang dilakukan Clark et al. (2001) terhadap genus Carcinus (Portunidae). Karakter

25 Gambar 8. Lokasi pengambilan sampel kepiting bakau di Perairan Indonesia (peta dimodifikasi dari www.hino.co.id/ peta-indonesia-simplfy.gif). 25

26 morfometrik dan meristik yang diukur tertera pada Tabel 4, Tabel 5, Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11. Tabel 4. Karakter morfometrik kepiting bakau yang diukur. No. Karakter Morfometrik Keterangan 1. Lebar karapas (L) Jarak antara ujung duri marginal terakhir di sebelah kanan dengan duri marginal terakhir di sebelah kiri (horizontal) 2. Panjang karapas (P) Jarak antara tepi duri frontal margin dengan tepi bawah karapas 3. Tinggi karapas (T) Panjang garis tegak antara karapas dengan abdomen 4. Optical groove widths Jarak duri frontal margin di antara mata 5. Panjang chela sebelah kanan (PCR) Panjang capit (hand) sebelah kanan mulai dari ujung palm hingga ujung dactylus 6. Tinggi chela sebelah kanan (TCR) Jarak lurus terbesar secara vertikal antara tepi atas dan bawah chela sebelah kanan 7. Panjang profundus chela sebelah kanan (PCR) Jarak antara ujung palm dengan tepi dactylus sebelah kanan 8. Panjang chela sebelah kiri (PCL) Panjang capit (hand) sebelah kiri mulai dari ujung palm hingga ujung dactylus 9. Tinggi chela sebelah kiri Jarak lurus terbesar secara vertikal antara tepi atas (TCL) 10. Panjang profundus chela sebelah kiri (PCL) dan bawah chela sebelah kiri Jarak antara ujung palm dengan tepi dactylus sebelah kiri Tabel 5. Karakter meristik kepiting bakau yang diukur. No. Karakter Meristik Keterangan 1. Jumlah duri frontal margin Jumlah duri frontal margin yang berada di antara kedua mata kepiting 2. Jumlah duri anterolateral Jumlah seluruh duri anterolateral margin yang margin sebelah kanan 3. Jumlah duri anterolateral sebelah kiri berada di sebelah kanan karapas Jumlah seluruh duri anterolateral margin yang berada di sebelah kiri karapas Berikut ini merupakan langkah kerja saat melakukan pengukuran. Pertamatama, dilakukan penomoran kepiting menggunakan kertas label dimana sebelumnya telah dibersihkan dari lumpur dan air menggunakan tissue (Lampiran 1). Lalu dilakukan pengamatan terhadap jenis kelamin dengan cara melihat bentuk abdomen kepiting tersebut, dimana jantan memiliki bentuk abdomen yang mengerucut sedangkan betina memiliki bentuk abdomen yang melebar.

27 Gambar 9. Karakter morfometrik dan meristik tampak dorsal (Keterangan: 1 (lebar karapas); 2 (panjang karapas); 3 (Optical groove widths ); 4 ( tinggi karapas); 5 (Duri anterolateral kiri); 6 (Duri anterolateral kanan); 7 (duri frontal margin)). Gambar 10. Karakter morfometrik pada chela (Keterangan: 8 (PPR); 9 (PCR); 10 (TCR); 11 (PPL); 12 (PCL); 13 (TCL)). Gambar 11. Abdomen kepiting jantan (kiri) dan abdomen kepiting betina (kanan).

28 Kemudian, bobot tubuh ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 10 gram dan pengukuran tinggi karapas dengan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 1 mm. Selanjutnya dilakukan pengukuran aspek morfometrik dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm serta pengukuran aspek meristik secara visual (Lampiran 2 dan 3). Seluruh data tersebut dicatat pada data sheet yang telah dipersiapkan sebelumnya (Lampiran 4 dan 5). Setelah proses pengukuran selesai, dilakukan proses identifikasi dan klasifikasi spesies, dengan cara dilakukan pengamatan terhadap dua duri tajam yang berada pada bagian cheliped carpus, warna karapas, bentuk alur H, corak pada pleopod, serta bentuk duri pada frontal margin. Penulis menggunakan klasifikasi dan identifikasi kepiting bakau berdasarkan Estampador karena hingga saat ini masih terdapat perdebatan antara para ahli mengenai jenis-jenis kepiting bakau. Estampador (1949) in Fushimi & Watanabe (2001) mengklasifikasikan kepiting bakau menjadi tiga spesies dan satu varietas, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla oceanica, dan Scylla serrata var. paramamosain dengan menggunakan spesimen yang dikumpulkan dari Filiphina berdasarkan perbedaan morfologi eksternal (warna karapas dan kaki, gigi anterolateral pada karapas, dan duri luar pada cheliped carpus). Serene (1952) in Fushimi & Watanabe (2001) menyatakan bahwa eksistensi keempat spesies kepiting bakau yang ditemukan di Vietnam sesuai dengan penemuan Estampador. Akan tetapi, Stephenson dan Campbell (1960) in Fushimi & Watanabe (2001) menyatakan bahwa keempat spesies tersebut merupakan satu spesies kepiting bakau berdasarkan kesimpulan yang diambil dari sampel yang berasal dari Queensland dan New South Wales (Australia). Stephenson dan Campbell menduga bahwa perbedaan karakter morfologis tersebut diperoleh dari perbedaan lingkungan habitat kepiting bakau. Selanjutnya Fuseya & Watanabe (1996) in Fushimi & Watanabe (2001) melakukan studi mengenai variasi genetik di 3 loci pada kepiting bakau dan menyatakan bahwa ketiga spesies tersebut benar-benar berbeda dan dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasi Estampador. Keenan et al. (1998) in Fushimi & Watanabe (2001), membuat sebuah revisi mengenai genus Scylla dengan menggunakan spesimen yang berasal dari Laut Merah dan beberapa lokasi di Indo-Pasifik, menggunakan 2 metode genetik yang independen, allozyme elektrophoresis, dan

29 sequencing of two mitochondrial DNA genes (Sitokrom oksidase I dan 16s RNA) yang bekerja pada masing-masing spesies. Keenan et al. (1998) in Fushimi & Watanabe (2001), menyatakan bahwa terdapat 4 spesies dengan menggunakan kriteria morfologi tetapi keempatnya berbeda secara istilah. Fuseya (1998) in Fushimi & Watanabe (2001) melakukan analisis morfometrik antar spesies pada genus Scylla yang berasal dari daerah sebaran geografis kepiting bakau yang luas. Fuseya pun melakukan uji karakteristik morfologi pada pleopod pertama dan kedua dari kepiting bakau jantan. Berdasarkan analisisnya, spesies Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica benarbenar dapat dibedakan. Karaketristik morfologi yang telah ditemukan dari ketiga spesies tersebut sesuai dengan deskripsi yang dijabarkan oleh Estampador pada tahun 1949. 3.3. Identifikasi Morfologi Kepiting Bakau Proses pengidentifikasian kepiting bakau menggunakan klasifikasi yang digunakan Estampador, di mana kepiting bakau dibedakan menjadi 3 spesies berdasarkan perbedaan karakter morfologisnya, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica. Klasifikasi dan identifikasi kepiting bakau (FAO 1998) adalah sebagai berikut: a. Cheliped carpus hanya memiliki setidaknya 1 duri yang tidak pernah tajam; warna tubuh biasanya agak keorangean atau kekuningan... c d b. Cheliped carpus memiliki 2 duri tajam; warna tubuh biasanya hijau hingga ungu... e c. Frontal margin bergigi tajam; duri pada ujung carpus tajam... Scylla tranquebarica d. Frontal margin bergigi tumpul membundar; duri pada ujung carpus hampir tereduksi... Scylla serrata e. Frontal margin bergigi tajam; duri pada cheliped carpus kebanyakan tajam; warna karapas hijau atau hijau-olive; pleopod biasanya bercorak (jantan dan betina)... Scylla oceanica

30 Gambar 12. Identifikasi kepiting bakau menurut Estampador (dimodifikasi) (FAO 1998). 3.4. Analisis Data 3.4.1. Distribusi frekuensi panjang dan lebar karapas Analisis data dilakukan terhadap sebaran frekuensi panjang dan lebar karapas kepiting bakau untuk mendapatkan selang kelas, nilai tengah, dan frekuensi dengan menggunakan program Microsoft Excel dalam hal perhitungannya. Langkahlangkah dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah sebagai berikut: a. Menentukan nilai maksimum dan minimum dari keseluruhan data panjang dan lebar karapas dari jumlah total kepiting bakau. b. Menentukan jumlah kelas. c. Menentukan wilayah data (c); c = nilai maksimum nilai minimum. d. Menentukan lebar kelas; lebar kelas = c/jumlah kelas. e. Menetukan batas atas kelas dan batas bawah kelas setiap selang kelas. f. Mendaftarkan seluruh batas kelas untuk setiap selang kelas. g. Menentukan nilai tengah setiap selang kelas. h. Menjumlahkan frekuensi panjang dan lebar karapas yang telah ditentukan berdasarkan masing-masing selang kelas. i. Memplotkan distribusi frekuensi panjang dan lebar karapas dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya.

31 3.4.2. Hubungan lebar karapas-berat Data yang digunakan pada analisis pada hubungan lebar karapas-berat ialah data gabungan kepiting jantan dan betina pada masing-masing lokasi penelitian. Analisis hubungan lebar karapas-berat menggunakan rumus hubungan panjang-berat pada kepiting (Hartnoll 1982): W = a L b Keterangan: W = berat L = lebar karapas a = intersep (perpotongan kurva hubungan panjangberat dengan sumbu y) b = penduga pola pertumbuhan panjang-berat Untuk mendapatkan persamaan linier atau garis lurus digunakan persamaan: Log W = Log a + b Log L Y = a + b x Untuk menguji nilai b digunakan uji t, dengan hipotesis: H 0 : b = 1, hubungan lebar karapas-berat adalah isometrik H 1 : b 1, hubungan lebar karapas-berat adalah allometrik, yaitu: Allometrik positif (b > 1), pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang. Allometrik negatif (b < 1), pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan berat. b1 b0 t hitung = Sb1 Keterangan: b 1 = nilai b (dari hubungan panjang-berat) b 0 = 1 Sb 1 = simpangan koefisien b Kemudian, bandingkan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05). Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhannya, kaidah keputusan yang diambil adalah sebagai berikut: t hitung > t tabel : tolak hipotesis nol (H 0 ) t hitung < t tabel : gagal tolak hipotesis nol (H 0 ) Penulis menggunakan bantuan software SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version dan Microsoft Excel dalam hal perhitungannya.

32 3.4.3. Analisis komponen utama (principal component analysis) Sepuluh karakter morfometrik dianalisis dengan menggunakan program Principal Components Analysis (PCA). Berdasarkan hasil analisis dari program PCA, didapatkan suatu komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total dengan menggunakan sedikit komponen utama saja. Penggunaan komponen utama sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah (Sartono et al. 2003). Selain itu, hasil plot antar komponen utama (grafik score plot) dapat digunakan untuk untuk menentukan banyaknya penggerombolan secara sederhana. Penulis menggunakan bantuan software MINITAB 15.0 dalam hal perhitungan PCA. 3.4.4. Analisis biplot Analisis perbandingan karakter morfometrik yang telah ditentukan bertujuan untuk melihat karakter morfometrik yang memiliki keterkaitan dengan karakter lainnya. Biplot merupakan teknik statistik deskriptif dimensi ganda yang dapat disajikan secara visual dengan menyajikannya secara simultan segugus objek pengamatan dan peubah dalam suatu grafik pada suatu bidang datar sehingga ciriciri peubah dan objek pengamatan serta posisi relatif antara objek pengamatan dan peubah dapat dianalisis. Biplot dapat menunjukkan hubungan antar peubah kemiripan relatif antar objek pengamatan, serta posisi relatif antara objek pengamatan dengan peubah (Jolllife 1986 & Rawling 1988 in Sartono et al. 2003). Perhitungan dalam analisis biplot, Penulis dibantu dengan menggunakan software SAS 9.1. Salah satu informasi yang didapat melalui analisis bilpot adalah untuk mengetahui korelasi antar peubah, dimana dua peubah yang memiliki korelasi positif tinggi digambarkan dengan dua buah garis dengan arah yang sama (membentuk sudut sempit). Sementara itu, dua peubah yang memiliki korelasi negarif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan (membentuk sudut tumpul). Sedangkan dua peubah yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis yang membentuk sudut mendekati 90 o (Sartono et al. 2003).