PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

KAJIAN PUSTAKA. daging baik, serta dada lebih besar dan kulit licin (North dan Bell, 1990). Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004).

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

Tingkat Kelangsungan Hidup

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

I. PENDAHULUAN. industrialisasi yang sudah dicanangkan dalam program pemerintah. Masyarakat dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan bibit induk atau bibit sebar. Ayam yang akan digunakan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5.. (gram/ekor). 1 2.028,00 2.076,80 2.171,90 2.125,00 2.179,80 2 2.013,00 2.101,50 2.143,60 2.169,30 2.175,00 3 2.025,00 2.095,20 2.130,40 2.140,70 2.191,10 4 2.027,70 2.131,50 2.245,50 2.172,30 2.169,50 Jumlah 8.093,70 8.405,00 8.691,40 8.607,30 8.715,40 Rataan 2.023,43 2.101,25 2.172,85 2.151,83 2.178,85 Keterangan : P1 = Penggunaan litter sampai umur 18 hari P2 = Penggunaan litter sampai umur 21 hari P3 = Penggunaan litter sampai umur 24 hari P4 = Penggunaan litter sampai umur 27 hari P5 = Penggunaan litter sampai umur 30 hari Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa rata-rata konsumsi ransum apabila diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah adalah P5 = 2.178,85; P3 = 2.172,85; P4 = 2.151,83; P2 = 2.101,25, dan P1 = 2.023,43. Guna mengetahui pengaruh perlakuan lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum, maka dilakukan analisis ragam (Lampiran 2). Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa lama penggunaan litter pada kandang panggung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Guna mengetahui sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Perlakuan Rataan Signifikansi P1 2.023,43 a P2 2.101,25 b P4 2.151,83 c P3 2.172,85 c P5 2.178,85 c Keterangan : Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata 30 Berdasarkan hasil uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 6. diketahui bahwa penggunaan litter pada kandang panggung selama 18 hari (P1), jumlah ransum yang dikonsumsinya nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan perlakuan penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2), 24 hari (P3), 27 hari (P4), dan 30 hari (P5). Demikian pula penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2), konsumsi ransumnya nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan penggunaan litter sampai umur 24 hari (P3), 27 hari (P4), dan 30 hari (P5), akan tetapi pengunaan litter sampai 24 hari (P3) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan litter sampai umur 27 hari (P4) dan 30 hari (P5). Tinggi rendahnya konsumsi ransum erat kaitannya dengan lama penggunaan litter, hal itu dapat dilihat dari konsumsi ransum pada perlakuan penggunaan litter sampai umur 30 hari (P5) memiliki rata-rata konsumsi ransum paling tinggi yaitu 2178,85 gram, dan pada perlakuan penggunaan litter sampai umur 18 hari (P1) memiliki rata-rat konsumsi ransum paling rendah yaitu sebesar 2023,43 gram. Semakin lama penggunaan litter semakin tinggi ransum yang dikonsumsi, fakta tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2002) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum pada ayam pedaging yang dipeliharan dalam kandang litter lebih tinggi daripada ayam pedaging yang dipeliharan dalam cage.

31 Konsumsi ransum yang tinggi pada pemeliharaan ayam dengan lantai menggunakan litter terjadi karena lantai kandang tidak keras sehingga memberikan rasa nyaman pada ayam. Hasil penelitian juga menunjukkan pengaruh suhu lantai kandang tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, meskipun suhu lantai kandang yang menggunakan litter relatif lebih tinggi, terutama pada siang hari dibanding perlakuan yang tidak memakai litter (Lampiran 5). Kondisi suhu yang tinggi namun tidak terjadi penurunan konsumsi ransum terjadi akibat penggunaan ransum yang tinggi kadar lemaknya. Kadar lemak pada ransum yang digunakan adalah lebih dari 5 persen, sementara kebutuhan lemak dalam ransum ayam broiler adalah 3 persen (Steven dan John, 2001). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan konsumsi ransum pada ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan tinggi, dapat dilakukan dengan cara mengurangi heat increament, tanpa mengurangi konsumsi energi (Fuller dan Rendon, 1977). Cara paling efektif untuk mengurangi heat increment adalah dengan meningkatkan kadar lemak dalam ransum yang diberikan, sebab lemak merupakan unsur ransum yang memiliki heat increament paling rendah dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, sehingga tingginya energi metabolis ransum yang berasal dari lemak, tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum. Heat increment itu sendiri adalah panas yang timbul pada tubuh ayam sebagai akibat dari pencernaan makanan dan metabolism zat-zat makanan (Fuller dan Rendon, 1977). Rendahnya konsumsi ransum pada penggunaan litter yang lebih singkat dikarenakan pada umur ayam yang lebih muda terutama umur 18 hari (P1) dan umur 21 hari (P2) perlakuan pengangkatan litter menyebabkan ayam berada pada lantai slate (bilah bambu) sehingga tingkat stres yang dirasakan oleh ayam lebih

32 tinggi. Stres terjadi akibat adanya terpaan angin yang kuat dari bawah lantai kandang sementara bulu ayam belum tumbuh sempurna, selain itu stres timbul akibat dari perubahan lantai kandang dari yang awalnya lembut menjadi keras. Hal ini erat kaitannya denga pernyataan Edjeng dkk. (2005) yang menyatakan pemeliharaan ayam pada kandang sistem lantai slate, mengakibatkan ayam mudah terluka dan telapak kaki mengalami pengerasan (bubulen) sehingga ayam kesakitan dan stres yang dampaknya mempengaruhi konsumsi ransum. Tingkat stres akibat pemeliharaan pada lantai slate tampaknya tidak terlalu berpengaruh pada perlakuan P3 dan P4, hal ini terjadi karena pada saat ayam berumur 24 hari, bulu ayam telah tumbuh sempurna sehingga melindungi tubuh ayam dari terpaan angin yang berasal dari lantai kandang. Konsumsi ransum umur ke 29 dan 30 pada semua perlakuan meningkat (Lampiran 6), hal ini terjadi karena pada hari ke 29 dan 30 terjadi penurunan suhu pada siang hari menjadi 23-25 0 C akibat cuaca hujan. Fakta ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990) yang menyatakan ketika suhu lingkungan rendah maka ayam banyak mengonsumsi ransum untuk meningkatkan metabolisme tubuh. 4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap pertambahan bobot badan (PBB) disajikan pada Tabel 7.

33 Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5... (gram/ekor) 1 1.342,80 1.320,00 1.408,10 1.308,00 1.213,00 2 1.329,60 1.469,30 1.348,80 1.318,70 1.248,60 3 1.314,70 1.309,60 1.402,00 1.211,80 1.323,90 4 1.309,10 1.393,40 1.500,50 1.265,90 1.375,70 Jumlah 5.296,20 5.492,30 5.659,40 5.104,40 5.161,20 Rataan 1.324,05 1.373,08 1.414,85 1.276,10 1.290,30 Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa rata-rata pertambahan bobot badan (PBB) apabila diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah adalah P3 = 1.414,85; P2 = 1.373,08; P1 =1.324,05; P5 = 1.290,3; dan P4 = 1.276,10. Guna mengetahui pengaruh perlakuan lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap PBB, maka dilakukan analisis ragam (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa lama penggunaan litter pada kandang panggung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap PBB. Guna mengetahui sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Perlakuan Rata-rata Signifikansi P4 1.276,10 a P5 1.290,30 ab P1 1.324,05 abc P2 1.373,08 bc P3 1.414,85 c Keterangan : Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata

34 Berdasarkan hasil uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 8 diketahui bahwa penggunaan litter pada kandang panggung selama 27 hari (P4), pertambahan bobot badan yang dihasilkan nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan perlakuan penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2) dan 24 hari (P3). Demikian pula penggunaan litter sampai umur 30 hari (P5), pertambahan bobot badan nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan penggunaan litter sampai umur 24 hari (P3), akan tetapi pengunaan litter sampai 18 hari (P1) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2) dan 24 hari (P3). Pertambahan bobot badan pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara statistik memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi, hasil ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ransum berhasil dikonversi menjadi daging dengan baik oleh ayam. Hal ini terjadi karena pemeliharaan pada lantai slate dilakukan lebih awal sehingga dapat mengurangi kandungan amonia dan menurunkan suhu. Hasil ini juga menunjukkan bahwa ayam yang berumur kurang dari 24 hari masih merespon dengan baik suhu yang relatif tinggi akibat adanya litter. Pada perlakuan P5 dan P4 meskipun konsumsi ransumnya cukup tinggi (Tabel 5) tetapi bobot badan yang dihasilkannya rendah. Fakta tersebut memperlihatkan bahwa suhu udara yang relatif tinggi pada lantai yang menggunakan litter menyebabkan pertambahan bobot badan ayam terganggu. Fakta ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Reni dkk. (2011) yang menyatakan bahwa ayam yang dipelihara pada suhu lebih tinggi menghasilkan pertambahan bobot badan yang jauh lebih rendah daripada ayam yang dipelihara pada suhu rendah. Suhu lantai kandang tanpa litter pada siang hari berkisar antara 23-27 o C, sementara suhu lantai kandang yang menggunakan litter berkisar antara

35 25-30 o C (Lampiran 5). Suhu lantai kandang yang menggunakan litter lebih lama menyebabkan suhu lantai kandang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lantai tanpa menggunakan litter, hal ini terjadi karena kurangnya sirkulasi udara, selain itu kenaikan suhu dapat diakibatkan oleh aktifitas mikroba pengurai pada litter. Aktifitas mikroba dalam suatu bahan ditunjukkan dengan naiknya suhu bahan tersebut, bahkan bisa mencapai 40 o C (Poincelot, 1972). Pada saat suhu tinggi, ayam mengalami cekaman panas sehingga terjadi peningkatan frekuensi pernafasan sebagai upaya pengeluaran panas akibat dari meningkatnya metabolisme. Meningkatnya frekuensi pernapasan menurut Fuller dan Rendon (1977) menyebabkan bertambahnya penggunaan energi. Penggunaan energi inilah yang menyebabkan pertambahan bobot ayam berkurang, sebab energi yang seharusnya disimpan dalam otot, terbuang karena digunakan untuk pengeluaran panas melalui pernafasan. Pertambahan bobot badan yang rendah pada pemeliharaan menggunakan litter sampai umur 27 hari dan 30 hari terjadi karena adanya amonia pada kandang, hal itu terindikasi dari mulai terciumnya bau amonia, meskipun dalam penelitian ini tidak diukur seberapa besar kadar amonia namun Saif (2003) menyatakan bahwa apabila sudah tercium bau amonia maka kadar amonia diudara mencapai 25-30 ppm. Kadar amonia 25 ppm mengakibatkan ayam mengalami pertambahan bobot badan yang rendah, dan penurunan efisiensi ransum (Ritz dkk, 2004) dan diperkuat oleh Ruhyat dan Edjeng (2010) yang menyatakan bahwa apabila kadar amonia mencapai 50 ppm maka akan menurunkan bobot badan sebesar 8%. Pada perlakuan P4 meskipun pada umur 27 hari terjadi penurunan suhu dan berkurangnya kadar amonia akibat penuruna litter, namun tidak memberikan

36 pertambahan bobot badan yang optimal, hal ini diakibatkan karena pengangkatan litter pada umur 27 hari mengganggu laju puncak pertumbuhan ayam. Puncak pertumbuhan ayam adalah menjelang akhir minggu ke-4 sampai akhir minggu ke- 5 (Pokhpand, 2013), sementara pertambahan bobot badan ayam membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian pertumbuhan menjadi cepat pada fase puncak dan kembali perlahan bahkan berhenti (Rose, 1997). Pada saat seharusnya ayam mengalami puncak pertumbuhan, tetapi terganggu karena mendapat stres berlebih akibat terjadinya perubahan lantai kandang yang awalnya lunak menjadi keras, sehingga pertambahan bobot badannya tidak maksimal. 4.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konversi ransum disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Ayam Broiler Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 1 1,510 1,573 1,542 1,625 1,797 2 1,514 1,430 1,589 1,645 1,742 3 1,540 1,600 1,520 1,767 1,655 4 1,549 1,530 1,497 1,716 1,577 Jumlah 6,113 6,133 6,148 6,752 6,771 Rataan 1,528 1,533 1,537 1,688 1,693 Berdasarkan Tabel 9. diketahui bahwa nilai konversi ransum apabila diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah adalah P5 = 1,693, P4 = 1,688, P3 =1,537, P2 = 1,533 dan P1 = 1,528. Guna mengetahui pengaruh perlakuan lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konversi ransum, maka dilakukan analisis ragam (Lampiran 4). Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa lama

37 penggunaan litter pada kandang panggung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum. Guna mengetahui sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Ayam Broiler Perlakuan Rata-rata Hasil Uji P1 1,528 a P2 1,533 a P3 1,537 a P4 1,688 b P5 1,693 b Keterangan : Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata Berdasarkan hasil uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 10. diketahui bahwa penggunaan litter pada kandang panggung selama 18 hari (P1), konversi ransum nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan perlakuan penggunaan litter sampai umur 27 hari (P4), dan 30 hari (P5), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2) dan 24 hari (P3). Demikian pula penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2), konversi ransumnya nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan penggunaan litter sampai umur, 27 hari (P4), dan 30 hari (P5), akan tetapi pengunaan litter sampai 27 hari (P4) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan litter sampai umur 30 hari (P5). Konversi ransum (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu (North dan Bell, 1990). Besar kecilnya nilai konversi ransum sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang dibandingkan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Ayam yang memiliki performa produksi bagus akan memiliki nilai konversi ransum yang kecil, karena semakin kecil konversi ransum menunjukkan efisiensi penggunaan ransum ysng semakin baik. Pada penelitian ini konversi

38 ransum terkecil diperoleh melalui perlakuan lama penggunaan litter selama 18 hari (P1) dan semakin lama penggunaan litter maka konversi ransum yang dihasilkan semakin besar, hal ini sejalan dengan penelitian Santoso (2002) yang menyatakan bahwa penggunaan lantai litter menghasilkan konversi ransum yang lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan menggunakan cage. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumsi ransum yang tinggi tidak menjamin menghasilkan konversi ransum yang baik. Pada perlakuan penggunaan litter sampai umur 27 hari (P4) dan 30 hari (P5) meskipun konsumsi ransumnya tinggi (Tabel 5) tetapi pertambahan bobot badannya rendah menyebabkan konversi ransum yang dihasilkan cukup besar. Perlakuan P1, P2, dan P3 nilai konversi ransum yang dihasilkan relatif sama, hal ini menunjukkan efisiensi ransum dari ke tiga perlakuan cukup baik, yang membedakan performa ayam tersebut adalah seberapa besar ransum yang dikonsumsi, semakin banyak konsumsi ransum maka akan menghasilkan bobot badan yang semakin besar pula. Konversi ransum untuk bobot ayam 2 kg adalah 1,6 (Pokhpand, 2013), sementara konversi ransum yang dihasilkan pada penelitian ini untuk P1, P2, dan P3 berturut turut adalah 1,528, 1,533, dan 1,537, sementara untuk perlakuan P4 dan P5 adalah 1,688 dan 1,693 sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan konversi ransum yang baik pemeliharaan pada kandang panggung penggunaan litter maksimal sampai 24 hari.