BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Provinsi Jawa Tengah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950, letaknya diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya 5o40' dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108o30' dan 111o30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk pulau Karimunjawa). Secara administratif Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1,00 juta hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan sawah. Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 sebesar 4.07% dan 2004 sebesar 4,41 % dengan tingkat inflasi berturut turut 4.19% dan 5.76%. Pendapatan perkapita berturutturut Rp.4.471.548 dan Rp 5.172.393 dengan indeks gini 0,2827 dan 0,2507. Untuk produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai Rp 193.261,07 milyar pada tahun 2004 atas dasar harga berlaku atau Rp 47.565,93 milyar atas dasar harga konstan 1993. Jawa Tengah berpotensi oleh sektor pertanian, industri, perikanan, dan perkebunan. Komoditi unggulan dari sektor tersebut adalah jagung (1,836,233.00 ton), karet (665.00 ton), kopi (14,427.00 ton), perikanan tangkap (236,235.00 ton), teh (19,954.76 ton), kelapa (290,552.31 ton), tebu (2,288,304.00 ton), kakao (2,028.00 ton), 47
industri sabut kelapa (300,000.00 kilo),industri pengalengan ikan (51,546.60 ton), and industri gula tumbu (9 163,421.00 ton /year). Hampir seluruh daerah di Jawa Tengah menghasilkan jagung, kecuali Magelang dan Pekalongan. Pengembangan komoditas karet dipusatkan di Kecamatan Wanareja dan Dayeuh Luhur Kabupaten ilacap. Banyumas, Banjarnegara, dan Kendal. Kopi dihasilkan oleh perkebunan rakyat di ilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Kudus, Semarang, Temanggung, Tegal, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Brebes, Semarang and Salatiga. Brebes, ilacap, Tegal, Kebumen, Pemalang Pekalongan, Batang, Jepara, Pati, dan Rembang merupakan sentra perikanan tangkap Jawa Tengah. Kabupaten Demak memiliki daerah pantai dibagian utara Pulau Jawa dengan kehidupan masyarakat sebagian besar bermata pencaharian dibidang perikanan, baik bidang budidaya tambak maupun bidang penangkapan di laut. Pemasaran hasil penangkapan selama ini dalam bentuk ikan segar/basah dan ikan olahan, untuk usaha pengolahan ikan sebagaian besar berskala rumah tangga dengan menggunakan teknologi pengolahan yang bersifat sederhana/tradisional. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu serta kualitas olahan perlu didirikan pabrik pengalengan ikan yang berskala besar dengan teknologi yang modern, sehingga nilai harga jual ikan olahan bisa tinggi, disisi lain dengan adanya pabrik pengalengan ikan diharapkan dapat menyerap semua semua hasil tangkapan nelayan terutama pada musim ikan melimpah dengan harga stabil. Wonosobo, Karanganyar, Tegal, Batang, Temanggung, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, dan Boyolali merupakan sentra produksi teh. 48
Sebagian besar daerah di Jawa Tengah menghasilkan kelapa. Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kudus, Pati, Sragen, Karanganyar, dan Klaten merupakan sentra produksi tebu. Pemalang, Jepara, Batang, and ilacap merupakan sentra komoditi kakao, baik berasal dari perkebunan rakyat, swasta, maupun negara. B. Analisis SWOT Di negara-negara maju, pasar untuk obligasi pemda sudah berkembang dengan baik. Melihat dari kepentingan berinvestasi, ada tiga jenis investor yang bisa memanfaatkan obligasi pemda. Pertama, investor ritel, yag terdiri dari para investor individu atau melalui suatu lembaga. Kedua, dikelola oleh perusahaan reksadana. Ketiga, lembaga-lembaga, terutama bank, perusahaan asuransi untuk properti dan asuransi kerugian. Dari kerangka format APBD yang baru dapat dilihat bahwa pada kolom Dana Perimbangan terdapat Pinjaman Daerah yang berdasar pada UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 11 ayat 1 yang menyatakan: Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian anggarannya, ini berarti bahwa dalam format APBD yang baru dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Pemda. Hal itu juga tercermin dalam UU RI No. 25 tahun 1999 pasal 11 ayat 2 yang menyatakan bahwa Daerah dapat melakukan pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaam untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. Meskipun penerbitan obligasi pemda dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan, namun patut diperhatikan, bahwa sumber utama APBD bagi 49
pemda adalah Pendapatan Asli Daerah, pemda harus dapat memaksimalkan sumber-sumber pendapatan yang dipergunakan untuk pengeluaran rutin, dimana setelah anggaran pengeluaran rutin terpenuhi, maka kelebihan pendapatan yang ada dapat dipergunakan untuk melakukan pembangunan. Berikut ini adalah analisa SWOT terhadap kelayakan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan di daerah. 1. Strength Semangat membangun daerah merupakan kekuatan utama dari dalam penerbitan obligasi daerah. Terlebih lagi bila hasil penjualan obligasi akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat setempat. Kekuatan kedua, masyarakat masih berpotensi untuk membeli obligasi daerah, terlihat dari proporsi dana yang mengendap di bank di mana sebagian besar merupakan dana milik perorangan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia pada saat ini memiliki potensi sebagai calon pembeli obligasi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 menghasilkan simpulan bahwa beberapa kelompok masyarakat berpotensi sebagai calon pembeli obligasi, antara lain kelompok manajer senior, kelompok professional, serta kelompok wirausaha. Kekuatan berikutnya adalah jaringan kantor-kantor perbankan yang tersebar di daerah-daerah, potensial sebagai outlet untuk melayani masyarakat yang ingin menjual atau membeli obligasi daerah. 2. Weakness 50
Pengalaman default obligasi Negara pada masa pemerintahan Presiden Sukarno memberikan citra negatif atas obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Sebagian masyarakat masih mengkhawatirkan pengalaman tersebut akan berulang kembali. Demikian juga dengan pengalaman default pada obligasi korporasi, yang terjadi beberapa waktu yang lalu, seakan melengkapi pengalaman negatif masyarakat dalam berinvestasi dalam bentuk obligasi. Masa jabatan kepala daerah serta DPRD yang dibatasi lima tahun untuk satu masa jabatan dikhawatirkan akan menimbulkan praktek-praktek moral hazard. Para pejabat daerah dan anggota DPRD dikawatirkan akan berlomba-lomba untuk menerbitkan obligasi dalam masa jabatan mereka, dan membebani pejabat daerah generasi berikutnya dengan pembayaran kupon dan pelunasan obligasi. Kelemahan lain adalah tingginya nilai nominal obligasi yang ada saat ini, sehingga tidak terjangkau masyarakat pada umumnya. 3. Opportunity Obligasi daerah berpeluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Infrastruktur yang dibiayai dengan obligasi daerah diharapkan mampu memicu masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha, yang mampu memberikan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja. Bunga obligasi dapat dinikmati oleh masyarakat setempat, yang berarti kegiatan ekonomi daerah akan bertambah. Di sisi lain, Undang-undang keuangan negara juga telah memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman, antara lain dalam bentuk obligasi daerah. 51
4. Threat Penerbitan obligasi daerah akan meningkatkan volume utang pemerintah, yang dapat menjadi pemicu meningkatnya country risk. Penerbitan obligasi daerah juga dapat menimbulkan moral hazard bagi pejabat daerah. Menerbitkan obligasi berarti memberikan beban utang kepada generasi berikutnya. Penerbitan obligasi daerah dapat mempertajam kesenjangan antar daerah. Obligasi daerah yang diterbitkan oleh daerah yang potensi ekonominya maju akan lebih diminati masyarakat dibandingkan dengan obligasi daerah yang diterbitkan oleh daerah yang kurang maju. Dikhawatirkan, daerah maju akan semakin maju, sementara daerah miskin akan semakin tertinggal. Gambar berikut ini memberikan ringkasan tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur daerah. 52
Tabel 4.1 Analisa SWOT Obligasi Pemda Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan Di Daerah Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di atas, maka strategi yang seyogyanya ditempuh dalam rangka penerbitan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur daerah adalah sebagai berikut: Strategi Memanfaatkan Kekuatan Untuk Menangkap Peluang Memanfaatkan semangat membangun yang dimiliki masyarakat daerah serta potensi masyarakat daerah untuk membangun infrastruktur daerah, melalui penerbitan obligasi daerah. 53
Strategi Memanfaatkan Kekuatan Untuk Mengeliminasi Ancaman Memanfaatkan semangat membangun yang dimiliki masyarakat daerah untuk meringankan beban APBD dalam rangka pembangunan infrastruktur daerah Mengikutsertakan masyarakat dalam mekanisme pengawasan proyek pembangunan infrastruktur dalam rangka meminimize kemungkinan terjadinya moral hazard oleh pejabat daerah Strategi Memperbaiki Kelemahan Untuk Menangkap Peluang a. Perlu segera dibuat aturan/aspek legal dari penerbitan obligasi daerah b. Perlu disiapkan infrastruktur dan outlet untuk melayani penjualan dan pembelian obligasi daerah c. Agar dapat dijangkau oleh masyarakat daerah, penerbitan obligasi daerah dibuat dalam bentuk retail/nilai nominal kecil Strategi Memperbaiki Kelemahan Untuk Mengeliminasi Ancaman a. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya moral hazard, obligasi daerah seyogyanya tidak diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, tetapi oleh Badan otorita Daerah atau BUMD. Pemerintah Daerah lebih tepat berfungsi sebagai badan pengawas, sedangkan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur atau aset daerah dilakukan oleh Badan Otorita Daerah atau BUMD. b. Pembayaran kupon dan pelunasan Obligasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penerbit Obligasi, sehingga tidak membebani APBD. 54
. Analisis Kelayakan Kemampuan Keuangan / Analisis DSR Dalam rangka penerbitan obligasi daerah salah satu hal yang harus dilakukan Pemerintah daerah adalah membuat perhitungan Debt Service overage Ratio (DSR) dengan formulasi perhitungan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 12 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Formulasi perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: DSR = {PAD + (DBH DBHDR) + DAU} Belanja Wajib > 2,5 Angsuran pokok pinjaman + bunga + biaya lain Keterangan : DSR PAD DAU DBH DBHDR Belanja Wajib Biaya Lain : Debt Service overage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman : Pendapatan Asli Daerah : Dana Alokasi Umum : Dana Bagi Hasil : Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi : Belanja pegawai dan belanja anggota DPRD : Biaya administrasi, biaya provisi, biaya komitmen, asuransi dan denda. Dengan asumsi bahwa pemerintah daerah harus membayar pinjaman setiap tahun (meskipun untuk obligasi dibayar pada saat jatuh tempo), perhitungan DSR harus dibuat untuk setiap tahun hingga tahun obligasi daerah jatuh tempo. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa rasio kemampuan membayar 55
kembali pinjaman tetap berada pada posisi yang diperbolehkan selama obligasi daerah belum jatuh tempo. Sebagai ilustrasi, pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah berencana untuk melakukan penambahan terminal peti kemas di pelabuhan Tanjung Mas dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan sehingga dapat meningkatan pendapatan daerah. Untuk merealisasikan rencana tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp. 7 Triliun, namun saat ini pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah hanya memiliki modal investasi sebesar Rp. 2 Triliun pada kas daerah. Untuk menutupi kekurangan pembiayaan sebesar Rp. 5 Triliun, pemerintah memutuskan untuk mencari pembiayaan yang bersumber dari masyarakat yaitu dengan cara penerbitan obligasi daerah. Untuk mencari skema pembayaran yang paling baik dan memenuhi persyaratan keuangan, maka disusun skema obligasi daerah sebagai berikut: - Tenor 10 Tahun - Tanggal Penerbitan : 1 Januari 2009 - Tanggal Jatuh Tempo : 31 Desember 2018 - Tingkat Kupon : 10% per tahun Skema tersebut mengambil skema dari Obligasi Republik Indonesia (ORI) seri 006 yang diterbitkan pada tahun 2008. Maka dengan menggunakan data APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 2008 dapat disusun perkiraan arus kas sebagai berikut: 56
Tabel 4.2 Arus Kas Tahun Anggaran 2006 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,534,534,025,000 2 DANA ALOKASI UMUM 983,761,820,000 3 DBH DBHDR (a+b c) 280,482,963,800 a Dana Bagi Hasil Pajak 276,920,765,000 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 3,562,198,800 Jumlah Penerimaan Daerah 3,798,778,808,800 1 Belanja Pegawai 627,432,089,812 2 Belanja Anggota DPRD 15,892,674,000 Jumlah Belanja Wajib 643,324,763,812 Data dari DJPK, DEPKEU RI 654,887,607 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 4,818 57
Tabel 4.3 Arus Kas Tahun Anggaran 2007 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,001,641,710,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 18.43 2 DANA ALOKASI UMUM 1,050,732,000,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 6.81 3 DBH DBHDR (a+b c) 328,634,240,000 a Dana Bagi Hasil Pajak 324,914,740,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 17.33 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 3,719,500,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 4.42 Jumlah Penerimaan Daerah 4,381,007,950,000 1 Belanja Pegawai 710,772,754,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 13.28 2 Belanja Anggota DPRD 17,779,452,257 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 728,552,206,257 Data dari DJPK, DEPKEU RI 654,887,607 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2006 5,577.23 58
Tabel 4.4 Arus Kas Tahun Anggaran 2008 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,365,222,676,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 12.11 2 DANA ALOKASI UMUM 1,053,491,870,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 0.26 3 DBH DBHDR (a+b c) 374,547,620,750 a Dana Bagi Hasil Pajak 370,393,640,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 14.00 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,153,980,750 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.68 Jumlah Penerimaan Daerah 4,793,262,166,750 1 Belanja Pegawai 855,466,425,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 20.36 2 Belanja Anggota DPRD 19,890,228,829 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 875,356,653,829 Data dari DJPK, DEPKEU RI 602,374,161 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2008 6,504.11 59
Tabel 4.5 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2009 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,879,133,627,187 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,090,733,977,192 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 432,901,306,469 a Dana Bagi Hasil Pajak 428,412,992,459 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,488,314,010 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 5,402,768,910,848 1 Belanja Pegawai 999,356,100,167 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 22,251,596,796 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,021,607,696,963 Data dari DJPK, DEPKEU RI 368,685,778 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2009 4.38 60
Tabel 4.6 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2010 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4,471,525,110,326 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,129,292,634,220 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 500,370,192,212 a Dana Bagi Hasil Pajak 495,520,636,121 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,849,556,091 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 6,101,187,936,758 1 Belanja Pegawai 1,167,448,056,119 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 24,893,306,367 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,192,341,362,486 Data dari DJPK, DEPKEU RI 167,041,120 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2010 4.91 61
Tabel 4.7 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2011 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,154,382,069,270 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,169,214,382,581 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 578,380,055,574 a Dana Bagi Hasil Pajak 573,140,182,822 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5,239,872,752 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 6,901,976,507,426 1 Belanja Pegawai 1,363,813,122,777 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 27,848,639,699 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,391,661,762,477 Data dari DJPK, DEPKEU RI 156,362,106 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2011 5.51 62
Tabel 4.8 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2012 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,941,519,696,414 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,210,547,409,069 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 668,579,846,451 a Dana Bagi Hasil Pajak 662,918,242,390 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5,661,604,061 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 7,820,646,951,934 1 Belanja Pegawai 1,593,206,844,717 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 31,154,830,205 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,624,361,674,921 Data dari DJPK, DEPKEU RI 145,844,010 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2012 6.20 63
Tabel 4.9 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2013 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 6,848,862,934,190 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,253,341,603,930 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 772,876,632,011 a Dana Bagi Hasil Pajak 766,759,353,585 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 6,117,278,426 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 8,875,081,170,131 1 Belanja Pegawai 1,861,184,650,345 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 34,853,531,646 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,896,038,181,992 Data dari DJPK, DEPKEU RI 135,186,080 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2013 6.98 64
Tabel 4.10 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2014 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 7,894,768,659,882 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,297,648,621,090 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 893,476,014,460 a Dana Bagi Hasil Pajak 886,866,386,705 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 6,609,627,755 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 10,085,893,295,433 1 Belanja Pegawai 2,174,236,392,573 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 38,991,342,923 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 2,213,227,735,497 Data dari DJPK, DEPKEU RI 124,325,067 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2014 7.87 65
Tabel 4.11 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2015 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 9,100,397,072,033 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,343,521,940,497 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,032,928,878,799 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,025,787,274,964 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 7,141,603,835 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 11,476,847,891,329 1 Belanja Pegawai 2,539,943,519,260 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 43,620,395,155 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 2,583,563,914,415 Data dari DJPK, DEPKEU RI 113,646,053 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2015 8.89 66
Tabel 4.12 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2016 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 10,490,139,792,127 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,391,016,932,673 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,194,185,461,999 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,186,469,065,975 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 7,716,396,024 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 13,075,342,186,799 1 Belanja Pegawai 2,967,162,679,765 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 48,799,008,468 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 3,015,961,688,234 Data dari DJPK, DEPKEU RI 103,010,928 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2016 10.06 67
Tabel 4.13 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2017 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 12,092,113,342,675 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,440,190,925,551 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,380,657,890,370 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,372,320,439,991 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 8,337,450,379 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 14,912,962,158,596 1 Belanja Pegawai 3,466,240,214,175 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 54,592,426,754 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 3,520,832,640,929 Data dari DJPK, DEPKEU RI 47,467,918 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2017 11.39 68
Tabel 4.14 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2018 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 13,938,727,985,477 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,491,103,273,671 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,596,292,511,467 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,587,284,021,155 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 9,008,490,312 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 17,026,123,770,614 1 Belanja Pegawai 4,049,262,719,668 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 61,073,639,658 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 4,110,336,359,326 Data dari DJPK, DEPKEU RI 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2018 12.92 69
Dari simulasi perkiraan arus kas tersebut di atas, maka diperoleh nilai DSR Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut: Tahun DSR Keterangan 2006 4,818.31 DSR sebelum 2007 5,577.23 Obligasi Daerah 2008 6,504.11 diterbitkan 2009 4.38 2010 4.91 2011 5.51 2012 6.20 2013 6.98 2014 7.87 2015 8.89 2016 10.06 2017 11.39 2018 12.92 DSR setelah Obligasi Daerah diterbitkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah sesuai dengan analisa DSR dapat dianggap mampu dan layak untuk menerbitkan obligasi daerah dengan ketentuan sebagai berikut: a. Asumsi Kenaikan PAD sebesar 15,27 % yang merupakan rata-rata kenaikan PAD pada tahun 2006 2008. b. Asumsi kenaikan DAU sebesar 3,54 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. c. Asumsi kenaikan DBH Pajak sebesar 15,66 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. 70
d. Asumsi kenaikan DBH Bukan Pajak sebesar 8,05 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. e. Asumsi kenaikan Belanja Pegawai sebesar 16,82 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. f. Asumsi kenaikan Belanja Anggota DPRD sebesar 11,87 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. 71