BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

GUBERNUR JAWA TENGAH

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU,

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan


I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

GUBERNUR JAWA TENGAH

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

ANALISIS OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

GUBERNUR JAWA TENGAH,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

Pengantar Obligasi Daerah

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

BAB III METODE PENELITIAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Obligasi Daerah Dinilai Dapat Mempercepat Pembangunan Daerah

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Provinsi Jawa Tengah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950, letaknya diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya 5o40' dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108o30' dan 111o30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk pulau Karimunjawa). Secara administratif Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1,00 juta hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan sawah. Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 sebesar 4.07% dan 2004 sebesar 4,41 % dengan tingkat inflasi berturut turut 4.19% dan 5.76%. Pendapatan perkapita berturutturut Rp.4.471.548 dan Rp 5.172.393 dengan indeks gini 0,2827 dan 0,2507. Untuk produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai Rp 193.261,07 milyar pada tahun 2004 atas dasar harga berlaku atau Rp 47.565,93 milyar atas dasar harga konstan 1993. Jawa Tengah berpotensi oleh sektor pertanian, industri, perikanan, dan perkebunan. Komoditi unggulan dari sektor tersebut adalah jagung (1,836,233.00 ton), karet (665.00 ton), kopi (14,427.00 ton), perikanan tangkap (236,235.00 ton), teh (19,954.76 ton), kelapa (290,552.31 ton), tebu (2,288,304.00 ton), kakao (2,028.00 ton), 47

industri sabut kelapa (300,000.00 kilo),industri pengalengan ikan (51,546.60 ton), and industri gula tumbu (9 163,421.00 ton /year). Hampir seluruh daerah di Jawa Tengah menghasilkan jagung, kecuali Magelang dan Pekalongan. Pengembangan komoditas karet dipusatkan di Kecamatan Wanareja dan Dayeuh Luhur Kabupaten ilacap. Banyumas, Banjarnegara, dan Kendal. Kopi dihasilkan oleh perkebunan rakyat di ilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Kudus, Semarang, Temanggung, Tegal, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Brebes, Semarang and Salatiga. Brebes, ilacap, Tegal, Kebumen, Pemalang Pekalongan, Batang, Jepara, Pati, dan Rembang merupakan sentra perikanan tangkap Jawa Tengah. Kabupaten Demak memiliki daerah pantai dibagian utara Pulau Jawa dengan kehidupan masyarakat sebagian besar bermata pencaharian dibidang perikanan, baik bidang budidaya tambak maupun bidang penangkapan di laut. Pemasaran hasil penangkapan selama ini dalam bentuk ikan segar/basah dan ikan olahan, untuk usaha pengolahan ikan sebagaian besar berskala rumah tangga dengan menggunakan teknologi pengolahan yang bersifat sederhana/tradisional. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu serta kualitas olahan perlu didirikan pabrik pengalengan ikan yang berskala besar dengan teknologi yang modern, sehingga nilai harga jual ikan olahan bisa tinggi, disisi lain dengan adanya pabrik pengalengan ikan diharapkan dapat menyerap semua semua hasil tangkapan nelayan terutama pada musim ikan melimpah dengan harga stabil. Wonosobo, Karanganyar, Tegal, Batang, Temanggung, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, dan Boyolali merupakan sentra produksi teh. 48

Sebagian besar daerah di Jawa Tengah menghasilkan kelapa. Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kudus, Pati, Sragen, Karanganyar, dan Klaten merupakan sentra produksi tebu. Pemalang, Jepara, Batang, and ilacap merupakan sentra komoditi kakao, baik berasal dari perkebunan rakyat, swasta, maupun negara. B. Analisis SWOT Di negara-negara maju, pasar untuk obligasi pemda sudah berkembang dengan baik. Melihat dari kepentingan berinvestasi, ada tiga jenis investor yang bisa memanfaatkan obligasi pemda. Pertama, investor ritel, yag terdiri dari para investor individu atau melalui suatu lembaga. Kedua, dikelola oleh perusahaan reksadana. Ketiga, lembaga-lembaga, terutama bank, perusahaan asuransi untuk properti dan asuransi kerugian. Dari kerangka format APBD yang baru dapat dilihat bahwa pada kolom Dana Perimbangan terdapat Pinjaman Daerah yang berdasar pada UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 11 ayat 1 yang menyatakan: Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian anggarannya, ini berarti bahwa dalam format APBD yang baru dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Pemda. Hal itu juga tercermin dalam UU RI No. 25 tahun 1999 pasal 11 ayat 2 yang menyatakan bahwa Daerah dapat melakukan pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaam untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. Meskipun penerbitan obligasi pemda dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan, namun patut diperhatikan, bahwa sumber utama APBD bagi 49

pemda adalah Pendapatan Asli Daerah, pemda harus dapat memaksimalkan sumber-sumber pendapatan yang dipergunakan untuk pengeluaran rutin, dimana setelah anggaran pengeluaran rutin terpenuhi, maka kelebihan pendapatan yang ada dapat dipergunakan untuk melakukan pembangunan. Berikut ini adalah analisa SWOT terhadap kelayakan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan di daerah. 1. Strength Semangat membangun daerah merupakan kekuatan utama dari dalam penerbitan obligasi daerah. Terlebih lagi bila hasil penjualan obligasi akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat setempat. Kekuatan kedua, masyarakat masih berpotensi untuk membeli obligasi daerah, terlihat dari proporsi dana yang mengendap di bank di mana sebagian besar merupakan dana milik perorangan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia pada saat ini memiliki potensi sebagai calon pembeli obligasi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 menghasilkan simpulan bahwa beberapa kelompok masyarakat berpotensi sebagai calon pembeli obligasi, antara lain kelompok manajer senior, kelompok professional, serta kelompok wirausaha. Kekuatan berikutnya adalah jaringan kantor-kantor perbankan yang tersebar di daerah-daerah, potensial sebagai outlet untuk melayani masyarakat yang ingin menjual atau membeli obligasi daerah. 2. Weakness 50

Pengalaman default obligasi Negara pada masa pemerintahan Presiden Sukarno memberikan citra negatif atas obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Sebagian masyarakat masih mengkhawatirkan pengalaman tersebut akan berulang kembali. Demikian juga dengan pengalaman default pada obligasi korporasi, yang terjadi beberapa waktu yang lalu, seakan melengkapi pengalaman negatif masyarakat dalam berinvestasi dalam bentuk obligasi. Masa jabatan kepala daerah serta DPRD yang dibatasi lima tahun untuk satu masa jabatan dikhawatirkan akan menimbulkan praktek-praktek moral hazard. Para pejabat daerah dan anggota DPRD dikawatirkan akan berlomba-lomba untuk menerbitkan obligasi dalam masa jabatan mereka, dan membebani pejabat daerah generasi berikutnya dengan pembayaran kupon dan pelunasan obligasi. Kelemahan lain adalah tingginya nilai nominal obligasi yang ada saat ini, sehingga tidak terjangkau masyarakat pada umumnya. 3. Opportunity Obligasi daerah berpeluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Infrastruktur yang dibiayai dengan obligasi daerah diharapkan mampu memicu masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha, yang mampu memberikan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja. Bunga obligasi dapat dinikmati oleh masyarakat setempat, yang berarti kegiatan ekonomi daerah akan bertambah. Di sisi lain, Undang-undang keuangan negara juga telah memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman, antara lain dalam bentuk obligasi daerah. 51

4. Threat Penerbitan obligasi daerah akan meningkatkan volume utang pemerintah, yang dapat menjadi pemicu meningkatnya country risk. Penerbitan obligasi daerah juga dapat menimbulkan moral hazard bagi pejabat daerah. Menerbitkan obligasi berarti memberikan beban utang kepada generasi berikutnya. Penerbitan obligasi daerah dapat mempertajam kesenjangan antar daerah. Obligasi daerah yang diterbitkan oleh daerah yang potensi ekonominya maju akan lebih diminati masyarakat dibandingkan dengan obligasi daerah yang diterbitkan oleh daerah yang kurang maju. Dikhawatirkan, daerah maju akan semakin maju, sementara daerah miskin akan semakin tertinggal. Gambar berikut ini memberikan ringkasan tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur daerah. 52

Tabel 4.1 Analisa SWOT Obligasi Pemda Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan Di Daerah Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di atas, maka strategi yang seyogyanya ditempuh dalam rangka penerbitan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur daerah adalah sebagai berikut: Strategi Memanfaatkan Kekuatan Untuk Menangkap Peluang Memanfaatkan semangat membangun yang dimiliki masyarakat daerah serta potensi masyarakat daerah untuk membangun infrastruktur daerah, melalui penerbitan obligasi daerah. 53

Strategi Memanfaatkan Kekuatan Untuk Mengeliminasi Ancaman Memanfaatkan semangat membangun yang dimiliki masyarakat daerah untuk meringankan beban APBD dalam rangka pembangunan infrastruktur daerah Mengikutsertakan masyarakat dalam mekanisme pengawasan proyek pembangunan infrastruktur dalam rangka meminimize kemungkinan terjadinya moral hazard oleh pejabat daerah Strategi Memperbaiki Kelemahan Untuk Menangkap Peluang a. Perlu segera dibuat aturan/aspek legal dari penerbitan obligasi daerah b. Perlu disiapkan infrastruktur dan outlet untuk melayani penjualan dan pembelian obligasi daerah c. Agar dapat dijangkau oleh masyarakat daerah, penerbitan obligasi daerah dibuat dalam bentuk retail/nilai nominal kecil Strategi Memperbaiki Kelemahan Untuk Mengeliminasi Ancaman a. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya moral hazard, obligasi daerah seyogyanya tidak diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, tetapi oleh Badan otorita Daerah atau BUMD. Pemerintah Daerah lebih tepat berfungsi sebagai badan pengawas, sedangkan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur atau aset daerah dilakukan oleh Badan Otorita Daerah atau BUMD. b. Pembayaran kupon dan pelunasan Obligasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penerbit Obligasi, sehingga tidak membebani APBD. 54

. Analisis Kelayakan Kemampuan Keuangan / Analisis DSR Dalam rangka penerbitan obligasi daerah salah satu hal yang harus dilakukan Pemerintah daerah adalah membuat perhitungan Debt Service overage Ratio (DSR) dengan formulasi perhitungan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 12 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Formulasi perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: DSR = {PAD + (DBH DBHDR) + DAU} Belanja Wajib > 2,5 Angsuran pokok pinjaman + bunga + biaya lain Keterangan : DSR PAD DAU DBH DBHDR Belanja Wajib Biaya Lain : Debt Service overage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman : Pendapatan Asli Daerah : Dana Alokasi Umum : Dana Bagi Hasil : Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi : Belanja pegawai dan belanja anggota DPRD : Biaya administrasi, biaya provisi, biaya komitmen, asuransi dan denda. Dengan asumsi bahwa pemerintah daerah harus membayar pinjaman setiap tahun (meskipun untuk obligasi dibayar pada saat jatuh tempo), perhitungan DSR harus dibuat untuk setiap tahun hingga tahun obligasi daerah jatuh tempo. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa rasio kemampuan membayar 55

kembali pinjaman tetap berada pada posisi yang diperbolehkan selama obligasi daerah belum jatuh tempo. Sebagai ilustrasi, pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah berencana untuk melakukan penambahan terminal peti kemas di pelabuhan Tanjung Mas dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan sehingga dapat meningkatan pendapatan daerah. Untuk merealisasikan rencana tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp. 7 Triliun, namun saat ini pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah hanya memiliki modal investasi sebesar Rp. 2 Triliun pada kas daerah. Untuk menutupi kekurangan pembiayaan sebesar Rp. 5 Triliun, pemerintah memutuskan untuk mencari pembiayaan yang bersumber dari masyarakat yaitu dengan cara penerbitan obligasi daerah. Untuk mencari skema pembayaran yang paling baik dan memenuhi persyaratan keuangan, maka disusun skema obligasi daerah sebagai berikut: - Tenor 10 Tahun - Tanggal Penerbitan : 1 Januari 2009 - Tanggal Jatuh Tempo : 31 Desember 2018 - Tingkat Kupon : 10% per tahun Skema tersebut mengambil skema dari Obligasi Republik Indonesia (ORI) seri 006 yang diterbitkan pada tahun 2008. Maka dengan menggunakan data APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 2008 dapat disusun perkiraan arus kas sebagai berikut: 56

Tabel 4.2 Arus Kas Tahun Anggaran 2006 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,534,534,025,000 2 DANA ALOKASI UMUM 983,761,820,000 3 DBH DBHDR (a+b c) 280,482,963,800 a Dana Bagi Hasil Pajak 276,920,765,000 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 3,562,198,800 Jumlah Penerimaan Daerah 3,798,778,808,800 1 Belanja Pegawai 627,432,089,812 2 Belanja Anggota DPRD 15,892,674,000 Jumlah Belanja Wajib 643,324,763,812 Data dari DJPK, DEPKEU RI 654,887,607 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 4,818 57

Tabel 4.3 Arus Kas Tahun Anggaran 2007 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,001,641,710,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 18.43 2 DANA ALOKASI UMUM 1,050,732,000,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 6.81 3 DBH DBHDR (a+b c) 328,634,240,000 a Dana Bagi Hasil Pajak 324,914,740,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 17.33 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 3,719,500,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 4.42 Jumlah Penerimaan Daerah 4,381,007,950,000 1 Belanja Pegawai 710,772,754,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 13.28 2 Belanja Anggota DPRD 17,779,452,257 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 728,552,206,257 Data dari DJPK, DEPKEU RI 654,887,607 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2006 5,577.23 58

Tabel 4.4 Arus Kas Tahun Anggaran 2008 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,365,222,676,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 12.11 2 DANA ALOKASI UMUM 1,053,491,870,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 0.26 3 DBH DBHDR (a+b c) 374,547,620,750 a Dana Bagi Hasil Pajak 370,393,640,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 14.00 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,153,980,750 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.68 Jumlah Penerimaan Daerah 4,793,262,166,750 1 Belanja Pegawai 855,466,425,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 20.36 2 Belanja Anggota DPRD 19,890,228,829 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 875,356,653,829 Data dari DJPK, DEPKEU RI 602,374,161 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2008 6,504.11 59

Tabel 4.5 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2009 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,879,133,627,187 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,090,733,977,192 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 432,901,306,469 a Dana Bagi Hasil Pajak 428,412,992,459 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,488,314,010 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 5,402,768,910,848 1 Belanja Pegawai 999,356,100,167 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 22,251,596,796 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,021,607,696,963 Data dari DJPK, DEPKEU RI 368,685,778 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2009 4.38 60

Tabel 4.6 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2010 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4,471,525,110,326 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,129,292,634,220 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 500,370,192,212 a Dana Bagi Hasil Pajak 495,520,636,121 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,849,556,091 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 6,101,187,936,758 1 Belanja Pegawai 1,167,448,056,119 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 24,893,306,367 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,192,341,362,486 Data dari DJPK, DEPKEU RI 167,041,120 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2010 4.91 61

Tabel 4.7 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2011 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,154,382,069,270 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,169,214,382,581 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 578,380,055,574 a Dana Bagi Hasil Pajak 573,140,182,822 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5,239,872,752 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 6,901,976,507,426 1 Belanja Pegawai 1,363,813,122,777 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 27,848,639,699 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,391,661,762,477 Data dari DJPK, DEPKEU RI 156,362,106 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2011 5.51 62

Tabel 4.8 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2012 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,941,519,696,414 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,210,547,409,069 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 668,579,846,451 a Dana Bagi Hasil Pajak 662,918,242,390 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5,661,604,061 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 7,820,646,951,934 1 Belanja Pegawai 1,593,206,844,717 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 31,154,830,205 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,624,361,674,921 Data dari DJPK, DEPKEU RI 145,844,010 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2012 6.20 63

Tabel 4.9 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2013 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 6,848,862,934,190 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,253,341,603,930 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 772,876,632,011 a Dana Bagi Hasil Pajak 766,759,353,585 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 6,117,278,426 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 8,875,081,170,131 1 Belanja Pegawai 1,861,184,650,345 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 34,853,531,646 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 1,896,038,181,992 Data dari DJPK, DEPKEU RI 135,186,080 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2013 6.98 64

Tabel 4.10 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2014 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 7,894,768,659,882 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,297,648,621,090 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 893,476,014,460 a Dana Bagi Hasil Pajak 886,866,386,705 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 6,609,627,755 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 10,085,893,295,433 1 Belanja Pegawai 2,174,236,392,573 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 38,991,342,923 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 2,213,227,735,497 Data dari DJPK, DEPKEU RI 124,325,067 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2014 7.87 65

Tabel 4.11 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2015 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 9,100,397,072,033 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,343,521,940,497 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,032,928,878,799 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,025,787,274,964 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 7,141,603,835 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 11,476,847,891,329 1 Belanja Pegawai 2,539,943,519,260 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 43,620,395,155 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 2,583,563,914,415 Data dari DJPK, DEPKEU RI 113,646,053 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2015 8.89 66

Tabel 4.12 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2016 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 10,490,139,792,127 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,391,016,932,673 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,194,185,461,999 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,186,469,065,975 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 7,716,396,024 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 13,075,342,186,799 1 Belanja Pegawai 2,967,162,679,765 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 48,799,008,468 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 3,015,961,688,234 Data dari DJPK, DEPKEU RI 103,010,928 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2016 10.06 67

Tabel 4.13 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2017 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 12,092,113,342,675 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,440,190,925,551 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,380,657,890,370 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,372,320,439,991 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 8,337,450,379 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 14,912,962,158,596 1 Belanja Pegawai 3,466,240,214,175 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 54,592,426,754 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 3,520,832,640,929 Data dari DJPK, DEPKEU RI 47,467,918 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2017 11.39 68

Tabel 4.14 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2018 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 13,938,727,985,477 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.27 2 DANA ALOKASI UMUM 1,491,103,273,671 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 3.54 3 DBH DBHDR (a+b c) 1,596,292,511,467 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,587,284,021,155 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 15.66 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 9,008,490,312 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 17,026,123,770,614 1 Belanja Pegawai 4,049,262,719,668 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 16.82 2 Belanja Anggota DPRD 61,073,639,658 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 11.87 Jumlah Belanja Wajib 4,110,336,359,326 Data dari DJPK, DEPKEU RI 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 2018 12.92 69

Dari simulasi perkiraan arus kas tersebut di atas, maka diperoleh nilai DSR Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut: Tahun DSR Keterangan 2006 4,818.31 DSR sebelum 2007 5,577.23 Obligasi Daerah 2008 6,504.11 diterbitkan 2009 4.38 2010 4.91 2011 5.51 2012 6.20 2013 6.98 2014 7.87 2015 8.89 2016 10.06 2017 11.39 2018 12.92 DSR setelah Obligasi Daerah diterbitkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah sesuai dengan analisa DSR dapat dianggap mampu dan layak untuk menerbitkan obligasi daerah dengan ketentuan sebagai berikut: a. Asumsi Kenaikan PAD sebesar 15,27 % yang merupakan rata-rata kenaikan PAD pada tahun 2006 2008. b. Asumsi kenaikan DAU sebesar 3,54 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. c. Asumsi kenaikan DBH Pajak sebesar 15,66 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. 70

d. Asumsi kenaikan DBH Bukan Pajak sebesar 8,05 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. e. Asumsi kenaikan Belanja Pegawai sebesar 16,82 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. f. Asumsi kenaikan Belanja Anggota DPRD sebesar 11,87 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun 2006 2008. 71