Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG. TIM Penyusun

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI )

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

BAB XI. SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Pembangunan Ekonomi

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI MELALUI KERJASAMA ANTAR PELAKU USAHA PADA KLASTER INDUSTRI BATIK SIMBANGKULON, KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN. Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pengertian Produk Domestik Bruto

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan di daerah lebih efektif dan efisien apabila urusan-urusan di

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENYUSUNAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Raden Roby Maulidan, 2014 Kesiapan Warga Kampus UPI Menuju ECO-Campus

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

MODUL 3 PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

Analisis Isu-Isu Strategis

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global (global warming), pencemaran udara, pencemaran air, mahkluk hidup lain yang mengisi ruang di atas bumi ini.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. wacana CSR berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992

Transkripsi:

ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan, deplesi sumber daya alam dan perkembangan ekonomi. Ekonomi hijau bukan hanya permasalahan lingkungan, tapi merupakan harmonisasi kegiatan manusia dengan sistem alam yang membentuk suatu proses ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur ekonomi hijau di Kabupaten Bandung dari tahun 200 sampai dengan 2012. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapatkan dari seluruh dinas di Kabupaten Bandung terutama Dinas Bappeda. Hasil dari penelitian ini adalah ekonomi hijau di Kabupaten Bandung pada tahun 200 sebesar Rp. 3.23.343.74 (juta), tahun 2009 sebesar Rp. 41.210.947,0 (juta), tahun 2010 sebesar Rp. 4.01.13,53 (juta), tahun 2011 sebesar Rp. 51.023.193,2 (juta). Perbandingan antara ekonomi konvensional dan ekonomi hijau tidak terlalu terlihat perbedaan yang mencolok sehingga masih sulit untuk pemerintah setempat membuat kebijakan. Kendala dalam penelitian ini adalah waktu yang terbatas, kecukupan data dan tumpang tindih kekuasaan, maka perhitungan ekonomi hijau di Kabupaten Bandung masih jauh dari sempurna. Kata Kunci: Deplesi, Degradasi, PDRB, PDRB Hijau, Kabupaten Bandung 1. Pendahuluan Di abad ke-21, ada dua perkembangan yang memberi dampak besar kepada kesejahteraan dan cara hidup manusia. Pertama, penciptaan masyarakat berkelanjutan berdasarkan asas dan praktek ekologis. Kedua, munculnya jaringan kapitalisme global yang juga terkait dengan jaringan aliran keuangan dan informasi, sedangkan masyarakat berkelanjutan berkaitan dengan aliran energi dan material. Ekonomi kapitalisme global telah menghasilkan berbagai dampak negatif yang saling berkaitan, seperti meningkatnya kesenjangan sosial dan keterpinggiran sosial (social exclusion), kehancuran sumber daya alam dan lingkungan yang semakin pesat dan meluas, serta meningkatnya kemiskinan dan keterasingan. Karena hal tersebut, diperlukan suatu media agar dapat mewujudkan pembangunan global yang berkelanjutan. Konsep ekonomi hijau tidak sekedar permasalahan lingkungan, melainkan merupakan harmonisasi kegiatan manusia dengan sistem alam yang membentuk suatu proses ekosistem. Ekonomi hijau pada umumnya diartikan sebagai ekonomi yang dapat menghasilkan kesejahteraan dan keadilan sosial umat manusia yang lebih baik, dan secara signifikan mengurangi resiko lingkungan dan kerusakan ekologis (Windhu Putra, 2013) [1]. Saat ini Indonesia tengah melakukan langkah yang konkrit dan penting menuju penerapan ekonomi hijau. Inti dari prinsip ekonomi hijau telah menjadi Rencana Pengembangan Nasional Jangka Panjang. Pengembangan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan Lingkungan dan Pengelolaan yang juga merupakan awal yang strategis dalam mencapai pengelolaan lingkungan yang aman tanpa mengorbankan pertumbuhan perekonomian. Kabupaten Bandung merupakan kawasan yang dipandang memiliki posisi perekonomian yang sangat strategis dalam konstelasi perekonomian nasional (Indonesia) maupun Jawa Barat. Pertimbangan-pertimbangan tersebut merujuk pada beberapa indikator, seperti kedekatan wilayah perekonomian Kabupaten Bandung dengan pusat perekonomian dan pemerintahan Jawa Barat. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi, selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Dalam mekanisme pasar, aktivitas produksi dan konsumsi senantiasa menghasilkan limbah. Limbah yang terjadi yang tidak masuk dalam mekanisme pasar akan menghasilkan eksternalitas. Selama ini strategi yang dilakukan untuk menangani limbah masih cenderung bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah. Strategi yang diterapkan bersifat pencegahan (preventif), tetapi bersifat perbaikan (kuratif). Akibatnya diperlukan biaya yang tinggi untuk perbaikan kerusakan lingkungan, sedangkan kerusakan lingkungan terus meningkat. A. 100 Institut Teknologi Nasional Malang SENIATI 201

ISSN : 205-421 2. Tinjauan Pustaka Kemampuan sumber daya alam dan lingkungan dalam menopang proses masa depan perlu dilestarikan. Inilah inti dari konsep pembangunan berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan sendiri dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Menurut Surna T. Djajadiningrat (2005) [2] keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian hal-hal di bawah ini : 1. Keberlanjutan ekologis 2. Keberlanjutan ekonomi 3. Keberlanjutan sosial-budaya 4. Keberlanjutan politik 5. Keberlanjutan pertahanan-keamanan Komitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan diwujudkan dengan dilaksanakan KTT Pembangunan Berkelanjutan pada 20-22 Juni 2012 di Rio Janeiro, yang dikenal dengan RIO+20. Salah satu Kesepakatan RIO+20, yang disepakati oleh 193 negara anggota PBB, yang dimuat dalam Dokumen dengan judul The Future We Want, adalah Mendetailkan bagaimana ekonomi hijau dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. 2.1 Konsep dan Definisi Ekonomi Hijau Semakin memprihatinkannya berbagai masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan di tingkat global dan lokal, khususnya perubahan iklim, pada tahun 2009, Kementrian Lingkungan Hidup menyelenggarakan seminar dengan tema Ekonomi Hijau. Seminar ini adalah upaya mengembangkan konsep ekonomi hijau sebagai konsep ekonomi untuk dunia nyata, dunia kerja, kebutuhan manusia, material yang ada pada bumi ini, dan bagaimana hal-hal tersebut dapat menjadi suatu jalinan keterkaitan yang harmonis, terutama tentang Nilai Guna dan bukan Nilai Tukar atau uang, yang peduli terhadap kualitas bukan kuantitas, yang peduli tentang regenerasi dari individu, komunitas, dan tatanan lingkungan, dan bukan akumulasi dari uang atau material. Program Lingkungan PBB (UNEP; United Nations Environment Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy (2011) menyebutkan, ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Dari definisi yang diberikan UNEP, pengertian ekonomi hijau dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial. Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sebagaimana diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan. 2.2 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian ekonomi hijau Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada gambar 1 berikut: SENIATI 201 Institut Teknologi Nasional Malang A. 101

ISSN : 205-421 Pembangunan Berkelanjutan Unit Analisis Ekosistem Manfaat : Ekologi Ekonomi Sosial Valuasi Ekonomi : 1. metode harga pasar 2. metode produktifitas 3. Biaya kerusakan, biaya penggantian Konsep Ekonomi Hijau Pendekatan Nilai Total ekonomi : 1. Use Value 2. Non Use Value Paradigma ekonomi Identifikasi dan analisis Gambar 1. Kerangka Pemikiran 3. Hasil Penelitian 3.1 Perhitungan PDRB Hijau Metodologi atau langkah-langkah dalam penyusunan PDRB-Hijau dimulai dengan penghitungan PDRB Konvensional atau PDRB Coklat menurut sektor usaha, kemudian diikuti dengan penghitungan nilai deplesi sumber daya alam. Nilai deplesi sumber daya alam dihitung untuk setiap sektor kegiatan ekonomi kemudian dikurangkan dari nilai tambah sektor-sektor kegiatan ekonomi sesuai dengan penggunaan sumber daya alam yang bersangkutan, dan diperolehlah nilai PDRB Semi Hijau. Untuk sampai pada nilai PDRB Hijau, maka nilai PDRB Semi Hijau harus dikurangi lagi dengan nilai degradasi lingkungan. Dari metodologi diatas, maka persamaan ekonomi hijau adalah: PDRB Hijau = PDRB Coklat-Deplesi-Degradasi [3] (1) 3.2 Hasil Perhitungan Tabel berikut merupakan perhitungan PDRB coklt, deplesi dan degradasi yang terdapat di Kabupaten Bandung periode 200-2012 Tabel 1. PDRB Kabupaten Bandung (Juta Rupiah) NO LAPANGAN USAHA 200 2009 2010 2011 2012 1 PERTANIAN 2.72.755, 3.073.205,1 3.471.1,92 3.97.93,25 4.51.74,00 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4.303,0 52.035,13 50.73,1 42.359,10.014,49 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 23.275.745,49 24.721.51,70 27.471.535,02 30.11.379,01 32.915.231,13 4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 42.5,74 74.520,9 741.1,33 24.30,9 954.91,90 5 BANGUNAN 4.394,0 9.720,3 74.990, 52.50,1 947.23,94 RESTORAN.005.197,92.70.35,10 7.79.200,55.920.233,9 10.43.027,24 7 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1.73.920,51 1.795.11,77 1.933.14,22 2.159.45,4 2.374.097,92 792.77,54 20.502,95 9.354,49 990.504,14 1.123.0,2 9 JASA-JASA 1.93.315,52 2.173.715,40 2.434.375,72 2.0.725,22 3.115.49,15 PDRB DENGAN MIGAS 3.22.19,45 41.22.09,75 4.092.23,72 51.291.72,4 57.071.40, PDRB TANPA MIGAS 37.7.99,7 40.03.3,40 45.5.29,79 50.735.042,5 5.44.10,32 A. 102 Institut Teknologi Nasional Malang SENIATI 201

ISSN : 205-421 Tabel 2. Deplesi Kabupaten Bandung (Juta Rupiah) NO SEKTOR DEPLESI 200 2009 2010 2011 2012 1 PERTANIAN 11.372 10.51 21.43 11310 22.20 2 TAMBANG 71 24 292 305 31 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 344 40 75 1.71 2.51 4 LISTRIK AIR GAS 911 2 759 2.040 3.321 5 BANGUNAN 3.90 5.17 7.77 11.41 15.907 RESTAURANT 1.057 375 2.325.415 10.50 7 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 5.1 5.1 5.973 9.552 13.130 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA 1.44 73 1.74 1.9 2.051 9 JASA-JASA 25 424 595 1.34 2.097 Tabel 3. Degradasi Kabupaten Bandung (Juta Rupiah) NO SEKTOR DEGRADASI 200 2009 2010 2011 2012 1 PERTANIAN 2.15 1.792 2.423 3.14 3.94 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 12 229 3 422 475 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.203 71 751 745 73 4 LISTRIK, GAS, AIR BERSIH 3.945 7.271.90.73 5.05 5 Air Bersih 4.02 7.171.01 4.350 100 5 BANGUNAN 7 39 2 3.932 7.03 RESTAURANT 7 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 9 JASA-JASA 7.00.43.75 11.523 14.22 Dari tabel-tabel diatas, maka PDRB hijau di Kabupaten Bandung periode 200-2012 adalah sebagai berikut: Tabel 4. PDRB Hijau Kabupaten Bandung (Juta Rupiah) NO LAPANGAN USAHA 200 2009 2010 2011 2012 1 PERTANIAN 2.715.219,3 3.00.95,47 3.447.77,51 3.975.752,0 4.492.21,35 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4.107,1 525.71,4 50.123,1 41.32,17 5.220,3 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 23.274.19,2 24.720.730,0 27.49.90, 30.113.91,47 32.911.932,40 4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 33.77,55 59.252,93 723.13,59 11.37,37 94.441,41 5 BANGUNAN 43.73,17 4.371,4 74.14,5 3.31,92 931.229,7 RESTORAN.004.140,5.70.009,77 7.793.75,2.913.1,4 10.425.521,51 7 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1.77.304,3 1.79.40,7 1.927.175,13 2.149.934,09 2.30.97,91 791.429,2 19.75,15 9.0,9 9.0,0 1.121.55,07 9 JASA-JASA 1.927.90,10 2.14.09,0 2.425.015,45 2.793.55,95 3.099.110,9 PDRB DENGAN MIGAS 3.23.04,54 41.205.09,5 4.012.237,23 51.225.199,5 5.974.199,05 Tabel 5. Rata-rata Nilai Variabel dari tahun 200-2012 (Juta Rupiah) NO LAPANGAN USAHA Deplesi Degradasi PDRB Hijau PDRB Coklat 1 PERTANIAN 15.45,47 2.701,2 3.533.94,0 3.554.2,5 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 202,0 324,05 50.173,14 50.99,27 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.10,2 30,47 27.9.137,1 27.700.14,47 4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1.571,44 5.0,3 754.795,37 77.53,53 5 BANGUNAN.91,4 2.0,07 7.54,23 71.970,22 RESTORAN 4.135,2 0,00 7.93.473,2 7.97.0,90 7 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7.990,35 0,00 2.001.172,4 2.009.12,1 1.57,0 0,00 923.593,09 925.19,15 9 JASA-JASA 1.017,25 10.170,5 2.42.13,29 2.493.324,20 PDRB 4.72.299,12 4.799.935,25 SENIATI 201 Institut Teknologi Nasional Malang A. 103

ISSN : 205-421 Terdapat perbedaan sebesar Rp 73.3.120.000,00 setelah kegiatan ekonomi di Kabupaten Bandung diukur dengan mengurangkan akibat terjadinya deplesi sumber daya alam dan degradasi lingkungan, yang merupakan komponen yang harus diinternalisasikan dalam pengaplikasian sistem ekonomi hijau. Besaran nilai tersebut terdiri atas 5% akibat deplesi dan 35% akibat degradasi, dan menggambarkan bahwa untuk setiap tahunnya (200 s/d 2012) terjadi kerusakan lingkungan senilai 0,1% dari nilai total kegiatan perekonomiannya. Kontribusi kegiatan ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Bandung, menunjukkan pola yang sama dengan perbedaan nilai yang sangat kecil baik PDRB Hijau maupun PDRB Coklat, yaitu Industri Pengolahan (Coklat, 59,1% ; Hijau, 59,2%) ; Perdagangan, Hotel & Restoran (C 17,7% ; H 17,09%) ; Pertanian (C 7,59% ; H 7,5%) ; Jasa (C 5,33% ; H 5,31%) ; dan Angkutan & Komunikasi (C 4,29% ; H 4,2%). Kegiatan perekonomian di Kabupaten Bandung didominasi oleh kegiatan ekonomi sektor sekunder dengan kontribusi terhadap PDRB (Coklat, 2,50% ; Hijau, 2,54%), diikuti kegiatan sektor tersier sebesar 2,% baik diukur dengan sistem ekonomi hijau maupun sitem ekonomi konvensional/coklat, dan terakhir sektor primer dengan kontribusi (Coklat,,4% ; Hijau,,0%). 4. Kesimpulan Struktur Ekonomi Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa penggerak utama kegiatan perekonomiannya adalah sektor sekunder, namun dalam kurun waktu lima tahun ini (200-2012) kegiatan perekonomiannya menimbulkan kerusakan lingkungan sebesar Rp 73.3.120.000,00 per tahun dan hampir 5% akibat deplesi sumber daya alam. Hal ini menimbulkan tanda tanya, apakah deplesi sumber daya alam ini akibat dari harus dieksploitasinya sumber daya alam agar dapat secara sinambung mengsuport/menyediakan bahan baku untuk bergeraknya sektor sekunder atau tidak ada kaitannya sama sekali? Perlu dilakukan analisis lebih lanjut dan detail untuk melihat fenomena tersebut. Karena dalam ekonomi hijau harus terjadi harmonisasi antara kegiatan industri pengolahan dan sistem alam untuk membuat ekonomi mengalir secara alamiah dalam suatu proses ekosistem. Pemerintah Kabupaten Bandung harus lebih proaktif lagi dalam berperan serta, mengevaluasi dan merehabilitasi kondisi degradasi lingkungan diwilayahnyanya, terutama pencemaran air dan penanggulangan sampah yang merupakan dua sub sektor terbesar dalam menyebabkan degradasi lingkungan di Kabupaten Bandung, karena pengelolaan lingkungan sulit dilakukan apabila berdasarkan pembagian wilayah administrasi yang kita kenal saat ini. 5. Daftar Referensi [1] Putra, Windhu., Model Perhitungan Besaran PDRB Hijau Sektor Kehutanan di Kalimantan Baratmelalui Pendekatan Jasa Lingkungan, 2013. [2] Djajadiningrat, Tjahja, Suistanable Future: Menggagas Warisan Peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, 2005. [3] Suparmoko, PDRB Hijau (Konsep dan Metodologi), 200. A. 104 Institut Teknologi Nasional Malang SENIATI 201