LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM Oleh: dr. Segal Abdul Aziz PPDS Ilmu Penyakit Dalam Januari 2011 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI HEPATOLOGI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO Februari 2013 0
BAB I PENDAHULUAN Ensefalopati hepatikum (EH), merupakan sindroma neuropsikiatrik kompleks yang menjadi penyulit gagal hati akut maupun kronik. EH lebih sering terjadi pada penderita gagal hati kronik. Sekitar 50 70 persen penderita sirosis mengalami EH, dan merupakan indikator prognosis buruk pada pasien, dengan kesintasan 1 dan 3 tahun mencapai 42 dan 23 persen. Kondisi EH ditandai dengan terjadinya perubahan status mental dengan rentang gejala neuropsikiatrik yang luas, mulai dari minimal sampai koma dalam. Prevalensi EH subklinis dikatakan 30 sampai 88 persen pada penderita sirosis hati. 1,2,3 Hiperamonemia ditemukan pada 90 persen penderita EH, namun tidak terdapat korelasi yang kuat antara tingkat keparahan penyakit hati dengan kadar ammonia darah. EH dapat dipicu oleh berbagai penyebab yang pada akhirnya meningkatkan kadar ammonia darah. Amonia dianggap menjadi faktor utama dalam pathogenesis EH, meskipun metabolit lain seperti neurotransmitter palsu dan marcaptan juga dianggap berperan. Amonia dapat menyebabkan perubahan aliran darah otak dan mengurangi penggunaan glukosa oleh sel sel saraf sehingga menurunkan fungsi kognitif. Beberapa kondisi yang dapat mencetuskan munculnya EH adalah infeksi, perdarahan saluran cerna, ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi, obat obatan, dan diet tinggi protein. 2,4,5 Penatalaksanaan EH sampai saat ini bertujuan untuk mengurangi produksi dan absorpsi ammonia melalui berbagai mekanisme yang terlibat dalam patogenesisnya. Ammonia yang berasal dari saluran cerna secara luas diakui memiliki peran penting dalam mencetuskan EH, baik itu yang ringan maupun pada EH berat. Pengobatan dengan antibiotik topikal, seperti Neomicyn, awalnya digunakan dengan tujuan untuk mengurangi koloni bakteri usus sebagai penghasil utama ammonia. Namun, penggunannya tidak disertai bukti ilmiah yang cukup. Laktulosa kemudian diajukan sebagai alternatif yang lebih aman, malalui dua penelitian kecil, menunjukkan kefektifitasan yang sama dengan Neomicyn. Laktulosa akan dimetabolisme oleh bakteri usus, mengakibatkan dua hal penting yaitu penurunan ph intraluminal dan efek katarsis. Kedua hal ini akan mengurangi absorpsi ammonia di saluran cerna, sehingga dapat memperbaiki kondisi pasien dengan EH. 1,2 Berikut ini adalah kasus pasien dengan ensefalopati hepatikum dengan penyakit dasar gagal hati kronik (sirosis hepatis) sebagai pemicu pencarian bukti bukti ilmiah peranan laktulosa pada penatalaksanaan ensefalopati hepatikum 1
BAB II ILUSTRASI KASUS Pasien seorang laki laki 72 tahun dating dengan keluhan tidak mau makan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sejak 2 bulan sebelumnya perut pasien terlihat bengkak, pasien merasa mudah lelah, namun bengkak pada kaki tidak ada. Aktifitas pasien mulai berkurang, nafsu makan masih seperti biasa. Tidak ada perubahan pada buang air kecil atau pada defekasi. Satu bulan kemudian, perut dirasakan semakin membesar, tubuh terlihat kuning, buang air kecil berwarna pekat. Pasien berobat ke rumah sakit dan dikatakan menderita hepatitis B. Pasien menjalani perawatan dan pulang setelah kondisinya membaik. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien kembali mengalami hal serupa, pasien juga mengeluh sulit tertidur malam hari. Tidak ada demam, buang air besar hitam, ataupun demam, namun pasien mengaku semakin tidak mau makan. Tidak ada riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga yang bermakna. Dari pemeriksaa fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, pasien tampak sakit sedang, kesadaran composmentis tetapi cenderung mengantuk. Pasien bias diajak berkomunikasi, tetapi responnya lambat dalam menjawab pertanyaan. Pada pasien juga didapatkan sklera yang ikterik, palmar eritema, dan ascites. Tidak ada kelainan dari pemeriksaan fisik lain yang bermakna. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dengan Hb 8g/dl, leukosit dan trombosit masih dalam batas normal. Terdapat hiponatremia 116 meq/l, hyperkalemia 6,2 meq/l, peningkatan enzim transaminase SGOT 197 dan SGPT 90, hipoalbumin 2,18 dengan perbandinga albumin dan globulin terbalik, hiperbilirubinemia 15,71 terutama terjadi peningkatan bilirubin direk 11,57. Dari hasil rontgen dada tidak didapatkan kelainan, sementara dari USG abdomen didapatkan gambaran sirosis hepatis dengan nodul di tip hepatik dan terdapat asites. Dari data diatas ditegakkan diagnose sirosis hepatis Chil Pugh C dengan asites dan ensefalopati hepatik grade 1, hiponatremia, hyperkalemia, anemia, nodul hepar, dan intake sulit. Terapi yang diberikan pada pasien adalah Furosemid 1x40mg, Spironolacton 1x100mg, lactulac 3xC1, dan HepaMerz 3x1sach. 2
BAB III METODE PENELUSURAN Masalah Klinis Apakah terdapat manfaat pemberian laktulosa pada pasien dengan ensefalopati hepatikum? Apakah pemberian laktulosa akan memperbaiki kondisi ensefalopati hepatikum? Patient Intervention Comparison Outcome Hepatic encephalopathy Lactulose None Placebo Improvement Metode Penelusuran Prosedur pencarian literatur untuk menjawab masalah klinis tersebut adalah dengan penelusuran pustaka secara on line dengan menggunakan mesin pencari Clinical Queries PubMed. Kata kunci yang digunakan adalah: hepatic encephalopathy AND lactulose. Artikel yang dipilih merupakan meta analisis, review sistematis, atau studi acak dan dipublikasikan dalam 10 tahun terakhir. 3
BAB IV HASIL PENELUSURAN Hasil penelusuran dengan Clinical Queries PubMed didapatkan 24 review sistematis dan 62 studi yang sudah dikelompokkan dalam kategori terapi dengan cakupan sempit (narrow). Dari 24 review sistematis, terdapat 1 studi yang dipilih karena relevan dengan masalah klinis, sementara 23 studi lainnya dieksklusi. Sementara dari 62 studi dengan kategori terapi, 42 studi dieksklusi karena publikasi lebih dari 10 tahun yang lalu, dan dari 21 studi, 3 studi dipilih karena relevan dengan permasalahan klinis yang akan dicari jawabannya. Gambar 1. Algoritma penelusuran artikel Hepatic encephalopathy AND Lactulose Clinical Queries PubMed 62 studi dengan kategori terapi dan cakupan sempit 24 studi review sistematis Meta analisis Review sistematis Studi acak Publikasi dalam 10 th 20 studi 20 studi Relevansi 4 studi 4
Terdapat 4 penelitian yang menilai manfaat pemberian laktulosa dalam penatalaksanaan EH yaitu Als Nielsen dkk(2004), Prasad dkk(2007), Sharma dkk(2007), dan Mittal dkk(2011). Als Nielsen dkk membuat review sistematis dari beberapa RCT yang membandingkan penggunaan laktulosa dengan tanpa intervensi, plasebo, atau antibiotik untuk penatalaksanaan EH. Sumber yang digunakan adalah register dari Cochrane Hepato Biliary Group, Cochrane library, Medline, dan Embase sampai Maret 2003. Mereka membagi penelitian yang di review menjadi low quality dan high quality berdasarkan cara randomisasi, cara blinding, dan cara penyamaran. Keluaran primer yang dicari adalah perbaikan klinis dan mortalitas. Terdapat 22 penelitian, 9 diantaranya masuk dalam kriteria high quality. Pada perbandingan laktulosa dengan plasebo, didapatkan bahwa laktulosa mengurangi risiko tidak ada perbaikan pada EH (RR 0,62;95%CI 0,46 0,84). Namun bila distratifikasi lagi berdasarkan kualitas penelitiannya, didaptkan hasil yang tidak bermakna (RR 0,92;95%CI 0,42 2,04) pada high quality dan (RR 0,57;95%CI 0,4 0,83) pada low quality. Pemberian laktulosa juga tidak mengurangi angka kematian secara bermakna (RR0,41;95%CI 0,41 8,68). Dosis laktulosa yang digunakan rata rata adalah 50 gr dalam 15 hari. 1 Gambar 2. Perbandingan laktulosa dengan plasebo Pada perbandingan laktulosa dengan antibiotik, terdapat 12 penelitian yang hasilnya secara homogen menunjukkan bahwa pemberian laktulosa tidak mengurangi risiko tidak terjadinya perbaikan klinis (RR 1,24;95%CI 1,02 1,5). Tidak ada perbedaan bermakna pada angka mortalitas dari kedua grup (RR 0,9;95%CI 0,48 1,67). Studi Als Nielsen dkk menitikberatkan bahwa pada penelitianpenelitian dengan kualitas rendah, laktulosa terlihat superior dibandingkan plasebo atau setara dengan antibiotik padahal hal ini tidak didukung dengan metodologi yang adekuat. 1 5
Gambar 3. Laktulosa dibandingkan dengan antibiotik Penelitian Prasad dkk melakukan studi acak tidak tersamar yang membandingkan efek laktulosa pada pasien dengan gangguan EH minimal. Penilaian ini menggunakan tes neuropsikologis (NP) dan test health related quality of life (HRQOL) yang dilakukan saat awal dan 3 bulan kemudian. Penelitian ini menggunakan 61 pasien dengan sirosis dan mengalami EH minimal, sebanyak 31 pasien mendapat laktulosa dan sisanya masuk dalam grup tidak diberikan laktulosa. Terdapat penurunan yang bermakna nilai test NP dengan nilai awal 2,74 (95%CI 2,4 3,08) menjadi 0,75(95%CI 0,36 1,16) pada pasien yang diberikan laktulosa dibandingkan dengan grup tanpa laktulosa (awal 2,47;95%CI 2,19 2,74 menjadi 2,55;95%CI 2,16 2,94). Begitu pula dengan tes HRQOL, terdapat penurunan yang bermakna pada pasien yang diberikan laktulosa dibandingkan dengan yang tidak diterapi (awal 10,39;95%CI 9,36 11,43 menjadi 3,77;95%CI 2,52 5,02 VS awal 10,36;95%CI 8,98 11,73 menjadi 10,39;95%CI 8,36 12,42). Perbedaan hasil NP dan HRQOL tes ini bermakna setelah dilakukan analisa multivariat. Sayangnya penelitian ini tidak menggunakan plasebo sehingga mengurangi kualitas penelitian. 6 Penelitian oleh Sharma dkk membandingkan efek laktulosa, probiotik, atau kombinasi keduanya pada EH minimal. Parameter yang digunakan adalah tes NP dan P300 auditory event related potensial (P300ERP). Hasilnya, baik laktulosa, probiotik, atau kombinasi keduanya dapat memperbaiki kondisi EH minimal berdasarkan perbaikan dari tes NP dan P300ERP. Penelitian ini juga 6
menunjukkan dengan pemberian laktulosa, probiotik, atau kombinasi keduanya dapat memperbaiki skor Child Turcotte Pugh pada pasien. Kelemahan peneletian ini adalah mereka tidak memiliki control pembanding pada masing masing kelompoknya, dan juga penelitian ini tidak tersamar. Peneliti juga tidak menunjukkan mana yang lebih baik antara laktulosa, probiotik, atau kombinasi keduanya. 5 Mittal dkk melakukan penelitian yang hampir serupa, hanya saja mereka menambahkan grup kontrol dan grup intervensi dengan asam amino L ornitine L aspartat (LOLA). Hasilnya pun menunjukkan bahwa baik laktulosa,probiotik, maupun LOLA dapat memperbaiki kondisi minimal EH. 7 7
BAB V KESIMPULAN 1. Insiden ensefalopati hepatik pada penderita sirosis hepatis cukup banyak, baik yang bersifat minimal maupun berat. 2. Penatalaksanaan EH mencakup menghilangkan faktor pencetus seperti infeksi, dehidras, gangguan elektrolit, dan perdarahan saluran cerna. Selain itu juga dengan mengurangi absorpsi dan produksi ammonia, sehingga menurunkan kadar ammonia darah. 3. Penggunaan laktulosa sebagai terapi standard pada EH, masih harus dievaluasi lagi dan dicari lagi bukti bukti kuat yang mendukung, karena penelitian yang ada tidak memiliki kualitas yang cukup baik dari segi validitasnya. 4. Meskipun demikian, laktulosa masih dapat diberikan karena efek sampingnya yang minimal dan tidak ada risiko terjadi resistensi seperti pada antibiotik. 5. Peranan agen lain seperti probiotik dan asam amino LOLA membuka pilihan baru sebagai terapi pengganti atau tambahan terhadap terapi yang sudah ada 8
Daftar Pustaka 1. Als Nielsen B, Gluud LL, Gluud C. Non absorbable disaccharides for hepatic encephalopathy: systematic review of randomised trials. BMJ 2004;328:1046 50 2. Nevah MI, Fallon MB. Hepatic Encephalopathy, Hepatorenal Syndrome, Hepatopulmonary Syndrome, and Systemic Complication of Liver Disease. Dalam: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Sleisenger and Fortrand s Gastrointestinal and Liver Disease. Ed.9, 2010. Philadelphia: Saunders Elsevier. 1543 45 3. Zubir N. Koma Hepatik. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Ed 5, 2009. Jakarta: Internal Publishing. 677 4. Bacon BR. Cirrhosis and Its Complications. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison s Principles of Internal Medicine. Ed 17,2008. New York: McGraw Hill.1979 80 5. Sharma P, Sharma BC, Puri V, Sarin SK. An open label randomized controlled trial of lactulose and probiotics in the treatment of minimal hepatic encephalopathy. European Journal of Gastroenterology & Hepatology 2008, 20:506 511 6. Prasad S, Dhiman RK, Duseja A, Chawla YK, Sharma A, Agarwal R. Lactulose Improves Cognitive Function and Health related Qualuty of Life in Patients with Cirrhosis Who Have Minimal Hepatic Encephalopathy. Hepatology 2007;45:549 559 7. Mittal VV, Sharma BC, Sharma P, Sarin SK. A randomized controlled trial comparing lactulose, probiotics, and L ornithine L aspartate in treatment of minimal hepatic encephalopathy. European Journal of Gastroenterology & Hepatology 2011, 23:725 732 9