Hasil. Hasil penelusuran
|
|
- Sri Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pendahuluan Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan pada populasi risiko tinggi telah membantu deteksi pada KHS stadium dini yang dapat menjadi target terapi kuratif dengan reseksi atau terapi ablasi lokal. 1-2 Reseksi hati telah menjadi pilihan utama pada beberapa kasus KHS. Namun demikian, komplikasi pasca tindakan terutama pada pasien dengan sirosis hati menyebabkan penggunaannya terbatas. Terapi ablasi non bedah telah menjadi salah satu pilihan terapi yang menjanjikan. Radio frequency ablation (RFA) adalah metode ablasi dengan menginduksi jejas termal pada jaringan tumor dengan menyisakan parenkim sehat di sekitarnya. Prinsip dasar RFA adalah pembentukan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi sehingga menimbulkan agitasi ionik dan konversi menjadi energi panas, yang diikuti oleh penguapan cairan intrasel sehingga berujung pada perubahan selular yang bersifat ireversibel, termasuk diantaranya denaturasi protein intrasel, peleburan lapisan membran lipid, dan nekrosis koagulatif sel tumor. RFA dianggap sebagai terapi pilihan pada KHS stadium dini yang tidak memenuhi kriteria bedah. 1-5 Namun demikian, pilihan terbaik bagi KHS stadium dini dengan fungsi liver yang baik masih merupakan perdebatan panjang. Berbagai studi telah membandingkan antara reseksi dan RFA. Telaah klinis berbasis bukti (evidence based clinical review; EBCR) ini dibuat untuk mengetahui efektivitas RFA dalam meningkatkan kesintasan KHS stadium dini dibandingkan dengan reseksi. Formulasi pertanyaan klinis yang digunakan adalah: Bagaimana perbandingan kesintasan (outcome) pada pasien karsinoma hepatoselular stadium dini (population) yang menjalani radiofrequency ablation (intervention) dan reseksi (control)? 1
2 Metode Untuk menjawab pertanyaan klinis di atas, dilakukan penelusuran terhadap artikel-artikel penelitian yang mungkin dapat menjawab pertanyaan untuk kemudian ditelaah secara kritis. Tipe penelitian yang ditelusuri oleh penulis adalah uji klinis dengan randomisasi dan kontrol (randomized controlled clinical trial, RCT), systematic review, dan meta-analisis.ketiga studi tersebut dinilai memiliki bukti tertinggi yang dapat menjawab pertanyaan pada tulisan ini. Penelusuran terhadap artikel penelitian dilakukan pada database utama kedokteran yaitu PUBMED ( Penelusuran penulis batasi hanya pada artikel berbahasa Inggris, dan studi pada manusia. Tahun publikasi dibatasi dari tahun 2009 sampai Dilakukan penelusuran menggunakan kata kunci: resection AND radiofrequency ablation AND hepatocellular carcinoma AND survival. Seleksi terhadap judul dan abstrak dilakukan untuk memilih artikel penelitian yang relevan dan dapat menjawab pertanyaan klinis tersebut. Semua artikel penelitian yang terpilih kemudian ditelaah secara kritis, sesuai dengan jenis penelitian. Langkah-langkah telaah kritis dilakukan berdasarkan panduan dari Centre for Evidence-Based Medicine, University of Oxford. Di akhir telaah ini, penulis akan memberikan rekomendasi sesuai dengan hasil dan diskusi. 2
3 Hasil Hasil penelusuran Dengan menerapkan strategi penelusuran yang telah dijelaskan pada bagian metode, penulis mendapatkan 33 buah artikel. Dari 33 buah artikel yang berpotensi relevan, dua artikel metaanalisis dan satu artikel RCT dipilih sesuai dengan relevansi dengan pertanyaan klinis. Ketiga artikel yang dipilih merupakan artikel yang ditulis oleh Duan Chen ng (2013), Gang Xu (2012), dan Kai Feng (2012). Duan dkk (2013) 6 Studi ini merupakan suatu telaah sistematik dan metaanalisis yang dilakukan pada seluruh artikel yang dipublikasikan sebelum Juni Tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan efektivitas RFA dengan terapi reseksi bedah dalam meningkatkan survival pasien KHS yang memenuhi kriteria Milan. Penulis memperoleh 243 artikel dengan menggunakan MEDLINE, PubMed, Cochrane Library, dan EMBASE databases serta pencarian manual. Kriteria inklusi di antaranya kasus-kasus yang telah didiagnosis melalui pemeriksaan patologi atau lebih dari dua uji pencitraan yang logis dikombinasikan dengan data klinis yang membandingkan efek terapeutik awal dari RFA, baik dengan atau tanpa TACE dan reseksi untuk tatalaksana KHS dini tanpa melihat etiologinya, perbedaan pada hepatitis viral atau status sirosis; pasien tidak mendapatkan pengobatan anti kanker sebelum RFA atau reseksi; indikasi yang jelas untuk RFA atau reseksi; jika ada dua atau lebih studi dengan penulis yang sama, diambil studi yang lebih tinggi kualitasnya atau paling mutakhir; Child-Pugh kelas A atau B; dan waktu follow up lebih dari 3 tahun. Kriteria eksklusi yang dibuat adalah jika hanya satu terapi yang digunakan dan tidak ada studi pembandingnya; sudah pernah mendapat tata laksana metastasis KHS atau KHS rekuren; terdapat invasi vaskular, metastasis jauh, atau lesi lainnya; dan waktu follow up < 3 tahun atau jumlah sampel <100. Dari 243 artikel, penulis hanya menelaah 12 artikel yang relevan dalam analisis (2 RCT dan 10 non-rct). Sejumlah subyek dilibatkan dalam metaanalisis (4.295 RFA dan reseksi). Studi ini membandingkan kesintasan keseluruhan tahun ke-1, 3, dan 5; rekurensi tahun ke-1, 3, dan 5; komplikasi pasca tindakan; dan masa rawat inap. Pada studi ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna pada kesintasan keseluruhan 1 tahun (OR = 0,76; CI 95%: 0,58-1; P=0,05). Sedangkan kesintasan keseluruhan 3 tahun dan 5 tahun menunjukkan adanya perbedaan bermakna yakni penurunan angka kesintasan pada kelompok RFA dengan nilai OR 0,59 (CI 95%: 0,43-0,81; P=0,001) dan 0,46 (CI 95%: 0,32-0,67; P<0,0001). Pada perbandingan angka kesintasan bebas penyakit didapatkan angka yang lebih tinggi pada 3
4 tahun ke-1, 3, dan 5 pada kelompok reseksi dengan nilai OR 0,82 (95% CI = 0,69-0,97; P=0,02); 0,59 (95% CI = 0,43-0,81; P = 0,001); dan 0,54 (95% CI = 0,44 0,66; P <0,00001). Pada studi ini juga didapatkan adanya peningkatan komplikasi pasca tindakan pada kelompok reseksi yang bermakna, dengan OR 0,32 (95% CI = 0,18-0,56; P<0,0001). Begitu pula pada masa rawat inap, didapatkan durasi yang lebih panjang pada kelompok reseksi Komplikasi pasca tindakan diantaranya adalah perdarahan saluran cerna, asites, infeksi berat, kelainan duktus bilier, jaundice, gagal hati, dan kematian. (Gambar 1) Gambar 1. Perbandingan funnel plot (A) kesintasan keseluruhan 1 tahun; (B) kesintasan keseluruhan 3 tahun; (C) kesintasan keseluruhan 5 tahun; (D) kesintasan bebas penyakit 1 tahun; (E) kesintasan bebas penyakit 3 tahun; (F) kesintasan bebas penyakit 5 tahun; (G) komplikasi pasca tindakan; (H) lama inap. OR, odss ratio Xu dkk, Studi ini merupakan suatu metaanalisis yang membandingkan keluaran terapi KHS stadium dini yang memenuhi criteria Milan dan mendapat terapi reseksi dengan RFA. Studi ini melakukan telaah pada artikel-artikel yang dipublikasi sebelum Desember Pada studi ini didapatkan subyek (1.233 pasien menjalani reseksi dan pasien menjalani RFA sebagai terapi pertama pada KHS). Studi ini membandingkan kesintasan keseluruhan tahun ke-1, 3, dan 5; rekurensi tahun ke-1, 3, dan 5; dan komplikasi pasca tindakan. Pada studi ini didapatkan adanya peningkatan kesintasan keseluruhan tahun ke-1, 3, dan 5 pada kelompok reseksi yakni OR (95% CI) 0,6 (0,42-0,86), p= 0,301; 0,49 (0,36-0,65), p=0,036; 0,6 (0,43-0,84), p=0,003. Di samping itu, angka rekurensi pada kelompok reseksi pada tahun ke-1, 3, dan 5 terbukti lebih rendah bermakna dengan OR 1,48 (1,05-2,08); 1,76 (1,49-2,08); 1,68 (1,21-2,34). 4
5 Pada studi ini diduga bahwa faktor utama yang mempengaruhi kesintasan keseluruhan pada pasien dengan KHS adalah rekurensi pasca terapi. Tingginya angka rekurensi pasca RFA diduga berhubungan dengan lebih sempitnya batas aman (safety margin) dibandingkan dengan reseksi. Sebagaimana diketahui reseksi hati pada umumnya melibatkan segmen Couinaud yang mengandung tumor dan kemungkinan thrombus tumor pada vena. Di samping tiu, tingginya rekurensi pasca RFA diduga akibat ablasi tumor primer yang tidak adekuat atau adanya invasi tumor pada vena pada jaringan sekitar. Sedangkan untuk rekurensi local intrahepatik pada kedua kelompok tidak dijumpai adanya perbedaan. Studi ini juga menunjukkan bahwa komplikasi pasca tindakan RFA lebih rendah bila dibandingkan dengan reseksi (OR 6,25 (3,12-12,52; P=0,000). Studi ini menyimpulkan bahwa reseksi bedah pada KHS dini, terutama dengan diameter <3 cm terbukti memiliki angka kesintasan yang lebih baik dibandingkan dengan RFA. Gambar 2. Metaanalisis kesintasan keseluruhan satu tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS < 3cm 5
6 Gambar 3. Metaanalisis kesintasan keseluruhan tiga tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS < 3cm Gambar 4. Metaanalisis kesintasan keseluruhan lima tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS < 3cm Feng dkk (2012) 8 Studi ini merupakan sebuah studi RCT yang dilakukan pada 168 pasien dengan KHS kecil untuk membandingkan efektivitas terapi RFA dibandingkan dengan reseksi. Kriteria inklusi diantaranya nodul 6
7 berjumlah < 2 buah dengan diameter <4 cm. Subyek penelitian secara acak dibagi menjadi kelompok RFA (n=84) dan kelompok reseksi (n=84) serta dilakukan penilaian keluaran berupa kesintasan hingga 3 tahun. Pada akhir studi didapatkan tidak adanya perbedaan bermakna baik pada kesintasan keseluruhan pada kelompok reseksi tahun ke-1, 2, dan 3 yakni 96,0%, 87,6%, dan 74,8% dibandingkan dengan RFA yakni 93,1%, 83,1%, dan 67,2% (p=0,342). Sedangkan kesintasan bebas rekurensi pada kelompok reseksi sebesar 90,6%, 76,7%, dan 61,1% dan RFA sebesar 86,2%, 66,6%, dan 49,6% (p=0,122), yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna. Studi ini tidak memperlihatkan nilai OR bagi masing-masing kelompok, namun menampilkan nilai RR untuk variabel bebas lain tanpa mempertimbangkan kelompok intervensi pada analisis multivariat. Meskipun tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok pada kesintasan, durasi hospitalisasi pasien dengan RFA jauh lebih singkat daripada pasien yang mendapatkan tatalaksana reseksi. Ini menunjukkan bahwa keluaran perioperatif RFA lebih baik daripada reseksi. Studi Rerata kesintasan keseluruhan, OR (95% IK) Rerata kesintasan bebas rekurensi, OR (95% IK) Tahun ke-1 Tahun ke-3 Tahun ke-5 Tahun ke-1 Tahun ke-3 Tahun ke-5 Duan C, ,76 (0,58-0,43 (0,43-0,81); 0,46 (0,32-0,82 (0,69-0,97); 0,59 (0,43-0,81); 0,54 (0,44 0,66); 1,00); P=0,05 P=0,001 0,67); P<0,0001 P=0,02 P = 0,001 P <0,00001 Xu G, ,6 (0,42-0,86); 0,49 (0,36-0,65); 0,6 (0,43-0,84); 1,48 (1,05-2,08); 1,76 (1,49-2,08); 1,68 (1,21-2,34); P=0,301 P=0,036 P=0,003 P=0,001 P=0,000 P=0,02 Feng, 2012 P=0,342; P=0,122; P=0,181 P=0,027 (termasuk (termasuk dengan residual dengan residual tumor) tumor) Duan C dkk Xu G dkk Feng dkk 1. Validitas internal Randomisasi Mayoritas tidak Mayoritas tidak Karakteristik mirip Perlakuan sama Subyek diikutsertakan semua Tidak Tersamar ganda Tidak Tidak Tidak 7
8 2. Besarnya efek studi Kesintasan keseluruhan dan kesintasan bebas rekurensi lebih baik pada reseksi Kesintasan keseluruhan dan kesintasan bebas rekurensi lebih baik pada reseksi Kesintasan keseluruhan dan kesintasan bebas rekurensi tidak berbeda antara reseksi dan RFA dibandingkan RFA dibandingkan RFA 3. Dapat digeneralisasi 4. Validitas eksternal/ aplikasi Hanya pada tumor berdiameter <4 cm 8
9 Diskusi Dari tiga studi, dua di antaranya (Duan, 2013 dan Xu, 2012) merupakan studi metaanalisis dan menunjukkan hasil bahwa rerata kesintasan, baik keseluruhan maupun bebas rekurensi/penyakit, pada pasien KHS yang mendapat tatalaksana reseksi lebih baik dibandingkan pasien yang mendapat tatalaksana RFA. Namun demikian, kedua studi tersebut juga menunjukkan bahwa rerata kesintasan pada tahun pertama (Duan, 2013) atau kedua (Xu, 2012) tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok. Ini mengindikasikan bahwa reseksi dan RFA menunjukkan kesintasan yang sama pada periode evaluasi jangka pendek, namun menunjukkan perbedaan bermakna pada periode evaluasi yang lebih lama. Keterbatasan dari kedua studi tersebut adalah sedikitnya jumlah studi RCT yang dianalisis dibandingkan observasional. Untuk medapatkan hasil temuan yang lebih optimal, dibutuhkan studi lanjutan dengan desain RCT atau kohort prospektif dengan jumlah sampel yang besar. Tingginya rekurensi pasca tindakan diduga mempengaruhi kesintasan secara keseluruhan. Rekurensi pada kelompok RFA diduga akibat adanya lesi mikrometastasis/satelit yang tidak dapat dideteksi menggunakan pencitraan sehingga bukan merupakan target terapi ablasi lokal. Sebaliknya, pada terapi reseksi, pada umumnya dilakukan reseksi dengan margin safety yang cukup besar sehingga lesi satelit diharapkan dapat direseksi. Selain reseksi tumor primer, tindakan reseksi juga melibatkan emboli tumor pada vena porta. Studi lain yang dilakukan oleh Ni dkk menunjukkan bahwa terapi ablasi perkutan pada tumor dengan diameter lebih dari 3 cm atau lebih dari dua nodul secara bersamaan akan menyebabkan nekrosis tumor yang tidak sempurna/tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya rekuresi tumor local. Pada tumor berukuran besar, RFA tidak dapat menyampaikan energy panas secara adekuat pada seluruh bagian tumor, terumata bila jarum elektroda ditempatkan pada suatu lokasi beberapa kali. Studi yang dilakukan oleh Feng semakin menegaskan bahwa terapi RFA pada tumor dengan diameter lebih dari 4-5 cm berhubungan dengan tingginya angka ablasi inkomplit dan rekurensi lokal. 9 Berbeda dengan dua studi metaanalisis, studi Feng (2012) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kesintasan keseluruhan dan bebas rekurensi antara pasien KHS yang mendapat tatalaksana reseksi dan RFA. Hal ini diduga karena inklusi dilakukan pada tumor dengan diameter <4 cm dan <2 nodul saja. Sedangkan evaluasi hanya dilakukan selama periode 3 tahun sehingga didapatkan hasil keluaran reseksi dan RFA tidak berbeda bermakna. Bahkan, RFA dapat 9
10 dianggap lebih baik dalam perspektif keluaran perioperatif, termasuk meminimalkan lama rawat di rumah sakit. Dari ketiga studi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa komplikasi pasca tindakan lebih tinggi dan lama rawat inap lebih panjang pada kelompok reseksi. Hal ini disebabkan oleh sifat tindakan yang invasif serta memerlukan persiapan perioperatif yang baik. RFA, di sisi lain, merupakan suatu teknik destruksi in situ menggunakan energi panas yang pada studi ini terbukti merupakan suatu prosedur yang aman. RFA merupakan suatu tindakan minimal invasif yang dikerjakan dengan panduan pencitraan tanpa anestesi umum, sehingga masa rawat inap jauh lebih pendek bila dibandingkan dengan reseksi. 9 Kelemahan studi ini adalah keterbatasan jumlah studi RCT sehingga sebagian besar studi yang dilibatkan adalah studi observasi. Selain itu, tidak ada batasan yang sama mengenai diameter tumor terbesar yang dilibatkan dalam studi. Serta etiologi KHS tidak dipertimbangkan dalam setiap studi sehingga tidak diketahui apakah etiologi yang berbeda akan memberikan respon terapi yang sama. 10
11 Kesimpulan Kesintasan keseluruhan serta kesintasan bebas rekurensi pada KHS stadium dini dengan terapi RFA terbukti tidak lebih baik dibandingkan dengan reseksi. Pada ukuran tumor yang lebih kecil diduga efektivitas RFA setara dengan reseksi. Namun demikian, masih perlu dilakukan studi lanjutan untuk mengetahui batasan diameter terbesar yang masih efektif untuk terapi RFA. 11
Peran sorafenib pada HCC yang refrakter terhadap TACE Ruben Salamat P
Peran sorafenib pada HCC yang refrakter terhadap TACE Ruben Salamat P Abstrak Latar Belakang: Hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan kanker terbanyak ke 6 dan merupakan penybab kematian ke 3 akibat kanker
Lebih terperinciPerbandingan Efektivitas Radio Frequency Ablation
Perbandingan Efektivitas Radio Frequency Ablation (RFA) dengan Ablasi Microwave dalam Meningkatkan Kesintasan Pasien dengan Karsinoma Hepatoseluler Kecil: Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti Ignatius Bima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles
Lebih terperinciAbstrak [Tujuan] Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efikasi latihan tendon dan nerve gliding pada penatalaksanaan carpal tunnel syndrome.
Abstrak [Tujuan] Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efikasi latihan tendon dan nerve gliding pada penatalaksanaan carpal tunnel syndrome. [Subjek dan Metode] Empat elektronik database digunakan
Lebih terperincidrg. Muhammad Hamka Maha Putra
drg. Muhammad Hamka Maha Putra Latar Belakang: Diagnosis yang akurat dari tumor muskuloskeletal adalah penting untuk pengobatan yang berhasil. Studi telah melaporkan risiko tinggi komplikasi setelah biopsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
Lebih terperinciEBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine
EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine Prof. Bhisma Murti Department of Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret Pretest Probability dan Pengambilan Keputusan
Lebih terperinciBIAS DALAM STUDI EPIDEMIOLOGI. Oleh: Hartini Sri Utami
BIAS DALAM STUDI EPIDEMIOLOGI Oleh: Hartini Sri Utami Definisi Bias adalah kesalahan sistematis dalam memilih subjek penelitian atau mengumpulkan data yang menyebabkan taksiran yang salah (incorrect estimates)
Lebih terperinciAntibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis
Evidence-based Case Report Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis Penulis: dr. Oldi Dedya NPM: 1006824421 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal didefinisikan sebagai tumor ganas yang terjadi pada kolon dan rektum. Kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri
78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera
A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Mual dan muntah pascaoperasi (Postoperative Nausea and Vomiting / PONV) masih merupakan komplikasi yang sering dijumpai setelah pembedahan. PONV juga menjadi faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1
Lebih terperinciB AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pelayanan pasien dan koordinasi asuhan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (RS UGM) masih menjadi permasalahan sekaligus tantangan. Pengamatan di lapangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian
Lebih terperinciSejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran
Uji Klinik Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Konsep dasar pemikiran Bahan yang dipakai Pemikiran/metode 2000 SM Magis, sakral Bahan alam Kepercayaan 0 Empiris primitif
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.
BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada subyek berumur 1-5 tahun. Pemilihan subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk pencegahan utama keracunan botulismus pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatoma ( karsinoma hepatoseluler ) merupakan salah satu tumor yang paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu di Asia dan Afrika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 23.500 kasus karsinoma tiroid terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Kejadian penyakit lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sebuah penelitian yang
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi
Lebih terperinciLBM 3 PRAKTIKUM 2 EVIDENCE BASED MEDICINE (EBM) UNTUK FARMASI
LBM 3 PRAKTIKUM 2 EVIDENCE BASED MEDICINE (EBM) UNTUK FARMASI Secara prinsip yang menjadi dasar praktik evidence based health care adalah bahwa setiap perilaku atau tindakan medis harus dilandasi suatu
Lebih terperinciMETA ANALISIS EFEKTIFITAS EARLY SKIN TO SKIN CONTACT TERHADAP KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF
META ANALISIS EFEKTIFITAS EARLY SKIN TO SKIN CONTACT TERHADAP KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF Yufitriana Amir Dosen Ilmu Keperawatan Anak Universitas Riau Kampus Universitas Riau Jalan Pattimura no
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 2014. Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata
Lebih terperinci6/5/2010. Analytic. Descriptive Case report Case series Survey. Observational Cross sectional Case-control Cohort studies
Disampaikan oleh: Retna Siwi Padmawati KMPK-2009 Tujuan Memberi pengantar tentang disain metode penelitian Memahami perbedaan penelitian deskriptif dan analytic Mengidentifikasi hirarki disain penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai macam penyakit hati kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi
Lebih terperinciKanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9
Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang sering, insidennya masih belum diketahui dengan pasti. Massa pada leher dapat terjadi pada semua
Lebih terperinciHow to Find Current Evidence Best Medicine. Oleh: Sukirno, S.IP., MA.
How to Find Current Evidence Best Medicine Oleh: Sukirno, S.IP., MA. 1 Tujuan Mengenalkan konsep evidence-based practice, jenis pertanyaan klinis dan cara merumuskan pertanyaan berdasarkan metoda PICO
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif yang membandingkan komplikasi yang terjadi antara pasien efusi pleura yang menggunakan small bore
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode studi pre dan post, single blind dan randomized control trial (RCT). Pengambilan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN
20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan
Lebih terperinciStudi Eksperimental membandingkan data dari sekelompok manusia/obyek yang dengan
STUDI EKSPRIMENTAL/STUDI INTERVENSI Studi Eksperimental membandingkan data dari sekelompok manusia/obyek yang dengan sengaja diberikan tindakan/intervensi tertentu dengan kelompok lain yang sama tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan
Lebih terperinciBLOK ELECTIVE. Oleh : Dr.Evo Elidar Hrp.Sp.Rad
BLOK ELECTIVE Oleh : Dr.Evo Elidar Hrp.Sp.Rad BLOK ELECTIVE RADIOLOGI 1.RADIO-DIAGNOSTIK 2.RADIOTERAPI RADIO-DIGANOSTIK/IMAGING TUMOR MERUPAKAN PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK YANG PENTING PADA KASUS
Lebih terperinciBAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.
BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya subbagian Perinatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal karena kanker paru.
Lebih terperinciEksperimen. Prof. Bhisma Murti
Eksperimen Prof. Bhisma Murti Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS). Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Eksperimen Efek intervensi diteliti
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak subbagian Perinatologi dan Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala
Lebih terperinciPENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO
PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO PERKENALAN Perkuliahan 14 tatap muka @ 1 jam Diskusi kelompok 14 kali @ 1 jam Praktikum statistik 2 kali @ 4 jam Penanggungjawab mata ajaran: Saptawati Bardosono
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan diagnosis penyakit pasien. Penegakkan diagnosis ini berperan penting
Lebih terperinciPeran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada Pasien Hepatitis B yang mengalami Acute on Chronic Liver Failure
Peran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada Pasien Hepatitis B yang mengalami Acute on Chronic Liver Failure (ACLF): Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti Jerry Nasarudin Abstrak Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak dari yang seharusnya dan seringkali akan membuat tonjolan massa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang
Lebih terperinciPengobatan psikologis untuk depresi dan kecemasan pada demensia dan gangguan kognitif ringan: review sistematis dan meta-analisis
Pengobatan psikologis untuk depresi dan kecemasan pada demensia dan gangguan kognitif ringan: review sistematis dan meta-analisis Latar belakang Kecemasan dan depresi adalah suatu yang umum pada orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi
Lebih terperincia. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERNYATAAN... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KOMBINASI TACE DAN PEI DIBANDINGKAN TACE
Evidence Based Case Report EFEKTIVITAS KOMBINASI TACE DAN PEI DIBANDINGKAN TACE Christy Efiyanti 1206234566 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Sub bagian Gastroenterologi bagian Ilmu
BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah Sub bagian Gastroenterologi bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RS Dr. Kariadi Semarang
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor
LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain
Lebih terperinciEvidence-Based Medicine: Memilih Terapi Berbasis Bukti
Evidence-Based Medicine: Memilih Terapi Berbasis Bukti Prof. Bhisma Murti, dr, MPH, MSc, PhD Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS), Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis usus ditandai tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner dan pleksus
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemerintah disibukkan dengan penyakit kanker payudara yang saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).
Lebih terperinciHubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta
LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini bedah caesar merupakan metode yang semakin sering digunakan dalam proses melahirkan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya angka kejadian bedah caesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kanker payudara merupakan masalah kesehatan pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika, kanker payudara merupakan kanker dengan frekuensi paling banyak pada wanita dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini menduduki peringkat kedua terbanyak penyakit kanker setelah kanker
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa: 26,3% penyebab kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti oleh penyakit
Lebih terperinciDosen Pembimbing dr. Ika Kartika, Sp. PA
ANALISIS MOLEKULER POTENSI LIMBAH CANGKANG UDANG (KITOSAN) SEBAGAI TERAPI HEPATOCELLULAR CARCINOMA Diajukan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis (LKTI- GT) Medsmotion FK UNS 2011 Disusun
Lebih terperinciTelaah Kritis Jurnal Harm/Etiologi. Nurcholid Umam K
Telaah Kritis Jurnal Harm/Etiologi Nurcholid Umam K Kasus Pemberian vitamin A vs Defek janin Terjadinya gagal ginjal pada pemberian fenitoin jangka panjang Terjadinya fraktur patologis pada pemberian steroid
Lebih terperinciPendekatan Tim Multidisiplin Pada Rehabilitasi Paru Komprehensif Pre-operasi dan Pemberian Asupan Gizi Intensif Bagi Pasien Kanker Paru-Paru
Pendekatan Tim Multidisiplin Pada Rehabilitasi Paru Komprehensif Pre-operasi dan Pemberian Asupan Gizi Intensif Bagi Pasien Kanker Paru-Paru Harada H, Yamashita Y, Misumi K, Tsubokawa N, Nakao J, Matsutani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
21 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 5.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : o Penularan melalui darah o Penggunaan
Lebih terperinci