Pedoman Upacara Pitra Yadnya Ngaben dan Atma Wadana. Yayasan Pitra Yadnya Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

LAPORAN TAHUN 2015 YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava)

BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

DI DESA PAKRAMAN CEKENG, KECAMATAN SUSUT, KABUPATEN BANGLI : PERSFEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU

Judul Buku : Keagungan Sapi Menurut Weda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mokshartam Atmanam, Sangkan paraning dumadi, Manunggaling Kaula lan Gusti.

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Pertama, manusia diberikan waktu 24 jam sehari dan waktu itu berlaku bagi semua orang.

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah

BAB IV PENYAJIAN DATA. 1. Gambaran Umum Pura Krematorium Jala Pralaya. terhitung baru beroperasi bagi warga Sidoarjo dan Surabaya, yakni sejak

DESKRIPSI PEMELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU

Upacara Panca Yadnya Dalam Kehidupan Beragama Oleh Ahmad Prajoko

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

SOSIALISASI YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah

PEMERINTAH KOTA BONTANG DINAS PENDIDIKAN KOTA BONTANG

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

EFISIENSI BIAYA PADA MASING-MASING PAKET UPACARA NGABEN DI YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU (YPUH) KABUPATEN BULELENG, SINGARAJA

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

TUTUR BHUWANA KOSA: KAJIAN SEMIOTIKA. Ni Wayan Sri Santiati Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRAK

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

LAPORAN PERKEMBANGAN YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48

DESKRIPSI SENDRATARI KOLOSAL BIMA SWARGA

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Naga Banda PENCIPTA : Ni Ketut Rini Astuti, S.Sn., M.Sn PAMERAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Menapak Jalan Kehidupan. Penciptaan Alam Semesta

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB III PENYAJIAN DATA. 1. Sejarah Berdirinya Pura Tirtha Gangga Suraba. dalam Islam disebut dengan musholla. Pada waktu itu dibangunlah Pura yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi terhadap semua ciptaan-nya baik dari segi yang terkecil hingga ciptaan-

KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA PITRA YADNYA BERDASARKAN AJARAN AGAMA HINDU (Studi Ngaben Ngelanus di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta)

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

BAB II LANDASAN TEORI. keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor: 05/Bhisama/Sabha Pandita PHDI/VIII/2005 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

NGABEN WARGA DADYA ARYA KUBONTUBUH TIRTHA SARI DESA ULAKAN KARANGASEM

LOSOFI PECUT ATAU CEMETI

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

MIMAMSA DARSANA. Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Semuanya dijelaskan di bawah ini.

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Pengerupukan Pra Hari Raya Nyepi di Kecamatan Wonosari

KONSEP KURBAN DALAM PERSPEKTIF AGAMA ISLAM DAN HINDU (Sebuah Studi Perbandingan) SKRIPSI

NGABEN SARAT DAN RELEVANSINYA DI MASA KINI

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 2/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN RUMAH TANGGA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018

Transkripsi:

Pedoman Upacara Pitra Yadnya Ngaben dan Atma Wadana Oleh Ida Rsi Agung Jambe Dharmakerti Kenaka.

Trikona, hukum absolut TYME Lahir, hidup dan mati merupakan hukum alam, hukum absolut Tuhan Yang Maha Esa yang dikenal dengan hukum Tri Kona : utpatti penciptaan, stithi memelihara, dan pralina peleburan atau pengembalian bagi yang usang. Pengertian Kematian menurut Hindu. (Pralina, Sangkan Paraning dumadi, Manunggaling Kaula lan Gusti). Kematian merupakan suatu hal yang tidak dapat diminta, tidak dapat ditolak ataupun direncanakan. Semua itu adalah tidak lain, sebagai suatu tindakan mutlak kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Pengertian mati menurut PP No. 18 tahun 1981 adalah apabila otak dan batang otak sudah tidak berfungsi lagi. Sedangkan menurut Wrasphati Tattwa orang dikatakan mati apabila atmanya telah lepas dari panca mahabhuta. Hal ini disebutkan oleh Tattwa dalam bahasa kawi sebagai berikut : Kala ikang mati ngarania wikturun mapasah lawan panca mahabhuta juga tekang atma ri sarira, ikang aganal juga ilang, ikang atma langgeng tan molah, apan ibek ikang rat kabeh dening atma. Proses kematian seseorang adalah ketika wicaranya menyatu dengan fikirannya, suaranya akan menghilang walaupun fikiran masih berfungsi. Ketika fikirannya menyatu dengan yang hidup, kegiatan mental akan berhenti bekerja. Kemudian bila yang hidup menyatu dengan panas, keadaaan seseorang akan diragukan apakah masih hidup atau meninggal??? Sepanjang suhu badan masih hangat atau panas berarti masih hidup, akan tetapi bila tidak berarti sudah meninggal. Permasalahannya adalah jika kematian seseorang tidak dibarengi dengan kemampuan untuk melebur badan kasarnya menjadi abu atau mencapai tingkat moksa yang sempurna yaitu kematian tanpa menyisakan angga sarira, stula sarira atau jasad. Untuk proses pengem balian jasadnya itu umat Hindu pada umumnya butuh bantuan preti sentananya dalam bentuk upacara yang disebut dengan Ngaben. Secara umum Upacara Ngaben, merupakan bagian dari Upacara Pitra Yadnya yang mempunyai maksud dan tujuan sebagai berikut : 1. Sebagai jalan agar bisa melaksanakan pembayaran utang terhadap leluhur (Pitra Rna). Wajib dilakukan oleh seorang anak dari hasil kerjanya sendiri

bukan menggunakan harta warisan orang tuanya sebagai wujud dari ajaran satya dan tapa. 2. Pitra Yadnya juga bertujuan agar memiliki kesempatan untuk bisa melaksanakan ajaran Putra Sesana dan Aji Sesana, sehingga dapat melahirkan anak yang Suputra dan Aji Sadhu Dharma percepatan proses pengembalian Panca Maha Bhuta kepada sang Hyang Prakerti, Maya Sang Hyang Widhi yaitu Acetana. 3. Memberi kesempatan pada masyarakat lingkungannya untuk berkarma yang baik (subhakarma), sehingga tercipta social masya rakat sesuai ajaran Tri Hitakarana, Trisila Parartha dan Catur Paramitha dan hal yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai peleburan dosa dosa leluhurnya atas karma baik dari keturun annya (anak cucu) sebagaimana diungkapkan pada weda semerti 37. Secara spesifik Upacara Ngaben lebih ditekankan oleh Lontar Kunti Yadnya bahwa manusia sejati menurut Hindu adalah manusia yang dwi jati, karena hanya manusia sejati yang bisa ketemu dengan para orang tuannya di siwa loka ketika mati. Oleh sebab itu umat Hindu wajib hukumnya untuk dwi jati, namun faktanya pada masa kehidupan tidak semua manusia punya kesempatan yang sama untuk melakukan hal tersebut. Sehingga satu-satunya jalan untuk proses dwi jati itu adalah ketika ajal tiba atau meninggal yaitu pada waktu upacara ngaben yang disebut dengan Upacara pengaskaran. ESENSI DASAR PITRA YADNYA PENGERTIAN PITRA YAJNYA adalah yadnya atau korban suci yang dilandasi tulus ikhlas tanpa pamerih yang wajib dilakukan oleh seorang anak yang Suputra sebagai pembayar utang akibat Tri Rna yang maksudnya untuk mengembalikan panca maha bhuta kepada Sang Hyang Prakerti dan sekaligus menyucikan Rokh Leluhur sampai ketingkat ATMA yang sering dikenal dengan JIWAN MUKTI atau MOKSRTHAM ATMANAM yaitu Sang Jiwa menyatu dengan Atma. Karena ketika masih berupa ROKH, jiwa masih dibelenggu oleh kegelapan (Awidya). Oleh karena itu semasih memiliki sifat Rokh, Sang Atma tidak bisa menyatu dengan Asalnya karena kemurnian dan kesuciannya berbeda, oleh sebab itu terjadi reinkarnasi kembali kemudian sifatnya menjadi Jiwa dan Sang Jiwa akan menyatu dengan Atma, sehingga disebut JIWATMA Jiwan Mukti atau Moksrtham Atmanam.

Dalam proses pengembalian Panca Maha Bhuta, Api kemudian dianggap sebagai Oknum Yang Maha Tinggi. Bila kita pergi dari yang hidup ini dengan Pikiran kita menyatu dengan Yang Maha Tinggi, kita akan mencapai Oknum Yang Murni, kalau tidak, kita akan kembali kepada Dunia Kelahiran.(Chandogiya Upanisad VI.8.6). Sedangkan Bhattara Krsna menjelaskan bahwa atman (jiwatman) yang bersifat permanen, abadi tidak pernah mati. Dalam penjelasan tentang mati sehari-hari tidaklah sama dengan perpisahan, dimana jiwatman dalam perpisahannya dari badan jasmani ini diibaratkan sebagai orang berganti pakaian. Orang (purusa/jiwatman) itu tetap hidup dan pakaian yaitu badan ini tidak berfungsi karena rusak. Perpisahan ini dalam seharihari disebut mati.(bhagavadgita II.21.22) Dengan demikian Upacara Pitra Yadnya meliputi 2 (dua) kelompok besar yaitu : NGABEN; Terdiri dari : SAWA WEDANA Pembersihan jasad melalui Ngeringkes (Atiwa-tiwa), jenasah disebut dengan Pitra kemudian disucikan atau diinisiasi disebut upacara Pengaskaran baru kemudian dikremasi / geseng (ngaben). 1. SAWA PRETEKA (ATIWA-TIWA) 2. PENGERINGKESAN TIDAK NGABEN (TITIP DI GNI & TITIP DI PERTIWI). 3. NGABEN 1. PANGASKARAN 2. PENIBAKAN TOYA PENEMBAK 3. PERABUAN NGABEN. ASTI WEDANA Pemisahan Panca Tan Matra dari panca Maha Bhuta, setelah menjadi Abu (simbulis Nguyeg galih ) dimasukkan ke dalam Bungkak Nyuh Gading disebut Sekah Suhun (Puspa Asti = simbulis Suksma Sarira). Puja ini disebut Puja Ngirim ke Alam Pitara (Bhwah Loka) oleh Sulinggih setelah disembah oleh pretisentananya dan dilakukan acara mepepegat. Bila Roh almarhum hadir dirumah setelah Ngaben tempat

nya sampai di Bale Adat (Gede) saja. Untuk jamuannya cukup disiapkan punjung (soda). 1. SULINGGIH NGAWIT PUJA. 2. PEMISAHAN PANCA TAN MATRA DARI PANCA MAHA BUTHA (SIMBUL NGEREKA). 3. PUJA NGIRIM SEKAH KE ALAM PITARA (BWAH LOKA). 4. MEPEPEGAT & PURWA DAKSINA 5. NGANYUT PUSPA ASTI (SEKAH SUHUN) KE SEGARA SIMBUL ATMA BERANGKAT KE ALAM PITARA = BWAH LOKA. ATMA WEDANA : NYEKAH, MEMUKUR ATAU MELIGIA. Penyucian Roh seseorang yang telah Di Aben dibuatkan simbulis Puspa sarira di pralina menjadi Puspa Lingga kemudian disebut Hyang Pitara / Dewa Hyang (Mahat) diantar menuju Alam Swah atau Siwa Loka dengan Pitra Puja oleh Sulinggih. Bila kemudian hari, atman seseorang setelah memukur / nyekah hadir di rumah keluar ga tempatnya adalah di Rong Tiga / Kemulan, Mrajan Agung keluarga besar. Tanpa harus di kongkritkan dengan upacara Nilapati / Ngeling gihang. Upacara Atma Wedana seperti ini di Bali sering juga disebut dengan Upacara Munggah Daun Bingin. 1. PENYUCIAN KARANG PIYADNYAN. 2. NGANGGET DAUN BERINGIN 3. NYURAT ATMA ( DI MRAJAN PRIBADI / GRIYA SULINGGIH ). 4. NGAJUM SEKAH ( PUSPA SARIRA ) 5. UTPHATI, STHITI, PRALINA PUSPA LINGGA. 6. NGANYUT KE SEGARA SIMBUL ATMA MENUJU SIWA LOKA (ALAM SWAH). 7. MEPINTON (UCAPAN TERIMA KASIH ATAS SUKSES KARYA). Apabila umat Hindu telah memahami dan mengerti dengan baik dan benar tentang esensi dari Upacara Pitra Yadnya dan tujuannya, maka umat tidak perlu lagi dibingungkan dan tenggelam pada Zona Kenyamanan oleh tafsir-tafsir yang tercipta dari pengaruh blenggu tradisi Nak Mula Keto. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa inti sari atau esensi upacara Ngaben itu sesungguhnya adalah : 1. Toya Pengentas. 2. Pengaskaran. dan 3. Pralina. Semua itu adalah kewenangan seorang Sulinggih, oleh

karenanya Upacara Ngaben secara sastra harus dipuput oleh Pedanda kecuali ada perlakuan khusus sebuah desa karena dresta atau ketentuan lain yang disebabkan tidak adanya Sulinggih atau hal lainnya. Dengan demikian kedepan umat Hindu diharapkan dapat meningkatkan kewajiban dalam menjalankan Dharma Agama dengan tingkat kwalitas Yadnya yang lebih bernilai dari waktu ke waktu. Hanya bila umat mau mengacu pada tuntunan sastra, bukan yang lainnya. Dan tidak akan dibingungkan oleh kebiasaan atau pernyataan-pernyataan yang tidak mendasar sehingga dapat dipastikan secara keseluruhan umat mampu untuk mencapai tujuan agama : Moksartham Atmanam, Manunggaling Kaula lan Gusti dan Sangkan Paraning Dumadi yaitu Kembalinya Atman keasalnya yaitu Jiwan Mukti atau Moksa. Om Anno Bhaddrah Krattavo Yanthu Visvatah Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. Om Santih, Santih, Santih. Damai dihati, Damai Didunia dan Damai selalu.