BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI 2.1 Konsolidasi Konsolidasi merupakan suatu proses pemampatan tanah, dan berkurangnya volume pori dalam tanah. Hal ini dapat menghasilkan bertambahnya daya dukung tanah. Namun, selama proses ini terjadi tidak diperbolehkan adanya bangunan yang sedang berdiri di atas tanah tersebut. Proses ini biasanya memakan waktu yang cukup lama dari tahunan bahkan sampai puluhan tahun. Dikarenakan durasi yang terlalu lama hal ini akan sangat tidak menguntungkan untuk melakukan kegiatan konstruksi. Namun apabila konstruksi tetap dilakukan sebelum proses konsolidasi terjadi, maka kemungkinan besar akan terjadi proses keruntuhan bangunan akibat proses konsolidasi. Menurut Braja M. Das (1985) yang dikutip oleh Yamali, F., Y. (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Kadar Air Terhadap Nilai Konsolidasi di Tanah Lempung Pada Lokasi yang Sama, konsolidasi terbagi menjadi 2 yaitu: Immediate Settlement Terjadi akibat deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Perhitungan penurunan segera umumnya didasarkan pada penurunan yang diturunkan dari teori elastisitas. Consolidation Settlement Hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah. Beberapa penyebab settlement yang umum saat ini adalah : Capacity Bearing atau ketidakstabilan, mencakup tanah longsor. Kegagalan atau defleksi struktur pondasi. Elastis atau penyimpangan tanah atau batu. Konsolidasi (kompresi) tanah atau batu. Penyusutan sehubungan dengan pengeringan. Perubahan pada kepadatan sehubungan dengan goncangan atau getaran. Perubahan Kimia yang mencakup peluruhan. Erosi Bawah tanah. 5
6 6 Kehancuran pembukaan bawah tanah seperti gua atau tambang. Kehancuran Struktural sehubungan dengan melemah dari sementasi ketika saturasi. 2.2 Nilai dari C v C v merupakan nilai dari koefisien konsolidasi yang terjadi pada sebuah tanah. Nilai dari C v ini akan sangat dibutuhkan untuk mencari waktu dan juga tingkat penurunan konsolidasi yang akan terjadi untuk ke depannya. Untuk menentukan nilai dari C v dapat digunakan beberapa metode seperti metode Taylor dan Asaoka. 2.2.1 Metode Taylor Metode Taylor merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengetahui nilai dari C v yang terdapat pada tanah. Metode ini disebut juga metode akar waktu. Berikut adalah cara penggunaan metode Taylor: Penurunan O t 90 P Akar waktu R x 1,15x Gambar 2.1 Contoh grafik metode akar waktu Plot data pada grafik antara penurunan dan nilai dari akar waktu terjadinya penurunan Hubungkan titik-titik tersebut sehingga membentuk sebuah garis Pada garis linier grafik, tarik garis lurus sehingga garis menyentuh sumbu waktu (sumbu x)
7 7 Nilai dari akar waktu yang diketahui dari garis linier tersebut (jarak OP) kemudian dikalikan dengan 1,15 sehingga membentuk jarak OR Tarik garis dari titik waktu tersebut menuju titik pada saat t = 0 dan penurunan maksimal. Titik potongan dari garis R tersebut dengan garis plot data awal dapat dianggap sebagai nilai dari Dari titik ini kemudian dapat diketahui nilai dari t 90 dan penurunan pada saat konsolidasi terjadi 90% Untuk mengetahui nilai dari C v kemudian menggunakan rumus 2 C v =...(2.1) Berikut adalah tabel hubungan dari faktor waktu dan derajat konsolidasi Tabel 2.1 Hubungan faktor waktu dan derajat konsolidasi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0,008 0,031 0,071 0,126 0,197 0,287 0,403 0, 567 0, 848 2.2.2 Metode Modified Taylor Yang dimaksud dari Modified Taylor yakni melakukan ujicoba dengan memulai titik penarikan garis dari beberapa interval waktu yang telah ditentukan
8 8 sebelumnya. Hal ini bertujuan agar perpotongan garis yang dihasilkan dalam mencari nilai dari dapat lebih mendekati dibandingkan titik penarikkan awal garis = 0. Penurunan S 90 S 100 90 100 < 90% O t 90 P R x 1,15x Gambar 2.2 Metode Taylor Akar waktu Dapat kita lihat pada gambar 2.2, garis potong yang terjadi seharusnya ada pada titik, namun apabila diperhatikan, dapat disimpulkan bahwa perpotongan garis terjadi di nilai kurang dari. Oleh karena hal tersebut tidak jarang terjadi, maka pengujian akan dilakukan sebanyak dua kali dengan menggunakan metode Modified Taylor seperti yang telah dijelaskan diatas. Adapun nilai yang ditentukan sebagai titik penarikan garis awal yaitu pada saat t = 1, t = 4, dan t = 9. Gambar 2.3 Contoh Penarikkan Garis Pada Saat t = 1
9 9 Gambar 2.4 Contoh Penarikkan Garis Pada Saat t = 4 Gambar 2.5 Contoh Penarikkan Garis Pada Saat t = 9 Dari masing-masing titik penarikkan garis, akan didapat nilai t 90 yang terjadi yang kemudian akan diproses kedalam penghitungan nilai C v pada tanah tersebut. Setelah mendapat nilai C v, maka nilai dari masing-masing metode akan diplot terhadap 1 grafik yang sama untuk kemudian dilihat metode mana yang memiliki nilai lebih konstan. 2.2.3 Metode Prediksi Penurunan Akhir Asaoka Metode asaoka merupakan metode yang paling umum digunakan dalam menentukan tingkat penurunan akhir pada tanah tersebut. Untuk melakukan metode ini hanya diperlukan nilai dari penurunan tanah yang terjadi dan juga waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya penurunan tanah tersebut, oleh karena itu metode asaoka juga dikenal dari tingkat kesederhanaannya dikarenakan tidak memerlukan banyak parameter tanah. Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukan metode asaoka:
10 10 Gambar sebuah kurva hubungan antara penurunan dengan waktu, dan kemudian plot nilai dari data penurunan dengan waktu yang telah didapat sebelumnya Tentukan interval pembagian waktu yang konstan (contoh: per 15 menit sehingga t 1 = 15 menit, t 2 = 30 menit, dst.) dan kemudian tarik garis lurus dari masing-masing waktu menuju hasil plot data yang sudah didapat. Dari titik perpotongan antara interval pembagian waktu dengan hasil plot data maka dapat diketahui nilai penurunan yang terjadi dari masing-masing interval waktu tersebut. t 1 t 2 t 3 t 4 Waktu Penurunan S 1 S 2 S 3 S 4 Gambar 2.6 Pembagian Nilai Waktu Dan Penurunan Nilai penurunan yang terjadi (S 1, S 2,dst.) kemudian diplot terhadap nilai S n+1. Kemudian tarik garis 45 o dari sumbu (0,0) sehingga memotong titik nilai plot antara S n dengan S n+1. Nilai dari perpotongan antara garis tersebut merupakan nilai dari prediksi penurunan akhir. 45 0 Sn+1 Sn Gambar 2.7 Grafik Prediksi Penurunan Akhir Asaoka
11 11 Dari metode asaoka maka didapat nilai dari penurunan akhir tanah tersebut, dan dari penurunan akhir ini (S 100 ) maka dapat diketahui juga nilai S 90. S 90 = S 100 * 0,9...(2.2) Setelah mendapatkan nilai dari S 90, maka bisa didapat juga nilai dari t 90 dengan cara melakukan plot pada grafik awal antara nilai waktu dengan penurunan tanah. Setelah mendapatkan nilai t 90 dari masing-masing pressure yang dilakukan terhadap tanah, nilai dari t 90 ini nantinya akan diplot didalam 1 grafik untuk kemudian dibandingkan dengan metode lain. Pada metode Asaoka kali ini, penelitian juga akan dilakukan pada saat t = 0, t = 1, t = 4, dan t = 9. Untuk hasil yang didapat pada penelitian C v kali ini diharapkan dapat menghasilkan nilai yang lebih baik. Hasil C v dari masing-masing metode ini nantinya akan diplot terhadap pressure masing-masing ujicoba. Diharapkan grafik yang dihasilkan dari hasil plot tersebut dapat berbentuk kurang lebih seperti berikut. Cv Pressure Gambar 2.8 Grafik Plot Hubungan Antara C v dengan Pressure Dapat kita lihat pada gambar 2.8 hasil yang diharapkan yaitu semakin besar nilai pressure yang terjadi maka semakin kecil nilai C v yang didapat, hal ini dikarenakan oleh semakin tinggi nilai pressure (p) yang digunakan maka nilai dari void ratio (e) akan menjadi semakin kecil. Void ratio dapat mempengaruhi secara langsung nilai dari C v. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara nilai C v dengan permeabilitas (k). Permeabilitas adalah kemampuan dari sebuah benda untuk
12 12 meloloskan partikel menembus melalui benda tersebut (dalam kasus ini benda adalah tanah). P Pegas Air yang mengisi bejana Kran air Gambar 2.9 Analogi Kerangka Tanah dalam Percobaan Pegas Melalui percobaan pegas yang dilakukan seperti di atas, permeabilitas dapat dilambangkan dengan kran air. Semakin besar tekanan (P) yang diterima oleh tanah maka akan semakin kecil pori-pori tanah yang berada dibawahnya (tertekan) dan tanah akan menjadi lebih padat. Hal ini dapat menyebabkan semakin sulitnya air untuk mengalir dari tanah untuk keluar melewati keran air tersebut. Dari percobaan sederhana seperti ini dapat diketahui bahwa semakin besar tekanan maka permeabilitas pun akan semakin kecil. Dari nilai permeabilitas (k) ini dapat pula dicari nilai dari C v. Adapun rumus untuk menghitung C v melalui nilai permeabilitas adalah sebagai berikut: C v =...(2.3) Dimana: k = permeabilitas C v = Koefisien konsolidasi m v = Koefisien pemampatan volume ϒw = berat isi air Dari persamaan diatas dapat kita lihat apabila nilai dari permeabilitas semakin kecil, maka nilai C v yang dihasilkan pun akan semakin kecil juga. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar nilai dari P yang digunakan maka nilai dari C v yang dihasilkan akan menjadi semakin kecil.
13 13 2.3 Nilai Tekanan Prakonsolidasi (P c ) P c sendiri merupakan besarnya tekanan yang terjadi sesaat sebelum terjadinya konsolidasi. Nilai ini kemudian akan digunakan untuk mencari nilai dari OCR pada tanah tersebut. Nilai dari P c ini biasanya dapat diketahui dengan menggunakan metode konvensional. Lempung pada kondisi normally consolidated, bila tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure) atau tekanan prakonsolidasi sama dengan tekanan overburden efektif. Sedang lempung pada kondisi overconsolidated, jika tekanan prakonsolidasi lebih besar dari tekanan overburden efektif yang ada pada waktu sekarang. Nilai banding overconsolidation (over consolidation ratio, OCR) didefinisikan sebagai nilai banding tekanan prakonsolidasi terhadap tegangan efektif yang ada, atau bila dinyatakan dalam persamaan OCR = over consolidation ratio = Dimana : σ p ' = preconsolidation pressure (kn/m 2 ) σ o ' = effective overburden pressure (kn/m 2 ) 2.3.1 Metode Cassagrande Nilai dari tekanan prakonsolidasi (P c ) dapat dicari menggunakan metode Cassagrande. Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mencari nilai tekanan prakonsolidasi (P c ) suatu tanah. Berikut adalah gambaran dari grafik yang digunakan untuk mencari tahu nilai dari tekanan prakonsolidasi (P c ). e A C B log P Gambar 2.10 Penentuan nilai dari Tekanan Prakonsolidasi (P c ) dengan menggunakan metode Cassagrande
14 14 Berikut langkah-langkah untuk menentukan nilai dari Tekanan Prakonsolidasi (P c ) menggunakan metode Cassagrande: (Sumber: Braja, M.,Das., 1995) Tentukan titik berjari jari minimum (puncak kurva) misal titik A. Gambarkan garis lurus melalui titik A (garis B) Gambarkan garis singgung pada kurva dengan melalui titik A Bagi dua sudut yang dibuat oleh kedua garis diatas (garis C) Perpanjang bagian linier kurva dari beberapa data akhir sampai memotong garis bagi sudut diatas. Titik potong, proyeksi titik perpotongan ke sumbu x dan diperolehlah nilai tekanan prakonsolidasi (P c ) 2.3.2 Parallel Rebound Method Metode ini merupakan metode baru yang dicetuskan oleh Ir. Gouw Tjie Liong M.Eng. ChFC. Metode ini akan digunakan untuk mendapatkan nilai P c yang lebih konstan. Berbeda dengan Cassagrande, metode ini diprediksi akan menghasilkan nilai P c yang lebih baik dikarenakan tidak harus melihat titik puncak dari sebuah kurva, melainkan hanya melihat titik perpotongannya. Dasar teori dari metode ini didapat dari percobaan consolidation reconstituted sample. Pada pelaksanaan percobaan consolidation reconstituted sample, Berikut adalah cara dari penggunaan metode ini: P Pc R e Q log P Gambar 2.11 Grafik perbandingan antara void ratio dengan log P
15 15 Plot data pada saat pembebanan (loading) dan pelepasan beban (unloading) pada grafik antara void ratio dengan log P Teruskan garis linier pada saat unloading (garis Q) Buat garis sejajar garis Q pada saat kondisi loading (garis R) Teruskan garis linier pada kondisi sesaat sebelum melengkung dari titik akhir loading (garis P) Titik potong antara garis P dan R merupakan nilai dari P c Untuk dasar teori dari metode ini dapat kita lihat pada skema berikut Batu pori Campuran air dan tanah Fase 1 Fase 2 P P Fase 3 Fase 4 Fase 5 Gambar 2.12 Skema Pengendapan Tanah Dari gambar 2.12, pada fase pertama merupakan campuran dari air dan tanah yang dicampur didalam sebuah tabung. Setelah didiamkan dalam rentang waktu tertentu, maka tanah akan mengendap di bagian bawah tabung sehingga terjadi pemisahan antara air dan tanah yang dapat kita lihat pada fase 2. Selanjutnya pada
16 16 fase ke 3 pada permukaan tanah dalam tabung tersebut diberikan tekanan tertentu, maka terlihat tanah akan mengalami penurunan akibat keluarnya air dari dalam poripori butir-butir tanah. Fase ke 4 menunjukkan penurunan tanah dan semakin padatnya tanah yang telah turun pada bagian bawah tabung dikarenakan tekaanan dari atas. Pada fase ke 5 bila tekanan dihilangkan maka setelah rentang waktu tertentu tanah akan mengalami kenaikkan, hal ini yang disebut dengan heave. Bila data penurunan dari uraian diatas diplotkan maka akan didapat grafik seperti gambar 2.13. e A Garis AB = fase 2 penurunan akibat beban sendiri B Garis BC = fase 3-4 Penambahan beban (loading) D C Garis CD = fase 5 kehilangan beban (unloading). Log P Gambar 2. 13 Grafik Pa da Saat Terjadinya Fase ke 5 Grafik uji konsolidasi pada contoh tanah yang diambil di lapangan akan menghasilkan grafik yang berbentuk melingkar, hal ini dikarenakan tanah tersebut mengalami gangguan dan juga hilangnya overburden pressure. Namun apabila tanah tersebut tidak mengalami gangguan maka grafik akan berbentuk garis lurus seperti gambar 2.15 Dari gambar 2.13 maka nilai P c bisa didapat dengan cara mensejajarkan garis yang dihasilkan pada saat unloading dengan titik awal garis loading sehingga grafik menjadi seperti gambar 2.16 loading e unloading Log P Gambar 2.14 Grafik Untuk Menentukan Nilai P c
17 17 Titik perpotongan yang terjadi antara garis loading dengan garis unloading yang disejajarkan tersebut akan menghasilkan nilai P c
18 18