GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli

dokumen-dokumen yang mirip
RESPONS PERTAHANAN MUKOSA USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli

POTENSI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3, IMUNOGLOBULIN YOLK, DAN KOMBINASINYA TERHADAP PENURUNAN POPULASI Ascaridia galli

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

PROLIFERASI SEL GOBLET DUODENUM, JEJUNUM, DAN ILEUM AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEIN EKSKRETORI/SEKRETORI ASCARIDIA GALLI

ABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT

METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPONS SEL GOBLET TERHADAP PENYAKIT PARASITIK PADA AYAM PETELUR YANG DIBERIKAN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

POPULASI L3 PADA AYAM PETELUR YANG DIINFEKSI DENGAN DOSIS L2 Ascaridia galli

BAB IV METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

BAB III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

Ascaris suum pada babi berperan sebagai molekul biologi aktif untuk penetasan telur, molting, pemecah jaringan inang, invasi dan migrasi larva ke

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... ABSTRACT...

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

BAB IV METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan

PERKEMBANGAN TELUR INFEKTIF Ascaridia galli MELALUI KULTUR IN VITRO

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PELAWAN (Tristaniopsis obovata R.Br) TERHADAP STRUKTUR JARINGAN USUS HALUS TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama

BAB IV METODE PENELITIAN Waktu, Lokasi dan Ruang Lingkup Ilmu Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

Dampak Infeksi Ascaridia galli Terhadap Gambaran Histopatologi dan Luas Permukaan Vili Usus Halus serta Penurunan Bobot Hidup Starter

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Sistem Pencernaan Manusia

BAB IV METODE PENELITIAN. 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2013 di

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

Transkripsi:

57 GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli ABSTRAK Cacing nematoda Ascaridia galli menyebabkan perubahan patologi ketika larva berkembang di dalam epitel usus halus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh protease serin yang disekresikan oleh L 3 A. galli terhadap gambaran histopatologi usus halus berdasarkan lesio patologi, kerapatan villi, dan luas permukaan villi pada duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur. Protease serin dimurnikan dengan teknik kromatografi filtrasi gel. Ayam diimunisasi dengan dosis 80 µg protease serin yang dicampur dengan Fruend Adjuvant Complete. Ayam diimunisasi dengan dosis 80 µg (protease serin dengan aktivitas enzim 0,0098 U/ml pada crude dan 0,877 U/ml pada pure) yang dicampur dengan Fruend Adjuvant Complete. Imunisasi diulang tiga kali dengan dosis 60 µg (dengan aktivitas enzim sebesar 0,0074 U/ml pada crude dan 0,657 U/ml pada pure) protease serin yang dicampur dengan Freund Adjuvant Incomplete dalam interval waktu satu minggu secara intra muskular. Satu minggu kemudian, ayam ditantang dengan dosis 1000 L 2 A. galli, dan dinekropsi dua minggu pascatantang. Lesio patologi, kerapatan villi, dan luas permukaan villi dianalisis pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa imunisasi dapat mencegah kerusakan usus halus secara signifikan. Protease serin melindungi villi usus dari ancaman infeksi A. galli. Kata kunci: Ascaridia galli, protease, lesio, villi ABSTRACT The nematode, Ascaridia galli, caused pathological changes in the gut, while the larval development takes place in the intestine epithelium. The aim of this research was to examine the effect of serine protease released by L 3 of A. galli to prevent intestine destructions based on histopathological lesion, villus compact, and villus surface area in duodenum, jejunum, and ileum of laying hens. Serine protease purified using gel filtration chromatography. The chickens immunized with 80 µg (with enzyme activity 0,0098 U/ml in crude and 0,877 U/ml in pure) mixed with Fruend Adjuvant Complete and repeated three times with dose of each 60 µg (with enzymeactivity 0,0074 U/ml in crude and 0,657 U/ml in pure of each immunization) protease of A. galli L 3 mixed with Freund Adjuvant Incomplete with an interval of one week intra muscularly. The chickens were challenged with 6000 L 2 A. galli one week later. After two weeks the chickens were operated. Histopathological lesion, villus compact, and villus surface area in duodenum, jejunum, and ileum of laying hens were analyzed. The result showed that immunization was able to prevented significantly intestine destructions. This research concluded that the serine protease could protect villus against parasitic diseases caused by A. galli. Key words: Ascaridia galli, protease, lession, villi

58 PENDAHULUAN Fungsi utama saluran cerna adalah sebagai absorbsi zat-zat nutrien. Menurut Denbow (2000) proses pencernaan kimiawi berlangsung pada usus halus, dan mempunyai peranan penting dalam transfer nutrisi. Proses pencernaan pertama berlangsung dalam duodenum dimana empedu dari hati dan enzim pankreas dikirim ke duodenum dan ditambah oleh enzim yang dihasilkan oleh usus bersama-sama mencerna makanan. Jejunum dan ileum memiliki peranan mengabsorbsi nutrisi, asam amino, vitamin, dan monosakarida. Absobsi nutrien oleh duodenum, jejunum, dan ileum ditransfer ke dalam sirkulasi darah dan limfe untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Letak dan morfologi saluran cerna yang merupakan alat penghubung antara lingkungan eksternal dan internal menyebabkan saluran cerna sangat mudah terinfeksi oleh agen infeksi termasuk cacing parasitik. Salah satu cacing parasitik yang sering menyerang ayam petelur adalah cacing nematoda Ascaridia galli. Selama menjalani infeksi pada inang definitif, A. galli dapat menyebabkan gangguan absorbsi nutrisi seperti elektrolit-elektrolit, vitamin-vitamin (Anwar dan Zia-ur-Rahman 2002), dan mineral (Gabrashanska et al. 2004 a ) yang berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan (Gabrashanska et al. 2004 b ), dan penurunan produksi telur (Tiuria 1991). Ascaridiosis yang telah berlangsung dalam waktu yang lama (infeksi kronis) dapat menyebabkan gastroenteritis ulseratif, hepatitis nekrotik, dan nepritis yang dapat berakhir dengan kematian (Taiwo et al. 2002). Gangguan absorsi nutrisi dapat disebabkan oleh kerusakan villi usus halus. Balqis (2004) membuktikan bahwa infeksi cacing A. galli dapat menimbulkan kerusakan villi pada saluran usus halus ayam petelur. Namun, belum didapatkan informasi tentang peranan protease serin dari ekskretori/sekretori L 3 A. galli terhadap histopatologi saluran cerna ayam petelur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran histopatologi usus halus berdasarkan lesio patologi, luas permukaan villi, dan kerapatan villi pada duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur yang diimunisasi dengan protease serin dari ekskretori/sekretori L 3 A. galli.

59 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan Bagian Patologi Departemen Klinik, Patologi dan Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang berlangsung 7 bulan dari bulan Desember 2006 sampai dengan bulan Juni 2007. Rancangan Penelitian Sepuluh hari sebelum imunisasi aktif masing-masing ayam dipastikan bebas dari infeksi cacing melalui pemeriksaan telur tiap gram tinja. Ayam dipelihara secara individual dalam kandang baterei yang diberi pakan komersial dan air minum secara ad libitum. Delapan belas ekor ayam HySex Brown berumur 12 minggu digunakan sebagai ayam percobaan yang dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor ayam. Kelompok 1 adalah kelompok kontrol, ayam tidak disuntik dengan enzim (imunisasi) dan tidak diinfeksi dengan L 2 A. galli. Kelompok 2 adalah ayam yang diimunisasi dengan crude ekskretori/sekretori. Kelompok 3 adalah ayam yang diimunisasi dengan pure serin protease. Kelompok 4 adalah ayam yang diimunisasi dengan crude ekskretori/sekretori L 3 A. galli dan diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli. Kelompok 5 adalah ayam yang diimunisasi dengan pure serin protease dan diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli. Kelompok 6 adalah ayam yang diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli. Gambaran histopatologi diamati berdasarkan lesio patologi, kerapatan villi, dan luas permukaan villi pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus dari semua kelompok ayam percobaan pada minggu kedua pascainfeksi. Teknik Imunisasi dan Infeksi pada Ayam Percobaan Imunisasi dilakukan empat kali secara intramuskular dalam interval waktu satu minggu setiap kali imunisasi. Teknik yang digunakan adalah suntikan pertama 80 µg dengan aktivitas enzim sebesar 0,0098 U/ml pada crude dan 0,877 U/ml pada pure dalam emulsi antigen plus Freund s Complete Adjuvant (FCA) yang diikuti dengan tiga

60 kali suntikan booster (60 µg dengan aktivitas enzim sebesar 0,0074 U/ml pada crude dan 0,657 U/ml pada pure setiap kali imunisasi) dalam emulsi antigen plus Incomplete Freund s Adjuvant (IFA) (Camenisch et al. 1999 dan Carlander 2002). Dosis 1000 L 2 A. galli diinfeksikan langsung ke dalam oesofagus ayam pada minggu ke-5 pascaimunisasi. Pemeriksaan Lesio Patologi Masing-masing sampel diambil sepanjang 2 cm diblok di dalam parafin. Sampel difiksasi dalam larutan buffer normal formalin (BNF) 10%, didehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat, clearing dengan xylol dan embedding dengan parafin. Preparat dipotong setebal 5µm dan dilekatkan pada objek glass dan diwarnai dengan pewarnaan umum Hematoxilin Eosin (HE). Lesio patologi dianalisis pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur. Tiap-tiap sediaan histologi dinilai pada 10 lapang pandang berdasarkan derajat perubahannya, yaitu organ yang tidak mengalami perubahan, organ yang mengalami pembendungan/hiperemi, organ yang mengalami edema, organ yang mengalami hemoragi (pendarahan), organ yang mengalami deskuamasi epitel (Balqis 2004 dan Winarsih 2005). Kerapatan Villi Kerapatan villi ditentukan berdasarkan jumlah villi pada 10 lapang pandang dari 1 mm panjang duodenum, jejunum, dan ileum dengan menggunakan mikroskop Olympus pada pembesaran obektif 4 kali dan video mikrometer (Video measuring gauge IV 560, FOR A company limited) (Winarsih 2005). Luas Permukaan Villi Luas permukaan villi dihitung mengikuti metode Iji et al. (2001) dengan rumus: (b+c)/(cxa), dimana a = tinggi villi, b = lebar basal villi, c = lebar apikal villi. Preparat histologi duodenum, jejunum, dan ileum diwarnai dengan HE. Luas permukaan usus per villi ditentukan di bawah mikroskop (Olympus) dengan pembesaran objektif 4 kali dan video mikrometer (Video measuring gauge IV 560, FOR A Company limited) pada 10 lapang pandang pada setiap preparat histologi (Balqis 2004 dan Winarsih 2005).

61 Analisis Data Data diuji dengan analisis sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Steel dan Torrie 1999). HASIL PENELITIAN Pemeriksaan Lesio Patologi Pada kelompok ayam kontrol dan ayam yang hanya diimunisasi tidak ditemukan lesio patologi, gambaran villi masih terlihat utuh sedangkan pada kelompok perlakuan lainnya menunjukkan perubahan yang bervariasi. Perubahan patologi yang terlihat pada kelompok perlakuan lainnya adalah pembendungan pembuluh darah terutama vena, udema dan hemoragi pada villi, serta infiltrasi sel radang yang sangat bervariasi. Perubahan yang paling berat adalah terjadinya deskuamasi epitel villi. Lesio patologi yang ditemukan pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur yang diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli didominasi oleh hiperemi, hemoragi, deskuamasi epitel, udema dan infiltrasi sel radang. Lesio patologi yang ditemukan pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur yang diimunisasi dengan crude atau pure dan ditantang dengan dosis 1000 L 2 A. galli didominasi oleh udema dan infiltrasi sel radang, villi yang kompak dan utuh. Pada kelompok ayam petelur yang diimunisasi dengan crude atau pure dan ditantang dengan dosis 1000 L 2 A. galli menunjukkan gambaran histologi yang tidak berbeda dengan kelompok ayam yang tidak diinfeksi. Pada kelompok ayam yang hanya diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli terlihat gambaran kerusakan patologi yang lebih parah bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Infiltrasi sel radang sangat mendominasi dengan membentuk sarang yang besar, infiltrasi sel radang sangat aktif yang terlihat pada pembuluh darah arteri dikelilingi sel radang. Perubahan villi sangat berbeda dengan kelompok lainnya karena bentuk villi membesar dan memendek. Hiperemi dan hemoragi pada kelompok ayam yang diinfeksi juga lebih hebat dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Deskuamasi terjadi hampir pada seluruh sediaan histologi. Gambaran histopatologi masing-masing kelompok ayam percobaan disajikan pada Gambar 12.

62

63 Kerapatan Villi Perbedaan jumlah kerapatan villi hanya terjadi pada duodenum, sedangkan pada jejunum dan ileum tidak terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan. Kelompok kontrol (kelompok 1) mempunyai kerapatan villi yang berbeda signifikan (P < 0,05) dengan kerapatan villi pada duodenum dan jejunum kelompok ayam yang diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli (kelompok 6). Kerapatan villi duodenum dan jejunum kelompok ayam yang diimunisasi (kelompok 2 dan 3) dan kelompok ayam yang diimunisasi kemudian ditantang dengan dosis 1000 L 2 A. galli (kelompok 4 dan 5) juga menunjukkan perbedaan yang signifikan (P < 0,05) dengan kelompok ayam kontrol. Perbedaan yang tidak signifikan terjadi pada duodenum dan jejunum kelompok 2, 3, 4, dan 5 dibandingkan dengan kelompok 1. Kerapatan villi pada ileum tidak ditemukan perbedaan signifikan (P > 0,05) dari semua kelompok ayam penelitian (Gambar 13). Jum lah villi/m m 7 6 5 4 3 2 1 0 Kontrol Crude Pure Crude+infeksi Pure+infeksi Infeksi Kelompok perlakuan Duodenum Jejunum Ilium Gambar 13. Kerapatan villi per mm pada usus halus ayam petelur Luas Permukaan Villi Hasil pengukuran luas permukaan villi usus halus ayam petelur yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 14. Luas permukaan villi duodenum tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (P < 0,05). Pada

64 jejunum kelompok yang hanya diinfeksi menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (P < 0,05). Sedangkan ileum pada semua kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P> 0,05). Luas permukaan villi duodenum dan jejunum kelompok 2, 3, 4, dan 5 juga menunjukkan perbedaan yang signifikan (P < 0,05) dengan kelompok 1. Perbedaan yang tidak signifikan terjadi antara kelompok 2, 3, 4, dan 5 dibandingkan dengan kelompok 1. Kerapatan villi pada ileum tidak berbeda signifikan (P > 0,05) dari semua kelompok ayam penelitian. Luas permukaan villi (mm2) 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 Kontrol Crude Pure Crude+infeksi Pure+infeksi Infeksi Kelompok perlakuan Duodenum Jejunum Ileum Gambar 14. Rataan luas permukaan villi (mm 2 ) usus halus PEMBAHASAN Lesio patologi tidak dijumpai pada 10 lapang pandang duodenum, jejunum, dan ileum dari kelompok ayam kontrol. Pada kelompok ayam yang diimunisasi dengan crude atau pure, dan kelompok ayam yang ditantang dengan dosis 1000 L 2 A. galli ditemukan hiperemi dan deskuamasi ringan. Hiperemi, hemoragi, dan deskuamasi epitel yang berat ditemukan pada ayam yang diinfeksi dosis 1000 L 2 A. galli.

65 Cotran et al. (1999) menyatakan bahwa salah satu senyawa yang dihasilkan dari degranulasi sel mast adalah histamin yang dapat menimbulkan vasodilatasi buluh darah kapiler. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler tersebut menimbulkan aspek hiperemi. Terjadinya hemoragi pada usus halus dari kelompok ayam yang diinfeksi dengan dosis 1000 L 2 A. galli dapat disebabkan oleh perjalanan infeksi A. galli yang memasuki fase histotrofik. Permin dan Hansen menyatakan bahwa durasi fase histotrofik (fase jaringan) yang dijalani cacing A. galli adalah 3 54 hari pascainfeksi. Selama menjalani fase jaringan, cacing A. galli berintegrasi dengan jaringan mukosa inang definitif sehingga menimbulkan hemoragi. Pritchard (1993) menyatakan bahwa enzim yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori cacing dapat memecahkan asetilkolin inang definitif dan menghasilkan prekursor asetat dan kolin bagi metabolisme cacing nematoda. Pemecahan asetilkolin dapat mempengaruhi pengaturan gerakan peristaltik intestinal untuk menjaga establisment cacing nematoda. Salah satu peranan asetilkolin adalah sebagai sekresi mukus. Apabila enzim dilepaskan oleh larva maka asetilkolin akan terpecah sehingga tidak dapat lagi berperan sebagai pengatur sekresi mukus. Akibatnya adalah larva lebih mudah menginvasi jaringan sehingga mempengaruhi fisiologi buluh darah dan menimbulkan hiperemi. Infeksi cacing pada saluran cerna memicu terbentuknya kompleks antigenantibodi dan menggertak aktivasi komplemen. Salah satu aktivitas biologik antigenantibodi-komplemen adalah sebagai pemicu reaksi anafilaksis yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. Komplemen juga berperan sebagai atraktan bagi sel-sel radang polimorf (polimorph nuclear = PMN). Akselerasi PMN dalam mengolah antigen akan melepaskan enzim lisozim yang bersifat proteolitik dan menyebabkan nekrosis dan hemoragi buluh darah kapiler (Cotran et al. 1999). Deskuamasi villi yang ditemukan pada penelitian ini mendukung hasil penelitian Lagapa et al. (2002) yang melaporkan bahwa saluran cerna mencit yang diinfeksi dengan larva Taenia taenieformis menyebabkan kehilangan sel-sel parietal dan penurunan jumlah sel-sel zimogenik. Dilaporkan juga bahwa mencit menderita gastropathy 5 7 hari pascainplantasi larva, dan 14 sampai 28 hari kemudian mencit

66 mengalami hiperplasia gastrium. Karakteristik dari gastropathy adalah ditandai dengan penurunan jumlah sel-sel parietal dan sel-sel zimogenik. Infeksi A. galli menurut Anwar dan Zia-ur-Rahman (2002) dan Gabrashanska et al. (2004 a ) menyebabkan abnormalitas transfer ion-ion elektrolit. Stain et al. (1998) menyatakan bahwa abnormalitas transfer aktif ion-ion pada epitel dapat menghasilkan perubahan aliran air yang berkontribusi pada sekresi diare sebagai gejala inflamasi saluran cerna. Efek ikutan dari fenomena tersebut adalah terjadinya disrupsi fungsi barrier intestinal dan abrasi sel-sel epitel yang berimplikasi pada deskuamasi villi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hoste et al. (1993) bahwa aktivitas enzim-enzim yang disekskresikan oleh cacing Nipprostrongylus spathiger menyebabkan erosi yang berimplikasi kepada deskuamasi villi ileum kelinci. Menurut Winarsih (2005) peradangan yang disebabkan oleh salmonellosis dapat menurunkan secara signifikan kerapatan villi menjadi 19,2 ± 2,13 dari kerapatan villi normal 22,8 ± 183 pada tiap-tiap ml usus halus. Peradangan pada saluran cerna mengakibatkan villi usus halus dan sekum memendek dan membesar disertai infiltrasi sel radang (Henderson et al. 1999). Pemendekan dan pembesaran villi sehingga mengurangi kerapatan villi (Winarsih 2005). Hasil penelitian Hoste et al. (1993) pada kelinci membuktikan bahwa infeksi N. spathiger menyebabkan hipertropi villi dan kripta ileum. Penurunan kerapatan villi tentu berimplikasi pula pada penurunan luas permukaan villi sehingga patut diduga bahwa terjadinya abnormalitas transfer ion dan penurunan kemampuan absorbsi nutrien pada ayam yang terinfeksi cacing A. galli mungkin disebabkan oleh berkurangnya luas permukaan villi. Menurunnya rataan luas permukaan villi duodenum pada kelompok yang diinfeksi dosis 1000 L 2 A. galli erat kaitannya dengan kemampuan larva yang bertahan di dalam duodenum (Permin dan Hansen 1998). Selama proses perkembangannya, aktivitas larva dapat mempengaruhi fisio- dan morfologi saluran cerna inang definitif yang berimplikasi kepada kerusakan sel-sel epitel duodenum (Lagapa et al. 2002). Untuk menghalangi larva, sel epitel duodenum berganti secara cepat untuk membantu proses pembersihan larva yang menginvasi ke jaringan (Roitt dan Delves 2001). Sama

67 seperti sel epitel, laju pergantian sel goblet juga sangat cepat (Miller dan Nawa 1979; Cotran et al. 1999). Peran utama sel goblet adalah produksi mucin (lendir) untuk menghalangi larva memasuki jaringan. Pada penelitian ini terbukti bahwa imunisasi ayam petelur protease serin yang dilepaskan secara in vitro oleh L 3 A. galli dapat melindungi villi dari lesio patologi, penurunan kerapatan villi, dan penurunan luas permukaan villi duodenum, jejunum, dan ileum akibat infeksi cacing parasitik A. galli. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Imunisasi ayam petelur dengan protease yang dilepaskan oleh L 3 A. galli dapat mengurangi lesio patologi usus halus ayam petelur. 2. Imunisasi ayam petelur dengan protese dapat mempertahankan kerapatan villi dan luas permukaan villi usus halus ayam petelur. Saran Pada penelitian ini ditemukan adanya hiperemi dan deskuamasi ringan pada kelompok ayam yang diimunisasi dengan protease. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui berapa lama lesio patologi berlangsung, dan apakah lesio patologi usus halus dapat menghilang pada perlakuan imunisasi dengan crude atau pure protease.