PROLIFERASI SEL GOBLET DUODENUM, JEJUNUM, DAN ILEUM AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEIN EKSKRETORI/SEKRETORI ASCARIDIA GALLI

dokumen-dokumen yang mirip
RESPONS PERTAHANAN MUKOSA USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

RESPONS SEL GOBLET TERHADAP PENYAKIT PARASITIK PADA AYAM PETELUR YANG DIBERIKAN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli

POTENSI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3, IMUNOGLOBULIN YOLK, DAN KOMBINASINYA TERHADAP PENURUNAN POPULASI Ascaridia galli

Ascaris suum pada babi berperan sebagai molekul biologi aktif untuk penetasan telur, molting, pemecah jaringan inang, invasi dan migrasi larva ke

IMMUNOLOGI PENYAKIT PARASITER METAZOA DAN PROSPEK PENGEMBANGAN VAKSIN

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai

ABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT

PERKEMBANGAN TELUR INFEKTIF Ascaridia galli MELALUI KULTUR IN VITRO

Populasi Ascaridia galli Dalam Usus Halus Ayam Yang Diberikan Kombinasi Ekskretori/Sekretori L 3 dan Imunoglobulin Yolk

MATERI DAN METODA. Materi

POPULASI L3 PADA AYAM PETELUR YANG DIINFEKSI DENGAN DOSIS L2 Ascaridia galli

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK

KONSENTRASI PROTEIN DAN PENENTUAN BERAT MOLEKUL EKSKRETORI/SEKRETORI L3 Ascaridia galli

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

Dampak Infeksi Ascaridia galli Terhadap Gambaran Histopatologi dan Luas Permukaan Vili Usus Halus serta Penurunan Bobot Hidup Starter

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... ABSTRACT...

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PELAWAN (Tristaniopsis obovata R.Br) TERHADAP STRUKTUR JARINGAN USUS HALUS TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

RESPON AYAM LOKAL DI BALI DAN LOHMAN BROWN TERHADAP INFEKSI Ascaridia galli

ABSTRAK. EFEK GASTROPROTEKTIF JUS BUAH JERUK LEMON (Citrus limon (L.) Burm.f.) PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ASPIRIN

mencapai stadium infektif (L 2 ) dalam waktu hari tergantung kepada temperatur serta kelembaban lingkungan (Gambar 1). Daur hidup disempurnakan

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTHELMINTIK PERASAN BUAH SEGAR. DAN INFUS DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP. Ascaridia galli SECARA IN VITRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENAPISAN FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTHELMINTIK EKSTRAK DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA in vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Hartini Tiono, dr., M.Kes

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

PENGARUH PEMBERIAN EPIGALLOCATECHIN-3-GALLAT

PENDAHULUAN. menjadi lebih sederhana, yaitu dengan sistem pemeliharaan minim air. Itik Cihateup merupakan unggas air yang memiliki Thermo Neutral Zone

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

EFEK CENDAWAN ULAT CINA

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

The Efficacy of Anthelmintic of Carrot Juice (Daucus carota) Against Ascaridia galli

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Histologi jaringan usus halus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

BAB IV METODE PENELITIAN

PENELITAN PENDAHULUAN PEMBUATAN PREPARAT VAKSIN Ascaridia galli DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT KECACINGAN PADA AYAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

Transkripsi:

J. Ked. Hewan Vol. 1 No. 2 September 2007 PROLIFERASI SEL GOBLET DUODENUM, JEJUNUM, DAN ILEUM AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEIN EKSKRETORI/SEKRETORI ASCARIDIA GALLI Goblet Cells Proliferation of Duodenum, Jejunum, and Ileum of Laying Hens Immunized with Protein of Excretory-Secretory of Ascaridia galli Ummu Balqis 1, Risa Tiuria 2, Bambang Pontjo Priosoeryanto 3, dan Darmawi 4 1 Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2 Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 3 Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 4 Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Telp & fax. (0651) 7410247, e-mail: u_balqis@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengamati proliferasi sel goblet pada duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur yang diberikan protein ekskretori/sekretori (ES) Ascaridia galli dewasa. Sebagai hewan coba digunakan 30 ekor ayam petelur dan dibagi atas dua kelompok. Ayam kelompok I diberikan dosis 4.000 telur infektif (L2) A. galli, dan ayam kelompok II diimunisasi dengan 380 µg ES dan empat jam kemudian ditantang dengan dosis 4000 L2 A. galli. Protein ES dan L2 diberikan langsung ke dalam oesofagus dengan menggunakan kanul stainless steel. Data diambil pada hari ke-3, 6, 9, 12, dan 15 pasca imunisasi (p.i). Sel goblet ditentukan dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa imunisasi dapat meningkatkan proliferasi sel goblet secara signifikan pada hari ke-12 dan 15 p.i pada duodenum, dan hari ke-9, 12, dan 15 pada jejunum, tetapi proliferasi sel goblet tidak signifikan pada ileum. Hasil yang diperoleh merefleksikan bahwa ES A. galli dapat meningkatkan mekanisme pertahanan inang pada mukosa usus halus. Kata kunci: Ascaridia galli, ekskretori/sekretori, sel goblet ABSTRACT This research was conducted in order to examine the goblet cells proliferation in duodenum, jejunum, and ileum of laying hens due to exposured with protein of excretory/secretory (ES) of Ascaridia galli adult worm. Thirty heads of laying hens were divided in to two groups. The first group was treated with 4,000 infective larva (L2) of A. galli and the second group was immunized with 380 µg of ES and four hours later was challenged with 4000 L2. All treatments were given orally using stainless steel canule directly to the oesophagus. Data was taken on the 3, 6, 9, 12, and 15 days post immunization (p.i.). The goblet cells were determined by Periodic Acid Schiff (PAS) staining. The result showed that immunization was able to increased goblet cells proliferation significantly at 12 and 15 day p.i. on the duodenum, and at 9, 12, and 15 day p.i. on the jejunum, but goblet cells proliferation did not significantly on the ileum. From this result we suggested that ES would beneficial in the strengthen the host s defence mechanisms in the intestinal mucosa. Keywords: Ascaridia galli, excretory/secretory, goblet cells 70

Ummu Balqis, dkk PENDAHULUAN Sel goblet (SG) mensintesis dan mensekresikan mukus glikoprotein berbentuk gel untuk melindungi sel-sel epitelium intestinal dari serangan invader, termasuk invasi cacing parasitik. Vervelde et al. (2003) melaporkan bahwa antigen ekskretori/sekretori (ES) cacing dapat memicu peningkatan respons sel T helper 2 (Th-2). Roitt dan Delves (2001) menyatakan bahwa reaksi sel Th-2 dapat menggertak pelepasan sitokin terutama interleukin (IL- 3, IL-4 dan IL-5). Aktivasi sitokin yang dilepaskan oleh sel Th-2 merangsang proliferasi, hiperplasia, dan pelepasan mukus yang bersifat viscoelastic gel oleh SG. Sitokin proinflamatori (IL-1, IL-6, dan tumor necrosis factor = TNF-α) dengan cepat meningkatkan pengaturan ekspresi gen musin (MUC) dan merangsang pelepasan musin intestinal. Sel-sel limfosit Th-2 CD4 + dapat merangsang fungsi SG (Deplancke dan Gaskins, 2001). Peranan SG dan peningkatan sekresi mukus berlangsung dalam eliminasi cacing parasitik nematoda Nipprostrongylus brasiliensis (Miller dan Nawa, 1979). Deplancke dan Gaskins (2001) menjelaskan bahwa ekspresi sitokin IL-4 dan IL-5 yang berasal dari sel CD4 + meningkat secara signifikan pada tikus selama spontaneus recovery dari infeksi N. brasiliensis. Peningkatan pelepasan musin adalah mekanisme yang sering terjadi untuk pembersihan intestinal dari parasit, dan secara kontinyu diperantarai oleh sitokin yang diproduksi oleh Th-2 subset dari sel T CD4 + yang diikuti oleh rangsangan produksi imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin E memperantarai sel mast mukosa untuk melepaskan histamin yang meningkatkan pelepasan mukus SG ke dalam duodenum tikus. Penelitian ini bertujuan mengamati proliferasi SG pada organ duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur yang diimunisasi dengan ES cacing nematoda pada unggas A. galli. Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi tentang peranan ES A. galli untuk merangsang proliferasi SG pada ayam. MATERI DAN METODE Dua kelompok ayam ras petelur HySex Brown berumur 12 minggu masingmasing terdiri dari 15 ekor diberi pakan komersial dan air minum ad libitum. Kelompok pertama, ayam diinfeksi dengan dosis 4.000 telur infektif (L2) A. galli. Kelompok kedua diimunisasi dengan ES cacing dewasa dan 4 jam kemudian diinfeksi 4.000 L2 A. galli. Sebelum perlakuan dan pemotongan, ayam dipuasakan selama 12 jam. Setiap kelompok perlakuan diuji dalam 5 tingkat waktu pengamatan (hari ke-3, 6, 9, 12, dan 15), dengan 3 kali pengulangan. Setiap kali pengamatan sebanyak 3 ekor ayam dari tiap kelompok dipotong. Sampel diamati secara mikroskopis dengan menghitung jumlah SG pada duodenum, jejunum, dan ileum secara histopatologis. Teknik Parasitologi Cacing A. galli betina dewasa diperoleh dari isi lumen ayam kampung. Cacing dibersihkan dari feses dengan NaCl fisiologis. Telur diambil dari uterus A. galli dengan menggunakan mikroskop stereo. Tubuh cacing disayat dan telur dikeluarkan dari uterusnya. Telur cacing tersebut diinkubasi dalam cawan petri plastik berisi 71

J. Ked. Hewan Vol. 1 No. 2 September 2007 aquades steril selama 21 30 hari pada suhu kamar, hingga terbentuk larva infektif (L2). Dosis 4.000 L2 disiapkan untuk keperluan uji tantang (Tiuria et al., 2000; Darmawi, 2003; Balqis et al., 2004). Protein ES cacing A. galli betina dewasa disiapkan dengan memasukkan 20 ekor cacing ke dalam cawan petri yang berisi 20 ml medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI), 1 g streptomisin dan 1 juta IU/l penisilin (Bauer, 2001). Ascaridia galli yang hidup dalam medium diinkubasi dalam inkubator CO 2 dengan suhu 37 0 C selama 72 jam mengikuti cara Balqis (2004b) dan Darmawi dan Balqis (2004). Penentuan kuantitas protein ES mengikuti metode Bradford (Rukayadi dan Suhartono, 1999). Dosis protein ES yang digunakan adalah 380 µg. Penentuan berat molekul protein ES mengikuti metode Laemmli (1970). Protein ES dengan berat molekul >30 kda diberikan 4 jam sebelum ayam diinfeksi dengan L2. Teknik Histopatologis Duodenum, jejunum, dan ileum difiksasi dalam larutan Carnoy s. Sampel sepanjang 2 cm diblok di dalam parafin. Preparat dipotong setebal 5 µm dan dilekatkan pada gelas objek. Preparat diwarnai dengan pewarnaan khusus Periodic Acid Schiff (Balqis, 2004a). Penentuan SG per 1.000 sel absorptif dilakukan di bawah mikrokop mengikuti metode Miller dan Nawa (1979). HASIL DAN PEMBAHASAN Sel Goblet pada Duodenum Proliferasi SG duodenum pada kelompok ayam yang diimunisasi dengan ES terjadi selama hari-hari pengamatan. Pada hari ke-3, 6, dan 9 p.i. peningkatan jumlah SG belum terjadi secara signifikan (P>0,05). Peningkatan jumlah SG secara signifikan (P<0,05) baru terjadi pada hari ke-12 dan 15 p.i. (Gambar 1). Terjadinya proliferasi SG pada kelompok ayam yang diimunisasi dengan ES karena ayam mendapat paparan antigen yang mampu menggertak sistem imun saluran cerna ayam petelur. Jumlah Sel Goblet Tiap 1000 Sel Absorptif Gambar 1. Rataan jumlah sel goblet pada duodenum Proliferasi dan hiperplasia SG duodenum mengindikasikan bahwa ES dapat memicu sekresi lendir ke dalam lumen duodenum. Sel Goblet mensintesis dan mensekresikan glikoprotein dengan berat molekul tinggi yang disebut mucin (lendir). Produksi lendir dapat meningkatkan proteksi permukaan mukosa terhadap infeksi cacing parasitik. Hiperplasia SG berkaitan dengan peningkatan resistensi inang definitif terhadap nematoda A. galli pada ayam. Hiperplasia SG terjadi bersamaan dengan pengeluaran Nippostrongylus brasiliensis pada tikus (Miller dan Nawa, 1979). Menurut Roitt dan Delves (2001), antigen cacing nematoda dapat menggertak sistem tanggap kebal inang definitif. Antigen merangsang sel T (produksi sitokin) dan sel B (produksi imunoglobulin). Pelepasan sitokin oleh sel T yang dipicu antigen spesifik merangsang proliferasi SG dan mensekresikan material mukus. L2 350 300 250 200 150 100 50 0 ES + L2 3 6 9 12 15 Pasca Infeksi (Hari) 72

Ummu Balqis, dkk Sel Goblet pada Jejunum Rataan jumlah SG pada duodenum ayam petelur disajikan pada Gambar 2. Jumlah Sel Goblet Tiap 1000 Sel Absorptif L2 400 300 200 100 ES + L2 0 3 6 9 12 15 Pasca Infeksi (Hari) Gambar 2. Rataan jumlah sel goblet pada jejunum Proliferasi SG jejunum pada kelompok ayam yang diimunisasi dengan ES terjadi sejak hari ke-6 sampai hari terakhir pengamatan. Pada hari ke-6 p.i., peningkatan jumlah SG terjadi secara tidak signifikan (P>0,05). Peningkatan jumlah SG secara signifikan (P<0,05) terjadi pada hari ke-9, 12, dan 15 p.i. (Gambar 2). Pemberian ES yang disertai L2 mampu memicu proliferasi SG jejunum selama waktu pengamatan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ES dapat memicu peningkatan rataan jumlah SG jejunum. Peningkatan ini dibutuhkan untuk menambah kapasitas lendir di dalam lumen sehingga larva gagal berpenetrasi ke jaringan. Selain itu, larva juga lebih mudah didorong ke bagian ileum oleh kontraksi peristaltik saluran cerna. Respon SG jejunum yang dipicu oleh ES A. galli dewasa lebih lambat tiga hari dibandingkan respon oleh SG duodenum. Hal ini terjadi karena tropisma L2 A. galli di dalam tubuh inang definitif berada pada duodenum sehingga pertahanan selaput lendir duodenum segera dapat dipicu oleh antigen yang berimplikasi pada proliferasi SG. Peneliti terdahulu (Miller dan Nawa, 1979) membuktikan bahwa mekanisme pengeluaran larva N. brasiliensis secara cepat terjadi karena kolaborasi antara sel mast dengan SG. Mucin produk SG dilaporkan berperan sebagai barier pertahanan fisik nonspesifik terhadap invasi larva. Hiperplasia SG intestinal pada nematodosis berimplikasi terhadap kuantitas mucin yang disalurkan ke dalam lumen intestinal. Mucin SG dengan konsentrasi garam-garam sulfat yang lebih banyak dapat berperan pada pengeluaran larva secara cepat. Sel Goblet pada Ileum Pada hari ke-3 dan 9 p.i., SG ileum kelompok ayam yang diimunisasi dengan ES tidak mengalami peningkatan dibandingkan kelompok ayam yang tidak diimunisasi. Peningkatan jumlah SG ileum terjadi pada hari ke-6, 12, dan 15 p.i., namun secara statistik peningkatan jumlah SG ileum terjadi secara tidak signifikan (P>0,05). Seperti halnya pada duodenum dan jejunum, pengamatan pada ileum menunjukkan juga proliferasi SG. Proliferasi SG ileum kelompok ayam yang diimunisasi dengan ES sudah terjadi pada hari ke-6 p.i., dan cenderung semakin meningkat setelah hari ke-12 p.i. (Gambar 3). Jumlah Sel Goblet Tiap 1000 Sel Absorptif L2 400 300 200 100 0 ES + L2 3 6 9 12 15 Pasca Infeksi (Hari) Gambar 3. Rataan jumlah sel goblet pada ileum Hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa meskipun habitat A. galli adalah 73

J. Ked. Hewan Vol. 1 No. 2 September 2007 pada duodenum, SG ileum juga berperan dalam mekanisme pengeluaran larva A. galli. Sel Goblet ileum mensekresikan, menyimpan, dan melepaskan mucin ke dalam lumen untuk menambah kapasitas lendir sehingga larva dengan cepat dapat dikeluarkan dari tubuh inang definitif (Lagapa et al., 2002). Apabila SG terlepas ke dalam lumen, glikoprotein dari mucin SG akan membentuk gel yang berguna sebagai barier protektif bagi sel-sel epitel. Gel berperan sebagai pengatur hidrasi epitel dan berinteraksi dengan IgA sekretori untuk menghasilkan efek antitoksin. Konsekuensinya adalah sel-sel epitel akan terlindungi dari kerusakan fisik oleh substansi material intra luminal dan menghalangi invasi larva (Deplancke dan Gaskins, 2001). Untuk memberikan perlindungan secara terus-menerus, maka SG harus diperbaharui secara konstan. Mekanisme laju pengaturan SG berada di bawah pengaruh rangsangan kolinergik seperti asetikolin, pilokarpin, karbakol (Roitt dan Delves, 2001). KESIMPULAN Protein ES A. galli dapat memicu proliferasi sel goblet pada duodenum secara signifikan pada hari 12 dan 15 p.i, dan pada jejunum pada hari ke-9, 12, dan 15, tetapi proliferasi sel goblet pada ileum tidak signifikan. Hasil yang diperoleh merefleksikan bahwa ES A. galli dapat merangsang mekanisme pertahanan selaput lendir usus halus ayam petelur terhadap ascaridiosis. DAFTAR PUSTAKA Balqis, U. 2004a. Pengaruh pemberian ekskretori-sekretori (ES) cacing Ascaridia galli dewasa, L2, dan kombinasinya terhadap perubahan struktur morfologi saluran cerna ayam petelur. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Balqis, U. 2004b. Kajian mikroskopik pada duodenum ayam petelur yang diberikan ekskretori-sekretori Ascaridia galli dewasa, L2, dan kombinasinya. J. Medika Vet. 4(1):261 265. Balqis, U., R. Tiuria, D.D. Widjaja, dan B.P. Priosoeryanto. 2004. Studi histopatologi saluran cerna, limpa dan seka tonsil ayam petelur akibat pemberian telur infektif Ascaridia galli. Seminar Nasional XI, Perhimpunan Alumni Jepang (Persada) Bogor. Bauer, C. 2001. Laboratory Technique Procedure. Institute of Parasitology, Justus Liebig- University, Giessen-Germany. Darmawi. 2003. Pengaruh pemberian antigen ekskretori-sekretori (ES) Ascaridia galli dewasa terhadap tanggap kebal sel eosinofil dan sel mast mukosa usus halus ayam petelur. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Darmawi dan U. Balqis. 2004. Pengaruh pemberian antigen ekskretorisekretori (ES) Ascaridia galli betina dewasa terhadap tanggap kebal sel mast mukosa duodenum ayam petelur. J. Medika Vet. 4(1):255-260. Deplancke, B. and H.R. Gaskins. 2001. Microbial modulation of innate defense: Goblet cells and the intestinal mucus layer. Am. J. Clin. Nutr. 73(6):1131S-1141S. 74

Ummu Balqis, dkk Laemmli, U.K. 1970. Cleavage of structural proteins during the assembly of the head of bacteriophage T4. The Nature 227:680 685. Lagapa, J.T.G., Y. Oku, N. Nonaka and M. Kamiya. 2002. Taenia taeniaeformis larval product induces gastric mucosal hyperplasia in SCID mice. J. Vet. Research. 49(4):273 285. Miller, HRP and Nawa, Y. 1979. Nippostrongylus brasiliensis: intestinal goblet cells respons in adoptively immunized rats. J. Exp. Parasitol. 47:81-90. Roitt, I.M., and P.J. Delves. 2001. Roitt s Esential Immunology. Tenth Edition, Blackwell Science Ltd. Osney Mead Oxford OX2 OEL. Rukayadi, Y. dan M.T. Suhartono. 1999. Penuntun Praktikum Biokimia (BIM.511). Program Pascasarjana, IPB-Bogor. Tiuria, R., F. Athaillah, B.P. Priosoeryanto, F. Satrija, E.B. Retnani dan Y. Ridwan. 2000. Pengaruh infeksi cacing Ascaridia galli terhadap respon sel goblet dan sel mast pada usus halus ayam petelur. Majalah Parasitologi Indonesia 13(1 2):40 48. Vervelde, L., N. Bakker, F.N.J. Kooyman, A.W.C.A. Cornelissen, C.M.C. Bank, A.K. Nyame, R.D. Cummings, and I.V. Die. 2003. Vaccinationinduced protection of lambs against the parasitic nematode Haemonchus contortus correlates with high IgG Antibody responses to the LDNF glycan antigen. Glycobiology. 13(11):795 804. 75