PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran yang mampu menggali kemampuan peserta didik, membangkitkan keterlibatan aktif peserta didik, dan memberi pengalaman belajar yang berkesan, bukan lagi berpusat pada guru. Pembelajaran bermakna dalam kurikulum 2013 adalah proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik, yaitu melalui langkah-langkah: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Pembelajaran bermakna akan terwujud jika terjadi situasi pembelajaran yang paling ideal, yaitu keaktifan siswa maksimal guru sangat siap mengajar dengan metode dan persiapan yang matang dalam mengajar. 1 / 12
Kata Kunci: Pembelajaran bermakna, pendekatan saintifik, Kurikulum 2013 I. PENDAHULUAN Kualitas pembelajaran tidak hanya mengukur seberapa materi yang sudah disampaikan guru di kelas, tetapi seberapa banyak pemahaman materi yang diterima oleh siswa. Banyaknya pemahaman materi yang diperoleh siswa tidak lepas dari kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Proses pembelajaran yang berkualitas akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Dengan pembelajaran yang menyenangkan maka pencapaian kompetensi siswa dapat dicapai. Pencapaian kompetensi siswa diukur melalui standar kemampuan minimal yang dicapai peserta didik setelah kegiatan belajar mengajar. Standar kompetensi peserta didik yang dimaksud adalah standar kompetensi yang mengedepankan pemahaman peserta didik bukan ingatan ataupun hapalan. Goleman dalam DePorter dkk (2005:22) telah melakukan penelitian otak dan hasilnya bahwa ada hubungan antara pemahaman dengan memori jangka panjang. Jadi Pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran lebih baik dibanding hanya menghafal materi. II. MAKNA PEMBELAJARAN A. Undang Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 (ayat 20) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada 2 / 12
suatu lingkungan belajar. B. Nasution Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan C. Sudjana Pembelajaran adalah setiap upaya yang sistematik dan sengaja sehingga terjadi interaksi antara peserta didik dengan pendidik (sumber belajar) D. Cronbach Belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami melalui semua panca inderanya. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa makna pembelajaran adalah proses mencari pengetahuan sendiri melalui interaksi yang baik antara pendidik dan peserta didik. III. PENGALAMAN BELAJAR DAN KETERLIBATAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR Hasil belajar peserta didik akan optimal jika siswa ikut terlibat dalam proses belajar mengajar. Proses belajar yang baik menurut Magnesen dalam DePorter dkk (2005:57), yaitu siswa mendapatkan hasil belajar 10% jika hanya membaca, mendapatkan hasil belajar 20% jika hany a mendengar, mendapatkan hasil belajar 30% jika hanya melihat, mendapatkan hasil belajar 50% dari melihat dan mendengar, mendapatkan hasil belajar 70% dari melakukan, dan mendapatkan 90% dari yang dikatakan dan dilakukan. Dalam rumusan pendidikan dalam pembelajaran menurut UNESCO bahwa tujuan pendidikan menuju humanisme ilmiah, 3 / 12
menumbuhkan kreativitas, orientasi pada keterlibatan sosial, dan pembentukan manusia sempurna. Pembelajaran berorientasi pada keterlibatan sosial supaya peserta didik dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, bahkan dapat memperbaikinya ke arah yang lebih baik. Belajar berdasarkan persoalan yang nyata yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Belajar memanfaatkan setiap kenyataan (fisik dan sosial) di sekitar mereka sebagai stimulan rasa ingin tahu maupun sebagai alat peraga pembelajaran. Proses pembelajaran inilah yang kemudian dirumuskan dalam kurikulum 2013, sebuah observation based learning (pembelajaran berbasis pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba). Peserta didik juga harus dibiasakan bekerja dalam jejaring melalui collaborative learning. Maka dari itu pelajaran di kelas harus mampu menggali kemampuan peserta didik, membangktkan keterlibatan aktif peserta didik, dan memberi pengalaman belajar yang berkesan. IV. PENDEKATAN SAINTIFIK Metode Saintifik (Scientific) merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fe nomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut Scientific, metode pencarian ( method of inquiry ) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode Scientific umumnya memuat ser angkaian aktivitas peng umpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kem 4 / 12
u dian memformulasi, dan menguji hipotesis. Pendekatan Scientific itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Proses pembelajaran dengan pendekatan Scientific dengan kaida-kaidah pendekatan Scientific. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria Scientific. Proses pembelajaran disebut Scientific jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. A. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. B. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. C. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. D. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5 / 12
E. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. F. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapatdipertanggung -jawabkan. G. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, danmenarik sistem penyajiannya. Langkah-langkah saintifik tersebut adalah sebagai berikut: A. Mengamati Keunggulan melalui langkah mengamati ini adalah dapat menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Langkah mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. B. Menanya Langkah menanya dimaksudkan untuk a) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran; b) mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; c) Disamping itu juga membangkitkan ketrampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; d) mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, 6 / 12
dan menarik simpulan; e) membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok; f) membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul; dan selanjutnya g) melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. C. Menalar Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.. D. Mencoba Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah 7 / 12
yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. E. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif Pembelajaran kolaboratif sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama. V. PEMBELAJARAN BERMAKNA DAN INTERAKSI PENDIDIK DENGAN PESERTA DIDIK Kebermaknaan kegiatan pembelajaran ditentukan oleh modus kegiatan belajar. Modus kegiatan belajar dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: a. Belajar reseptif (menerima). Aktivitas belajar yang dominan dalam modus ini adalah: mendengar, memperhatikan, mengamati, dan mengkaji. Belajar reseptif adalah usaha untuk menerima informasi, mengolah informasi, dan mengkaji informasi. 8 / 12
b. Belajar dengan penemuan terpimpin. Belajar dalam pengertian ini terarah pada usaha menemukan konsep atau prosedur atau prinsip di bawah bimbingan guru. c. Belajar dengan penemuan sendiri. Siswa berusaha menemukan sendiri tanpa bimbingan langsung dari guru. Pada umumnya modus belajar ini merupakan pengembangan dari belajar reseptif dan belajar dengan penemuan terpimpin. Kebermaknaan kegiatan pembalajaran sangat berhubungan antara metode mengajar guru dan keaktifan siswa. Interaksi tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Dari tabel di atas tampak sembilan situasi pembelajaran yang berbeda-beda. Dilihat dari segi metode mengajar guru dan keaktifan siswa, maka: a. Situasi A, kedua pihak guru dan siswa sama-sama tidak mempunyai minat mengajar dan belajar, maka sebenarnya tidak ada kegiatan pembalajaran. b. Situasi B, guru tidak siap mengajar karena belum menyiapkan metode mengajar, sedangkan siswa hanya memiliki sedikit niat belajar. 9 / 12
c. Situasi C, siswa memiliki niat belajar yang sangat tinggi, tetapi guru tidak siap mengajar. d. Situasi D, guru belum terlalu siap mengajar, jadi hanya insidental, sedangkan siswa tidak memiliki niat belajar, maka akan terjadi situasi pembelajaran tanpa respon dari siswa. e. Situasi E, situasi pembelajaran hanya bersifat insidental, Hasilnya hanyalah tujuan yang tercapai secara tidak sadar. Tujuan diperoleh hanya melalui peniruan, penularan atau perembesan secara tidak sadar. f. Situasi F, guru mengajar hanya insidental, yaitu hanya persiapan sekedarnya, tetapi minat siswa dalam belajar tinggi, sehingga pembalajaran masih disadari oleh siswa. g. Situasi G, walaupun guru sangat siap mengajar tetapi pada pihak siswa tidak terdapat minat belajar sama sekali. Pada situasi ini tidak tercipta situasi pembalajaran sama sekali. h. Situasi H, walaupun guru sangat siap mengajar, tetapi minat siswa dalam belajar hanya bersifat insidental, sehingga tujuan pembelajaran hanya disadari oleh guru. i. Situasi I, adalah situasi pembelajaran yang paling ideal, keaktifan siswa maksimal, sedangkan guru sangat siap mengajar dengan metode dan persiapan yang matang dalam mengajar, sehingga kedua belah pihak melakukan peranannya masing-masing. VI. KESIMPULAN 1. Pembelajaran adalah proses mencari pengetahuan sendiri melalui interaksi yang baik antara pendidik dan peserta didik. 10 / 12
2. Proses pembelajaran adalah proses yang mampu menggali kemampuan peserta didik, membangkitkan keterlibatan aktif peserta didik, dan memberi pengalaman belajar yang berkesan. 3. Pembelajaran bermakna yang dimaksud dalam kurikulum 2013 adalah proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik, yaitu melalui langkah-langkah: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. 4. Pembelajaran bermakna akan terwujud jika terjadi situasi pembelajaran yang paling ideal, yaitu keaktifan siswa maksimal guru sangat siap mengajar dengan metode dan persiapan yang matang dalam mengajar. VII. DAFTAR RUJUKAN DePorter, Bobby. Dkk. 2005. Quantum Teaching. Bandung: PT Mizan Pustaka. Kemdikbud. (2014). Bahan Pelatihan Kurikulum 2013. Jakarta: BPSDMPK dan PMP Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Thiel, R., & George, D. K. (1976). Some factors affecting the use of the science process skill of 11 / 12
prediction by elementary school children. Journal of Research in Science Teaching, 13, 155-166. W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo 12 / 12