PENDEKATAN SCIENTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR. Pajar Anugrah Prasetio Universitas Kuningan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDEKATAN SCIENTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR. Pajar Anugrah Prasetio Universitas Kuningan"

Transkripsi

1 PENDEKATAN SCIENTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR Pajar Anugrah Prasetio Universitas Kuningan ABSTRAK Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Salah satu model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran jasmani olahraga dan kesehatan yaitu dengan menerapkan pendekatan scientific. Pada dasarnya pendekatan scientific dalam dunia pendidikan bukanlah hal baru hanya istilahnya saja yang berbeda namun apabila dalam mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan pendekatan yang jarang dilakukan oleh para guru atau pendidik. Pendekatan scientific ini memiliki ciri-ciri umum dalam kegiatan pembelajaran yang lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan proses bukan hasilnya, yaitu dengan mengamati, menanya, mencoba dan menyimpulkan. Dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah pada pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan menerapkan pembelajaran tradisional. Apabila pendekatan scientific pada pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dilakukan dengan kaidah- kaidah yang benar, maka akan menciptakan siswa yang berinovatif, berpikir kritis, kreatif dan peserta didik dituntut untuk mandiri. Artinya pendekatan scientific dapat dijadikan salah satu referensi dalam melakukan pembelajaran penjasorkes. Kata kunci : Pendekatan scientific, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. 359

2 I. Pendahuluan Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahanperubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan. Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi semua siswa. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam sistem pendidi kan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidiakn dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun. Pada hakekatnya kegiatan beiajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap 360

3 Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan rnembangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999). Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksirnal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara atau model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsepkonsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Salah satu model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran jasmani olahraga dan kesehatan yaitu dengan menerapkan pendekatan scientific. Pada dasarnya pendekatan scientific dalam dunia pendidikan bukanlah hal baru hanya istilahnya saja yang berbeda namun apabila dalam mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan pendekatan yang jarang dilakukan oleh para guru atau pendidik. Pendekatan scientific ini memiliki ciri-ciri umum dalam kegiatan pembelajaran yang lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan proses bukan hasilnya, yaitu dengan mengamati, menanya, mencoba dan menyimpulkan. Dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan menerapkan pembelajaran tradisional. Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah pendekatanpendekatan ilmiah. Pada pendekatan ilmiah ini harus dimulculkan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, 361

4 pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilainilai, prinsip- prinsip, atau kriteria ilmiah. Kriteria pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah adalah sebagai berikut: 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kirakira, atau dongeng semata, agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan adanya interaksi yang edukatif antara guru dan siswa terbebas dari prasangka pemikiran yang subjektif dan menyimpang dari alur berpikir yang logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran kepada siswa. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu dengan yang lain dari mata pelajaran penjasorkes. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon mata pelajaran. 6. Pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan dengan sederhana, jelas dan menarik sistem penyajiannya. 8. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat- sifat yang non ilmiah atau hanya asal berpikir kritis saja. Selain kriteria dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah ini adapun langkah- langkah kegiatan pembelajaran dalam 362

5 kurikulum Yang dimana dalam pembelajaran kurikulum 2013 ini menggunakan tema-tema yang mengkaitkan materi pembelajaran penjasorkes dengan materi pembelajaran yang lainnya. Langkah- langkahnya yaitu sebagai berikut: 1. Adanya ranah sikap mengamit materi ajar agar siswa tahu mengapa. 2. Adanya ranah keterampilan mengamit materi ajar agar siswa tahu bagaimana. 3. Adanya ranah pengetahuan mengamit materi ajar agar siswa tahu apa. 4. Pada hasil akhirnya adalah peningkatan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang mempunyai keterampilan baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahua untuk hidup dengan layak (hard skill) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. 5. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. 6. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Sedangkan proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kriteria pembelajaran pada kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kirakira, atau dongeng semata, agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan adanya interaksi 363

6 yang edukatif antara guru dan siswa terbebas dari prasangka pemikiran yang subjektif dan menyimpang dari alur berpikir yang logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran kepada siswa. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu dengan yang lain dari mata pelajaran penjasorkes. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon mata pelajaran. 6. Pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan dengan sederhana, jelas dan menarik sistem penyajiannya. Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan apabila guru dapat memahami pendekatan scientific dan dapat diterapkan dengan baik maka akan menciptakan siswa yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. II. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengusulkan secara konseptual untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan scientific dalam pembelajaran Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Sekolah Dasar. III. Pembahasan Proses belajar mengajar di Sekolah Dasar dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Oleh karena itu pada kurikulum 2013 menerapkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah ini diyakini sebagai pedoman yang dapat 364

7 meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan dengan adanya pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Dalam pendekatan ilmiah ataupun proses kerja yang memenuhi kriteria pendekatan ilmiah, lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif yaitu melihat fenomena umum untuk menarik kesimpulan yang spesifik. Sedangkan, penalaran deduktif yaitu penalaran yang memandang fenomena atau situasi yang spesifik kemudian menarik kesimpulan secara keseluruhan. Sejatinya penalaran induktif dapat menempatkan bukti- bukti spesifik ke dalam relasi idea yang sangat luas. Metode pembelajaran ilmiah pada umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian yang spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan kesimpulan umum. Metode ilmiah ini merujuk pada teknik- teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, untuk dapat memperoleh pengetahuan baru, mengoreksi serta mengaitkan pengetahuan yang sekarang dengan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip- prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Dalam pembelajaran berbasis ilmiah ini guru dan siswa harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran berlangsung, karena hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan siswa hanya semata- mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. Sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh sematamata atas dasar akal sehat (comon sense) umumnya sangat kuat 365

8 dibandingkan dengan kepentingan seseorang guru dan peserta didik yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didomplengi kepentingan pelakunya, seringkali mereka mengeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan akal sehat menjadi prasangka atau berpikir skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah dengan baik. Sebaliknya jika prasangka diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan siswa akan berubah menjadi prasangka buruk. Secara sederhana langkahlangkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran penjasorkes dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mengamati Langkah pertama dalam kegiatan pembelajaran penjasorkes adalah mengamati. Mengamati dalam pembelajaran penjasorkes diartikan bahwa peserta didik diajak untuk melihat, baik melihat melalui audio visual ataupun melalui gerakan- gerakan yang akan dipraktekan atau di demonstrasikan oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi daya pikir siswa, sampai sejauh mana penguasaan awal tentang materi yang akan diberikan. Dari pengamatan ini nantinya guru akan lebih mudah ataupun sebaliknya lebih sulit memberikan materi tergantung dari hasil pengamatan yang dilakukan sebelumnya. Mengamati dalam pembelajaran penjasorkes ini bisa dilakukan dengan melihat tayangan visual seperti video atau film dokumenter bagi guru atau sekolah yang mempunyai sarana yang memindai. Selain mengamati video pembelajaran atau mengamati aktifitas manusia, seorang guru bisa memberikan contoh gambar baik foto maupun ilustrasi, yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Setelah mengamati video siswa diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat, ataupun ulasan mengenai hal-hal yang baru mereka amati. Dengan langkah 366

9 ini diharapkan guru akan bisa merangkum dari sekian banyak pendapat yang dilontarkan oleh siswa dan memberikan kesimpulan, sehingga langkah pembelajaran berikutnya guru dengan mudah akan merancangnya. 2. Menanya Setelah menyuruh siswa untuk mengamati tayangan video atau gambar maka tahap berikutnya adalah keterampilan bertanya. Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mempermudah siswa mengetahui tentang makna dari sebuah gerakan teknik dasar dari materi yang akan disampaikan. Dalam tahap bertanya ini terjadi dua arah, maksudnya guru memberikan sebanyakbanyaknya kepada siswa untuk menanyakan apa saja yang telah siswa ketahui, dan dalam kesempatan yang sama guru harus menjawab sejelas mungkin sampai siswa memahaminya. Setelah semua pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa sudah terjawab dengan jelas, maka giliran guru yang memberikan pertanyaan kepada siswa. Hal ini dimaksudkan agar guru mengetahui sampai sejauh mana materi yang telah diberikan dikuasai oleh siswa, sehingga guru dengan mudah akan merancang metode dan langkah pembelajaran selanjutnya. 3. Mencoba Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba melakukan gerakangerakan berdasarkan hasil pengamatan tayangan video ataupun contoh yang di demonstrasikan oleh guru. Pada tahap ini guru mengamati setiap keterampilan gerak yang dilakukan oleh siswa sesuai tayangan video, yang terpenting adalah semua siswa harus mencoba melakukan gerakan dengan sebanyak-banyaknya tanpa melihat benar ataupun salah keterampilan gerak yang dilakukannya. Tujuannya adalah agar semua siswa mempunyai pengalaman gerak yang banyak. Dalam pembelajaran penjasorkes tahapan mempraktekan merupakan tahapan yang wajib 367

10 dilaksanakan dengan kemampuan motorik masingmasing siswa, karena benar atau tidaknya pola gerak dasar lokomotor bisa dilihat dan diamati serta dinilai dari gerakan. Dalam fase ini guru memberikan kebebeasan untuk mempraktekan apa yang peserta didik pahami dalam langkahlangkah pembelajaran sebelumnya, yaitu dengan mengamati, bertanya, dan diskusi. Dengan fungsi seorang guru yang tidak akan dominan dalam menjelaskan materi pembelajaran penjasorkes, tetapi hanya melakukan pengamatan dan mencatat tentang apa yang kurang dan mesti dikoreksi, ataupun memberikan apersepsi bagi siswa yang mampu melakukan gerakan sesuai dengan teknik yang sebenarnya sesuai demonstrasi yang diberikan guru. 4. Mengolah Setelah siswa mencoba melakukan sebuah keterampilan gerak, tahap selanjutnya melakukan pengulanganpengulangan keterampilan gerak terutama pada bagian- bagian keterampilan gerak yang belum dikuasai. Pada tahap ini siswa harus memperhatikan dengan benar tahapan gerak yang dilakukan apa sudah sesuai dengan gerakan yang benar atau belum. 5. Menyaji Pada tahap ini siswa diberi kesempatan kembali oleh guru untuk menyajikan keterampilan gerak hasil dari latihan yang dilakukan pada tahap mengolah. Disini guru harus memperhatikan semua tahaptahap gerak yang dilakukan oleh peserta didik selama penyajian keterampilan gerak. 6. Menalar Penalaran secara umum adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta- fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Pada tahap pembelajaran ini penalaran bisa dilaksanakan dengan berbagai metode 368

11 diantaranya dengan diskusi. Dengan diskusi maka akan banyak pendapat yang dikemukakan oleh siswa dengan berbagai alasan. Posisi seorang guru dalam tahapan ini hanyalah sebagai mediator sampai semua pendapat dapat dikemukakan. Tahap berikutnya adalah guru menyimpulkan dari berbagai macam pendapat siswa. Pada tahap ini peserta didik sudah mampu memahami tahap-tahap gerak yang seharusnya dilakukan sesuai dengan pola gerak yang benar. 7. Mencipta Setelah peserta didik memahami betul pola gerak yang harus dilakukan dalam sebuah keterampilan gerak, maka pada tahap berikutnya adalah siswa semaksimal mungkin melakukan gerakan sesuai dengan pola gerak yang benar, bahkan pada tahapan ini siswa harus sudah mampu melakukan variasi dan kombinasi teknik yang dilakukan. IV. Model Pembelajaran Model pembelajaran penjasorkes yang digunakan dalam pembelajaran berbasis ilmiah ini yaitu dengan menggunakan tiga jenis model pembelajaran yaitu mode project basse learning, model problem bassed learning, dan discovery learning. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) adalah salah satu model mengajar dengan cara berkelompok untuk menemukan masalah serta menjadi konteks untuk para siswa agar dapat berperan aktip dan dapat berpikir kritis dalam pembelajaran. Sedangkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berdasarkan masalah (PBM) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. 369

12 Pembelajaran berbasis masalah (PBM) memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara tersetuktur oleh seorang guru. Pengertian model pembelajaran discovery learning menurut Jerome Bruner (2014: 281) adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Pada model pembelajaran discovery learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, manbuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah diberikan. Model- model pembelajaran di atas dapat diterapkan dalam pembelajaran penjasorkes dengan pendekatan scientific, langkahlangkah pembelajarannya seberti yang digambar pada bagan berikut : Mengamati tanyangan pembelajaran penjasorkes 20 Menit Keterangan: - Mengamati tayangan dengan menggunakan tiga jenis model pembelajaran yaitu model Project Based Learning, Problem Based Learning dan discovery learning. - Menerapkan focus Group Discusion untuk mengidentifikasi karakteristik tiga model pembelajaran tersebut. - Kerja kelompok yaitu untuk mengidentifikasi penerapan Diskusi kelompok (focus Group Discusion) 30 Menit Kerja Kelompok 40 Menit pendekatan scientific pada tiga model pembelajaran. V. Kesimpulan Pada dasarnya pembelajaran penjasorkes yang menggunakan pendekatan scientific menuntut para guru untuk paham dan menguasai teknik dasar yang akan diajarkan kepada siswa, ketika siswa sedang mengamati ataupun menganalisis pembelajaran kemudian melontarkan pertanyaan- pertanyaan, sebagai guru harus dapat menjelaskan dan menganalisis dengan baik dan benar. 370

13 Misalnya dalam bidang olahraga adalah: - Mengamati : Seperti siswa diberikan video atau media audio visual tentang cara melakukan service dalam olahraga bola voli, kemudian siswa mengamatinya dengan seksama. - Menanya : guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan mengenai teknik service ataupun bagian tubuh yang mana saja yang digerakan pada saat melakukan service. - Mencoba : setelah mengamati dan menannyakan, kemudian siswa melakukan teknik service yang sebenarnya di lapangan (secara praktek). - Menyimpulkan : setelah melakukan gerakan yang benar kemudian siswa mempuat kesimpulan tentang gerakan service yang baik dan benar. Apabila pendekatan scientific dilakukan dengan kaidah- kaidah yang benar, maka akan menciptakan siswa yang berinovatif, berpikir kritis, kreatif dan peserta didik dituntut untuk mandiri. Artinya pendekatan scientific dapat dijadikan salah satu referensi dalam melakukan pembelajaran. VI. Daftar Pustaka Abduljabar, B. (2010). Landasan Ilmiah Pendidikan Intelektual dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: RISQI Press. Anitah. (2008). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Dimyati & Mujiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineke Cipta. Edy Sih, Miranto. (2010). Penjas Orkes Untuk SD/MI Kelas IV. Jakarta : CV. Adi Perkasa Irsyada. Habiah, dan Suhna (2009). Konsep Streategi Pembelajaran. Reika Aditama : Bandung. Lutan, Rusli. (2002). Supervisi Pendidikan Jasmani: Konsep dan Praktik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Muhajir. (2007). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Poespradja. (1987). Logika Scientifika. Bandung : Remadja Karya. Ricard (Djamarah). (2010). Model Discovery Learning. Jakarta : Rienka Cipta Rusdiana, Agus. Pengembangan Keolahragaan Nasional Berbasis Sains. Bandung: Auditorium FPOK UPI. www. Model Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.com 371

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? 1 BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? Oleh : Jamaluddin, S.Kom., M.Pd Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk mengubah (lagi) kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR Mei Fita Asri Untari mei_fita@ymail.com Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang ABSTRAK Pendekatan saintifik/ilmiah merupakan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Permendikbud No 67 Th 2013 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yang menjelaskan tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa (1) setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, (2) setiap warga Negara wajib mengikuti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih Artikel Publikasi: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X IPS DI SMA NEGERI 3 PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 Usulan Penelitian Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan.

BAB I PENDAHULUAN. gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan.perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses mengidentifikasi perilaku peserta didik, aktivitas yang semula tidak berkaitan menjadi suatu pola yang utuh bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata Kunci: karakter, pendekatan saintifik

I. PENDAHULUAN. Kata Kunci: karakter, pendekatan saintifik IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SAINS MENYONGSONG GENERASI EMAS INDONESIA Ida Mintarina Nulfita, M.Pd, SMAN 1 Padangan Bojonegoro, 62162 Email: idaersyat@yahoo.co.id Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang strategis dalam kemajuan dan perkembangan bangsa, kemajuan suatu bangsa tidak akan lepas dari peran perkembangan sektor pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pendidikan manusia yang berkualitas adalah manusia yang bisa bersaing di dalam arti yang baik. Di dalam persaingan diperlukan kualitas individu sehingga hasil karya

Lebih terperinci

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan berencana yang dimiliki semua masyarakat sebagai siswa di dalam dunia pendidikan yang tersusun secara sistematis

Lebih terperinci

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21 KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PROSES PEMBELAJARAN DI KOTA LANGSA Ronald Fransyaigu, Bunga Mulyahati Universitas Samudra ronaldfransyaigu.unsam@gmail.com Abstrak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan keterampilan dan kepedulian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MEDIA GEOGEBRA UNTUH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA.

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MEDIA GEOGEBRA UNTUH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA. PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MEDIA GEOGEBRA UNTUH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang

Lebih terperinci

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 1, April 2016 251 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SDN 1 DURENAN PADA TEMA PENGALAMANKU MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DI KECAMATAN DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan, pemerataan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini menuntut setiap manusia agar dapat bersaing untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, berbagai masalah dan tantangan dalam segala aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rafika Warma, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN. Rafika Warma, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggara pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Dengan demikian pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Dengan demikian pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan pribadi, yang mana pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat

BAB I PENDAHULUAN. atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

Lebih terperinci

bangsa Indonesia yang sedang membangun.

bangsa Indonesia yang sedang membangun. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sasaran utama pendidikan adalah meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan tercapai apabila memiliki kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian

Lebih terperinci

Oleh. Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Abstrak. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik, Teks Laporan Hasil Observasi.

Oleh. Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Abstrak. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik, Teks Laporan Hasil Observasi. 1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 38 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016 Oleh Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang

Lebih terperinci

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific Dasar Berpikir Seiring dengan implementasi Kurikulum 2013, guru dituntut untuk: mengubah maindsetnya dalam melaksanakan pembelejaran; menyesuaikan dan mengubah kebiasaan dalam merancang & melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, mahasiswa dengan guru, dosen dalam memahami, mendiskusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar dalam menghadapi tantangan global salah satunya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI PADA MATA KULIAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA Sanusi 1), Wasilatul Murtafiah 2),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri 1

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

Metodi DIdaktik Vol. 10, No. 2, Januari 2016

Metodi DIdaktik Vol. 10, No. 2, Januari 2016 PENERAPAN PENDEKATAN INKUIRI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR Tegar Ananda dan Hafiziani Eka Putri UPI Kampus Purwakarta Abstrak Pendekatan inkuiri merupakan salah satu pendekatan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA Sanusi Dosen Prodi Pendidikan Matematika IKIP PGRI MADIUN sanusi_hanif@yahoo.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING Jaka Nugraha & Choirul Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya jaka.unesa@gmail.com

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 Oleh: Dra. Wuwuh Asrining Surasmi, M.Pd. Dosen Universitas Terbuka UPBJJ Surabaya ABSTRAK Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang menggabungkan beberapa materi pelajaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain perkembangan dibidang sains, teknologi, sosial, budaya dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. lain perkembangan dibidang sains, teknologi, sosial, budaya dan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kini dan masa mendatang terjadi penuh perkembangan dan perubahan yang cepat dan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain perkembangan dibidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah beragam, antara lain: kurikulum 2013 hanya akan memberi beban

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah beragam, antara lain: kurikulum 2013 hanya akan memberi beban BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak wacana pengembangan kurikulum 2013 digulirkan muncul tanggapan pro dan kontra dari kalangan masyarakat, khususnya dari kalangan pendidikan. Alasan penolakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DUNIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC SEBAGAI BAHAN REFLEKSI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

KEMAMPUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DUNIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC SEBAGAI BAHAN REFLEKSI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 KEMAMPUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DUNIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC SEBAGAI BAHAN REFLEKSI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 Made Kurnia Widiastuti Giri Fakultas Olahraga dan Kesehatan,Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam hasil penelitian yang relevan ini akan dibahas mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan menggunakan angka-angka dan rumus-rumus. Dari hal ini muncul anggapan bahwa kemampuan komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa penelitian yang relevan sebagai bahan rujukan. Adapun penelitian yang relevan dimaksud adalah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa. Salah satu kemampuan matematis tersebut adalah kemampuan

Lebih terperinci

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA 1) Sanusi, 2) Wasilatul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu elemen yang harus dimiliki oleh suatu negara. Karena dengan adanya pendidikan suatu negara tersebut akan mengalami suatu kemajuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Beberapa 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Guru Profil guru merupakan gambaran riwayat singkat hidup seseorang yang pekerjaannya mengajar dan ikut berperan dalam suatu pembentukan sumber daya manusia yang potensial

Lebih terperinci

Pengembangan Kegiatan Pembelajaran IPA SMP Berbasis Scientific Approach dalam Konteks Kurikulum 2013 pada Topik Pemanasan Global

Pengembangan Kegiatan Pembelajaran IPA SMP Berbasis Scientific Approach dalam Konteks Kurikulum 2013 pada Topik Pemanasan Global Pengembangan Kegiatan Pembelajaran IPA SMP Berbasis Scientific Approach dalam Konteks Kurikulum 2013 pada Topik Pemanasan Global Widodo Setiyo Wibowo, M.Pd. Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, kurikulum sangat berperan penting untuk pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini memiliki peranan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI Fifhri Nuru Ayuni, Pemahaman Guru 1 PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI Fithri Nuru Ayuni Program Studi Pendidikan Geografi, SPs, UPI, email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan aktif dalam pembangunan negara. Untuk mengimbangi pembangunan di perlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal ini terjadi ketika seseorang sedang belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia di dunia ini adalah sebagai wakil Allah SWT, sebagai pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Pendidikan 1. Pengertian Kurikulum Kurikulum dibuat untuk memperlancar proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan tujuan memperbaiki mutu dan kualitas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan yang muncul selama proses pembelajaran. Permasalahan tersebut bisa berasal dari siswa atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Fisika Belajar adalah proses interaksi dengan lingkungan untuk mencari wawasan dan pengalaman sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang, dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Judul. Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik pada Pembelajaran Subkonsep Fotosintesis di SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Judul. Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik pada Pembelajaran Subkonsep Fotosintesis di SMP 1 A. Judul BAB I PENDAHULUAN Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik pada Pembelajaran Subkonsep Fotosintesis di B. Latar Belakang Kurikulum di Indonesia telah seringkali mengalami perubahan. Selama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013

Lebih terperinci

SILABUS. Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian. Mengamati. Menanya. Mengumpulkan data/eksplorasi.

SILABUS. Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian. Mengamati. Menanya. Mengumpulkan data/eksplorasi. SILABUS Satuan pendidikan : Kompetensi keahlian : Mata pelajaran : Kelas / semester : Alokasi waktu : Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aset yang paling penting bagi bangsa ini. Itulah sebabnya proses pendidikan diharapkan dapat berjalan secara optimal dan berkualitas.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS 4 SD N MUDAL KECAMATAN BOYOLALI KABUPATEN BOYOLALI SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI di susun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Tujuan utama sains termasuk fisika umumnya dianggap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI UNTUK PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SMP N 01 PEKALONGAN TAHUN AJARAN 2015/2016 A. Analisis Implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting didalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur yang paling mendasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebelumnya pembelajaran aransemen di kelas X7 hanya sebatas paparan konsep dan pengetahuan, tidak sampai membuat karya atau produk dari hasil aransemen. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu perkembangan pendidikan memang seharusnya

Lebih terperinci