PERAMALAN BEBAN HARIAN PEMAKAIAN LISTRIK WILAYAH JAWA-BALI Ibrahim Ali Marwan dan Drs. Kresnayana Yahya, M.Sc 2 Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya 2 Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya ibrahim_ali_marwan@yahoo.com; kresna49@yahoo.com; Abstrak Listrik merupakan bentuk energi yang mengalir melalui jaringan kabel dan merupakan bentuk energi yang paling penting bagi manusia saat ini. Dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali perlu pengaturan kesesuian antara kebutuhan daya oleh konsumen (demand) yang semakin meningkat dengan kesediaan daya yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit (supply). Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan rencana perkiraan beban listrik kedepannya. Metode yang digunakan untuk peramalan beban listrik kedepannya adalah menggunakan metode ARIMA musiman berganda. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data beban harian per-setengah dari PLN P3B Jawa-Bali bulan Desember 200. Hari dengan beban puncak (peak load) dalam setiap minggu dibulan Desember 200 terjadi pada hari Kamis sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu, serta beban pada hari khusus juga berada di bawah rata-rata konsumsi listrik hari aktif kerja. Region I (DKI Jakarta & Banten) yaitu sekitar 42%, Region II (Jawa Barat) yaitu sekitar 2%, Region III (Jawa Tengah-DIY) yaitu sekitar 4%, serta Region IV & SRB (Jatim-Bali) yaitu sekitar 23%. Model terbaik untuk melakukan peramalan beban harian sistem Jawa-Bali adalah model A ( [ ]) dengan penambahan outlier. Kata kunci : Ketenagalistrikan, Beban Listrik, ARIMA Musiman Berganda, Deteksi Outlier.. PENDAHULUAN Listrik merupakan bentuk energi yang mengalir melalui jaringan kabel dan merupakan bentuk energi yang paling penting bagi manusia saat ini. Pemanfaatan secara optimum bentuk energi ini oleh masyarakat dapat dibantu dengan sistem distribusi yang efektif. PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) merupakan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bertugas untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Mulai tahun 2000 terbentuk Organisasi dan Tata Kerja Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa-Bali atau disebut P3B Jawa- Bali. P3B Jawa-Bali ini terdiri dari 4 region yaitu Region I untuk wilayah Jakarta-Banten, Region II untuk wilayah Jawa Barat, Region III untuk wilayah Jawa Tengah-DIY, dan Region IV & SRB (Sub Region Bali) untuk wilayah Jawa Timur-Bali. Menurut data dari P3B diketahui bahwa Peak Load pada tahun 200 adalah sekitar 8.00 MW yang mana naik sekitar 5,7% di atas tahun 2009 dengan daya mampu netto (DMN) sebesar 2.000 MW, sedangkan alokasi cadangan daya adalah sebesar daya pembangkit terbesar saat ini yaitu sekitar 660 MW yang berasal dari PLTU Batubara di Paiton. Sumber permintaan energi listrik adalah sangat variatif baik perumahan maupun komersil, dan semakin hari semakin meningkat, sedangkan sumber supply listrik yang cenderung terbatas. Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan kesesuaian antara demand dan supply, sehingga dibutuhkan perencanaan rencana operasi, sebagai acuan operasional pembangkit dalam menentukan pembangkit mana yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dari pelanggan, agar tidak terjadi pemadaman listrik, yang dikarenakan demand lebih besar daripada supply. Perkiraan yang dibuat didasarkan pada beban harian daya listrik pada waktu sebelumnya. Metode ARIMA Musiman Berganda adalah pendekatan yang paling banyak digunakan dalam pembentukan model dan peramalan beban listrik harian. Ide terpenting dari metode ini adalah penggunaan pola musiman berganda yaitu 2 pola musiman yang berbeda yaitu pola musiman harian dan mingguan.
Pemodelan sebelumnya tentang beban harian telah dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA Musiman Berganda untuk model peramalan konsumsi listrik jangka pendek per-jam untuk daerah Mengare, Gresik (Sa diyah, 2008), dan metode E-RNN juga untuk model peramalan konsumsi listrik jangka pendek per-jam di Mengare, Gresik (Endharta, 2009). Disamping metode tersebut, dengan mengaplikasikan ARIMA adalah Moenandar (2009) dan Shofiya (2009) yang keduanya mengaplikasikan ARIMA untuk peramalan produksi Minyak Bumi dan Gas di Pertamina-Petrochina East Java. Pranoto (2006) yang melakukan perancangan sistem peramalan pemakaian listrik dengan metode GARCH dan untuk di luar Indonesia penelitian tetang beban listrik menggunakan ARIMA musiman berganda yaitu pemodelan dan peramalan beban listrik di Brazil dan Inggris oleh Taylor dkk. (2006). 2. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Time Series adalah salah satu metode statistika yang diterapkan untuk meramalkan keadaan yang akan terjadi dimasa yang akan datang dalam rangka pengambilan keputusan (Wei, 2006). Asumsi awal dalam pembentukan model analisis Time Series adalah mengasumsikan bahwa data dalam keadaan stasioner. Jika data belum stasioner dalam varians maka dilakukan transformasi pada data. Salah satu transformasi yang dapat digunakan adalah transformasi Box- Cox. Namun bila data belum stasioner dalam mean maka dilakukan proses differencing. Salah satu analisis Time Series yang sering digunakan adalah model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Berdasarkan kestasioneran data, ARIMA di kelompokan menjadi 2 kategori yaitu model Stasioner dan Non-Stasioner. Model Stasioner yang umum digunakan adalah model Autoregressive Moving Average (ARMA), yang mana model ini mengandung model Autoregressive (AR) dan model Moving Average (MA). Model ARMA adalah sebagai berikut: Atau dapat juga ditulis sebagai, () (2) Model Non-Stasioner yang biasa dan umum digunakan adalah ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) yang mana model tersebut terdiri atas model AR dan MA serta mengandung pola musiman (Seasonal) atau trend. Model ARIMA adalah sebagai berikut: (3) Untuk model ARIMA pola musiman dengan orde (p,d,q)(p,d,q) S dengan S adalah pola musiman, secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam ARIMA Non-Stasioner, kadang kala kita akan menghadapi pola musiman berganda (Multiple Seasonal), atau dapat ditulis ARIMA (p,d,q) (P,D,Q ) S (P 2,D 2,Q 2 ) S2 atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: dimana, S dan S2 adalah pola musiman yang berbeda. Outlier adalah data yang memiliki nilai sangat besar ataupun sangat kecil dibandingkan dengan data observasi lainnya dalam suatu set data yang sama. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memasukkan outlier ke dalam model atau dengan kata lain, memodelkan outlier yang ada pada data. Ada empat jenis outlier, yaitu Innovational Outlier (IO), Additive Outlier (AO), Temporary Change (TC), dan Level Shift (LS). Gambar untuk masing-masing jenis outlier tersebut dapat dijelaskan pada Gambar. 2
Gambar. Jenis Outlier. (a) Additive outlier, (b) Innovative outlier, (c) Temporary change, dan (d) Level shift Model Outlier umum dengan k outlier dapat dituliskan sebagai berikut dengan dan adalah variabel yang menunjukkan adanya outlier pada waktu ke-, dinotasikan sebagai berikut: tidak termasuk listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat. Untuk wilayah Jawa-Bali, pendistribusian tenaga listrik diatur oleh anak cabang dari PT. PLN (Persero) yaitu PLN P3B Jawa-Bali (Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa-Bali). P3B Jawa-Bali mengatur operasi dari pembangkit listrik yang ada di wilayah Jawa dan Bali. Unit ini mengatur kapan pembangkit harus dinyalakan (Start) dan kapan harus dimatikan (Off), serta menentukan pembangkit mana yang harus dinyalakan setiap harinya, agar kebutuhan listrik oleh pelanggan selalu terpenuhi. Sistem penyaluran listrik di tiap Region merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antar satu dengan lainnya, karena disaat salah satu atau beberapa pembangkit di suatu Region sedang Off atau dalam keadaan maintenance, maka pembangkit yang lain harus mengisi kekosongan (back up) agar demand beban dari konsumen dapat terus terpenuhi. Setiap harinya operator (Dispatcher) mengatur alokasi dispatch pembangkit mana yang harus diaktifkan, dimatikan, diturunkan, dan dinaikan dayanya sesuai rencana operasional harian (ROH), berdasarkan tingkat keekonomisan bahan bakar setiap pembangkitnya yang disajikan pada Loadstack Gambar 2. Additive Outlier (AO) Level Shift (LS) { { Pada penelitian ini hanya digunakan 2 jenis outlier ini. Penilaian model terbaik didasarkan pada kesalahan (error) yang dihasilkan. Untuk data insample, kriteria kebaikan model yang digunakan adalah AIC (Akaike s Information Criterion): ( ) Sedangkan untuk data out-sample digunakan MAPE (Mean Absolute Percentage Error): Dimana, n adalah jumlah pengamatan. Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, 3 Gambar 2. Loadstack harian pembangkit sistem Jawa-Bali 200 Untuk beberapa pembangkit, tidak bisa langsung melakukan Start mesin secara mendadak, sehingga perlu alokasi mana pembangkit yang terlebih dahulu untuk menyala dan mana yang berikutnya, untuk membantu pembangkit lainnya agar demand dari konsumen tetap terpenuhi pada hari itu. Untuk urutan pembangkit yang akan dinyalakan terlebih dahulu
adalah dari pembangkit dengan energi yang paling ekonomis yaitu pembangkit yang menggunakan energi Hidro Run River dan panas bumi, akan tetapi jenis pembangkit ini hanya dapat menghasilkan beban sekitar.000 MW secara konstan, kemudian untuk membantu kedua jenis pembangkit tersebut dialokasikan pembangkit dengan bahan bakar batubara yang dapat meningkatkan beban sistem hingga sekitar 2.000 MW. Kemampuan beban sebesar itu pada saat ini masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dari konsumen, sehingga harus dibantu lagi oleh pembangkit lain, yaitu pembangkit dengan menggunakan pembangkit berbahan bakar Gas, selanjutnya pembangkit BBM yang harganya relatif lebih mahal. Khusus untuk Sub-Region Bali semua pembangkit sampai saat ini masih menggunakan BBM, namun karena Bali adalah daerah wisata international, walaupun pembangkit disana mempergunakan BBM tetapi mesin pembangkit ini harus operasi non-stop (must run). Sedangkan untuk mengatasi Peak Load (beban puncak) digunakan PLTA waduk, walaupun ini merupakan energi yang tergolong ekonomis akan tetapi pembangkit jenis ini memiliki keistimewaan yaitu dapat menghasilkan daya secara spontan dan Start mesin yang relatif cepat. 3. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data beban harian yang merupakan data sekunder dari PLN P3B Jawa-Bali. Data dalam penelitian ini adalah data beban listrik bulan Desember 200 dan Januari 20 serta data beban listrik regional bulan Desember 2009. Data beban listrik yang dipakai dalam penelitian ini diduga adanya dependensi terhadap waktu, karena beban listrik di waktu tertentu pasti dipengaruhi oleh waktu sebelumnya, dalam penelitian ini beban dalam skala waktu per-setengah jam agar variabilitas data terhadap waktu dapat terlihat lebih jelas, sehingga dapat terlihat pola yang terjadi pada data beban listrik per-setengah jam tersebut. Tahapan dalam pemodelan permalan beban harian menggunakan metode Time Series adalah sebagai berikut:. Melakukan plotting data rata-rata beban sistem Desember 200 berdasarkan kelompok data, yaitu rata-rata hari kerja, hari libur reguler (Sabtu-Minggu), dan hari khusus untuk mengetahui perbedaan antar kelompok hari-hari tersebut, serta mengidentifikasi share dari tiap Region di Jawa-Bali menggunakan data beban regional Desember 2009. 2. Melakukan pemodelan jangka pendek dari data in-sample beban harian menggunakan ARIMA musiman berganda. Adapun langkahlangkah analisis ARIMA musiman berganda adalah sebagai berikut: a. Identifikasi model ARIMA, dalam tahap ini dilakukan plotting data in-sample kemudian diperiksa kestasioneran datanya baik mean (ACF & PACF) maupun variansnya (Box-Cox). Jika data tidak stasioner terhadap varians maka dilakukan transformasi berdasarkan nilai λ pada analisa Box-Cox, jika data tidak stasioner terhadap mean (adanya trend, seasonal harian, dan seasonal mingguan) maka dilakukan differencing. b. Identifikasi model berdasarkan ACF dan PACF yang sudah stasioner untuk menentukan estimasi parameter MA dan AR. c. Cek diagnosa, pada tahap ini residual dicek apakah sudah memenuhi asumsi distribusi normal dan asumsi white noise, bila residual belum memenuhi asumsi white noise, maka model diidentifikasi ulang dengan model ARIMA yang lain. d. Apabila residual model didiagnosa tidak memenuhi asumsi normal, maka dicek apakah ada data yang dianggap outlier menggunakan program paket SAS. Jika sudah diketahui observasi yang dianggap sebagai outlier beserta jenis outliernya, diatasi menggunakan model outlier dengan menggunakan variabel dummy sesuai observasi dan jenis outlier. Apabila residual model dengan outlier telah normal dan white noise, maka selanjutnya adalah pemilihan model terbaik. 4
e. Pemilihan model terbaik, dimana model yang dipilih nantinya adalah model yang menghasilkan kriteria pemilihan model (AIC) paling minimum. f. Forecasting beban harian 2 hari kedepan (-2 Januari 20) berdasarkan model awal dan model intervensi. g. Perbandingan ketepatan peramalan beban dengan data out-sample berdasarkan MAPE serta juga dibandingan dengan peramalan yang telah dilakukan oleh P3B. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui perilaku konsumen di wilayah Jawa-Bali dapat dilihat berdasarkan karakteristik rata-rata beban listrik per-setengah jam untuk bulan Desember 200. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa hari dengan beban puncak (peak load) bulan Desember 200 lebih sering terjadi pada hari Kamis setiap minggunya, ini juga dapat diperjelas pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 untuk hari Sabtu dan Minggu beban listrik berada di bawah rata-rata beban listrik hari aktif normal, Begitu juga untuk hari khusus juga berada dibawah ratarata beban harian normal dan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan hari Minggu. Data 8000 7000 6000 5000 4000 3000 Variable Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu natal hijriah 3 Des 2000 8000 000 7000 00.30 02.30 05.00 07.30 0 2.30 Jam 5.00 7.30 20 22.30 Data 6000 5000 4000 3000 Gambar 4. Time Series Plot Rata-Rata Beban Harian Desember 200 5000 Group Khusus Normal 2000 000 0.3 2 3.3 5 6.3 8 9.3 2.3 4 5.3 7 8.3 20 2.3 23 Gambar 3. Box Plot Rata-Rata Beban Harian Desember 200 Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa sebaran data pemakaian listrik pada puku 07.30 sampai dengan pukul 8.00 memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan keragaman pada jam-jam lainnya, hal ini dikarenakan pada jam tersebut terdapat perbedaan yang cukup besar antara beban rata-rata hari aktif kerja dengan beban hari libur (reguler maupun khusus), sehingga meng-akibatkan range dan variasi beban pada jam tersebut semakin besar. Beban pemakaian listrik paling tinggi (peak load) terjadi pada pukul 8.30 hingga 9.30, hal ini diduga karena pada saat tersebut pelanggan sudah kembali dari aktifitas mereka dan kembali melakukan aktivitas di rumah, yang menggunakan banyak listrik terutama lampu, serta penggunaan alat-alat elektronik lainnya. Rata-Rata Harian 4500 4000 3500 3000 senin selasa rabu kamis jumat sabtu minggu natal hijriah 3 Des Hari Gambar 5. Time Series Plot Beban Harian Tiap Region Selain melihat secara keseluruhan beban sistem Jawa-Bali, dapat juga dilihat perbedaan karakteristik beban antar tiap Region. Tiap Region memiliki share beban yang berbeda terhadap beban sistem secara keseluruhan. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat pengguna listrik terbesar adalah pada Region I yaitu sekitar 42%, Region II sekitar 2%, Region III sekitar 2% dan Region IV 4% dari sistem keseluruhan. Sehingga dapat dilihat bahwa konsumsi listrik untuk tiap Region tidak merata dan cenderung memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. 5
8000 4% 23% 42% Region I Region II 2% Region III Region IV & SRB Beban Listrik Harian 7000 6000 5000 4000 3000 2000 Gambar 6. Share Beban Harian Tiap Region Region I memiliki share yang paling besar terhadap sistem, hal ini disebabkan selain banyaknya konsumen rumah tangga, Region ini juga merupakan ibukota negara dan merupakan pusat pemerintahan dan CBD (Central Business District) sehingga pemakaian atau konsumsi listrik di Region ini paling tinggi dibanding Region lain mulai dari siang hari hingga pada malam hari. Region IV yaitu daerah Jatim dan Bali dimana daerah ini merupakan daerah yang sedang berkembang, baik dari sektor industri, perkantoran maupun rumah tinggal, dan juga karena Bali merupakan daerah wisata internasional sehingga pembangkit disana dijaga agar selalu tetap aktif. Untuk Region II, beban pemakaian listrik pada saat jam 00 sampai dengan 7.30 relatif memiliki beban yang sama dengan Region IV, akan tetapi saat memasuki beban pada jam aktif kegiatan, Region II ini masih cenderung dibawah beban Region IV, hal ini dikarenakan perbedaan aktivitas di kedua Region tersebut. Sedangkan untuk Region III merupakan Region yang memiliki share beban paling rendah dibandingkan Region yang lainnya, dikarenakan pada Region III lebih didominasi oleh pemukiman tempat tinggal penduduk dan sangat sedikit pusat industri maupun perkantoran. Setelah kita mengetahui karakteristik dari beban harian, sekarang akan dilakukan pemodelan Time Series untuk melakukan peramalan jangka pendek. Plotting data untuk data beban bulan Desember 200 yang dapat dilihat pada Gambar 7. Asumsi awal yang harus dipenuhi dalam metode ARIMA adalah data harus stasioner. 000 49 298 447 596 745 894 Index Gambar 7. Time Series Plot Beban Listrik Harian Desember 200 Untuk mengetahui stasioneritas data dalam varians, dilakukan pengecekan dengan menggunakan Box-Cox, sedangkan dalam mean, dilihat plot ACF data. Untuk diagnosa Box-Cox dapat disajikan pada Gambar 8 berikut: StDev 250 245 240 235 230 225 220-5.0 Box-Cox Plot of Beban Listrik Harian -2.5 Lower CL Lambda Upper CL 2.5 5.0 043 Limit 92 34 Lambda (using 95.0% confidence) Estimate -0.23 Lower CL -0.7 Upper CL 0.29 Rounded Value 0 Gambar 8. Box-Cox Plot Beban Listrik Harian Desember 200 Ln Beban Listrik 9.8 9.7 9.6 9.5 9.4 9.3 49 298 447 596 745 Index Gambar 4.9 Transformasi Beban Listrik Harian Desember 200 Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa lambda λ (Rounded Value) sebesar 0,00 sehingga harus dilakukan transformasi terlebih dahulu, hasil transformasi data menggunakan Box-Cox dapat dilihat pada Gambar 9. Setelah data sudah 894 043 92 34 6
stasioner terhadap varians, sekarang dicek kestasioneran data terhadap mean berdasarkan plot ACF (Gambar 0). Berdasarkan Plot ACF data in-sample menunjukkan bahwa per 48 lag nilai ACF data berkurang sedikit demi sedikit atau dies down very slowly. Hal ini menunjukkan bahwa data in-sample belum stasioner terhadap mean, yang disebabkan data konsumsi listrik berpola musiman harian. Oleh karena itu, dilakukan differencing 48 lag pada data in-sample. Autocorrelation.0 0.8 0.6 0.4 0.2-0.2-0.4-0.6-0.8 -.0 50 00 50 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 Lag Gambar 0. ACF Plot Beban Listrik Harian Desember 200 Setelah melakukan differencing untuk lag 48, dicek kembali plot dari ACF setelah dilakukan differencing pada lag 48 yang dapat disajikan pada Gambar. Berdasarkan hasil differencing pada Gambar dapat dilihat bahwa ACF masih turun secara lambat sehingga kita melakukan differencing lagi pada lag, sehingga diperoleh ACF seperti pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 dapat lihat bahwa pada lag 336 juga masih dies down slowly, ini diindikasikan terjadi suatu pola seasonal kedua yaitu pola weekly seasonal, yang kemudian harus kembali dilakukan differencing 336 sehingga mendapatkan data yang telah stasioner seperti yang disajikan pada Gambar 3. Double Seasonal (weekly+daily) 50 25 00-25 Autocorrelation.0 0.8 0.6 0.4 0.2-0.2-0.4-0.6-0.8 -.0 50 00 50 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 Lag Gambar. ACF Plot Beban Harian (Differencing lag 48) -50 49 298 447 596 745 894 Index 043 92 Gambar 3. Time Series Plot Beban Harian (Differencing lag 48,, dan 336) Karena penelitian ini melakukan differencing 2 pola seasonal inilah yang menyebakan dikatakan model ARIMA musiman berganda. Setelah data stasioner maka selanjutnya adalah menentukan estimasi model awal berdasarkan signifikansi dari plot ACF dan PACF yang telah stasioner yang dijelaskan pada Gambar 4 dan Gambar 5. 34.0 0.8.0 0.6 0.8 Autocorrelation 0.4 0.2-0.2-0.4-0.6 Autocorrelation 0.6 0.4 0.2-0.2-0.4-0.8-0.6 -.0-0.8 50 00 50 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 Lag Gambar 2. ACF Plot Beban Harian (Differencing lag 48 dan ) -.0 50 00 50 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 Lag Gambar 4. ACF Plot Beban Harian (Differencing lag 48,, dan 336) 7
Partial Autocorrelation.0 0.8 0.6 0.4 0.2-0.2-0.4-0.6-0.8 -.0 50 00 50 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 Lag Gambar 5. PACF Plot Beban Harian (Differencing lag 48,, dan 336) Berdasarkan lag-lag yang keluar pada plot ACF dan PACF data differencing 48,, dan 336, model ARIMA dugaan awal dituliskan dalam Tabel. Model yang baik adalah model yang parameterparameternya signifikan atau P-value lebih kecil daripada 0,05 dengan nilai AIC paling minimun. Tabel. Nilai Uji Signifikasi Parameter Model Awal Parameter Koefisien P-Value -8999 023 0.83389 <0,00-6865 060-0.47425 <0,00 Sehingga model yang diperoleh adalah, ( [ ]) Setelah menentukan dugaan awal untuk model peramalan harian, tahap selanjutnya adalah pengecekan asumsi residual yaitu white noise dan normalitas. Yang pertama adalah pengecekan asumsi white noise dapat disajikan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Nilai Uji Chi-Square Residual Model Hingga Lag Chi-Square Df P_Value 2 30. 20 0.3907 30 4.4 32 609 48 47.62 44 0.58 Yang kedua adalah asumsi residual berdistribusi normal. Berdasarkan statistik uji Kolmogorov- Smirnov, residual model dicek kenormalan datanya. Berdasarkan program SAS diperoleh hasil P-value <0,00, artinya residual belum memenuhi asumsi normal, diindikasikan adanya pengaruh outlier terhadap model, sehingga untuk mengatasi masalah ini outlier diikutkan dalam model. Menggunakan bantuan dari Program SAS, diperoleh outlier yang diindikasikan mem-pengaruhi 8 model, untuk mengatasi masalah ini outlier akan diikutkan dalam model hasil pemodelan dengan outlier dapat disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Nilai Uji Signifikasi Parameter Model Harian Dengan Outlier Parameter Estimate Standar Error t- value p- value Pada estimasi parameter dengan menggunakan 5 additive outlier dan 2 level shift, diperoleh hasil seperti pada Tabel 3. Dari nilai P-Value yang diperoleh yaitu <0,00, dapat disimpulkan bahwa seluruh outlier tersebut signifikan terhadap model awal. Setelah signifikansi parameter diuji, dilakukan cek diagnosa kembali terhadap residual. Yang pertama adalah cek asumsi white noise dapat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Uji Chi-Square Residual Model Dengan Outlier Hingga Lag Chi-Square DF P-Value 2 2,08 8 0,478 30 3,07 26 0,2256 48 43,27 44 0,5027 Variable -0.4787 2859-5.05 <.000 X 0.8335 252 32.7 <.000 X -0.32 2864-2 458 X -0.46663 2796-7.2 <.000 X 2380 057502 4.4 <.000 ao265 36 053055 5.87 <.000 ao337-3457 050205-6.89 <.000 ao92 2255 05065 4.50 <.000 ao04 3067 058977 5.20 <.000 ao392-4826 076764-6.29 <.000 ls303-3472 076658-4.53 <.000 ls305 336 076652 4.38 <.000 ls32 3799 076655 4.96 <.000 ls323 2773 066720 4.6 <.000 ls62 3775 062538 6.04 <.000 ls683-2654 062585-4.24 <.000 ls685 382 06239 5. <.000 ls746 2802 062460 4.49 <.000 ls780-3309 076757-4.3 <.000 ls68-386 077050-5.0 <.000 ls20-3555 077735-4.57 <.000 ls332 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa residual model sudah memenuhi asumsi white noise. Hal ini ditunjukkan dengan P-value yang lebih besar daripada 0,05. Yang kedua adalah asumsi residual berdistribusi normal. Berdasarkan statistik uji Kolmogorov-Smirnov, residual model dicek kenormalan datanya. Berdasarkan program SAS diperoleh hasil P-value >.500, artinya residual sudah memenuhi asumsi normal, probability plot sesudah penanganan outlier dapat disajikan pada Gambar 6.
Percent 99.99 99 95 80 50 20 5-4 -3-2 - 0 2 RESIDUAL_ 3 4 5 Mean -003006 StDev 09250 N 03 KS 2 P-Value >0.50 Gambar 6. Probability Plot Residual Sebelum Deteksi Outlier dan Setelah Deteksi Outlier Hal ini juga mengakibatkan perubahan error pada in-sample seperti yang dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Error Model Harian Sebelum dan Sesudah Deteksi Outlier Kategori Sebelum Sesudah AIC -6887.72-775.8 Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa model yang telah dilakukan penanganan outlier lebih baik dibandingkan dengan model sebelum dilakukan penanganan outlier, sehingga kita memakai model yang terbaik yaitu model dengan penanganan outlier. Adapun secara matematis dapat dituliskan model terbaik yang digunakan sebagai berikut: Dengan ringkasan dari outlier tersebut disajikan pada Tabel 4.6 berikut. Tabel 6. Ringkasan Outlier T Beban Tanggal Hari Jam Type Efek 265 562 6 Senin 2.30 AO 238 337 2665 8 Rabu 00.30 AO 36 92 247 9 Minggu 24.00 AO -3457 04 402 23 Kamis 24.00 AO 2255 392 3546 29 Rabu 24.00 AO 3067 303 766 7 Selasa 07.30 LS -4826 305 257 7 Selasa 08.30 LS -3472 32 348 7 Selasa 6.30 LS 336 323 4598 7 Selasa 7.30 LS 3799 62 6952 3 Senin 8.00 LS 2773 685 3365 5 Rabu 06.30 LS -2654 746 579 6 Kamis 3.00 LS 382 780 3903 7 Jumat 06.00 LS 2802 68 565 25 Sabtu 08.00 LS -3309 9 T Beban Tanggal Hari Jam Type Efek 20 2245 26 Minggu 00.30 LS -386 332 5975 28 Selasa 8.00 LS -3555 Setelah dilakukan penangan outlier kemudian dilakukan perbandingan forecast antara model awal, model dengan setelah penanganan outlier dan forecast milik P3B. Untuk perbandingan forecast 2 hari kedepan dapat disajikan dalam Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa hasil peramalan dari beban harian menggunakan model ARIMA dengan penanangan outlier sudah cenderung mendekati realisasi. Data 6000 5000 4000 3000 2000 000 0000 9000 0 20 30 40 50 60 Lead Time 70 80 90 Variable F_P3B F_Awal Realisasi F_Out Gambar 7. Perbandingan Forecast P3B, Sebelum dan Sesudah Deteksi Outlier 2 Hari Kedepan Data out-sample yang digunakan adalah Januari (Sabtu) dan 2 Januari (Minggu), seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada Januari merupakan hari libur khusus (tahun baru). Hal ini menyebabkan forecast yang dilakukan menggunakan ARIMA pada tanggal dan jam 07.00-5.00 mengalami over forecasting. Untuk itu cara membandingkan out-sample nantinya lebih baik dilakukan pengecekan error forecasting satu per satu setiap data setengah jam kedepannya. Pertama kita lihat untuk forecast pada pukul 00.30-07.30, pada waktu ini forecast menggunakan model ARIMA dengan outlier lebih baik daripada ROH P3B dikarenakan error yang dihasilkan ARIMA lebih kecil dibandingkan ROH P3B serperti yang dijelaskan pada Gambar 8. Kemudian pada pukul 08.00-6.00 forecast menggunakan model ARIMA dengan outlier tidak lebih baik dibandingkan forecast yang dilakukan oleh P3B, dan cenderung over forecasting. Hal ini juga diakibatkan karena adanya perubahan pola data yang seharusnya diramalkan untuk hari Sabtu, akan tetapi pada tanggal ini merupakan
libur khusus sehingga pola bebannya pun ikut berubah. Perubahan ini juga mengakibatkan MAPE yang dihasilkan ARIMA pada lead time tersebut bertambah besar hingga mencapai 6% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. menggunakan model ARIMA dengan outlier dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 4.7 Ramalan Beban Harian 2 Hari Kedepan Ramalan Januari 20 77.84 3 0659. 25 465.04 37 4093.6 000 500 Variable res-baim res-p3b 2 527.4 4 0520.8 26 445.92 38 4064.05 3 43.98 5 0643.34 27 627.75 39 4008.62 4 320.38 6 35.4 28 488.56 40 3939.53 5 28.9 7 380.85 29 440.4 4 3704.32 Data 0-500 -000-500 0 20 30 40 50 60 Lead Time Gambar 8. Perbandingan Error Peramalan ARIMA (outlier) dan ROH P3B 70 80 90 6 028.76 8 606.37 30 369.08 42 3474.59 7 07.6 9 628.63 3 308.64 43 333.82 8 07.6 20 694.44 32 323.42 44 2639.3 9 286.26 2 753.48 33 428.6 45 2372.85 0 395.68 22 766.49 34 668.9 46 2066.37 436.52 23 736.54 35 252.22 47 94.0 2 0.46 24 50.34 36 393.75 48 606. Ramalan 2 Januari 20 474.82 3 0462.25 25 0948 37 4090.4 2 322.9 4 0502.04 26 083.24 38 429 Data 9 8 7 6 5 4 3 2 Variable mape arima mape p3b 3 230.7 5 0607.72 27 0863.62 39 3976.83 4 087.22 6 0699.2 28 084.22 40 4002.9 5 0924.94 7 082.02 29 0899.28 4 3666.8 6 082.89 8 0976.43 30 0953 42 3527.36 7 0722.94 9 36.55 3 0980.79 43 3025.9 8 0879.7 20 92.8 32.4 44 2602.8 9 0983.7 2 55.4 33 308.6 45 2349.95 0 0 20 30 40 50 60 Lead Time Gambar 9. Perbandingan MAPE Peramalan ARIMA (outlier) dan ROH P3B Pada waktu beban puncak itu sendiri, yaitu pada pukul 8.00-20 dapat dilihat bahwa error yang dihasilkan oleh ARIMA lebih baik dibandingkan dengan ROH P3B sehingga model ARIMA yang digunakan disini lebih sensitif untuk memprediksi kemungkinan beban puncak yang akan terjadi kedepannya. Selanjutnya forecast dilanjutkan untuk hari kedua yaitu tanggal 2 Januari 20. Dapat dilihat error forecasting yang dihasilkan oleh ARIMA dengan outlier semakin mendekati error peramalan yang dilakukan oleh P3B, akan tetapi berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa Peramalan dengan ARIMA memiliki error yang jauh lebih baik dari peramalan yang dilakukan oleh P3B saat lead forecast yang digunakan hingga 6 jam kedepan. Adapun forecast untuk 2 hari kedepan 70 80 90 0 0 07.8 22 54.03 34 669.73 46 960. 68.02 23 83.5 35 229.42 47 698.4 2 0763.53 24 0978.73 36 394.65 48 533.57 5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan: Hari dengan beban puncak (peak load) dalam setiap minggu di bulan Desember 200 terjadi pada hari Kamis, sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu berada di bawah rata-rata konsumsi listrik hari aktif kerja, begitu juga untuk beban pada hari khusus. Region I (DKI Jakarta & Banten) memiliki share yang paling besar terhadap sistem yaitu sekitar 42%, kemudian diikuti oleh Region IV & SRB (Jatim & Bali) dan II (Jawa Barat) masing masing 23% dan 2%, dan untuk share paling rendah adalah dari Region III yaitu sekitar 4%. Model Time Series yang cocok untuk meramalkan beban harian yang terjadi di Jawa-Bali adalah. ( [ ])
dengan penambahan outlier, atau secara matematis dapat ditulis: Dengan AIC sebesar -775. Harus selalu diingat bahwa tak ada yang bisa menjamin ketepatan perhitungan pada penelitian ini karena perubahan beban listrik tidak luput dari intervensi-intervensi yang terjadi dinegara ini baik dari variabel kalender maupun dari pemerintah. Untuk penelitian lainnya tentang peramalan beban harian, disarankan untuk mencoba menggunakan pendekatan Metode ARCH atau GARCH, TLSAR, dan Metode Neural Network untuk melakukan pemodelan dan melakukan peramalan (forecasting). Dalam melakukan running program menggunakan program SAS dengan data yang sangat banyak disarankan juga menggunakan peranti pengolah data yang cukup mutakhir agar dapat melakukan pemodelan dengan waktu yang efisien. DAFTAR PUSTAKA Endharta, A.J.(2009). Peramalan Konsumsi Lstrik Jangka Pendek Dengan Elman-Recurrent Neural Network, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),Surabaya Moenandar, M.E. (2009). Penerapan Model GSTAR dan ARIMA Unuk Peramalan Data Produksi Minyak Bumi di Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ), Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),Surabaya Pranoto, J. (2006). Perancangan Sistem Peramalan Pemakaian Daya Max (kva) Untuk Menentukan Disintensif Pelanggan Pada PT.PLN (Persero) dengan menggunakan Metode GARCH, Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (STIKOM), Surabaya Sa diyah, H. (2008). Mel Arima Musiman Ganda Untuk Peramalan Beban Listrik Jangka Pendek di PT. PLN (Persero) Gresik, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya Shofiya, M. (2009). Peramalan Data Produksi Gas Di Joint Operating Body Pertamina- Petrochina East Java (JOB P-PEJ) Dengan Model GSTAR dan ARIMA, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),Surabaya Taylor, J.W, Menezes, L.M., and McSharry, P.E. (2006). A comparison of univariate methods for forecasting electricity demand up to a day ahead, 22, -6. Wei, W.W.S. (2006). Time Series Analysis, Univariate and Multvariate Methods. 2nd Edition, Pearson Addison Wesley, Boston.