DINAMIKA POPULASI UDANG JARI (Metapenaeus elegans de Man 1907) DI LAGUNA SEGARA ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
DISTRIBUSI DAN RUAYA UDANG JARI (Metapenaeus elegans de Man 1907) DI LAGUNA SEGARA ANAKAN CILACAP JAWA TENGAH

(Metapenaeus elegans de Man 1907) Berdasarkan Model Thompson dan Bell di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah

Aspek Reproduksi dan Daerah Pemijahan Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) di Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) X (2): ISSN:

ANALISIS STOK UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man ) MENGGUNAKAM MODEL HASIL RELATIF PER REKRUIT (Y /R) DI LAGUNA SEGARA ANAKAN CILACAP

ANALISIS STOK UDANG PENAEID DI PERAIRAN PANTAI SELATAN KEBUMEN JAWA TENGAH

STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI LAUT ARAFURA

DINAMIKA POPULASI DAN TINGKAT PEMANFAATAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BEBERAPA PARAMETER POPULASI UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis de Mann) DI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN UTARA SOME POPULATION PARAMETERS OF BANANA PRAWN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI UDANG KELONG (Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

3. METODE PENELITIAN

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN POPULASI POKEA (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) DI SUNGAI POHARA SULAWESI TENGGARA 1

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :

ASPEK BIOLOGI DAN PARAMETER POPULASI UDANG JINGA(Metapenaeus affinis H. Milne Edwards, 1837) DI PERAIRAN KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN

DINAMIKA POPULASI IKAN

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :

Dr. Ir. Suradi Wijaya Saputra, M.S. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan Universitas Diponegoro

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP BERDASARKAN VARIABEL SALINITAS DAN KEKERUHAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDUGAAN BEBERAPA PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN LAYANG (Decapterus macrosoma, BLEEKER 1841) DI PERAIRAN TELUK BONE, SULAWESI SELATAN

TUGAS M.K: DINAMIKA POPULASI IKAN (MSP531) Oleh: Nuralim Pasisingi C

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

KERAGAMAN GENETIK UDANG JARI (Metapenaeus elegans DE MAN 1907) BERDASARKAN KARAKTER MORFOMETRIK DI LAGUNA SEGARA ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP TRAMMEL NET TERHADAP UDANG PENAEID DI KABUPATEN TAKALAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAWAL. 9 (3) Desember 2017:

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Panjang-Berat dan Faktor Kondisi pada Udang Rebon (Acetes japonicus) di Perairan Cilacap, Jawa Tengah

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

3. METODE PENELITIAN

Length-Weight based Stock Assessment Of Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis ) Landed at Tarempa Fish Market Kepulauan Anambas

3. METODE PENELITIAN

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TERI PEKTO (Stolephorus Waitei) DI PERAIRAN BELAWAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XII (2): ISSN:

Mortalitas Ledhyane Ika Harlyan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

ASPEK BIOLOGI UDANG JERBUNG (Penaeus Merguiensis DE HANN) DI PERAIRAN PEMANGKAT, KALIMANTAN BARAT

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

penangkapan, maka jumlah ketersediaan udang akan semakin menurun pada musim Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda atau

PARAMETER POPULASI IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN TIMUR

EVALUASI TINGKAT EKSPLOITASI SUMBERDAYA IKAN GULAMAH (Johnius sp) BERDASARKAN DATA TPI PPS CILACAP

3. METODE PENELITIAN

PENDUGAAN PERTUMBUHAN, KEMATIAN DAN HASIL PER REKRUT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI WADUK BILIBILI

Study Programme of Management Aquatic Resource Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

DINAMIKA POPULASI IKAN SWANGGI (Priacanthus tayenus) DI PERAIRAN TANGERANG BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. (Metapenaeus elegans), udang dogol (Metapenaeus ensis), udang pasir

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

POLA REKRUITMEN KERANG SIMPING (AMUSIUM PLEURONECTES) DI PERAIRAN KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI. STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG. I MADE KORNl ADNYANA. PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) DI PERAIRAN SUKOLILO, PANTAI TIMUR SURABAYA

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

I PENDAHULUAN Latar Belakang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

structure Population of Indian Mackerel, Rastrelliger kanagurta Catch in Pancana Waters, Barru District

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan panjang berat, makanan dan sebaran ikan kating, Mystus gulio (Hamilton 1822) di Segara Anakan, Cilacap

Transkripsi:

DINAMIKA POPULASI UDANG JARI (Metapenaeus elegans de Man 1907) DI LAGUNA SEGARA ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH (Population Dynamic of Fine Shrimp (Metapenaeus elegans de Man 1907) on Segara Anakan Lagoon, Cilacap, Central Java) ABSTRAK Suradi Wijaya Saputra 1, Sutrisno Sukimin 2, Mennofatria Boer 2, Ridwan Affandi 3, dan Daniel R. Monintja 4 Penelitian dinamika populasi udang jari (Metapenaeus elegans) dilakukan di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah berdasarkan data frekuensi panjang karapas, sejak Februari sampai Desember 2004. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ukuran udang jari pertama tertangkap apong (l c ) pada panjang karapas 14.5 mm. Pertumbuhan allometrik negatif (b < 3). Panjang karapas takhingga (L ) adalah 42.6 mm, dengan indeks kurva pertumbuhan (K) sebesar 1.3/tahun dan t o = -0,017 tahun. Waktu terjadinya pertumbuhan maksimum (t mb ) pada umur 0.59 tahun, pada panjang karapas 23 mm. Laju kematian total (Z) sebesar 8.19/tahun, laju kematian alami (M) sebesar 1.43/tahun dan laju kematian penangkapan (F) adalah 6.76/tahun. Puncak penambahan baru terjadi pada bulan Juni, yaitu sebesar 17.86%. Laju pengusahaan (E) sebesar 0.83/tahun, menunjukan tingkat pengusahaan berlebih atau terjadi growth-overfishing, sehingga perlu pengendalian eksploitasi. Kata Kunci: dinamika populasi, udang jari (Metapenaeus elegans), Laguna Segara Anakan. ABSTRACT Study on the population dynamics of fine shrimp (Metapenaeus elegans) in Segara Anakan Lagoon, Cilacap, Central Java based on carapace length frequency data was carried out from February to December 2004. The result showed that the length at first capture (l c ) was 14.5 mm in carapace length (CL). Growth pattern of M. elegans showed negative allometric (b < 3). Infinity length (L ) is 42.6 mm, index of growth curve (K) = 1.3/year and t 0 = -0.017 year. Time of maximum growth was 0.59 year at 23 mm in CL. Total mortality rate (Z) was 8.19/year, natural mortality (M) was 1.43/year and fishing mortality (F) was 6.76/year. Peaks of recruitment in June was 17.86%. Exploitation rate (E) was 0.83/year, which indicates the evidence of growth-overfishing. Proper management regime is therefore necessary to control the exploitation. Keyword: population dynamics, fine shrimp (Metapenaeus elegans), Segara Anakan Lagoon. LATAR BELAKANG 1 2 3 4 Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang. Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bagian Hidrobiologi, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Segara Anakan dengan ekosistem mangrovenya merupakan habitat berbagai jenis organisme perairan dan daratan, diantaranya sumberdaya udang. Berbagai jenis udang menempati perairan Segara Anakan, berkait dengan siklus hidupnya, antara lain udang jari (Metapenaeus elegans), udang jerbung (Penaeus merguensis), P. indicus, M. ensis, M. affinis, M. dobsoni, udang windu (P. monodon), udang pacet (P. semisulcatus), udang krosok (Parapenaopsis sp), dimana M. elegans merupakan 51% dari total tangkapan. M. elegans de Man (1907) disebut juga fine shrimp (Inggris), crevette elegance (Perancis), camaron fino (Spanyol) (Chan, 1998), dengan nama lokal udang jahe, udang jari atau dogol hijau. Chan (1998) menyatakan bahwa panjang tubuh maksimum M. elegans betina 11.8 cm dan jantan 8.4 cm. Menurut Motoh (1981), Miquel (1982), Dall et al. (1990), Chan (1998) dan Dudley (2000), spesies M. elegans merupakan spesies yang seluruh daur hidupnya berada di estuari atau laguna. Spesies ini mampu beradaptasi terhadap salinitas sampai dengan 3 ppt. Dudley (2000a) menyatakan 51

52 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2005, Jilid 12, Nomor 1: 51-58 bahwa spesies udang jari hampir tidak pernah ditemukan di laut, hanya sesekali ditemukan di mulut laguna selama pasang tinggi. Namun Chan (1998) menambahkan kadang-kadang spesies i- ni ditemukan juga di laut sampai pada kedalaman 55 m. Selanjutnya dinyatakan bahwa M. elegans dapat matang seksual dan melengkapi seluruh daur hidupnya dalam laguna. Udang betina matang gonad umumnya terjadi pada bulan Mei sampai dengan Juni. Udang jari termasuk spesies yang kuat, dapat bertahan hidup beberapa jam di luar air. Udang jari umumnya tertangkap oleh traps, push nets, set nets dan alat-alat tangkap artisanal. Di perairan laguna Segara A- nakan dan sekitarnya udang jari tertangkap dengan alat tangkap jaring apong (set nets). Alat tangkap ini sangat berkembang di Segara Anakan, oleh karena merupakan alat yang paling e- fektif untuk menangkap udang. Zarochman (2003) menyebutkan jumlah apong yang beroperasi di Segara Anakan mencapai 1660 unit. Keadaan ini merupakan ancaman yang serius bagi kelangsungan stok udang jari dimana seluruh daur hidupnya bergantung di Laguna Segara Anakan. Menyadari hal tersebut maka perlu diketahui dinamika populasi udang jari, sebagai landasan pengelolaan guna menghindari kepunahannya. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Pengambilan contoh dilakukan 12 kali pada saat pasang tinggi, mulai Februari sampai Desember 2004. Contoh udang diperoleh dari hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap apong pada 9 stasiun pengamatan (Gambar 1). Contoh u- dang setiap stasiun pengamatan berasal dari hasil tangkapan 3 unit apong. S. Cikonde S. Cibeureum S.Jaliwon S. Citanduy S. Ujungalang ZONA BARAT H ZONA TENGAH I G Ujungalang Klaces F E P. Nusa Kambangan SAMUDERA HINDIA S. Sapuregel S. Donan Tritih Kulon A B Karangtal kutawaru DONAN TELUK PENYU D C Keterangan : = Lokasi sampling 1 = Klaces, 2 = Muara Cibeureum, 3 = Timur Ujunggagak U 4 = Barat Motean, 5 = Timur Motean, 6 = Barat Kutawaru 7 = Muara Donan, 8 = Karangtalun, 9 = Tritih Kulon Gambar 1. Lokasi Pengambilan Contoh di Perairan Segara Anakan Cilacap Peubah yang diamati meliputi: Jenis kelamin, panjang karapas (mm), panjang total (mm), bobot tubuh (gram). Penentuan ukuran udang jari pertama kali tertangkap alat (apong) menggunakan metode kurva logistik baku dari Kersten (1985). Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (L dan K) menggunakan metode ELEFAN (Pauly dan Davis, 1981). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan metode kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang (Pauly, 1983), sedangkan laju mortalitas alami (M) diduga dengan metode persamaan empiris Pauly (1980). Umur saat biomasa optimum diduga dengan metode Alverson dan Carney (1975). Pen-

Saputra, W. S., S. Sukimin, M. Boer, R. Affandi, dan D. R. Monintja, Dinamika Populasi Udang Jari 53 dugaan ukuran pertama kali tertangkap alat menggunakan metoda Spearman-Karber (Udupa, 1986). HASIL PENELITIAN Panjang Karapas dan Bobot Individu Hubungan antara panjang karapas (mm) dengan bobot individu (gram) M. elegans disajikan pada Tabel 1. Hubungan panjang karapas dengan bobot individu udang jari memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang nyata (p < 0.01), artinya panjang karapas dapat digunakan sebagai penduga bobot. Berdasarkan nilai b, semuanya lebih kecil dari 3, atau pertumbuhan udang M. elegans allometrik negatif, artinya pertumbuhan beratnya tidak secepat pertumbuhan panjang. Hal ini disebabkan karena udang jari yang tertangkap didominasi oleh udang ukuran kecil (udang muda), dimana pertumbuhan panjangnya lebih cepat dari bobotnya. Pada udang menjelang dewasa, pertumbuhan bobotnya akan lebih cepat, terutama berkaitan dengan pertumbuhan gonadik. Tabel 1. Parameter Hubungan Panjang Karapas (mm) dan Bobot Tubuh (gr) M. elegans di Perairan Segara Anakan. Parameter Jantan Betina Gabungan N 22.255 25.134 47.389 kisaran (mm) 4-32 3-40 3 40 a 0.005 0.004 0.004 b 2.1458 2.2145 2.1868 W = al b W = 0.005 L 2.15 W = 0.004 L 2.21 W = 0.004 L 2.18 r 0.8521 0.8903 0.8734 galat baku 0.1160 0.1231 0.1216 Selang 95% 2.1284-2.3458 2.2005-2.4152 2.1758-2.3826 Sebaran Frekuensi Panjang Hasil pengukuran sebaran frekuensi panjang karapas selama 11 bulan penelitian disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan data tersebut terlihat pergeseran modus hanya terjadi pada dua atau tiga bulan saja. Setelah itu kelompok ukuran akan diganti oleh kelompok ukuran (kohort) yang baru. Pergeseran modus panjang karapas dalam satu periode pengambilan contoh (satu bulan) rata-rata 2 mm. Seperti terlihat pada pengambilan contoh 24 April, kelompok ukuran dengan modus 13.5 mm bergeser menjadi 15.5 mm pada 23 Mei. Pada 18 Juni modus baru muncul pada panjang karapas 13.4 mm, dan menjadi 15.5 mm pada 16 Juli. Pada 15 September modus 15.5 mm menjadi 17.5 mm pada Oktober. Gambar 2. Distribusi Frekuensi Panjang Karapas M. elegans Selama Penelitian di Segara Anakan. Ukuran Pertama Kali Tertangkap Apong Perhitungan menggunakan data gabungan jantan dan betina menunjukkan bahwa panjang karapas rata-rata pertama kali tertangkap apong (l c ) adalah 14.5 mm. Pada panjang karapas tersebut bobot udang 1.4 gram, dan menunjukkan bahwa udang yang tertangkap didominasi udang muda (Gambar 3). Parameter Pertumbuhan a. Panjang Infiniti (L ) Berdasarkan data frekuensi panjang karapas diperloleh panjang infiniti (L ) udang jari sebesar 42.6 mm, indeks kurva pertumbuhan (K) sebesar 1.3/tahun. Suman (1996) berdasarkan penelitiannya pada udang merah (Parapenaopsis sculptilis) mendapatkan nilai L sebesar 50.3 mm dan K = 1.12/tahun. Enin (1996) hasil penelitiannya pada udang Nematopalaemon hastatus di pantai Baratdaya Nigeria mendapatkan L panjang karapas sebesar 18.56 mm

54 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2005, Jilid 12, Nomor 1: 51-58 dan K sebesar 0.65/tahun. Pauly et al. (1980) berdasarkan penelitiannya di Laut Viyasan Filipina pada udang Trachypenaeus fulvus jantan mendapatkan nilai L sebesar 11.4 mm dan K sebesar 1.6/tahun, udang betina L sebesar 13 mm dan K sebesar 1.4/tahun. Pada udang Parapenaeus longipes jantan diperoleh L sebesar 10 mm dengan K sebesar 1.4/tahun, sedangkan pada udang betina L sebesar 10.25 mm dan K sebesar 1.15/tahun. Naamin (1984) mendapatkan nilai K pada Penaeus merguensis di Laut Arafura sebesar 1.63/tahun dengan L sebesar 50.2 mm. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa laju pertumbhan udang jari di Segara A- nakan dikategorikan cukup tinggi. 100 P karapas (mm) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 0.5 1 1.5 2 Umur (th) Gambar 4. Gabungan Betina Jantan Kurva Pertumbuhan M. elegans di Perairan Segara Anakan. Proporsi Kumulatif - 75 50 25 Lc = 14.5 mm 0.5 2.5 4.5 6.5 8.5 10.5 12.5 14.5 16.5 18.5 20.5 22.5 24.5 26.5 28.5 30.5 32.5 34.5 36.5 38.5 40.5 P Karapas (mm) Gambar 3. Ukuran Rata-rata Panjang Total (mm) M. elegans Pertama Tertangkap Apong di Segara Anakan. b. Umur Teoritis Saat Panjang Nol (t o ) Umur teoritis pada saat panjang udang nol (t o ) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1984) berdasarkan nilai L dan K untuk masing-masing jenis. Berdasarkan data tersebut persamaan pertumbuhan von Bertalanffy M. elegans adalah L t = 42.6(1-e 1.3(t+0.017) ) dalam panjang karapas untuk data gabungan sehingga W t = 14.8(1-e 1.8(t+0.017) ) 2.19 dalam bobot. Sedangkan untuk jantan diperoleh L t = 39.2(1-e 1.3(t+0.021) ) dalam panjang karapas sehingga dalam bobot diperoleh W t = 13.1(1-e 1.3(t+0.021) ) 2.15. Untuk betina L t = 42.6(1-e 1.2(t+0.033) ) dalam panjang karapas sehingga W t = 16.6(1-e 1.2(t+0.033) ) 2.21. Berdasarkan persamaan von Bertalanffy tersebut selanjutnya dapat disusun suatu kunci hubungan panjang karapas (mm) - umur (tahun), yaitu dengan memasukkan variasi nilai u- mur (t). Berdasarkan kunci umur-panjang karapas tersebut diperoleh kurva pertumbuhan seperti disajikan pada Gambar 4. c. Titik Perubahan Kecepatan Tumbuh (t tp ). tp K 0 Titik t tp adalah saat laju kecepatan tumbuh maksimum tercapai, dimana pada titik tersebut biomasa adalah maksimum. Untuk memperoleh hasil tangkapan maksimum dan waktu yang cukup bagi organisme tersebut untuk memijah, maka seharusnya penangkapan dilakukan di belakang titik t mb. Hasil perhitungan berdasarkan 1 t = ln b+ t menghasilkan nilai t tp = 0.59 tahun. Panjang karapas pada saat pertumbuhan maksimum 23.3 mm. Jika dikonversi pada bobot individu berdasarkan W = 0.004.CL 2.19 diperoleh bobot udang jari pada pertumbuhan maksimum sebesar 3.95 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa udang jari yang tertangkap saat sekarang (W c = 1.4 gram) masih sangat kecil, yakni berukuran jauh dari biomas optimumnya. Laju Eksploitasi (E) Nilai laju eksploitasi diperoleh melalui hubungan E = F/Z. Laju kematian total (Z) diduga dengan metode kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang (length-converted catch curve) melalui nilai L (42.6 mm), K (1.3/tahun) dan t o (-0,014 tahun) sehingga diperoleh sebesar 8.19/tahun. Hasil perhitungan laju kematian alami (M) diperoleh sebesar 1.43/tahun, sehingga laju kematian karena penangkapan (F) a- dalah F = Z M = 8.19 1.43 = 6.76/tahun. Nilai F yang lebih besar dari M cukup rasional jika melihat kenyataan di lapang bahwa tekanan eksploitasi dari alat tangkap apong yang sangat

Saputra, W. S., S. Sukimin, M. Boer, R. Affandi, dan D. R. Monintja, Dinamika Populasi Udang Jari 55 intensif. Nilai ini juga relatif besar dibandingkan hasil penelitian Suman (1996) terhadap u- dang merah di perairan Bagan Siapi-api yang mendapatkan nilai F = 1.39/tahun. Berdasarkan E = F/Z, maka E (laju eksploitasi) diperoleh sebesar 0.83. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya, maka E haruslah optimum. Menurut Gulland (1971) E opt adalah 0.5 dan sama dengan F opt /(F opt +M). Hasil perhitungan dengan bantuan FISAT II diperoleh nilai E MSY sebesar 0.54/tahun dan E 0.1 sebesar 0.47/tahun (Gambar 5). Pada kondisi laju eksploitasi yang demikian maka diperoleh hasil tangkapan yang berkelanjutan (MSY maximum sustainable yield). Berdasarkan hal tersebut maka laju ekploitasi udang jari di Segara A- nakan saat sekarang sudah sangat berlebih dari nilai lestarinya. Gambar 5. Kurva Hasil per Penambahan Baru Sebagai Fungsi dari Laju Eksploitasi udang M. elegans di Segara Anakan. Gambar 6. Penambahan Baru Udang Jari di Perairan Segara Anakan. Tabel 2. Parameter Setiap Kelompok Penambahan Baru Udang M. Elegans. Bulan (2004) Proporsi (%) Januari 1.42 Februari 7.33 Maret 12.93 April 12.42 Mei 13.51 Juni 17.86 Juli 13.34 Agustus 12.24 September 4.25 Oktober 3.65 November 1.06 Desember 0 Pola Penambahan Baru (Rekruitmen). Pola penambahan baru udang M elegans di Segara Anakan berdasarkan data frekuensi panjang diperoleh melalui program ELEFAN. Prosentase bulanan penambahan baru disajikan dalam Gambar 6 dan Tabel 2. Penambahan baru pada udang jari terjadi pada puncak bulan Juni, dengan proporsi penambahan baru sebesar 17.86% dari total penambahan baru. Penambahan baru kedua terbesar pada bulan Mei dengan proporsi penambahan baru 13.5%. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil sebagaimana dipaparkan di depan terlihat bahwa masa tinggal satu kohort udang jari di Segara Anakan hanya dua sampai tiga bulan. Setelah itu akan digantikan oleh stok atau generasi berikutnya. Melihat pendeknya masa tinggal tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi penambahan baru langsung tertangkap jaring (knife-edge fisheries). Hal ini juga mengindikasikan eksploitasi udang jari sangat intensif. Ukuran rata-rata penambahan baru terkecil dengan modus panjang karapas 12.5 mm. Hal ini terjadi karena alat tangkap utama yang digunakan adalah apong dengan ukuran mata jaring pada kantong (cod end) sangat kecil (1 1.5 cm). Akibatnya udang yang tertangkap masih jauh dari biomas optimumnya. Fakta ini menunjukkan bahwa pemanfaatan udang jari tidak optimum, dan cenderung terjadi pemborosan sumberdaya serta mengancam kelestariannya. Berdasarkan fakta tersebut dapat diduga a- tau sebagai indikasi awal yang penting bahwa: pertama, laju eksploitasi M. elegans di Segara Anakan sangat tinggi, sehingga sediaan alamiah

56 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2005, Jilid 12, Nomor 1: 51-58 satu kelompok umur habis atau tersisa sedikit dalam periode 2-3 bulan; kedua, kemampuan pulih (daya lenting) M. elegans cukup tinggi a- tau cukup cepat, sehingga dalam periode 2-3 bulan telah tersedia kelompok penambahan baru; dan ketiga, pertumbuhan panjang karapas M. elegans dalam satu bulan sekitar 2 mm. Berdasarkan kurva pertumbuhan (Gambar 4) terlihat bahwa udang jari memiliki pertumbuhan yang cepat pada awal daur hidupnya dan akan melambat setelah tercapai titik terjadinya perubahan kecepatan tumbuh. Setelah itu energi pertumbuhan akan dikonsentrasikan untuk pertumbuhan seksual. Apabila dibandingkan dengan penelitian Pauly et al. (1980) pada udang Trachypenaeus fulvus dan Parapenaeus longipes, Suman (1996) pada udang Parapenaopsis sculptilis menunjukkan bahwa indek kurva pertumbuhan u- dang jari lebih besar. Indeks kurva pertumbuhan (K) menggambarkan waktu yang dibutukan untuk mencapai L. Secara teoritis, nilai K pada udang yang mempunyai L kecil, akan lebih besar dari udang yang memiliki L besar. Udang jari di Segara Anakan diduga memijah dua kali dalam setahun, dengan puncak April/Mei (awal kemarau) dan Desember (awal musim penghujan). Sintasan pada musim pancaroba I (Maret-April) lebih tinggi, sehingga meskipun pada bulan tersebut induk matang gonad jumlahnya sedikit, tetapi sumbangannya terhadap rekruitmen cukup besar (Juni-Juli), demikian juga pada musim pancaroba II (Oktober-November), meskipun jumlah induk matang gonad kecil, namun sumbangannya terhadap total rekruitmen cukup besar (Maret-April). Kondisi ini terkait dengan kondisi perairan. Sebaliknya pada awal musim kemarau (Mei), meskipun jumlah induk matang gonad banyak, namun sumbangannya terhadap rekrutmen kecil (September). Pada awal musim kemarau, larva yang dihasilkan langsung dihadapkan pada kondisi perairan dengan salinitas tinggi karena rendahnya masukan massa air tawar dari sungai, sehingga postlarva sulit mendapatkan perairan dengan salinitas rendah. Pola hubungan pemijahan dan penambahan baru pada udang jari tersebut cenderung sama dengan berbagai spesies peneid lain, sebagaimana dikemukaan Garcia (1985, 1988); Rothlesberg et al (1985) dan Dall et al (1990). Garcia (1985, 1988) berdasarkan penelitiannya pada Penaeus notialis di Senegal Selatan Afrika, menunjukkan bahwa generasi hasil pemijahan musim semi yang sedikit akan matang pada 6 bulan kemudian dan menyumbang stok musim gugur. Rothlesberg et al (1985) menunjukan bahwa P. merguensis di Teluk Carpentaria penambahan baru utama (mayor) berasal dari puncak pemijahan musim semi. Sebagian besar dari penambahan baru tersebut matang dan memijah, menghasilkan populasi telur dan larva yang banyak pada musim gugur. Dall et al (1990) menyebutkan bahwa ada dua pola penambahan baru hubungannya dengan pemijahan krustasea di daerah subtropis, dimana keduanya pada u- mumnya bimodal, (terjadi dua kali puncak) dalam setahun. Pola pertama, pemijahan besar pada musim semi akan menghasilkan penambahan baru yang relatif kecil pada musim gugur. Pola kedua, pemijahan yang kecil pada musim gugur akan menghasilkan penambahan baru yang relatif besar pada musim semi. Selanjutnya dijelaskan bahwa pemijahan musim semi lebih besar dan lebih konsisten daripada musim gugur, sebagaimana ditunjukkan hasil peneltian Garcia (1977) pada P. notialis, dan Le Reste (1978) pada P. indicus. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada P. merguensis di perairan Arafura, yaitu dengan puncak penambahan baru terjadi pada bulan Maret-April dan Oktober-November (Naamin, 1984). Dall et al (1990) menjelaskan bahwa besarnya penambahan baru pada musim semi (pada perairan subtropis) berkaitan dengan ketersediaan fitoplankton yang lebih melimpah sebagai makanan utama larva dan juvenil udang. Pada perairan tropis, ketersediaan fitoplankton akan tinggi pada saat awal dan selama musim kemarau. Raymond dan Lin (1994) juga menyatakan bahwa keberhasilan sintasan dan perkembangan larva menjadi penambahan baru sangat dipengaruhi kondisi lingkungan seperti ketersediaan makanan untuk juvenil planktonis. Juvenil juga diuntungkan dengan relatif tingginya suhu pada saat musim semi di perairan dangkal nursery ground-nya. O- leh karenanya maka pada musim gugur berikutnya penambahan baru menjadi dominan karena tingginya sintasan larva dan juvenil. Croccos dan Van der Velde (1995) menjelaskan keterkaitan pemijahan bimodal dengan penambahan baru pada udang Penaeus semisulcatus di Teluk Albatros Selat Carpentaria Australia. Dijelaskan bahwa induk dewasa pada musim semi (Agustus November) memijah menghasilkan populasi udang pada perairan lepas pantai pada musim panas (November Januari). Populasi ter-

Saputra, W. S., S. Sukimin, M. Boer, R. Affandi, dan D. R. Monintja, Dinamika Populasi Udang Jari 57 sebut sebagian kecil akan matang gonad pada u- mur 6 bulan dan memijah pada akhir musim panas ke musim gugur (Januari-Maret). Sebagian besar yang lain akan memijah pada musim semi (Agustus - November) saat berumur 12 bulan. Induk betina hasil pemijahan Desember- Januari akan menghasilkan populasi bulan Mei- Juni dan sebagian akan memijah pada bulan A- gustus-november (musim semi) pada umur 6 bulan. Eksploitasi udang jari di Segara Anakan dilakukan dengan alat tangkap jaring apong, suatu alat tangkap modifikasi trawl, yang pengoperasiannya secara pasif dengan memanfaatkan arus pasang surut pada sungai dan alur pelayaran. Mata jaring pada kantong apong (cod end) berukuran antara 0.5-1 inci, sehingga semua u- kuran udang jari tertangkap, dengan ukuran pertama tertangkap pada panjang karapas 14.5 mm. untuk mendapatkan hasil yang optimum berkelanjutan, seharusnya udang jari ditangkap pada ukuran lebih besar dari titik terjadinya perubahan kecepatan tumbuh, yaitu pada panjang karapas 23.3 mm. Disamping itu, laju eksploitasi saat sekarang (0.83/tahun) sudah jauh melebihi eksploiatsi optimum yang menghasilkan produksi maksimum berkelanjutan (E MSY ) yaitu sebesar 0.54/tahun. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinyatakan bahwa saat sekarang telah terjadi lebih tangkap (overfishing), teruama diakibatkan oleh karena lebih tangkap pertumbuhan (growth overfishing). Hal tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya recruitment overfishing, karena tidak cukup tersedianya induk yang memijah, sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya udang jari di Segara Anakan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa lesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa: pertama, udang jari yang pertama kali tertangkap apong adalah udang muda yang baru berukuran panjang karapas 14.5 mm, dengan bobot 1.4 gram; kedua, tingkat pemanfaatan udang jari sudah melampaui batas kemampuan daya dukung pembentukan stok alaminya, dengan tingkat eksploitasinya sebesar 0.83/tahun dan telah terjadi growth overfishing; ketiga, udang jari di Segara Anakan memiliki siklus penambahan baru dengan puncak penambahan baru pada bulan Juni. Saran Perlu pengendalian pemanfaatan udang jari dengan alat tangkap apong, terutama diarahkan pada pengaturan ukuran udang yang boleh ditangkap serta pengaturan musim penangkapan. Pada bulan puncak penambahan baru Juni sebaiknya penangkapan udang menggunakan apong di hulu sungai yang bermuara ke Segara anakan dan pada puncak pemijahan (bulan Mei) di perairan Laguna Segara Anakan (Zona Barat) ditutup. PUSTAKA Cha, K. H., C. W. Oh, S. Y. Hong dan K. Y. Park. 2002. Reproduction and population dynamic of Penaeus chinensis (Decapoda, Penaeidae) on the western coast of Korea, Yellow Sea. Journal Fisheries Research 56 (2002) p.25-36. Chan, T. Y. 1998. Shrimps and prawns. In. Carpenter, K. E and V. H. Niem. 1998. The Living Marine Resources of the Western Central Pasific. Vol. 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome. Dall, W., B. J. Hill, P. C. Rothlisberg and D. J. Sharples. 1990. The Biology of the Penaeidae. Advance in Marine biology Vol. 27. Editors : J.H.S. Blaxter and A. J. Southward. Academic press. Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. London. Dudley, R. G. 2000. Fisheries Issue. Community development and project management and capacity building components. Specialist fisheries consultan report. BCEOM-DITJEN BANGDA, Jakarta. Enin, U. I., U. Lowenberg and T. Kunzel. 1996. Population dynamic of estuarine prawn (Nematopalaemon hastatus Aurivillius 1898) off the southeast coast of Nigeria. Journal Fisheries Research, 26 (1996): 17-35. Garcia, S. 1985. Reproduction, stock assessment models and population parameters in eksploited penaeid shrimp population. In Second Australian nasional prawn seminar. (P.C.Rothlidberg, BJ Hill and DJ Staples, eds). Pp 139-158. NSP2, Cleveland, Australia. Garcia, S. 1988. Tropical Penaids prawns in Gulland, J. A. (reprinted) 1991. Fish population dynamics. John Wiley & Sons. New York. p.219-249. Garcia, S. and L. Le Reste. 1981. Life cycle, dynamic exploitation and management of coastal Penaeid shrimp stock. FAO Fish. Tech. Paper 203 : 215 p. King, M. 1995. Fisheries biology, assessment and management. Fishing News Books. A Division of Blackwell Science Ltd. London. Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus merguensis de Man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi FPS IPB Bogor.

58 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2005, Jilid 12, Nomor 1: 51-58 Raymond, T. and J. Lin. 1994. Temporal pattern of reproduction and penambahan barut in populations of the penaeid shrimps Trachypenaeus similis (Smith) and T. constrictus (Stimpson) (Crustacea : Decapoda) from the Northcentral Gulf of Mexico, Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 182 (1994) 205-222. Widodo, J. 1988. Population parameters of ikan layang, Scad Mackerel, Decapterus spp. (Pisces : Carangidae) in the Java Sea. Jurnal Pen. Perikanan Laut No. 46 Th.1988 Hal.11-44 --------------. 1991. Maturity and spawning of Shortfin Sead (Decapterus macrosoma)(carangidae) of the Java Sea. Asian Fisheries Science, 4, 245-252. Suman, A. 1997. Dinamika populasi Udang Merah, (Parapenaopsis sculptilis) di Perairan Bagan Siapi-api. Paper. Seminar Nasional Crustacea 2001. Biologi Sumberdaya, Teknologi dan Manajemen. Kerjasama PS. Ilmu Hayat-FPIK-PS.SPL IPB Bogor. Saputra, S. W., A. Solichin dan Pramonowibowo. 2004. Aspek reproduksi dan spawning ground udang jari Metapenaeus elegans di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. [Laporan Penelitian]. Dibiayai oleh Proyek Hibah Penelitian Kebaharian TA 2004 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas RI. Saputra, S. W., S. Sukimin, M. Boer, R Affandi, dan D. R. Monintja. 2005. Aspek reproduksi dan spawning ground udang jari Metapenaeus elegans di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Kelautan (Indonesian Journal of Marine Science).10(1) : 41-49.