I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

1 Universitas Indonesia

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan di

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20% (Adisarwanto, 2000). Indonesia dengan luas areal bervariasi (Rukmana, 2012).

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani "

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JERUK. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENDAHULUAN Latar Belakang

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1Latar Belakang Beras masih dianggap sebagai komoditas strategis yang dominan dalam

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut, dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor (net importer) (Swastika, 2002; Nuryartono, 2005). Hal ini berkaitan erat dengan pola konsumsi yang lambat laun berubah, dimana jagung tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan) namun juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri, khususnya pakan ternak (Nuryartono, 2005). Tercatat kebutuhan jagung nasional untuk bahan baku pakan ternak pada tahun 2005 saja sudah mencapai 4.5 juta ton dan diprediksi akan meningkat setiap tahunnya (WWF Indonesia, 2008). Sedangkan sampai akhir tahun 2007 kebutuhan jagung nasional secara keseluruhan sebesar 13.8 juta ton, dimana 13.2 juta ton merupakan produksi dalam negeri sementara 600 ribu ton diimpor dari negara lain. Adapun peningkatan permintaan terhadap komoditas jagung tersebut diperkirakan mencapai 2.40 persen per tahun (Antara News, 2007). Kebijakan swasembada beras selama ini menempatkan beras sebagai produk pangan utama di Indonesia, sementara jagung menjadi second commodity dalam tatanan produk pangan di Indonesia. Hal ini tidaklah mengherankan karena sejak era orde lama komoditi padi (dalam hal ini beras) telah memiliki peran strategis terutama menyangkut isu ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik.

2 Kebijakan perberasan nasional kemudian dimantapkan dalam GBHN 1999 2004, yang mengatur landasan utama perumusan kebijakan perberasan nasional (Puslitbangtan, 2005). Selanjutnya kebijakan perberasan nasional semakin dipermantap dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (INPRES) No. 3 Tahun 2007 dan No.1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional. Dimana pada intinya mengatur mengenai: (1) harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah (kering panen dan kering giling), beras dan stabilisasi harga beras, (2) fasilitasi pupuk untuk usahatani padi, (3) penyaluran beras bersubsidi serta sasarannya, (4) masalah ekspor dan impor beras, dan (5) menyangkut koordinasi dan instruksi bagi kementrian dan departemen terkait serta pemerintah daerah. Selanjutnya jagung lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri baik untuk pakan ternak maupun bio-energi, daripada antisipasi ketahanan pangan. Sehingga aspek regulasi pun tidak semantap dan sekonsisten kebijakan perberasan. Alasan yang mendasari perubahan isu dari kepentingan pangan menjadi kepentingan industri pakan adalah semata-mata sebagai antisipasi dari perkembangan industri ternak Indonesia yang semakin pesat. Sebagai gambaran umum bahwa kapasitas produksi Perusahaan Makanan Ternak (PMT) di Indonesia, sekitar 6 908 000 ton per tahun. Apabila 50 persen berat bahan bakunya adalah jagung, berarti setiap tahun memerlukan pasokan hampir 3.5 juta ton. Dengan rata-rata produksi jagung hibrida 5 ton per ha dan 2 kali tanam per tahun, ini berarti untuk memenuhi kebutuhan PMT saja akan diperlukan lahan sekitar 350 000 ha per tahun (Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil Bank Indonesia, 2008).

3 Menurut Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Indonesia (GPMTI) proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan ternak akan naik dari 3.5 juta ton per tahun menjadi 7 juta ton per tahun dalam kurun waktu tahun 2004 2010 (Departemen Perindustrian, 2004). Data FAO menunjukkan bahwa produksi jagung nasional pada tahun 2006 sebesar 11 610 646 ton dengan luas areal panen sebesar 3 346 427 ha (FAO, 2008). Sedangkan Produksi jagung Sulawesi Utara pada tahun 2006 menurut data BPS, sebesar 406 759 ton dengan luas areal panen sebesar 115 664 ha (Badan Pusat Statistik, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari produksi jagung nasional tersebut tersedot oleh kebutuhan pabrik pakan ternak, dan ini akan meningkat terus setiap tahunnya sesuai dengan proyeksi dari GPMTI. Sementara produksi jagung Sulawesi Utara hanya memberikan kontribusi sekitar 12 persen dari total kebutuhan jagung untuk pakan ternak. Seiring kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada tahun 2005, pemerintah Indonesia kemudian memandang optimis akan perkembangan jagung ini dengan menargetkan swasembada jagung pada tahun 2007 (Nuryartono, 2005). Antisipasi ini dimungkinkan mengacu pada pertumbuhan produksi jagung lima tahun terakhir (2000-2004) yang besarnya 4.24 persen per tahun dan laju peningkatan kebutuhan yang besarnya 2.74 persen per tahun (Badan Litbang Pertanian, 2005 dalam Suryana, 2006). Target pemerintah ini tidak lepas dari kebijakan umum RPPK, dimana strategi kedua adalah peningkatan daya saing, produktivitas, nilai tambah dan kemandirian produksi dan distribusi PPK melalui praktek usaha pertanian yang baik (good agriculture practice) (Departemen Pertanian, 2005).

4 Selanjutnya pemerintah daerah Propinsi Sulawesi Utara menyambut RPPK 2005 tersebut dengan meluncurkan Crash Program Agribisnis, dimana ditetapkan beberapa komoditas pertanian dan perikanan unggulan yang menjadi prioritas utama untuk ditumbuhkembangkan yaitu jagung, rumput laut dan kelapa dalam bentuk Virgin Coconut Oil (VCO). Mengacu dari strategi kedua kebijakan RPPK tersebut (aspek daya saing komoditas unggulan), maka perlu dilakukan penelitian dan atau kajian mengenai aspek daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) khususnya komoditi jagung di Bolaang Mongondow yang merupakan salah satu wilayah sentra jagung di Sulawesi Utara selain juga terkenal sebagai lumbung berasnya Sulawesi Utara. Komoditas jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow sejak tahun 2006 mengalami peningkatan produksi yang signifikan. Tahun 2005 tercatat produksi total jagung Bolmong sebesar 69 000 ton, meningkat menjadi 110 670 ton pada tahun 2006, selanjutnya naik menjadi 119 282 ton pada tahun 2007 dan tahun 2008 meningkat lagi menjadi 126 857 ton (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bolaang Mongondow, 2006 dan 2008). Peningkatan produksi tersebut diikuti oleh peningkatan luas areal tanam, luas areal panen dan produktivitasnya. Pada tahun 2006 luas areal tanam, luas areal panen dan produktivitas jagung berturut-turut masih sebesar 38 692 ha, 36 835 ha dan 30.15 ton per ha. Kemudian meningkat pada tahun 2008 sebesar 38 813 ha, 37 839 ha dan 35.50 ton per ha (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bolaang Mongondow, 2006 dan 2008). Bahkan pada tahun 2007 sebanyak 2000 ton jagung Bolmong telah diekspor ke Davao, Phillipina (Harian Komentar, 2 Juni 2007).

5 Peningkatan luas areal tanam, luas areal panen, produktivitas dan produksi jagung di Bolaang Mongondow selama kurun waktu tiga tahun terakhir terjadi karena sejak dicanangkannya Crash Program Agribisnis Sulawesi Utara jagung dipacu dan diangkat menjadi komoditas unggulan, sehingga bisa lebih memiliki daya saing serta membuka peluang untuk ekspor (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bolaang Mongondow, 2006 dan 2008). 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ekspor hasil pertanian dapat dikelompokkan dalam tiga aspek, yaitu: (1) permasalahan yang timbul sebagai konsekuensi kebijaksanaan pemerintah yang diambil selama ini, (2) permasalahan yang berkaitan dengan sifat-sifat yang melekat pada komoditas pertanian, dan (3) permasalahan yang berkaitan dengan kebijaksanaan perdagangan yang dilakukan oleh partner dagang. Permasalahan-permasalahan ini perlu diatasi dalam upaya pengembangan ekspor hasil pertanian guna meningkatkan penerimaan ekspor dengan melakukan reorientasi kebijaksanaan ekspor dan kebijaksanaan pembangunan pertanian (Dillon dan Suryana, 1990 dalam Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, 2000). Di lain pihak, untuk mengembangkan komoditas ekspor pertanian perlu mempertimbangkan aspek keunggulan komparatif dan kompetitifnya, sehingga tercipta pewilayahan komoditas yang benar-benar mencerminkan kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan komoditi pertanian serta mampu menangkap peluang pasar.

6 Berhubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara pada tahun 1999 menunjukkan komoditas jagung di Bolaang Mongondow memiliki keunggulan komparatif dengan nilai Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) sebesar 0.53, sedangkan padi memiliki nilai DRCR sebesar 0.61 (BPTP Sulut, 2000). Sementara itu, selama kurun waktu hampir 10 tahun tidak banyak diperoleh informasi terbaru mengenai tingkat keunggulan komparatif maupun kompetitif usahatani jagung serta padi di wilayah tersebut. Apakah telah mengalami peningkatan atau bahkan penurunan, sebab keunggulan komparatif bersifat dinamis dan sewaktu-waktu keunggulan yang dimiliki tersebut dapat diambil alih oleh komoditas lain. Padahal informasi atau data ini sangat penting tersedia sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menentukan arah kebijakan atau langkah-langkah intervensi guna pengembangan komoditas jagung tersebut dalam rangka mensukseskan Crash Program Agribisnis Propinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan permasalahan tersebut memunculkan beberapa pertanyaan bahwa apakah usahatani jagung yang dilakukan selama ini masih memiliki keunggulan komparatif dan bagaimana keunggulan kompetitifnya dengan komoditas lain yang merupakan kompetitor utama di Bolaang Mongondow, yaitu padi? Selanjutnya, bagaimana kontribusinya terhadap tingkat pendapatan petani di Kabupaten Bolaang Mongondow? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian 1.1. dan 1.2. maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

7 1. Menganalisis aspek profitabilitas usahatani jagung dan padi di Kabupaten Bolaang Mongondow 2. Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung dan padi di Kabupaten Bolaang Mongondow. 3. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing usahatani jagung dan padi di Bolaang Mongondow. 4. Menganalisis sensitivitas perubahan harga input, output dan upah tenaga kerja terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di Bolaang Mongondow. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan masukan dan informasi bagi pihak pengambil kebijakan daerah tentang sejauh mana atau seberapa besar keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung serta padi di Kabupaten Bolaang Mongondow saat ini. Sehingga dapat dirumuskan langkah kebijakan selanjutnya mengenai program revitalisasi jagung khususnya di Kabupaten Bolaang Mongondow, terutama dalam hal penentuan kadar intervensi pemerintah terhadap usahatani tersebut. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup pokok bahasan dalam penelitian ini meliputi analisis komparatif dan kompetitif usahatani jagung dan padi yang meliputi perhitungan/ penentuan Domestic Resource Cost Ratio (DRCR), Private Cost Ratio (PCR), analisis keuntungan baik sosial maupun privat serta aspek dampak kebijakan pemerintah

8 yang mempengaruhi daya saing jagung serta padi. Keseluruhan indikator tersebut akan menunjukkan seberapa besar tingkat daya saing (komparatif dan kompetitif) dari usahatani jagung serta padi di Kabupaten Bolaang Mongondow. Disamping itu, pengamatan lebih difokuskan pada tingkat usahatani dan bukan pada tingkat/skala industri besar seperti industri pakan ternak yang memanfaatkan jagung sebagai bahan baku utamanya. 1.6. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini hanya dibatasi pada analisis komparatif dan kompetitif termasuk profitabilitas sosial dan privat serta dampak kebijakan sesuai hasil Policy Analysis Matrix (PAM) untuk perumusan suatu kebijakan. 2. Keterbatasan informasi atau kegagalan informasi dari pedagang pengumpul mengenai harga beli riil jagung di tingkat petani serta keterbatasan informasi dari pihak birokrat sebagai alasan untuk pengamanan program daerah. 3. Batas-batas wilayah administratif yang belum jelas sebagai akibat proses pemekaran wilayah yang belum tuntas menyebabkan kesulitan dalam hal koordinasi dan validasi data sekunder terutama data potensi serta luas lahan dan pertanaman jagung secara total di Kabupaten Bolaang Mongondow. 4. Penentuan input-input tradable serta validitas harga yang berlaku di Kabupaten Bolaang Mongondow khususnya dan Sulawesi Utara pada umumnya.