ANALISIS SISTEM SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
IMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH

KHILAFAH DAN KESATUAN UMAT

BAB IV ANALISIS SIYASAH DUSTURIYAH TERHADAP PENYELENGGARAAN SISTEM PRESIDENSIAL DENGAN FORMAT KOALISI

Kelompok 4. Sadri wahyudi Siti cholifah Sarah haikal

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB III PEMILU DALAM PANDANGAN FIQH SIYASAH. tidak ditentukan oleh Pemilu dengan prosedur-prosedur yang ketat. Prinsip

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH IBTIDAIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. urusan rakyat, pemimpin hendaknya orang yang benar-benar bisa dipercaya,

BAB III PEMIKIRAN AL-MAWARDI DAN AN-NABHANI TENTANG PENGANGKATAN KEPALA NEGARA

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dalam negara Islam. Istilah imamah lebih banyak digunakan oleh

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

MENDAMAIKAN PERSAUDARAAN SEIMAN

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

ALI ABD AL-RAZIQ : IDE NEGARA

Sumber Ajaran Islam. Informatika. DR. Rais Hidayat.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) KELAS KONTROL

[Nasihat Islam Tentang Hari Esok]

Nag2oO9. Item Objektif. M.S Rajah berikut menunjukkan suasana di Madinah sebelum hijrah Nabi Muhammad s.a.w. ke Madinah.

Kewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adakah sistem ketatanegaraan menurut islam? Pertanyaan ini barangkali

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sangat pantas dijadikan referensi nomor wahid sepanjang masa. bahkan setan pun tak ingin berpapasan dengannya di jalan.

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

SOAL UJI COBA HASIL BELAJAR PAI

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan umum melibatkan

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

Engkau Bersama Orang Yang Kau Cintai

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB IV. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai. Politik, dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : Partai politik adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

Pendidikan Agama Islam

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

Ajwa Publishing ABDULLA SANG NABI MENGUNGKAP FAKTA KENABIAN, PERANG DAN POLIGAMI MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

MUZAKKI DI KALANGAN SAHABAT RASULULLAH SAW. Oleh: M. Yakub Amin

Tuduhan Bahwa Berpegang Terhadap Agama Penyebab Kemunduran Kaum Muslimin

(a) Apakah tujuan Nabi Muhammad membuka semula kota Makkah? ( 4 markah ) (b) Jelaskan kepentingan pembukaan semula kota Makkah?

PENGISIAN JABATAN KEPALA NEGARA: ANALISA TERHA- DAP KRITERIA CALON DAN SISTEM PEMILIHAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Istri-Istri Rasulullah? Adalah Ibunya Orang-Orang Beriman

BAB I PENDAHULUAN. Undang ini mempuyai peran strategis dalam rangka pengembangan demokrasi, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bukti Cinta Kepada Nabi

RASULULLAH SAW DALAM MEMBINA UMMAT PERIODE MADINAH

Kejayaan Umat Dalam Berhijrah. Dr. Tajuddin Pogo, Lc.MH

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Penjelasan singkat tentang khilafah minhajjin nubuwwah berdasarkan hadith

BAB IV ANALISIS FIKIH SIYASAH TERHADAP PELAKSANAAN PERGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DPRD FKB PEMKOT MOJOKERTO PERIODE

BAB IV PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN SATU PASANGAN CALON DI KAB. BLITAR TAHUN 2015 DALAM PERSPEKTIF FIKIH SIYASAH

Bai at dan Legitimasi Publik Kepemimpinan Khalifah (Analisis Historis terhadap Dinamika Sistem dan Mekanisme Demokrasi al-khulafa al-rasyidun)

Surat Edaran Departemen Agama. No: D/BA.01/4865/1983 Tanggal: 5 Desember 1983 Tentang: HAL IKHWAL MENGENAI GOLONGAN SYI AH

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Indonesia merupakan agama terbesar di dunia. Waktu

BAB I PENDAHULUAN. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-quran karena

Imam Hasan, Pelindung Kesucian Islam

KELAS BIMBINGAN MENENGAH PEPERIKSAAN PERTENGAHAN TAHUN 2015 SEJARAH ISLAM KBM 2

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

Perjuangan Nabi di Kota Madinah dalam Menegakan Agama Islam

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

Tafsir Edisi 3 : Sekali Lagi: Pemimpin Perempuan!

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara?

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an merupakan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

Istiqomah. Khutbah Pertama:

ULANGAN HARIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS XI

Bab 2 Iman Kepada Kitab-kitab Allah

dan Ketegasannya Terhadap Syiah

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

MERAIH KESUKSESAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN MENELADANI RASULULLAH

Sumbangan Wakaf pada Peradaban Islam (1) Monday, 23 October :01

Pendidikan Agama Islam

KELAS X SMAN 5 PADANG. Pilihlah Jawaban Yang Paling Tepat Pada Soal di Bawah Ini!

PEMILU KEPALA NEGARA DALAM SEJARAH ISLAM

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

KELAS BIMBINGAN MENENGAH PEPERIKSAAN PERTENGAHAN TAHUN 2015 SEJARAH ISLAM KBM 3

Sejarah dan Perkembangan Wakaf. Written by Administrator Thursday, 27 December :03

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

Khutbah Jum'at. Keutamaan Muharam. Bersama Dakwah 1

ISLAM DAN DEMOKRASI. UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. MATA KULIAH AGAMA ISLAM. Modul ke: 13Fakultas.

Khotbah Jum'at - Memilih pemimpin yang baik

KELOMPOK 6 : NANDYA WANTIKE NUR LAILA PUTRI NABILA SEPTIANI

Bab 37 Hendaknya Yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada Yang Tidak Hadir Ini adalah perkataan Nabi yang dinukil Ibnu Abbas

UMMI> DALAM AL-QUR AN

KISI KISI SOAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS UTS GENAP KELAS VII (TUJUH) (untuk memperkaya wawasan WAJIB BACA BUKU PAKET)

SEJARAH ISLAM AHMADIN

PPMDI. Pemikiran Politik Islam. Zaman Klasik dan Pertengahan. bektibeza.com

19/03/ Digubal oleh Nabi Muhammad s.a.w pada tahun 622M

`BAB I A. LATAR BELAKANG

ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM

JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

PERSATUAN DAN KERUKUNAN

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

[ Indonesia Indonesian

BAB IV ANALISIS TENTANG VISUALISASI KARISMA KEPEMIMPINAN UMAR BIN KHATTAB DALAM FILM OMAR EPISODE 22-25

PIAGAM MADINAH DAN PRAKTEK POLITIK NABI MUHAMMAD SAW. Oleh: Ulya Fuhaidah

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah segala sesuatu pandangan atau cara hidup yang dapat mengatur

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN 2017 M/1438 H

Transkripsi:

Suksesi Kepemimpinan dalam Islam ANALISIS SISTEM SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM M. Saripuddin Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi Abstrak Sejarah mencatat pengangkatan Abu Bakar Shidiq menjadi khalifah melalui musyawarah yang panjang di saqifah dan diakhiri dengan pembai atannya oleh seluruh umat Islam yang hadir disana. Menurut Dhiya uddin Rais, bahwa pertemuan di Saqifah itu mirip dengan pertemuan nasional atau muktamar luar biasa yang membicarakan nasib umat dalam perjalannya pada masa mendatang, dan meletakkan dustur bagi institusi politik yang baru dan menjadi landasan operasional institusi di masa mendatang. Kata Kunci: Khalīfah, Syūra, Sunni, Syiah, Ahl al-imāmah Hasil terbesar pertemuan Saqifah adalah berdirinya institusi kekhalifahan yang sejak saat itu menjadi model pemerintahan Islam. Berdirinya institusi politik Islam ini dalam bentuk disepakati oleh para peserta pertemuan mengandung maknamakna yang melahirkan hasil perundang-undangan yang besar. Prof. D.B. Machdonald 1, seorang penulis barat, memberikan kesaksian bahwa pertemuan di Saqifah itu mengingatkan secara dekat kepada muktamar politik di era modern yang dalamnya berlangsung perdebatan-perdebatan politik yang menggunakan metode-metode modern. Dari pertemuan di Saqifah itu, Dhiya uddin Rais menyimpulkan terdapat beberapa teori pemikiran, antara lain : Pertama, teori membela kalangan Anshar yang mengklaim diri mereka sebagai pihak yang berhak untuk memegang jabatan kekhalifahan, dengan alasan merekalah yang membela Islam, 1 D.B. Macdonald, Development of Muslim Theology, Jurisprudence, and Constitutional Theory (New York: The Mac Milan, 1903), 13. TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014 195

M. Saripuddin menjaganya dengan jwia dan harta mereka, yang memberikan tempat dan pertolongan, dan merekalah penduduk asli Madinah. Ini adalah teori politik pertama yang timbul dalam sejarah pemikiran politik Islam 2. Kedua, teori yang merupakan bantahan atas teori pertama diatas, berupa pembelaan atas hak kaum Muhajirin atas jabatan kekhalifahan. Teori ini membuktikan bahwa mereka lebih berhak atas jabatan khalifah dibandingkan dengan yang lain, dengan alasan merekalah yang pertama kali menyembah Allah SWT diatas permukaan bumi. Mereka adalah orang-orang kepercayaan Rasul dan keluarga beliau, dan yang bersabar bersama beliau dalam menerima penganiayaan yang keras dari kaumnya dan pendustaan mereka 3. Di samping teori di atas, adapula teori ketiga yang dikemukakan oleh Habbad bin Mundzir bin Jamuh, misalnya dengan mengangkat dua khalifah sekaligus, yaitu saat ia berkata Dari kami ada pemimpin tersendiri, dan dari kalian ada pemimpin tersendiri pula. Namun, peserta pertemuan itu, meskipun titik pandang masing-masing kelompok berbeda, menyepakati konsep yang amat penting, yaitu pemilihan kepala negara dilakukan dengan bai at atau dengan kata lain pemilihan 4. Para peserta pertemuan itu akhirnya sepakat untuk memilih Abu Bakar menjadi khalifah (pemimpin) bagi mereka. Pemilihan Abu Bakar bukan karena didasarkan pada sistem kekabilahan atau karena mengikuti adat-istiadat yang berlakuy di kalangan bangsa Arab, sejak lama dengan melihat usia dan kekuasaan. Namun, pemilihan Abu Bakar itu didasarkan karena melihat beliau mempunyai kedudukan keagamaan yang tinggi, dibandingkan sahabat yang lain, dan hal itu diakui oleh semua umat Islam. Dia adalah kelompok yang pertama masuk Islam, telah berjasa besar dalam membela Islam, bersahabat sejak lama dengan Rasulullah SAW, keikhlasannya yang demikian besar, 2 Dhiya uddin Rais, Al-Islam wa al-khalifah fi al-ashr al-hadits (Naqd Kitab al-islam wa Ushul al-hukm), tej. Afif Mohammad (Bandung: Pustaka, 1985), 15. 3 Dhiya uddin Rais, Al-Islam wa al-khalifah fi al-ashr al-hadits, 15. 4 Dhiya uddin Rais, Al-Islam wa al-khalifah fi al-ashr al-hadits, 15. 196 TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014

Suksesi Kepemimpinan dalam Islam imannya yang teguh, serta sifat-sifat dan akhlaknya yang mulia, sehingga menjadikan dirinya sebagai pribadi teladan yang sempurna bagi umat Islam. Hal itu digambarkan oleh Umar bin Khattab dalam ucapannya, Tidak ada di antara kalian yagn dapat menundukkan semua orang seperti Abu Bakar. 5 Jika saja pemilihan tersebut dilakukan sesuai dengan adat istiadat bangsa Arab, niscaya mereka akan memilih Ibu Ubadah, pemimpin kalangan Khazraj, atau Abu Sufyan, pemimpin tertua Bani Umayyah, ada juga Abbas, petinggi keluarga Bani Hasyim. Diantara mereka juga ada yang lebih tua daripada Abu Bakar. Seandainya demikian, niscaya mereka tidak akan berpaling dari keluarga-keluarga yang kuat itu untuk kemudian memilih salah seorang keturunan suku Tan im yang lemah, seperti Abu Bakar. Terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah menurut sejarah, dikuatkan dengan sebuah bai at yang dilakukan oleh rakyat dengna sebuah seremoni pembai atan umum di dalam masjid pada keesokan harinya. Setelah pembai atan Abu Bakar naik ke atas mimbar dan menyampaikan pidato pelantikan di hadapan khalayak. Pidato itu merupakan pidato pertama yang menerangkan sistem pemerintahan Islam 6. Di antara berbagai hal yang memprioritaskan Abu Bakar untuk dipilih menjadi khalifah, karena kredibilitasnya di mata umat Islam. Abu Bakar merupakan teman Rasul dalam berhijrah, seperti yang diterangkan dalam al-qur an Surat al- Taubah : 40 : Artinay : Sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." 5 Dhiya uddin Rais, Al-Islam wa al-khalifah fi al-ashr al-hadits, 16. 6 Abu Ja far ibn Muhammad ibn Jarir al-thabari, Tarikh al-umam wa al-muluk (Beirut: Dar al-fikr, 1987), Jilid III, 210. TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014 197

M. Saripuddin Faktor lain yang membuat diprioritaskannya Abu Bakar adalah perintah Rasulullah kepada Abu Bakar di kala beliau sakit sebelum meninggal dunia utnuk menjadi imam shalat. Abu Bakar menjalankan tugas tersebut selama tiga hari secara keseluruhan berjumlah tuju belas kali shalat. Bagi umat muslim, hal itu dianggap sebagai isyarat dari Rasulullah SAW bahwa beliau telah menunjuk Abu Bakar untuk menggantikan beliau. Bahkan sebagian ulama melihat hal itu sebagai wasiat eksplisit dari Rasulu bagi Abu Bakar untuk menjadi khalifah Rasul setelah beliau wafat 7. Sistem pengangkatan kepala negara sepanjang sejarah Islam dapat dikategorikan ke dalam dua poila, yaitu pengangkatan berdasarkan nash atau wasiat dan pengangkatan berdasarkan syura atau pemilihan. Pola pertama dipegang oleh kaum Syiah, sedangkan pola kedua dianut kelompok Sunni. Menurut kelompok Syi ah, kepala negara harus diangkat berdasarkan nash dan wasiat. Akan tetapi, golongan Sunni memandang hadits-hadits tersebut tidak mutawir sehingga tidak memadai untuk dijadikan dalil 8. Menurut golongan Sunni, pengangkatan kepala negara harus didasarkan kepada pilihan umat atau lazim disebut dengan syura. Alasannya, pertama, karena tidak adanya nash yang qath i tentang siapa pengganti Nabi sebagai kepala negara Islam. Kedua, karena prinsip pemerintahan dalam Islam itu berdasarkan syura. Secara lebih rinci Abu Zaharah menjelaskan bahwa kalangan jumhur ahl al-sunnah sepakat bahwa pelaksanaan syura dalam pengangkatan kepala negara dapat ditempuh melalui tiga cara. Pertama, melalui pemilihan bebas yang dilaksanakan melalui musyawarah, tanpa ada pengangkatan atau penunjukkan oleh seseorang. Kedua, pengangkatan atau penunjukkan dari khalifah yang berkuasa terhadap seseorang yang bukan keluarganya. Ketiga, pengangkatan atau penunjukkan oleh khalifah yang berkuasa 7 Abu Ja far ibn Muhammad ibn Jarir al-thabari, Tarikh al-umam wa al-muluk, 197. Lihat juga Dhiya uddin Rais, Al-Islam wa al-khalifah fi al- Ashr al-hadits, 131. 8 Musdah Mulia, Negara Islam: Pemikiran Politik Husain Haikal (Jakarta: Paramadina, 2001), 228. 198 TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014

Suksesi Kepemimpinan dalam Islam terhadap beberapa orang, tiga atau lebih yang merupakan tokohtokoh terkemuka dalam masyarakat untuk selanjutnya dipilih salah satunya menjadi kepala negara. Ketiga cara tersebut mengacu kepada proses pengangkatan keempat khalifah pada masa Khulafa Rasyidin. Husain Haikal mengemukakan pemilihan Abu Bakar menjadi khalifah melalui proses musyawarah (syura) yang murni. Hal ini tergambar dalam komentarnya : Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah (kepala negara) didasarkan pada musyawarah. Abu Bakar dipilih dengan pemilihan umum. Ia dipilih karena posisinya yang dekat dengan Islam dan prestasinya dalam menegakkan Islam, bukan karena unsur kekeluargaan dan kesukuan. Abu Bakar juga tidak mencalonkan dirinya, melainkan dicalonkan oleh Umar bin Khattab dan Abu Ubaydah bin Jarrah. Penjelasan Haikal diatas, mengandung beberapa pengertian tentang sistem pemilihan kepala negara. Pertama, pengangkatan kepala negara hendaknya dilakukan melalui pemilihan yang berdasarkan musyawarah, bukan berdasarkan voting (pemungutan suara), juga tidak didasarkan atas suara yang terbanyak atau kelompok mayoritas. Kedua, kepala negara hendaknya dipilih karena pengetahuan keisilaman dan prestasinya, bukan berdasarkan kesukuan, kekeluargaan, dan kekayaan. Ketiga, kepala negara hendaknya tidak mencalonkan diri dalam pemilihan, apalagi melakukan kampanye atau propoganda agar terpilih menjadi khalifah 9. Menurut Haikal, sistem pemilihan Abu Bakar jauh lebih demokratis dan lebih terbuka daripada pemilihan presiden yang terjadi di Barat, baik di Perancis maupun Amerika 10. Pemilihan Abu Bakar benar-benar prosesnya berjalan secara alamiah dan spontanitas tanpa ada rekayasa dan rencana yang diatur sebelumnya. Pertemuan para sahabat di Saqifah merupakan pertemuan bersejarah yang paling besar pengaruhnya terhadap perjalanan 9 Bandingkan dengan Musdah Mulia, Negara Islam: Pemikiran Politik Husain Haikal, 232. 10 Muhammad Husain Haikal, Hayātu Muhammad, (Kairo: Dar al- Ma arif, 1993). TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014 199

M. Saripuddin sejarah umat Islam. Dalam pertemuan itu diputuskan adanya keharusan untuk mendirikan kekhalifahan. Pada pertemuan itu telah diputuskan sebuah prinsip yang sangat urgen bahwa pemilihan seorang khalifah (pemimpin) hanya terlaksana melalui prosedur pemilihan dari umat, aspirasi umat atau wakil umat yang aspiratif dan mempresentasikan kedaulatan umat. Sejarah tidak pernah menyebutkan adanya seseorang yang mengklaim adanya teks dari Rasul SAW yang menunjukkan seseorang atau sebuah kelompok keluarga tertentu untuk mengemban jabatan kekhalifahan. Klaim-klaim seperti ini muncul setelah pertemuan Saqifah dari golongan Syi ah yang secara fanatik loyal (tasyayyu) kepada Ali serta keturunannya. Namun, merupakan kesepakatan final bagi kelompok Ahl al- Sunnah di mana mereka merupakan kelompok mayoriutas umat Islam dan disepakati juga pendapat mereka dalam hal ini oleh kelompok Mu tazilah, Murjiah, dan Khawarij, bahwa sumber kekuasaan khalifah hanya dapat dicapai melalui prosedur pemilihan umum oleh umat, yang dicerminkan dengan prosedur pembai atan. Menurut Mawardi, pada haketnya pemilahan abu bakar di balai pertemuan bani saidah itu oleh kelompok kecil yang terdiri dari lima orang selain abu bakar sendiri. Mereka itu adalah umar bin khattab,abu ubaidah bin jarrah, basyir bin sa ad, asid bin khudair, dan salim(seorang budak abu khuzaifah yang telah dimerdekakan). Dua di antara mereka dari kelompok muhajirin atau quraisy, dan dua dari kelompok Anshar, masing-masing dari unsur Khazraj dan unsur Auz. Mereka ini menjadi perwakilan dalam memilih Abu Bakar sebagai Khalifah 11. 11 Memang banyak sahabat senior yang tidak ikut hadir pada pertemuan itu, seperti Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abd al-rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Qaqqash, Thalhah bin Ubaidillah. Tetapi ketidakhadiran mereka bukanlah suatu kesengajaan, karena pertemuan tersebut tidaklah direncanakan terlebih dahulu. Keadaan pada waktu itu amat genting, sehingga memerlukan tindakan yang cepat dan tegas. Para sahabat senior tersebut kemudian seorang demi seorang dengan sukarela berbai at kepada Abu Bakar. Lihat Munawir Sjadzali. Op.cit., 23 200 TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014

Suksesi Kepemimpinan dalam Islam Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Mawardi, 12 dengan menyatakan bahwa untuk satu proses pemilihan atau seleksi diperlukan dua hal. Pertama, Ahl al-ikhtiar atau mereka yang berwenang untuk memilih imam bagi umat. Mereka harus memenuhi tiga syarat : (1) memiliki sikap adil, (2) memiliki ilmu pengetahuan yang memungkinkan mereka mengetahui siapa yang memenuhi syarat untuk diangkat sebagai pemimpin, dan (3) memiliki wawasan yang luas dan kearifan yang memungkinkan mereka memilih siapa yang paling tepat untuk menjadi imam, dan paling mampu mengelola kepentingan umat di antara mereka yang memenuhi syarat untuk jabatan itu. Kedua, Ahl al-imamah, atau mereka yang berhak mengisi jabatan imam. Mereka harus memiliki tujuh syarat, (1) sikap adil dengan segala persyaratan, (2) ilmu pengetahuan yang memadai untuk ijtihad, (30 sehat pendengaran, penglihatan, dan lisannya, (4) utuh anggota-anggota tubuhnya, (5) wawasan yang memadai untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan umum, (6) keberanian yang memadai untuk melindungi rakyat dan menjauhkan musuh, dan (7) keturunan Quraisy 13. Menurut Ibnu Taimiyah, pemilihan Abu Bakar didasarkan pada restu dan pemilihan dari umat Islam, karena itu, menurut Ibnu Taimiyah persetujuan dan restu dari masyarakat yang terungkap dalam bai at mempunyai arti yang amat penting, maka pelaksanaannya harus dilakukan dalam suasana yang menjamin kebebasan berpendapat dan kemudian adanya oposisi meskipun harus senantiasa terkait dengan syari ah yang wajib dipatuhi pemerintah maupun masyarakat sebagai suatu 12 Abu al-hasan Ali bin Muhammad al-mawardi, Kitab al-ahkam al- Sultaniyyah (Beirut: Dar al-fikr, 1966), 156. 13 Syarat harus keturunan Quraisy ini menjadi perdebatan dikalangan ulama, sebagian besar kelompok Sunni tidak menjadikan ia sebagai persyaratan menjadi pemimpin (khalifah), seperti al-ghazali, Ibn Taimiyah, Haikal, dan lain-lain. Begitu pula kelompok Mu tazilah, Murjiah, dan Khawarij, tidak menyatakan pemimpin (imam/khalifah) dapat diperoleh oleh siapapun juga yang memenuhi kriteria tertentu, tidak didasarkan pada keturunan, suku, atau kabilah/golongan tertentu saja. Lihat Munawir Sjadzali, op.cit. 42 79. TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014 201

M. Saripuddin komitmen tegas untuk mentaati semua aturan dalam al-qur an dan al-sunnah. 14 Dari penjelasan sistem suksesi kepemimpinan Abu Bakar di atas, menurut hemat penulis, paling tidak ada empat yang dapat kita ambil sebagai pendidikan politik. Pertama, kekhalifahan (kepala negara) tidak didasarkan atas keturunan, wasiat, atau warisan sebagaimana pada sistem kerajaan. Hal ini terlihat dengan tidak adanya Nabi SAW menunjuk siapa pengganti (khalifah) setelahnya. Tidak adanya petunjuk dari Nabi SAW tentang siapa dan bagaimana mekanisme penggantinya mengindikasikan bahwa proses pemilihan khalifah diserahkan sepenuhnya kepada umat Islam. Di samping itu secara eksplisit Nabi tidak menginginkan sistem monarki (kerajaan) yang mewariskan kepemimpinan kepada keluarganya seperti yang diterapkan oleh raja-raja dari Romawi dan Persia. Kedua, pemilihan atau pengangkatan khalifah hendaknya dilakukan berdasarkan musyawarah (syura) dari kaum muslimin. Khalifah haruslah dipilih oleh masyarakat sendiri dan dibai at secara umum oleh rakyat. Hal ini menggambarkan bahwa pengangkatan khalifah tidak boleh melanggar aspirasi masyarakat, tidak dipaksakan, dan tidak melakukan propoganda atau bujukan supaya memilih seorang khalifah. Pemilihan khalifah bebas dari segala tekanan, intimidasi, intervensi dari pihak lain, ia hendaknya benar-benar murni dari aspirasi dan kehendak rakyat. Seluruh rakyat mempunyai hak yang sama untuk memilih siapa yang menjadi pemimpinnya. Ketiga, kepribadian seorang khalifah haruslah memiliki kredibilitas yang tinggi, disenangi masyarakat, adil, iman yang teguh, dan kuat agamanya. Calon pemimpin (khalifah) tidaklah seorang yang ambisius meminta-minta jabatan dalan artian tidak mencalonkan dirinya menjadi khalifah. Tetapi, seorang calon pemimpin hendaknya dipilih atau dicalonkan oleh orang lain (masyarakat). Inilah suatu kepribadian yang tinggi dan sikap mulia bagi seorang pemimpin yang sangat sulit ditemui dari pemimpin-pemimpin dewasa ini. 14 Khalid Ibrahim Jindan, The Islamic Theory of Government According to Ibn Taymiyah, terj. Mufid (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 84. 202 TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014

Suksesi Kepemimpinan dalam Islam Keempat, adanya kesediaan atau penerimaan dari khalifah terpilih setelah selesai pembai atan melalui pidato singkat, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Khulafa Rasyidin lainnya. Pidato ini penting untuk melihat keseriusan, visi dan misi, serta gambaran kebijaksanaan dari khalifah (pemimpin) yang menerima jabatan tersebut. Pidato disampaikan setelah terpilih bukan sebelumnya, hal ini menghindarkan dari upaya propoganda, bujukan, dan janji-janji muluk untuk menarik simpatik agar pilihan jatuh kepadanya. Demikian sistem suksesi pemilihan Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah. Sistem pengangkatan Khalifah Abu Bakar Shiddiq merupakan tonggak yang amat penting dalam sejarah Islam. Sehingga banyak dari pemikir-pemikir politik Islam merumuskan pandangannya tentang sistem pemilihan kepala negara yang ideal merujuk kepada sistem yang terjadi pada pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Daftar Pustaka Haikal, Muhammad Husain, Hayātu Muhammad, Kairo: Dar al- Ma arif, 1993. Jindan, Khalid Ibrahim, The Islamic Theory of Government According to Ibn Taymiyah, terj. Mufid. Jakarta: Rineka Cipta, 1994. Karya, Soekama (dkk), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998 Macdonald, D.B., Development of Muslim Theology, Jurisprudence, and Constitutional Theory. New York: The Mac Milan, 1903. Mawardi, Abu al-hasan Ali bin Muhammad Kitab al-ahkam al- Sultaniyyah. Beirut: Dar al-fikr, 1966. Mulia, Musdah, Negara Islam : Pemikiran Politik Husain Haikal, Jakarta : Paramadina, 2001 Rahman, Fazlur, The Islamic Concept of State, dalam John J. Donohue dan L. Esposito, Islam in Transition : Muslim Perpective, New York : Oxford University Press, 1982 Rais, Amien, Cakrawala Islam : Antara Cita dan Fakta, Cet. II, Bandung : Mizan, 1989 TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014 203

M. Saripuddin Rais, Dhiya al-din, Al-Islam wa al-khalifah fi al-ashr al- Hadits (Naqd Kitab al-islam wa Ushul al-hukm), tej. Afif Mohammad, Bandung : Pustaka, 1985. Thabari, Abu Ja far ibn Muhammad ibn Jarir, Tarikh al-umam wa al-muluk, Jilid IV, Beirut : Dar al-fikr, 1987. 204 TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014